Share

3. Tamu Tak di Undang

Penulis: LaSierra
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-07 17:06:45

Waktu berjalan dengan cepat, tak terasa dua hari telah berlalu. Malam itu bunyi bel seolah tak berhenti berbunyi di depan rumah Emily, dengan cepat pelayan membukakan pintu. Tampaklah Steve bersama ayah dan ibunya datang berkunjung ke rumah Emily dengan wajah canggung. Ayah Emily yang mengetahui hal itu bergegas turun dan menemui mereka, Stella dan nyonya Monica yang terlihat berbeda dari biasanya juga ikut turun melihat apa yang akan terjadi. Tapi, Emily sama sekali tak kelihatan batang hidungnya. Ayah Emily yang mengetahui hal ini segera meminta bi Surti, si mbok kesayangan Emily, untuk memanggilnya turun.

"Noooon, non Emily," panggil bi Surti.

"Ya mbok, masuk saja, tidak di kunci mbok," jawab Emily.

"Non, di suruh bapak turun ke bawah, ada tamu," ujar bi Surti.

"Siapa mbook?" tanya Emily.

Dengan ragu bi Surti memberi tahu tamu yang datang.

"Ada tuan muda Steve bersama orang tuanya," jawab bi Surti.

"Aduuuuh mau apa lagi dia ke sini mbok, mbok sajalah yang menemui dia, Emily capek," ujar Emily.

"Sebenarnya ada apa? Kenapa sampai pertunangan ini di batalkan? Apakah nona mau berbagi cerita sama saya?" ujar mbok Surti

"Tapi mbok janji ya jangan bilang siapa-siapa," pinta Emily.

"Iya, mbok janji tidak akan cerita sama siapapun, memang biasanya mbok juga tidak pernah cerita kepada siapapun tentang rahasia nona," ujar mbok surti.

Emily pun mendekat dan membisikkan sesuatu di telinga mbok Surti dan memperlihatkan video yang dia ambil tempo hari, dengan mata terbelalak, mbok surti menutup mulutnya yang ternganga.

"Ya ampun, kegatelan banget ya itu perempuan, kayak tidak ada laki-laki lain saja," geram mbok Surti

"Sssssttt diam mbok, nanti pembicaraan kita terdengar sama yang lain," ujar Emily.

"Betul non, di putusin saja, laki-laki tidak mutu kayak gitu nggak pantes buat non," ujar bi Surti geram.

"Makanya aku putusin bi, masak iya aku harus pura-pura nggak tau," ujar Emily.

"La terus itu gimana, orangnya ada di bawah mau nemuin Non, nanti bapak marah lo sama kita berdua kalo non nggak turun" ujar si mbok.

"Huh, ayah paling bisa ngancem aku pakek si mbok, ngapain juga harus marahin si mbok kalo aku nggak mau turun. Ayo bi, aku juga mau lihat apa yang bakalan terjadi kalau kita turun," ajak Emily.

Mereka berdua pun turun kebawah tempat di mana para tamu sudah menunggu Emily. Steve adalah orang pertama yang melihat Emily turun, lalu di ikuti oleh beberapa pasang mata lainnya. Turunnya Emily yang di dampingi si mbok, di mata Stella yang membencinya bagaikan putri yang di dampingi sang dayang. Stella iri melihat Emily yang memiliki pengasuh pribadi sejak kecil. Sedangkan dirinya hanya di asuh oleh pelayan biasa yang entah sudah berapa kali berganti.

"Emily, kemarilah, Steve dan orang tuanya ingin bicara denganmu," ujar ayah Emily.

"Ada apa?" tanya Emily datar.

"Emily, sebenarnya apa yang terjadi? Tolong berikan alasan padaku, kenapa kau memutuskan hubungan kita," tanya Steve.

"Bukankah aku sudah bilang, bahwa aku tak pantas untukmu?" jawab Emily.

Si mbok berdiri di samping Emily dan hanya mendengarkan percakapan mereka. Tapi, karena si mbok sudah tau perangai Steve pun ikut muak melihat tingkah Steve yang memohon pada Emily.

"Dasar buaya," ujar si mbok dalam hati.

"Kenapa bicara seperti itu nak, bukankah sebelumnya kalian baik-baik saja?" tanya ibu Steve.

"Ya tante, tapi itu kemarin karena saya bodoh," jawab Emily.

"Apa maksudnya itu?" tanya ayah Steve yang sudah merasakan ada yang tak beres.

"Seseorang seharusnya ikut berbicara di sini, bukankah begitu, Stella?" tanya Emily tanpa basa-basi lagi menudingnya.

"Apa maksudmu?" tanya Stella yang kaget tiba-tiba di sebut namanya.

"Kau yang paling tau hal itu, kalian berdua yang paling mengetahuinya," jawab Emily.

Wajah Steve dan Stella pun berubah pucat pasi, akhirnya mereka ketahuan oleh Emily.

"Kak yang duluan merayuku adalah kak Steve," ujar Stella.

Dan semua orang yang ada di ruangan itu kini sedikit paham dengan apa yang terjadi.

"Keterlaluan! Kau bermain serong dengan pacar kakakmu? Di mana harga dirimu?!" teriak ayah Emily.

"Tidak om, ini salah paham, aku dan Stella hanya berteman baik. Beberapa hari yang lalu aku hanya menemaninya ke mall dan membeli perlengkapan make up nya, hanya itu," bela Steve.

"Tidak hanya itu, kau juga membawaku ke hotel dan menghabiskan malam bersama," teriak Stella.

"Stella apa-apaan ini?!" tanya Steve.

"Emily, dia bohong, aku sama sekali tak seperti itu, dia hanya menjebakku," ujar Steve menjelaskan.

"O ya, apakah video ini juga berbohong? Apakah aku perlu memutarnya di sini?" tanya Emily sambil menggoyang-goyangkan ponselnya.

"Emily, itu semua salah paham," ujar Steve ketakutan.

"Salah paham katamu?! Aku sekarang hamil, dan kau bilang salah paham!!" teriak Stella.

Dirinya benar-benar marah tak di anggap oleh Steve, padahal di atas kasur Steve selalu mengumbar janji akan menikahinya. Tapi kini, dirinya seolah-olah di tolak, tidak, tidak bisa begini, Stella pun akhirnya berbohong bahwa dirinya hamil, agar Emily semakin menolak Steve.

"Hamil?"

"Apa?"

"Tidak mungkin,"

suara terkejut di ruangan itu terdengar bersaut-sautan, saat mendengar berita kehamilan Stella.

"Sudahlah, sudah, Steve tenanglah, kini Emily sudah menolakmu, dan Stella sedang hamil, bagaimana jika sekarang kau fokus saja pada kehamilan Stella. Biar bagaimanapun juga Ayah dari bayi itu adalah dirimu," ujar ibu Steve.

Emily sudah tak terkejut lagi dengan penuturan ibu Steve, ibu Steve memang sudah lama menginginkan cucu, karena usia Steve sudah mendekati kepala tiga, dan dia hanya anak satu-satunya.

"Steve, mulai sekarang, jangan pernah mencariku lagi, fokus saja pada Stella. Kalian benar-benar pasangan yang serasi, seharusnya aku menyadari perselingkuhan itu dari dulu," ujar Emily.

"Emily, Stella kini sedang hamil, jangan bicara yang menyakitkan," ujar Ibu Emily.

"Ya, terus saja bela anakmu. Anakmu memang hanya dia seorang. Ayo mbok, bawa camilan ke kamar mbok, aku mau nonton di kamar" ujar Emily sambil pergi meninggalkan mereka.

"Anak itu, melawan saja bisanya," ujar ibu Emily.

Berbeda dengan ayah Steve, dia benar-benar malu dengan kelakuan Steve. Wajar saja jika Emily memutuskan hubungan mereka, ternyata Steve ada main di belakang Emily.

Akhirnya malam itu mereka malah membicarakan tentang pernikahan Stella sebelum perutnya membesar. Walaupun marah, ayah Emily tetap menjaga emosinya, biar bagaimanapun juga, ini juga kesalahannya karena gagal mendidik dan menjaga Stella. Hingga dua kakak beradik itu terlibat cinta segitiga. Stella sedikit takut jika mereka tiba-tiba membawanya ke rumah sakit untuk chek up kandungan.

Sementara itu di kamar Emily, si mbok hanya terdiam, dia tak tau harus bicara apa untuk menghibur Emily. Walaupun dirinya marah, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Emily yang sedih karena tak ada satu orangpun yang membelanya, akhirnya memutuskan untuk pergi keluar. Dia ingin bersenang-senang saja malam ini dan minum sepuasnya di Bar Bintang Malam. Dirinya tak perduli lagi dengan panggilan dari Stella yang terus meminta maaf padanya. Emily tau, permintaan maaf Stella hanyalah di bibir saja, sebenarnya dia sedang pamer, bahwa dia telah mendapatkan Steve dengan caranya sendiri.

Di malam yang gelap sebuah mobil Maserati berlalu dengan cepat di jalanan sepi. Wajah tampan pengendara mobil itu terpantul oleh cahaya bulan. Rahangnya yang tegas, hidungnya yang mancung, dan tatapan matanya yang tajam terlihat jelas dalam remang-remang cahaya bulan purnama. Auranya bagaikan raja yang baru pulang dari medan perang, begitu mendominasi, dingin, dan kejam. Mobil yang di kendarainya berhenti tepat di sebuah bar kelas atas betuliskan Bintang Malam.

"Jadi, gadis itu ke sini sendirian? Beraninya dia" gumannya.

Bab terkait

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   4. Keputusan

    Emily memasuki Bar dan segera memesan minuman pada bartender."New York Sour" ujarnya.Bartender dengan cekatan menyajikan pesanan Emily.Emily meminumnya dengan pikiran yang kacau, tunangannya yang sangat dia cintai ternyata berkhianat begitu lama di belakangnya dengan adik kandungnya sendiri. Bahkan tak ada satupun keluarganya yang menghibur dirinya atas kejadian ini. Sungguh miris. Tidak bisa dipercaya. Apa itu keluarga? Apakah hanya hiasan agar terlihat sempurna dari luar? Mereka berdua sungguh keterlaluan pikirnya."Hei aku melihat seseorang yang tampan memasuki bar ini tadi, apa kau tahu siapa dia?" tanya seorang wanita pada bartender itu sambil memberikan uang beberapa ratus dollar lewat meja.Emily juga melihatnya masuk tadi, namun dia tak begitu tertarik saat ini, hatinya sedang tak karuan saat ini. Tapi Emily juga tahu, bahwa ada beberapa bartender yang menjual informasi seperti ini di sana."Dia seorang CEO muda yang merajai bisnis di kota ini, kabarnya dia baru kembali dari

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-07
  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   5. Menikah

    Emily pergi menemui orang yang di maksud ayahnya di sebuah restoran Jepang. Bagaikan petir menyambar di siang bolong, betapa terkejutnya dia setelah melihat laki-laki itu. Dia benar-benar tak menyangka laki-laki ini yang akan menjadi suaminya.****Emily kembali ke rumahnya. Kepulangan Emily yang di ketahui oleh Stella dengan cepat di adukan pada ibunya melalui ponselnya. Baru saja dirinya membuka pintu, omelan ibunya sudah memekakkan telinganya."Kau dari mana? Apa yang kau lakukan diluar sana? Dasar anak liar, bisa-bisanya kau pergi tanpa pamit, kau pasti berkencan dengan om-om diluar sana? Pantas saja Steve berpaling darimu, kau benar-benar susah di atur dan bin*l" cecar Ibu Emily.Bagaimana mungkin ibunya tidak tau bahwa dia selama ini selalu menjadi anak yang patuh dan baik hati. Bahkan selama dua tahun berpacaran dengan Steve, Steve tak pernah dia izinkan untuk menyentuhnya. Ibunya tidak tau karena memang tidak pernah memiliki perhatian padanya.Emily yang sudah lelah menghadapi

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-07
  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   6. Di Usir

    Emily terdiam setelah masuk ke dalam mobil, pikirannya kacau, dia benar-benar tidak bisa berpikir jernih lagi. Jonathan yang melihat sikap diamnya Emily merasa puas. "Kenapa kau diam? Jika kau tidak suka dengan pernikahan ini, kau bisa menolaknya sejak awal," ujar Jonathan. "Kau sengaja bukan? Kau membuat perusahaan ayahku hampir bangkrut, lalu menawarkan kerja sama, benar kan?" tanya Emily. "Kau benar-benar pintar. Apa kau ingat insiden di lorong toilet tempo hari? Mulai sekarang kau bisa membuktikan apakah rumor itu benar, atau salah," jawab Jonathan. "Kau benar-benar brengs*k!" maki Emily pada Jonathan. Emily semakin kesal mengingat kejadian itu. "Apakah Jonathan hanya melakukan balas dendam padanya? Dia bahkan menjebak dirinya agar bisa menikah dengannya, apa laki-laki ini memiliki otak yang normal?" pikir Emily. "Aku tidak mau tau, karena kau sudah menjadi istriku, maka kau harus tinggal serumah denganku," ujar Jonathan. "Tidak usah repot-repot menyediakan tempat tinggal, a

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-03
  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   7. Canggung

    Rasa penasaran yang menggerogoti perasaan Jonathan semakin tak bisa di bendung. Dia akhirnya memutuskan untuk melihat keadaan Emily di kamarnya. Namun, begitu dia membuka pintu kamarnya, Emily sedang berganti baju, dia melepas handuknya, dan terekposlah kulitnya yang putih mulus tanpa sehelai benang pun, Emily terlihat akan mengenakan piyama. Jonathan langsung menutup kembali pintu kamarnya diam-diam. Cepat-cepat dia kembali ke kamar sebelah, dan meneguk segelas air. Kerongkongannya terasa kering, bayangan tubuh Emily yang tanpa busana terbayang-bayang di benaknya, membuat wajahnya merah merona. "Sial!" umpat Jonathan. Keadaan tidak berubah meskipun dia mencoba melakukan hal lain. Jonathan akhirnya memutuskan untuk mandi dengan air dingin. Di dalam kamar mandi dia segera menghidupkan air dingin, dan berdiri di bawahnya. Tapi justru kejadian tadi semakin terekam jelas di benaknya, dia kini bahkan ingat warna pakaian dalam yang akan di kenakan Emily. "Sial! Seharusnya aku tidak membuk

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-04
  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   8. Dari Hati Ke Hati

    Jonathan berjalan menuju kamar yang berada di sebelah kamarnya, dia ingin mencoba bicara agar suasana canggung ini berakhir. "Emily, boleh aku masuk?" tanya Jonathan. Emily sedikit terkejut mendengar suara Jonathan ada di depan pintu, walaupun dia sedikit salah tingkah, namun dengan cepat dia membuka pintunya. "Ada apa? Kau butuh sesuatu?" tanya Emily. "Bisakah kita bicara?" tanya Jonathan. "Tentu, masuklah," jawab Emily. "Bisa ikut denganku? Ada sesuatu yang ingin ku tunjukkan," tanya Jonathan lagi. Jonathan mengangkat tangan, meminta Emily untuk meletakkan tangannya di atas telapak tangannya. Silvia menyambut tangan itu, dan mereka akhirnya berjalan beriringan. Di sepanjang jalan mereka tetap diam membisu. Jonathan tampaknya membawa Emily ke sesuatu tempat, mereka berdua melewati halaman belakang, tapi di sini begitu gelap, Emily mulai takut dan menggenggam tangan Jonathan semakin erat. Jonathan yang mengerti hal ini segera menenangkannya. "Tidak apa-apa, kita sudah tiba," uj

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-05
  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   9. Telepon Dari Ibu

    Pagi-pagi sekali Emily telah membuka matanya, dadanya terasa sesak, seolah ada yang menimpa tubuhnya. Ketika Emily hendak berbalik, dia merasakan sebuah tangan yang kekar sedang memeluknya. Emily sedikit terkejut, namun saat di lihatnya wajah tampan Jonathan yang sedang terlelap, Emily urung untuk beranjak dari dekapan Jonathan. "Ternyata setelah di lihat dari dekat, dia sangat tampan, benar-benar tampan," ujar Emily. Emily lalu meraba wajah Jonathan dengan jari telunjuknya, di mulai dari kening, turun ke hidung, lalu berhenti pada bibir Jonathan. Saat melihat bibir Jonathan, tiba-tiba seolah ada suara dari dalam dirinya yang berteriak. "Cium! Cium! Cium! Cium!" Emily cepat-cepat menepuk-nepuk pipinya, namun suara dari dalam hatinya terus berteriak tanpa henti. Emily menoleh lagi, entah mengapa dia ingin menatap wajah Jonathan lagi. Emily mengangkat tangannya, dan melambaikan di depan wajah Jonathan. "Bulu mata Jonathan tidak bergerak sama sekali, berarti dia masih tidur nyenyak b

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-05
  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   10. Gagal

    Stella masih terbaring di kasur dengan badan yang lemas, dan letih, tubuhnya di penuhi peluh keringat. Sedangkan Steve telah beranjak ke kamar mandi. Tiba-tiba dia teringat bahwa dirinya saat ini sedang berpura-pura hamil muda. "Bukankah perempuan yang sedang hamil muda di larang berhubungan? Bagaimana jika Steve mengetahui larangan ini? Ah bodohnya aku! Haruskah aku berpura-pura kesakitan? Tidak, tidak, dia malah akan membawaku ke rumah sakit jika aku kesakitan," guman Stella. Beberapa menit kemudian, Steve keluar dari kamar mandi, dan segera mengenakan bajunya. Dia harus segera kembali ke meja kerjanya. Akan aneh rasanya, jika sekretarisnya masuk dia tidak berada di sana, padahal dirinya tidak terlihat keluar dari pintu. Namun Steve segera ingat bahwa Stella sedang mengandung. "Kau tidak apa-apa? Bagaimana dengan bayinya, maaf, aku tidak bisa menahan diri," tanya Steve. Benar saja, Steve menanyakan hal itu padanya. Stella segera tersenyum dan membuat alasan yang masuk akal. "Aku

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-09
  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   11. Perjanjian

    Stella kembali ke rumah dengan hati yang hampa, setiap dia keluar untuk audisi tidak pernah sekali pun mendapatkan komentar yang memuaskan. Dengan langkah gontai dia masuk ke dalam rumah, rumah yang besar itu semakin sepi sejak kakaknya diusir. Ayahnya yang sakit-sakitan masih di rawat di luar negri, ibunya hanya sesekali datang ke kantor memeriksa bagian keuangan, agak aneh, tapi itulah yang dia lakukan selain menonton drama Korea kesukaannya. Saat ini juga sama, ibunya hanya menonton drama Korea sambil mengunyah camilan. Stella akhirnya merebahkan dirinya di sebelah ibunya. "Ibu, kau tidak pergi ke kantor ayah?" tanya Stella. "Sstt diam, lihat, gadis muda itu akhirnya menjual dirinya pada para juri agar dia bisa lolos ke babak selanjutnya," jawab ibunya. Stella yang merasa bingung akhirnya ikut menonton drama yang ditonton ibunya. Dalam drama itu, si gadis merayu juri agar dia lolos audisi. Benar saja, pada adegan selanjutnya, saat audisi si gadis lolos di tahap berikutnya, sang j

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-12

Bab terbaru

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   11. Perjanjian

    Stella kembali ke rumah dengan hati yang hampa, setiap dia keluar untuk audisi tidak pernah sekali pun mendapatkan komentar yang memuaskan. Dengan langkah gontai dia masuk ke dalam rumah, rumah yang besar itu semakin sepi sejak kakaknya diusir. Ayahnya yang sakit-sakitan masih di rawat di luar negri, ibunya hanya sesekali datang ke kantor memeriksa bagian keuangan, agak aneh, tapi itulah yang dia lakukan selain menonton drama Korea kesukaannya. Saat ini juga sama, ibunya hanya menonton drama Korea sambil mengunyah camilan. Stella akhirnya merebahkan dirinya di sebelah ibunya. "Ibu, kau tidak pergi ke kantor ayah?" tanya Stella. "Sstt diam, lihat, gadis muda itu akhirnya menjual dirinya pada para juri agar dia bisa lolos ke babak selanjutnya," jawab ibunya. Stella yang merasa bingung akhirnya ikut menonton drama yang ditonton ibunya. Dalam drama itu, si gadis merayu juri agar dia lolos audisi. Benar saja, pada adegan selanjutnya, saat audisi si gadis lolos di tahap berikutnya, sang j

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   10. Gagal

    Stella masih terbaring di kasur dengan badan yang lemas, dan letih, tubuhnya di penuhi peluh keringat. Sedangkan Steve telah beranjak ke kamar mandi. Tiba-tiba dia teringat bahwa dirinya saat ini sedang berpura-pura hamil muda. "Bukankah perempuan yang sedang hamil muda di larang berhubungan? Bagaimana jika Steve mengetahui larangan ini? Ah bodohnya aku! Haruskah aku berpura-pura kesakitan? Tidak, tidak, dia malah akan membawaku ke rumah sakit jika aku kesakitan," guman Stella. Beberapa menit kemudian, Steve keluar dari kamar mandi, dan segera mengenakan bajunya. Dia harus segera kembali ke meja kerjanya. Akan aneh rasanya, jika sekretarisnya masuk dia tidak berada di sana, padahal dirinya tidak terlihat keluar dari pintu. Namun Steve segera ingat bahwa Stella sedang mengandung. "Kau tidak apa-apa? Bagaimana dengan bayinya, maaf, aku tidak bisa menahan diri," tanya Steve. Benar saja, Steve menanyakan hal itu padanya. Stella segera tersenyum dan membuat alasan yang masuk akal. "Aku

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   9. Telepon Dari Ibu

    Pagi-pagi sekali Emily telah membuka matanya, dadanya terasa sesak, seolah ada yang menimpa tubuhnya. Ketika Emily hendak berbalik, dia merasakan sebuah tangan yang kekar sedang memeluknya. Emily sedikit terkejut, namun saat di lihatnya wajah tampan Jonathan yang sedang terlelap, Emily urung untuk beranjak dari dekapan Jonathan. "Ternyata setelah di lihat dari dekat, dia sangat tampan, benar-benar tampan," ujar Emily. Emily lalu meraba wajah Jonathan dengan jari telunjuknya, di mulai dari kening, turun ke hidung, lalu berhenti pada bibir Jonathan. Saat melihat bibir Jonathan, tiba-tiba seolah ada suara dari dalam dirinya yang berteriak. "Cium! Cium! Cium! Cium!" Emily cepat-cepat menepuk-nepuk pipinya, namun suara dari dalam hatinya terus berteriak tanpa henti. Emily menoleh lagi, entah mengapa dia ingin menatap wajah Jonathan lagi. Emily mengangkat tangannya, dan melambaikan di depan wajah Jonathan. "Bulu mata Jonathan tidak bergerak sama sekali, berarti dia masih tidur nyenyak b

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   8. Dari Hati Ke Hati

    Jonathan berjalan menuju kamar yang berada di sebelah kamarnya, dia ingin mencoba bicara agar suasana canggung ini berakhir. "Emily, boleh aku masuk?" tanya Jonathan. Emily sedikit terkejut mendengar suara Jonathan ada di depan pintu, walaupun dia sedikit salah tingkah, namun dengan cepat dia membuka pintunya. "Ada apa? Kau butuh sesuatu?" tanya Emily. "Bisakah kita bicara?" tanya Jonathan. "Tentu, masuklah," jawab Emily. "Bisa ikut denganku? Ada sesuatu yang ingin ku tunjukkan," tanya Jonathan lagi. Jonathan mengangkat tangan, meminta Emily untuk meletakkan tangannya di atas telapak tangannya. Silvia menyambut tangan itu, dan mereka akhirnya berjalan beriringan. Di sepanjang jalan mereka tetap diam membisu. Jonathan tampaknya membawa Emily ke sesuatu tempat, mereka berdua melewati halaman belakang, tapi di sini begitu gelap, Emily mulai takut dan menggenggam tangan Jonathan semakin erat. Jonathan yang mengerti hal ini segera menenangkannya. "Tidak apa-apa, kita sudah tiba," uj

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   7. Canggung

    Rasa penasaran yang menggerogoti perasaan Jonathan semakin tak bisa di bendung. Dia akhirnya memutuskan untuk melihat keadaan Emily di kamarnya. Namun, begitu dia membuka pintu kamarnya, Emily sedang berganti baju, dia melepas handuknya, dan terekposlah kulitnya yang putih mulus tanpa sehelai benang pun, Emily terlihat akan mengenakan piyama. Jonathan langsung menutup kembali pintu kamarnya diam-diam. Cepat-cepat dia kembali ke kamar sebelah, dan meneguk segelas air. Kerongkongannya terasa kering, bayangan tubuh Emily yang tanpa busana terbayang-bayang di benaknya, membuat wajahnya merah merona. "Sial!" umpat Jonathan. Keadaan tidak berubah meskipun dia mencoba melakukan hal lain. Jonathan akhirnya memutuskan untuk mandi dengan air dingin. Di dalam kamar mandi dia segera menghidupkan air dingin, dan berdiri di bawahnya. Tapi justru kejadian tadi semakin terekam jelas di benaknya, dia kini bahkan ingat warna pakaian dalam yang akan di kenakan Emily. "Sial! Seharusnya aku tidak membuk

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   6. Di Usir

    Emily terdiam setelah masuk ke dalam mobil, pikirannya kacau, dia benar-benar tidak bisa berpikir jernih lagi. Jonathan yang melihat sikap diamnya Emily merasa puas. "Kenapa kau diam? Jika kau tidak suka dengan pernikahan ini, kau bisa menolaknya sejak awal," ujar Jonathan. "Kau sengaja bukan? Kau membuat perusahaan ayahku hampir bangkrut, lalu menawarkan kerja sama, benar kan?" tanya Emily. "Kau benar-benar pintar. Apa kau ingat insiden di lorong toilet tempo hari? Mulai sekarang kau bisa membuktikan apakah rumor itu benar, atau salah," jawab Jonathan. "Kau benar-benar brengs*k!" maki Emily pada Jonathan. Emily semakin kesal mengingat kejadian itu. "Apakah Jonathan hanya melakukan balas dendam padanya? Dia bahkan menjebak dirinya agar bisa menikah dengannya, apa laki-laki ini memiliki otak yang normal?" pikir Emily. "Aku tidak mau tau, karena kau sudah menjadi istriku, maka kau harus tinggal serumah denganku," ujar Jonathan. "Tidak usah repot-repot menyediakan tempat tinggal, a

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   5. Menikah

    Emily pergi menemui orang yang di maksud ayahnya di sebuah restoran Jepang. Bagaikan petir menyambar di siang bolong, betapa terkejutnya dia setelah melihat laki-laki itu. Dia benar-benar tak menyangka laki-laki ini yang akan menjadi suaminya.****Emily kembali ke rumahnya. Kepulangan Emily yang di ketahui oleh Stella dengan cepat di adukan pada ibunya melalui ponselnya. Baru saja dirinya membuka pintu, omelan ibunya sudah memekakkan telinganya."Kau dari mana? Apa yang kau lakukan diluar sana? Dasar anak liar, bisa-bisanya kau pergi tanpa pamit, kau pasti berkencan dengan om-om diluar sana? Pantas saja Steve berpaling darimu, kau benar-benar susah di atur dan bin*l" cecar Ibu Emily.Bagaimana mungkin ibunya tidak tau bahwa dia selama ini selalu menjadi anak yang patuh dan baik hati. Bahkan selama dua tahun berpacaran dengan Steve, Steve tak pernah dia izinkan untuk menyentuhnya. Ibunya tidak tau karena memang tidak pernah memiliki perhatian padanya.Emily yang sudah lelah menghadapi

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   4. Keputusan

    Emily memasuki Bar dan segera memesan minuman pada bartender."New York Sour" ujarnya.Bartender dengan cekatan menyajikan pesanan Emily.Emily meminumnya dengan pikiran yang kacau, tunangannya yang sangat dia cintai ternyata berkhianat begitu lama di belakangnya dengan adik kandungnya sendiri. Bahkan tak ada satupun keluarganya yang menghibur dirinya atas kejadian ini. Sungguh miris. Tidak bisa dipercaya. Apa itu keluarga? Apakah hanya hiasan agar terlihat sempurna dari luar? Mereka berdua sungguh keterlaluan pikirnya."Hei aku melihat seseorang yang tampan memasuki bar ini tadi, apa kau tahu siapa dia?" tanya seorang wanita pada bartender itu sambil memberikan uang beberapa ratus dollar lewat meja.Emily juga melihatnya masuk tadi, namun dia tak begitu tertarik saat ini, hatinya sedang tak karuan saat ini. Tapi Emily juga tahu, bahwa ada beberapa bartender yang menjual informasi seperti ini di sana."Dia seorang CEO muda yang merajai bisnis di kota ini, kabarnya dia baru kembali dari

  • Sumpah Yang Membangkitkan Pembalasan Dendam   3. Tamu Tak di Undang

    Waktu berjalan dengan cepat, tak terasa dua hari telah berlalu. Malam itu bunyi bel seolah tak berhenti berbunyi di depan rumah Emily, dengan cepat pelayan membukakan pintu. Tampaklah Steve bersama ayah dan ibunya datang berkunjung ke rumah Emily dengan wajah canggung. Ayah Emily yang mengetahui hal itu bergegas turun dan menemui mereka, Stella dan nyonya Monica yang terlihat berbeda dari biasanya juga ikut turun melihat apa yang akan terjadi. Tapi, Emily sama sekali tak kelihatan batang hidungnya. Ayah Emily yang mengetahui hal ini segera meminta bi Surti, si mbok kesayangan Emily, untuk memanggilnya turun."Noooon, non Emily," panggil bi Surti."Ya mbok, masuk saja, tidak di kunci mbok," jawab Emily."Non, di suruh bapak turun ke bawah, ada tamu," ujar bi Surti."Siapa mbook?" tanya Emily.Dengan ragu bi Surti memberi tahu tamu yang datang."Ada tuan muda Steve bersama orang tuanya," jawab bi Surti."Aduuuuh mau apa lagi dia ke sini mbok, mbok sajalah yang menemui dia, Emily capek,"

DMCA.com Protection Status