Share

6. Di Usir

Author: LaSierra
last update Last Updated: 2023-05-03 18:27:08

Emily terdiam setelah masuk ke dalam mobil, pikirannya kacau, dia benar-benar tidak bisa berpikir jernih lagi. Jonathan yang melihat sikap diamnya Emily merasa puas.

"Kenapa kau diam? Jika kau tidak suka dengan pernikahan ini, kau bisa menolaknya sejak awal," ujar Jonathan.

"Kau sengaja bukan? Kau membuat perusahaan ayahku hampir bangkrut, lalu menawarkan kerja sama, benar kan?" tanya Emily.

"Kau benar-benar pintar. Apa kau ingat insiden di lorong toilet tempo hari? Mulai sekarang kau bisa membuktikan apakah rumor itu benar, atau salah," jawab Jonathan.

"Kau benar-benar brengs*k!" maki Emily pada Jonathan.

Emily semakin kesal mengingat kejadian itu. "Apakah Jonathan hanya melakukan balas dendam padanya? Dia bahkan menjebak dirinya agar bisa menikah dengannya, apa laki-laki ini memiliki otak yang normal?" pikir Emily.

"Aku tidak mau tau, karena kau sudah menjadi istriku, maka kau harus tinggal serumah denganku," ujar Jonathan.

"Tidak usah repot-repot menyediakan tempat tinggal, aku masih memiliki rumah!" ujar Emily.

"Baiklah, aku tidak memaksa," ujar Jonathan.

"Turunkan aku di sini," pinta Emily.

Mobil pun berhenti, Emily turun di tengah jalan, dia lalu memberhentikan taksi dan kembali ke rumah. Dia terpaksa pulang ke rumah karena ingin mengambil peninggalan neneknya. Setelah tiba di rumah, hatinya bertambah kesal karena melihat Steve sudah berada di sana.

"Emily, kita perlu bicara," ujar Steve.

"Apalagi yang ingin kau bicarakan?! Menjauhlah dariku, aku muak melihatmu!" ujar Emily.

"Emily, aku dan Stella hanyalah sebuah hubungan kecelakaan saja, di hatiku saat ini hanya ada kau," ujar Steve.

Emily berhenti menaiki anak tangga, dan berbalik menatap Steve. Steve menjadi lebih antusias, karena Emily akhirnya berhenti dan menatapnya.

"Apa kau sudah selesai bicara? aku ingin segera ke kamar mandi, karena tiba-tiba perutku mual mendengar kata-katamu barusan," ujar Emily.

Raut wajah Steve yang tadi semangat kini berubah menjadi suram. Di lihatnya Emily terus menaiki anak tangga tanpa menoleh lagi padanya. Tak jauh dari Emily, Stella keluar dari kamarnya karena dia mendengar suara Steve dan Emily saling bicara. Stella melirik Emily yang sedang naik dengan sudut matanya. Emily yang sudah lelah dan kesal, tak mau ambil pusing lagi atas sikap Stella.

"Steve kau kemari?" ujar Stella bersemangat.

Steve yang melihat Stella turun semakin memasang wajah suram, karena dia benar-benar tidak ingin melihat Stella saat ini.

"Kenapa kau keluar? Sebaiknya istirahat saja dikamar," ujar Steve kesal.

"Perutku mual, aku merasa tidak enak, anakmu sedang membuatku merasa tak nyaman, sekarang kau malah kesal padaku. Apa-apaan ini?" tanya Stella dengan kesal.

"Aku sedang tidak mood hari ini, aku pergi dulu," ujar Steve sambil berlalu pergi meninggalkan Stella.

Stella kembali ke atas dan menerobos masuk ke kamar Emily, saat itu Emily tengah duduk di depan meja rias nya terkejut melihat Stella yang berani masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu.

"Apa kau puas? Kau seharusnya tidak usah meladeni Steve saat dia datang menemui. Bukankah kau sudah memutuskan untuk berpisah dengannya? Aku sedang mengandung anaknya, jangan jadi perempuan tak tau diri! Kau sudah diusir dari rumah ini, tapi kau masih berani kembali?" teriak Stella.

"Apa kau gila? Siapa yang kau maksud dengan perempuan tak tau diri?" tanya Emily.

Emily kemudian menarik tangan Stella, dan membawanya ke depan cermin meja rias nya yang besar.

"Lihat, siapa yang ada di cermin itu, itulah perempuan yang tak tau diri, yang bahkan lebih rendah dari seorang pelac*r," bisik Emily di telinga Stella.

"Aaaakh, kau sialan!" teriak Stella.

"Ada apa ini? Kenapa begitu berisik?" tanya ibu Emily.

"Ibu, lihat dia! di sengaja memanggilku kemari dan mengatai anakku, anak ini bahkan belum lahir, tapi dia sudah mengutuknya dengan kata-kata sejahat itu," ujar Stella berbohong.

"Kau benar-benar keterlaluan! Kenapa kau kembali? Apa yang merasukimu hingga berbuat sejahat itu pada adikmu sendiri? Pergi dari sini, pergi dari rumah ini sekarang juga! pergi!" teriak ibu Emily.

"Aku akan keluar dari rumah terkutuk ini, tapi ingat, Stella, karma itu akan datang padamu cepat atau lambat," ujar Emily.

Emily menyambar tasnya, dia segera pergi dari rumah itu tanpa berpikir panjang. Entah Stella yang benar-benar pandai bersandiwara, atau memang ibunya yang tidak pernah menyayanginya selalu tidak percaya padanya. Emily berjalan keluar komplek rumahnya hingga mendapatkan taksi. Setelah berada di dalam mobil, sopir taksi yang melihat Emily berurai airmata hanya diam dan membawanya berkeliling, karena Emily sama sekali tidak menyebutkan kemana dia akan pergi. Sopir taksi itu baru berani bertanya setelah Emily sudah sedikit membaik.

"Nona, sebenarnya kemana tujuanmu? Kita sudah berkeliling kota cukup lama," tanya sopir taksi.

"Sebentar, aku akan menelpon seseorang, tapi tolong antarkan aku ke kantor catatan sipil, mobilku ada di sana," jawab Emily.

Emily tidak memiliki tujuan lain lagi selain rumah suami barunya, Jonathan. Walaupun sebenarnya dia malu, karena tadi sudah menolak tawarannya untuk kembali ke rumah Jonathan, tapi kali ini Emily benar-benar tidak memiliki tempat lain yang bisa dia tuju.

"Ada apa? Kau butuh sesuatu?" tanya Jonathan.

"Dimana alamat rumahmu?" tanya Emily.

"Kau mau tidur sekamar denganku?" tanya Jonathan.

"Kau! Bagaimana bisa aku tidur sekamar denganmu, kita baru menikah tadi pagi, dan aku baru mengenalmu!" teriak Emily dengan kesal.

"Aku suamimu sekarang, kalau kau tidak mau kau bisa tidur di rumahmu. Aku akan meminta sopir untuk menjemputmu saat kau tengah terlelap" ujar Jonathan.

Emily menahan amarahnya sejenak, dia menghiruo nafas dalam-dalam lalu memghembuskannya lagi. Sopir taksi yang mendengar percakapan Emily juga sedikit merasa geli. Namun dia berusaha keras untuk tidak tertawa.

"Baiklah, aku setuju, di mana alamat rumahmu?" tanya Emily.

"Mountain Beverly Hills no.1 aku akan meminta pelayan untuk menyambutmu," jawab Jonathan.

Emily langsung menutup sambungan teleponnya dan meminta sopir taksi untuk mengantarkannya ke rumah Jonathan. Beberapa saat kemudian mereka tiba di depan rumah Jonathan. Begitu Emily turun dari taksi ada beberapa pelayan yang menyambutnya.

"Selamat datang nyonya muda," ujar pelayan yang paling tua.

Sepertinya dia adalah kepala pelayan di rumah Jonathan.

"Kau tau siapa aku?" tanya Emily.

"Tentu saja, tuan muda sudah mengirim foto pengantinnya kepada kami, agar kami menyambutnya jika anda datang kemari," jawab kepala pelayan.

"Terima kasih sambutannya, tapi siapa namamu? Kapan Jonathan kembali?" tanya Emily.

"Sama-sama nyonya muda. Perkenalkan namaku Felix, anda bisa memanggilku kapan saja di rumah ini. Tuan muda biasanya kembali pada saat jam makan malam nyonya," jawab Felix.

"Baiklah, apa aku bisa masuk sekarang?" tanya Emily.

"Tentu saja, mari nyonya muda, saya akan menunjukkan kamar yang akan anda tempati," jawab Felix.

Felix membawa Emily berkeliling rumah Jonathan, dia juga memberi tau kebiasaan Jonathan sehari-hari. Emily juga sesekali bertanya tentang Jonathan, salah satunya sesuatu yang membuatnya penasaran selama beberapa hari ini.

"Apakah Jonathan pernah melakukan pesta di rumah? Atau dia sering membawa perempuan atau laki-laki ke rumah?" tanya Emily pada Felix.

"Tuan muda sangat menyukai kebersihan dan ketenangan nyonya. Jadi, selama saya bekerja dengannya, saya belum pernah melihat tuan muda membuat pesta dirumah atau membawa teman-temannya," jawab Felix.

"Ahh, itu bagus, aku juga tidak menyukai jika rumah berisik," ujar Emily.

Setelah tiba di kamar yang di tunjukkan oleh Felix, Felix undur diri dari sana. Sebelumnya, Felix memberi tau bahwa baju, dan semua keperluannya telah di siapkan di ruangan khusus.

Emily pun masuk ke dalam kamar Jonathan yang bernuansa putih abu-abu, Emily membuka ruangan demi ruangan yang ada di kamar Jonathan. Seperti ada ruangan kostum disana, benar saja, di ruangan itu penuh dengan baju. Di sebelah kanan adalah baju Jonathan yang dominan dengan warna hitam dan abu-abu. Di sebelah kiri adalah baju wanita, anehnya baju-baju itu sesuai dengan ukuran tubuhnya. Emily bergegas mandi karena tubuhnya benar-benar lelah dan gerah. Dia melepaskan penatnya dalam bak berendam, setelah beberapa saat lamanya dia beranjak dari sana, dan mencari baju yang pas untuk dia kenakan, namun rasa lelahnya membuatnya urung untuk mengganti handuk mandinya. Rasanya benar-benar menyegarkan setelah mandi, Emily jatuh tertidur setelah seharian dia di pusingkan oleh orang-orang aneh di sekitarnya.

Sementara itu Jonathan telah kembali dari kantornya, dia segera di sambut oleh Felix.

"Dimana dia?" tanya Jonathan.

"Nyonya muda sepertinya sedang tidur tuan, saat dia datang kemari, matanya sedikit bengkak, dan ada bekas air mata di pipinya," jawab Felix.

"Sudah ku duga, dia pasti mengalami hari yang sulit. Aku akan mandi di kamar sebelah, jangan ganggu dia sampai dia terbangun," ujar Jonathan.

"Baik tuan" jawab Felix.

Jonathan berjalan menuju lantai dua, dan segera masuk ke kamar sebelah. Namun, saat dirinya hampir menyentuh pintu, Jonathan penasaran dan ingin melihat keadaan Emily.

"Apakah dia benar-benar tertidur? Atau jangan-jangan dia sedang menangis?" pikir Jonathan.

Jonathan berjalan perlahan menuju kamarnya sendiri, dan perlahan-lahan membuka pintu.

Related chapters

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   7. Canggung

    Rasa penasaran yang menggerogoti perasaan Jonathan semakin tak bisa di bendung. Dia akhirnya memutuskan untuk melihat keadaan Emily di kamarnya. Namun, begitu dia membuka pintu kamarnya, Emily sedang berganti baju, dia melepas handuknya, dan terekposlah kulitnya yang putih mulus tanpa sehelai benang pun, Emily terlihat akan mengenakan piyama. Jonathan langsung menutup kembali pintu kamarnya diam-diam. Cepat-cepat dia kembali ke kamar sebelah, dan meneguk segelas air. Kerongkongannya terasa kering, bayangan tubuh Emily yang tanpa busana terbayang-bayang di benaknya, membuat wajahnya merah merona. "Sial!" umpat Jonathan. Keadaan tidak berubah meskipun dia mencoba melakukan hal lain. Jonathan akhirnya memutuskan untuk mandi dengan air dingin. Di dalam kamar mandi dia segera menghidupkan air dingin, dan berdiri di bawahnya. Tapi justru kejadian tadi semakin terekam jelas di benaknya, dia kini bahkan ingat warna pakaian dalam yang akan di kenakan Emily. "Sial! Seharusnya aku tidak membuk

    Last Updated : 2023-05-04
  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   8. Dari Hati Ke Hati

    Jonathan berjalan menuju kamar yang berada di sebelah kamarnya, dia ingin mencoba bicara agar suasana canggung ini berakhir. "Emily, boleh aku masuk?" tanya Jonathan. Emily sedikit terkejut mendengar suara Jonathan ada di depan pintu, walaupun dia sedikit salah tingkah, namun dengan cepat dia membuka pintunya. "Ada apa? Kau butuh sesuatu?" tanya Emily. "Bisakah kita bicara?" tanya Jonathan. "Tentu, masuklah," jawab Emily. "Bisa ikut denganku? Ada sesuatu yang ingin ku tunjukkan," tanya Jonathan lagi. Jonathan mengangkat tangan, meminta Emily untuk meletakkan tangannya di atas telapak tangannya. Silvia menyambut tangan itu, dan mereka akhirnya berjalan beriringan. Di sepanjang jalan mereka tetap diam membisu. Jonathan tampaknya membawa Emily ke sesuatu tempat, mereka berdua melewati halaman belakang, tapi di sini begitu gelap, Emily mulai takut dan menggenggam tangan Jonathan semakin erat. Jonathan yang mengerti hal ini segera menenangkannya. "Tidak apa-apa, kita sudah tiba," uj

    Last Updated : 2023-05-05
  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   9. Telepon Dari Ibu

    Pagi-pagi sekali Emily telah membuka matanya, dadanya terasa sesak, seolah ada yang menimpa tubuhnya. Ketika Emily hendak berbalik, dia merasakan sebuah tangan yang kekar sedang memeluknya. Emily sedikit terkejut, namun saat di lihatnya wajah tampan Jonathan yang sedang terlelap, Emily urung untuk beranjak dari dekapan Jonathan. "Ternyata setelah di lihat dari dekat, dia sangat tampan, benar-benar tampan," ujar Emily. Emily lalu meraba wajah Jonathan dengan jari telunjuknya, di mulai dari kening, turun ke hidung, lalu berhenti pada bibir Jonathan. Saat melihat bibir Jonathan, tiba-tiba seolah ada suara dari dalam dirinya yang berteriak. "Cium! Cium! Cium! Cium!" Emily cepat-cepat menepuk-nepuk pipinya, namun suara dari dalam hatinya terus berteriak tanpa henti. Emily menoleh lagi, entah mengapa dia ingin menatap wajah Jonathan lagi. Emily mengangkat tangannya, dan melambaikan di depan wajah Jonathan. "Bulu mata Jonathan tidak bergerak sama sekali, berarti dia masih tidur nyenyak b

    Last Updated : 2023-05-05
  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   10. Gagal

    Stella masih terbaring di kasur dengan badan yang lemas, dan letih, tubuhnya di penuhi peluh keringat. Sedangkan Steve telah beranjak ke kamar mandi. Tiba-tiba dia teringat bahwa dirinya saat ini sedang berpura-pura hamil muda. "Bukankah perempuan yang sedang hamil muda di larang berhubungan? Bagaimana jika Steve mengetahui larangan ini? Ah bodohnya aku! Haruskah aku berpura-pura kesakitan? Tidak, tidak, dia malah akan membawaku ke rumah sakit jika aku kesakitan," guman Stella. Beberapa menit kemudian, Steve keluar dari kamar mandi, dan segera mengenakan bajunya. Dia harus segera kembali ke meja kerjanya. Akan aneh rasanya, jika sekretarisnya masuk dia tidak berada di sana, padahal dirinya tidak terlihat keluar dari pintu. Namun Steve segera ingat bahwa Stella sedang mengandung. "Kau tidak apa-apa? Bagaimana dengan bayinya, maaf, aku tidak bisa menahan diri," tanya Steve. Benar saja, Steve menanyakan hal itu padanya. Stella segera tersenyum dan membuat alasan yang masuk akal. "Aku

    Last Updated : 2023-05-09
  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   11. Perjanjian

    Stella kembali ke rumah dengan hati yang hampa, setiap dia keluar untuk audisi tidak pernah sekali pun mendapatkan komentar yang memuaskan. Dengan langkah gontai dia masuk ke dalam rumah, rumah yang besar itu semakin sepi sejak kakaknya diusir. Ayahnya yang sakit-sakitan masih di rawat di luar negri, ibunya hanya sesekali datang ke kantor memeriksa bagian keuangan, agak aneh, tapi itulah yang dia lakukan selain menonton drama Korea kesukaannya. Saat ini juga sama, ibunya hanya menonton drama Korea sambil mengunyah camilan. Stella akhirnya merebahkan dirinya di sebelah ibunya. "Ibu, kau tidak pergi ke kantor ayah?" tanya Stella. "Sstt diam, lihat, gadis muda itu akhirnya menjual dirinya pada para juri agar dia bisa lolos ke babak selanjutnya," jawab ibunya. Stella yang merasa bingung akhirnya ikut menonton drama yang ditonton ibunya. Dalam drama itu, si gadis merayu juri agar dia lolos audisi. Benar saja, pada adegan selanjutnya, saat audisi si gadis lolos di tahap berikutnya, sang j

    Last Updated : 2023-05-12
  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   1. Terlahir Kembali

    Emily terbangun ketika sinar matahari menembus masuk melalui jendela."Dimana aku? Apakah aku sudah mati?" guman Emily. Emily memperhatikan keadaan disekitarnya, kamar ini bernuansa putih, dan ada lukisan seorang ibu yang sedang memeluk anaknya, di dekat pintu ada foto dirinya yang terpanjang di dinding. "Bukankah ini kamar Steve? Kenapa aku ada di sini?" guman Emily. Emily langsung memperhatikan dirinya sendiri di depan cermin yang berada di samping kasur itu. Bajunya masih lengkap, bahkan riasan nya masih rapi, tapi kenapa dia bisa berada di sini? "Bukankah aku sudah mati? Steve meracuniku, dan dia ternyata selingkuh dengan Stella. Apa yang telah terjadi? Apa aku terlahir kembali?" guman Emily. "Kau sudah bangun?" Tiba-tiba pintu kamar terbuka, dan muncullah wajah Steve, kejadian ini sama persis dengan kehidupannya yang lalu. "Kau? Apa semalam kau tidur di sini? Dan kenapa aku bisa tidur di kamarmu?" tanya Emily. "Tidak, kau tidak pernah mengijinkan aku menyentuhmu sebelum men

    Last Updated : 2023-03-07
  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   2. Memutuskan Hubungan

    Emily mengintip keluar jendela, terlihat para tamu sudah berdatangan dan menikmati musik di halaman belakang rumahnya. Emily sangat yakin bahwa ini adalah kehidupannya dua tahun yang lalu sebelum meninggal di tangan Steve. Emily seolah tak percaya, dia bisa kembali ke kehidupannya lagi. Ternyata Tuhan mendengar permintaannya dan mengabulkannya. Emily tertawa bahagia hingga meneteskan airmata haru, dia terharu betapa baiknya Tuhan pada dirinya. Kali ini, dia tak akan lagi menjadi gadis bodoh di dalam genggaman Steve. Dia akan membalas perbuatan Steve dan Stella padanya. Dia berjalan menyusuri lorong di rumahnya. Tapi langkah kakinya terhenti di depan pintu kamar Stella. Karena tak terkunci, Emily mengintip apa yang ada di dalam, benar saja, di sana ada Steve yang sedang bercumbu dengan Stella. Emily hendak mendobrak pintu kamar itu, tapi rasanya itu kurang menarik bukan ? Emily lalu mengeluarkan ponselnya dan merekam adegan demi adegan di kamar Stella."Steve, ini sudah terlalu lama, or

    Last Updated : 2023-03-07
  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   3. Tamu Tak di Undang

    Waktu berjalan dengan cepat, tak terasa dua hari telah berlalu. Malam itu bunyi bel seolah tak berhenti berbunyi di depan rumah Emily, dengan cepat pelayan membukakan pintu. Tampaklah Steve bersama ayah dan ibunya datang berkunjung ke rumah Emily dengan wajah canggung. Ayah Emily yang mengetahui hal itu bergegas turun dan menemui mereka, Stella dan nyonya Monica yang terlihat berbeda dari biasanya juga ikut turun melihat apa yang akan terjadi. Tapi, Emily sama sekali tak kelihatan batang hidungnya. Ayah Emily yang mengetahui hal ini segera meminta bi Surti, si mbok kesayangan Emily, untuk memanggilnya turun."Noooon, non Emily," panggil bi Surti."Ya mbok, masuk saja, tidak di kunci mbok," jawab Emily."Non, di suruh bapak turun ke bawah, ada tamu," ujar bi Surti."Siapa mbook?" tanya Emily.Dengan ragu bi Surti memberi tahu tamu yang datang."Ada tuan muda Steve bersama orang tuanya," jawab bi Surti."Aduuuuh mau apa lagi dia ke sini mbok, mbok sajalah yang menemui dia, Emily capek,"

    Last Updated : 2023-03-07

Latest chapter

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   11. Perjanjian

    Stella kembali ke rumah dengan hati yang hampa, setiap dia keluar untuk audisi tidak pernah sekali pun mendapatkan komentar yang memuaskan. Dengan langkah gontai dia masuk ke dalam rumah, rumah yang besar itu semakin sepi sejak kakaknya diusir. Ayahnya yang sakit-sakitan masih di rawat di luar negri, ibunya hanya sesekali datang ke kantor memeriksa bagian keuangan, agak aneh, tapi itulah yang dia lakukan selain menonton drama Korea kesukaannya. Saat ini juga sama, ibunya hanya menonton drama Korea sambil mengunyah camilan. Stella akhirnya merebahkan dirinya di sebelah ibunya. "Ibu, kau tidak pergi ke kantor ayah?" tanya Stella. "Sstt diam, lihat, gadis muda itu akhirnya menjual dirinya pada para juri agar dia bisa lolos ke babak selanjutnya," jawab ibunya. Stella yang merasa bingung akhirnya ikut menonton drama yang ditonton ibunya. Dalam drama itu, si gadis merayu juri agar dia lolos audisi. Benar saja, pada adegan selanjutnya, saat audisi si gadis lolos di tahap berikutnya, sang j

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   10. Gagal

    Stella masih terbaring di kasur dengan badan yang lemas, dan letih, tubuhnya di penuhi peluh keringat. Sedangkan Steve telah beranjak ke kamar mandi. Tiba-tiba dia teringat bahwa dirinya saat ini sedang berpura-pura hamil muda. "Bukankah perempuan yang sedang hamil muda di larang berhubungan? Bagaimana jika Steve mengetahui larangan ini? Ah bodohnya aku! Haruskah aku berpura-pura kesakitan? Tidak, tidak, dia malah akan membawaku ke rumah sakit jika aku kesakitan," guman Stella. Beberapa menit kemudian, Steve keluar dari kamar mandi, dan segera mengenakan bajunya. Dia harus segera kembali ke meja kerjanya. Akan aneh rasanya, jika sekretarisnya masuk dia tidak berada di sana, padahal dirinya tidak terlihat keluar dari pintu. Namun Steve segera ingat bahwa Stella sedang mengandung. "Kau tidak apa-apa? Bagaimana dengan bayinya, maaf, aku tidak bisa menahan diri," tanya Steve. Benar saja, Steve menanyakan hal itu padanya. Stella segera tersenyum dan membuat alasan yang masuk akal. "Aku

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   9. Telepon Dari Ibu

    Pagi-pagi sekali Emily telah membuka matanya, dadanya terasa sesak, seolah ada yang menimpa tubuhnya. Ketika Emily hendak berbalik, dia merasakan sebuah tangan yang kekar sedang memeluknya. Emily sedikit terkejut, namun saat di lihatnya wajah tampan Jonathan yang sedang terlelap, Emily urung untuk beranjak dari dekapan Jonathan. "Ternyata setelah di lihat dari dekat, dia sangat tampan, benar-benar tampan," ujar Emily. Emily lalu meraba wajah Jonathan dengan jari telunjuknya, di mulai dari kening, turun ke hidung, lalu berhenti pada bibir Jonathan. Saat melihat bibir Jonathan, tiba-tiba seolah ada suara dari dalam dirinya yang berteriak. "Cium! Cium! Cium! Cium!" Emily cepat-cepat menepuk-nepuk pipinya, namun suara dari dalam hatinya terus berteriak tanpa henti. Emily menoleh lagi, entah mengapa dia ingin menatap wajah Jonathan lagi. Emily mengangkat tangannya, dan melambaikan di depan wajah Jonathan. "Bulu mata Jonathan tidak bergerak sama sekali, berarti dia masih tidur nyenyak b

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   8. Dari Hati Ke Hati

    Jonathan berjalan menuju kamar yang berada di sebelah kamarnya, dia ingin mencoba bicara agar suasana canggung ini berakhir. "Emily, boleh aku masuk?" tanya Jonathan. Emily sedikit terkejut mendengar suara Jonathan ada di depan pintu, walaupun dia sedikit salah tingkah, namun dengan cepat dia membuka pintunya. "Ada apa? Kau butuh sesuatu?" tanya Emily. "Bisakah kita bicara?" tanya Jonathan. "Tentu, masuklah," jawab Emily. "Bisa ikut denganku? Ada sesuatu yang ingin ku tunjukkan," tanya Jonathan lagi. Jonathan mengangkat tangan, meminta Emily untuk meletakkan tangannya di atas telapak tangannya. Silvia menyambut tangan itu, dan mereka akhirnya berjalan beriringan. Di sepanjang jalan mereka tetap diam membisu. Jonathan tampaknya membawa Emily ke sesuatu tempat, mereka berdua melewati halaman belakang, tapi di sini begitu gelap, Emily mulai takut dan menggenggam tangan Jonathan semakin erat. Jonathan yang mengerti hal ini segera menenangkannya. "Tidak apa-apa, kita sudah tiba," uj

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   7. Canggung

    Rasa penasaran yang menggerogoti perasaan Jonathan semakin tak bisa di bendung. Dia akhirnya memutuskan untuk melihat keadaan Emily di kamarnya. Namun, begitu dia membuka pintu kamarnya, Emily sedang berganti baju, dia melepas handuknya, dan terekposlah kulitnya yang putih mulus tanpa sehelai benang pun, Emily terlihat akan mengenakan piyama. Jonathan langsung menutup kembali pintu kamarnya diam-diam. Cepat-cepat dia kembali ke kamar sebelah, dan meneguk segelas air. Kerongkongannya terasa kering, bayangan tubuh Emily yang tanpa busana terbayang-bayang di benaknya, membuat wajahnya merah merona. "Sial!" umpat Jonathan. Keadaan tidak berubah meskipun dia mencoba melakukan hal lain. Jonathan akhirnya memutuskan untuk mandi dengan air dingin. Di dalam kamar mandi dia segera menghidupkan air dingin, dan berdiri di bawahnya. Tapi justru kejadian tadi semakin terekam jelas di benaknya, dia kini bahkan ingat warna pakaian dalam yang akan di kenakan Emily. "Sial! Seharusnya aku tidak membuk

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   6. Di Usir

    Emily terdiam setelah masuk ke dalam mobil, pikirannya kacau, dia benar-benar tidak bisa berpikir jernih lagi. Jonathan yang melihat sikap diamnya Emily merasa puas. "Kenapa kau diam? Jika kau tidak suka dengan pernikahan ini, kau bisa menolaknya sejak awal," ujar Jonathan. "Kau sengaja bukan? Kau membuat perusahaan ayahku hampir bangkrut, lalu menawarkan kerja sama, benar kan?" tanya Emily. "Kau benar-benar pintar. Apa kau ingat insiden di lorong toilet tempo hari? Mulai sekarang kau bisa membuktikan apakah rumor itu benar, atau salah," jawab Jonathan. "Kau benar-benar brengs*k!" maki Emily pada Jonathan. Emily semakin kesal mengingat kejadian itu. "Apakah Jonathan hanya melakukan balas dendam padanya? Dia bahkan menjebak dirinya agar bisa menikah dengannya, apa laki-laki ini memiliki otak yang normal?" pikir Emily. "Aku tidak mau tau, karena kau sudah menjadi istriku, maka kau harus tinggal serumah denganku," ujar Jonathan. "Tidak usah repot-repot menyediakan tempat tinggal, a

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   5. Menikah

    Emily pergi menemui orang yang di maksud ayahnya di sebuah restoran Jepang. Bagaikan petir menyambar di siang bolong, betapa terkejutnya dia setelah melihat laki-laki itu. Dia benar-benar tak menyangka laki-laki ini yang akan menjadi suaminya.****Emily kembali ke rumahnya. Kepulangan Emily yang di ketahui oleh Stella dengan cepat di adukan pada ibunya melalui ponselnya. Baru saja dirinya membuka pintu, omelan ibunya sudah memekakkan telinganya."Kau dari mana? Apa yang kau lakukan diluar sana? Dasar anak liar, bisa-bisanya kau pergi tanpa pamit, kau pasti berkencan dengan om-om diluar sana? Pantas saja Steve berpaling darimu, kau benar-benar susah di atur dan bin*l" cecar Ibu Emily.Bagaimana mungkin ibunya tidak tau bahwa dia selama ini selalu menjadi anak yang patuh dan baik hati. Bahkan selama dua tahun berpacaran dengan Steve, Steve tak pernah dia izinkan untuk menyentuhnya. Ibunya tidak tau karena memang tidak pernah memiliki perhatian padanya.Emily yang sudah lelah menghadapi

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   4. Keputusan

    Emily memasuki Bar dan segera memesan minuman pada bartender."New York Sour" ujarnya.Bartender dengan cekatan menyajikan pesanan Emily.Emily meminumnya dengan pikiran yang kacau, tunangannya yang sangat dia cintai ternyata berkhianat begitu lama di belakangnya dengan adik kandungnya sendiri. Bahkan tak ada satupun keluarganya yang menghibur dirinya atas kejadian ini. Sungguh miris. Tidak bisa dipercaya. Apa itu keluarga? Apakah hanya hiasan agar terlihat sempurna dari luar? Mereka berdua sungguh keterlaluan pikirnya."Hei aku melihat seseorang yang tampan memasuki bar ini tadi, apa kau tahu siapa dia?" tanya seorang wanita pada bartender itu sambil memberikan uang beberapa ratus dollar lewat meja.Emily juga melihatnya masuk tadi, namun dia tak begitu tertarik saat ini, hatinya sedang tak karuan saat ini. Tapi Emily juga tahu, bahwa ada beberapa bartender yang menjual informasi seperti ini di sana."Dia seorang CEO muda yang merajai bisnis di kota ini, kabarnya dia baru kembali dari

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   3. Tamu Tak di Undang

    Waktu berjalan dengan cepat, tak terasa dua hari telah berlalu. Malam itu bunyi bel seolah tak berhenti berbunyi di depan rumah Emily, dengan cepat pelayan membukakan pintu. Tampaklah Steve bersama ayah dan ibunya datang berkunjung ke rumah Emily dengan wajah canggung. Ayah Emily yang mengetahui hal itu bergegas turun dan menemui mereka, Stella dan nyonya Monica yang terlihat berbeda dari biasanya juga ikut turun melihat apa yang akan terjadi. Tapi, Emily sama sekali tak kelihatan batang hidungnya. Ayah Emily yang mengetahui hal ini segera meminta bi Surti, si mbok kesayangan Emily, untuk memanggilnya turun."Noooon, non Emily," panggil bi Surti."Ya mbok, masuk saja, tidak di kunci mbok," jawab Emily."Non, di suruh bapak turun ke bawah, ada tamu," ujar bi Surti."Siapa mbook?" tanya Emily.Dengan ragu bi Surti memberi tahu tamu yang datang."Ada tuan muda Steve bersama orang tuanya," jawab bi Surti."Aduuuuh mau apa lagi dia ke sini mbok, mbok sajalah yang menemui dia, Emily capek,"

DMCA.com Protection Status