Share

Panci Kosong

last update Last Updated: 2022-04-18 23:19:42

Dengan meraba-raba kusen pintu, Kang Wirna sepertinya mau masuk kembali ke rumahnya. Aku menunggu kesempatan untuk menyelinap ke rumah itu. Karena, kalau sampai ia menutup pintu atau bahkan menguncinya, itu akan membuat aku kehilangan kesempatan untuk mengintip kehidupan Kang Wirna secara nyata.

Begitu tangan Kang Wirna meraih tepi daun pintu untuk menutupnya, aku perlahan menyelusup dirongga pintu yang cukup lebar dan melintas di bawah ketiaknya yang terbuka lebar. Hampir saja speker yang kubawa menyentuh tubuh Kang Wirna. Namun syukurlah, aku bisa masuk walau harus menahan nafasku. Gerakan Kang Wirna yang lambat juga memudahkan aku untuk menjalankan aksiku.

Yes!

Aku berhasil masuk tanpa Kang Wirna curiga. Ia menutup pintu rumahnya lalu menggeser pegangan kunci bantu hingga pintu itu tidak mungkin bisa dibuka dari luar. Syukur aku berhasil masuk. Kalau tidak, aku harus menunggu Haris pulang dulu baru bisa menyerahkan speker itu. Tidak mungkin aku memanggil Kang Wirna. Aku tidak mau suamiku itu mengetahui kehadiranku.

Bahkan rencanaku, aku akan menyebut nama palsu diriku kepada Haris untuk menghindari kecurigaan Kang Wirna. Aku yakin Kang Wirna akan bertanya kepada Haris dari mana ia mendapatkan speker pengganti spekernya yang rusak. Dan aku sudah punya rencana yang jitu untuk menanggulangi masalah ini.

Tap..tap..tap..

Suara langkah kaki Kang Wirna terdengar sangat pelan seperti langkah kakinya. Kedua tangannya bergantung ke dinding untuk membantunya menentukan arah agar tidak menabrak benda-benda atau tersesat ke tempat yang salah.

“Abi..! Mana kamu yang dulu, Bi..? Yang selalu riang dan setiap pulang kerja memelukku dan menciumiku tanpa bosan. Seorang suami yang lembut dan penuh perhatian.” rintihku dalam hati.

Kembali, tanpa aku bisa menahan kedua mataku mulai berair. Bahkan isak dan sedu-sedan harus kutahan sedemikian rupa agar Kang Wirna tidak mendengarnya.

“Mau kemana, Bi?” tanyaku tentu saja hanya di dalam hati.

Kuikuti langkah Kang Wirna dan aku menjaganya agar tidak terjatuh.

Tap..tap..tap..

Kang Wirna terus berjalan dan ternyata ia menuju dapur.

“Oh, Kang Wirna lapar?”

Dengan susah payah Kang Wirna berusaha menemukan piring. Dan ternyata Kang Wirna hanya memiliki dua buah piring plastik yang keduanya nampak kotor dan terletak di tempat pencucian atau wastafel.

Akhirnya Kang Wirna menemukan piring itu dan dan terdengar sedikit berkeluh.

“Haris lupa mencuci piring. Ooh, aku hanya menyusahkannya saja.”

Aku diam saja mendengar keluh-kesah Kang Wirna. Bahkan aku mengangguk setuju bahwa keadaan Kang Wirna benar-benar telah menyusahkan Haris. Anak sekecil itu harus mengurus ayahnya yang buta dan miskin pula.

Ser..ser..ser...

Suara air jatuh menimpa piring dan tangan Kang Wirna menggosok-gosok piring itu dengan tangannya. Aku memperhatikan dari balik punggungnya.

Setelah beberapa saat mengobok-obok benda bulat yang pipih dan berlekuk bundar di tengahnya itu, Kang Wirna mematikan kran air. Suara gemericik air kini berganti dengah kesunyian.

Tap..tap..tap..

Dengan meraba-raba Kang Wirna melangkah mendekati pemasak nasi yang nama bekennya adalah rice cooker.

Begitu tangannya menyentuh tutup benda itu, ia langsung membukanya. Tapi alangkah perihnya hatiku begitu melihat bahwa periuk di dalam alat canggih bertenaga listrik itu ternyata kosong. Hanya beberapa butir nasi yang masih tersisa melekat di kedua sisi alat pemasak itu.

Namun Kang Wirna tidak melihat apa yang aku saksikan. Di bibirnya tersungging senyuman dan kembali tangannya meraba-raba mencari sebuah sendok yang jelas akan ia gunakan untuk mengeruk nasi di dalam panci elektronik itu.

“Bi... Nasinya habis!” ucapku hatiku menahan tangis.

Aku teringat saat kami melewati masa-masa susah bersama. Saat itu Kang Wirna habis masa kontrak kerja dan menganggur. Kami tidak punya uang bahkan untuk membeli beras sekali pun. Namun sesulit apa pun kehidupan kami, aku tidak pernah menceritakan kepada anak-anakku. Yang anak-anakku tahu hanya aku hidup berbahagia dan berkecukupan dengan suami yang berusia lebih muda 10 tahun dariku. Yaah.. hanya itu yang diketahui oleh anak-anakku dan keluargaku yang lain bahkan teman-temanku.

Kruk..kruk..krukk..

Suara sendok plastik bertemu dengan dasar panci rice cooker. Kang Wirna menggaruk-garukkan sendok plastik itu ke kiri dan ke kanan bahkan ke seluruh bagian panci itu lalu menumpahkan isi sendok plastik tersebut ke piring yang ia tenteng dengan tangan kirinya.

Jangankan sekepal nasi yang berhasil ia pindahkan ke dalam piringnya, satu suap juga tidak cukup. Hanya beberapa butir nasi saja, itu pun nasi yang melekat di sendok tersebut.

Disitu aku sudah tidak bisa lagi menahan kepiluan hatiku. Ingin rasanya saat itu juga aku berlari keluar menuju rumah makan dan memborong semua makanan disana untuk aku suapkan ke mulut suamiku yang kelaparan. Bukankah ketika kami masih tinggal bersama aku hampir setiap hari menyuapinya? Yah, itu benar. Aku memang memanjakan Kang Wirna bagaikan aku memanjakan anak-anakku. Karena umurnya jauh di bawah usiaku, maka wajar saja aku memperlakukan dirinya seperti itu. Bagiku, di ranjang Kang Wirna adalah suamiku, namun dalam perlakuan sehari-hari aku memperlakukan dirinya sama dengan aku memperlakukan anak-anakku waktu kecil. Ketika makan aku suapi, ketika tubuhnya kotor aku mandikan dan kupakaikan semua pakaiannya. Mulai dari pakaian dalam sampai pakaian luar bahkan kaus kaki. Bukan selesai sampai di situ saja, aku juga menyisir rambutnya lalu kucium pipinya dengan penuh kasih sayang.

“Duh, gantengnya bujang, Ami!” begitulah candaku kepadanya setiap aku selesai mengurus tubuhnya.

“Oh, Haris menghabiskan nasinya. Mungkin anak itu lapar.” 

Keluhan pilu Kang Wirna tiba-tiba membangunkan aku dari lamunanku tentang masa indah bersama Kang Wirna. Aku masih setia berdiri di belakang tubuh Kang Wirna walau harus mundur beberapa langkah ke belakang. Aku tidak mau tubuh Kang Wirna sampai menabrakku walau hanya bersentuhan saja. Kalau itu terjadi, Kang Wirna pasti akan mengenaliku.

Sek..sek..sek...

Kang Wirna menurunkan tubuhnya dan berjongkok menghadap rongga persegi empat di bawah wastafel dan dataran beton tempat sebuah kompor gas berada. Kompor itu hanya satu tungku dengan slang gas menjulur ke bawah dan tersambung ke sebuah tabung gas bulat berwarna hijau.

Di samping tabung gas itu ada kantong plastik berwarna biru. Kantong biru itulah kini yang digerayangi tangan Kang Wirna. Dan ia menarik nafas lega karena menemukan butiran beras di sana walau hanya beberapa genggam saja.

“Alhamdulillah. Ini cukup untuk makan malam berdua dengan Haris. Untuk besok entahlah... Kalau memang sudah tidak ada rejeki lagi, itu artinya ajalku telah sampai.” ucap Kang Wirna bergumam sendiri lalu ia masukkan beras yang tidak seberapa itu kedalam panci. Ia lakukan itu sangat hati-hati karena ia khawatir beras itu akan tertumpah.

*****

Related chapters

  • Sumpah Palsu Suami Siri   Flashback, Awal Bertemu

    Lebih kurang 4 tahun yang lalu...Aku terpaksa menutup warung makan milikku yang sebenarnya pada awalnya cukup ramai pengunjung dan memberikan hasil yang lumayan. Aku terpaksa melakukan itu karena keadaan ekonomi yang tengah kacau balau melanda kotaku bahkan mungkin negaraku dan bisa jadi seluruh dunia. Entah apa gerangan penyebabnya, aku tidak tahu.Pengangguran meningkat dimana-mana. Masa kerja permanen ditiadakan dan diganti dengan sistem kontrak. Keadaan itu berimbas ke segala penjuru roda usaha termasuk usahaku. Para pelangganku banyak yang pulang ke kampung halaman mereka karena tidak mampu lagi bertahan hidup di kota. Demikian juga para tetangga pelaku usaha yang kebanyakan adalah pembuat perabotan kayu, satu-persatu menutup usahanya. Para pekerja mereka terpaksa dilepaskan alias di PHK karena sang Bos tidak mampu lagi menggaji mereka.Komplek ruko tempat warung makan milikku berada, langsung berubah sepi seperti kuburan karena para pekerja di sana yang s

    Last Updated : 2022-04-19
  • Sumpah Palsu Suami Siri   Numpang Kamar

    Lima bulan sudah aku mengenal Kang Wirna. Tidak ada tanda-tanda yang memperlihatkan kalau lelaki muda itu menaruh hati kepadaku walau sikapnya penuh perhatian namun masih pada taraf kewajaran.Seperti kebanyakan lelaki lain, Kang Wirna terlihat sangat segan kepadaku. Karena aku memang tipe perempuan yang tegas dan tidak suka berlebay ria kepada manusia yang berjenis laki-laki. Apa lagi kalau lelaki itu berusia di bawah usiaku. Sudah jelas intonasi bicaraku kepadanya seperti berbicara kepada adikku saja. Demikian pula kepada Kang Wirna dan beberapa teman-temannya yang sering datang bertandang ke kos-an kami. Walau pun aku suka bercanda, tapi aku menjaga jarak. Apakah itu perbuatan dan juga percakapan. Karena aku sadar bahwa diriku adalah seorang janda, aku paling tak suka kalau ada laki-laki yang berani berbicara kurang ajar kepadaku.Suatu hari..Aku pergi ke tempat anakku Dean karena dirinya dalam keadaan sakit. Kepada Kang Wirna aku titipkan kamar kos-ku karena aku

    Last Updated : 2022-04-19
  • Sumpah Palsu Suami Siri   Selamat Tinggal Cerita

    Hujan lebat mengguyur kota Batam saat Kang Wirna bersiap mengantarkan aku ke bandara Hang Nadim sore itu.Beberapa kali aku mendengar ia menarik nafas berat. Tatapan matanya juga tidak lagi ceria seperti biasanya.“Ada apa dengan Adikku..?” hatiku bertanya-tanya.Namun, ya sudahlah.. aku yakin dirinya hanya sedih karena kehilangan seorang kakak yang sering bersamanya. Bukankah Kang Wirna pernah bercerita kepadaku kalau dirinya adalah anak sulung? Nah kebetulan aku malah anak bungsu. Jadi pas sudah, Kang Wirna mendambakan seorang Kakak karena ia anak sulung, sedangkan aku butuh seorang adik karena memang aku anak bungsu. Perasaan adik dan kakak makin mantap di dalam hatiku. Aku sayang kepada Kang Wirna, namun kasih sayangku sebatas kakak kepada adiknya saja. Tidak lebih...“Bu, hati-hati di sana. Jangan lupa berkabar kepadaku.” Kang Wirna menyalamiku setelah kami sampai di parkiran sepeda motor yang dilengkapi atap.Pakaianku bas

    Last Updated : 2022-04-19
  • Sumpah Palsu Suami Siri   Bertemu Kembali

    Tanpa terasa dua minggu sudah aku bekerja di Jakarta. Aku cukup betah dengan pekerjaan yang tengah kujalani.Setiap malam Kang Wirna mengobrol denganku lewat Messenger atau via whatsaap. Kepadanya aku mengatakan bahwa aku sudah kerasan di Jakarta dan mungkin tidak akan kembali ke kota Batam dalam waktu yang agak lama.Aku tidak tahu apa yang dirasakan Kang Wirna begitu ia mendengar kabar itu dariku. Namun yang sering ia ungkapkan bahwa rumah kos yang biasa kami tempati terasa sangat sepi karena aku pergi. Ia juga mengatakan sudah tidak betah lagi tinggal di kota itu dan ingin pula mencari pekerjaan di Jakarta. Tidak lupa ia meminta alamatku di Jakarta.Aku dengan sabar mendengarkan curhatan hatinya dan berusaha memberikan masukan-masukan. Dan ini memang tidak aneh dalam perjalanan hidupku. Biasanya orang yang tidak mengenalku langsung akan beranggapan aku sombonglah, tidak suka bergaullah. Tapi kalau sudah mengenal lebih dekat biasanya susah melupakan. Entah mengapa bisa se

    Last Updated : 2022-04-20
  • Sumpah Palsu Suami Siri   Feeling Sahabat

    Setelah Kang Wirna berlalu, aku duduk bersantai di teras rumah. Tiba-tiba aku teringat sahabatku Risma dan aku ingin menelponnya untuk memberi tahu bahwa aku sudah kembali ke kota Batam dan sekaligus meminta maaf karena tidak sempat mampir ke rumahnya selama aku berada di Jakarta. Aku langsung menghubungi Risma dengan video call.“Haloo... Assalamualaikum!” jawab Risma. Wajahnya langsung menyembul di layar ponselku.“Halo Ris, apa kabar?”“Kabar baik, kamu gimana? Kok lama tidak ada kabar? Aku menghubungimu sampai ratusan kali tapi tidak pernah nyambung. Kamu sengaja offline apa gimana, Un?”Baru aku bertanya kabar tapi Risma sudah merepet panjang lebar.“Ponselku meninggal?” jawabku sederhana.“Hah? Ponsel meninggal? Bahasa dari mana itu?” teriaknya menatapku geli dari balik layar ponselku.“Bahasaku lah...” jawabku ber-acuh ria.“Trus sekarang hidup lagi atau sudah lahir ponsel baru?” tanya Risma mengikuti gaya bicara konyolku dan se

    Last Updated : 2022-04-21
  • Sumpah Palsu Suami Siri   Parfum

    Selesai sholat Magrib dilanjutkan dengan sedikit membaca ayat suci Al quran. Setelah itu aku merengsek ke kamar Dean untuk melihat keadaan istana anak bujangku itu. Sudah dapat kupastikan kamarnya pasti berantakan karena akhir-akhir ini Dean cukup sibuk bekerja dan tentunya dirinya tidak punya waktu untuk beres-beres.Ternyata dugaanku benar. Beberapa pakaian Dean tergantung di belakang pintu dan ketika kuciumi satu persatu, aku harus mengerutkan keningku karena bau tak sedap menerpa penciumanku.“Hm, Anak ini.. sudah bujang tapi masih kayak anak kecil. Baju aja mesti dirapiin Mak.” Aku ngedumel panjang pendek tapi tetap membereskan kamarnya.Tidak begitu lama, kamar Dean sudah terlihat sangat rapih dan kinclong. Aku menghela nafas puas dan membayangkan ciuman tanda terima kasih dari anakku yang hampir berumur 20 tahun itu. Ia dan kedua adik-adiknya sangat manja kepadaku. Udah besar masih suka cium-cium pipiku. Bagi mereka bertiga aku adalah segalany

    Last Updated : 2022-04-21
  • Sumpah Palsu Suami Siri   Ke Pantai

    Malam itu aku merenung sendiri. Sengaja kumatikan ponselku agar tidak ada kabar yang mengganggu kesendirianku itu. Aku memikirkan apa-apa yang telah terjadi kepada diriku akhir-akhir ini. Aku merenung sendiri sampai malam semakin dalam.Ada apa ini?Perlakuan Kang Wirna yang semakin hari semakin bertambah perhatian kepadaku, pendapat Risma, bau wangi tubuh Kang Wirna yang kurasa tidak seperti biasanya, dan sifat Dean yang kini malah lebih terbuka. Bahkan Dean kemarin berkata kepadaku, “Mama kalau mau menikah lagi kami tidak keberatan. Kami tidak ingin melihat Mama selalu sendiri. Sebaik-baik wanita adalah wanita yang memiliki suami di sampingnya.”Ohh, kok tiba-tiba dia berpikiran begitu? Apakah karena proses kedewasaan atau memang kasihan melihatku yang memang selalu menyendiri di rumah.Aku memang tipe orang yang mungkin saja boleh dikatakan kurang bergaul. Main ke rumah tetangga bukanlah hobiku. Malah itu seperti menjadi pantangan dalam hidup

    Last Updated : 2022-04-23
  • Sumpah Palsu Suami Siri   Cerita Mimpi

    Kang Wirna terlihat memperbaiki posisi duduknya sekaligus membuang kegugupannya. Aku tahu itu karena aku melihatnya dengan nyata.Ibu yang punya warung datang disertai anak gadisnya. Si Ibu membawa sebuah nampan berisi dua piring nasi lengkap dengan lauk dan sayuran, lalu si Anak dengan cekatan menurunkan piring-piring nasi tersebut dan meletakkan di atas meja persis di hadapan kami berdua.“Terima kasih!” gumamku sambil sedikit menganggukkan kepala serta memberikan senyuman.“Mari!” jawab si Ibu dan si Gadis kecil kembali melempar senyum kepadaku. Lalu mereka berdua berlalu dari hadapanku.Kedatangan kedua pemilik warung telah membantu Kang Wirna untuk mengurangi sedikit rasa groginya. Sekarang ia terlihat sedikit lebih santai dan rilek.“Ayo makan Bu! Udah siang, pasti Ibu lapar.” ucap Kang Wirna sambil mengangsur piring berisi nasi dan sepotong gulai ayam beserta sayuran kepadaku.“Yah!” sahutku sembari

    Last Updated : 2022-04-23

Latest chapter

  • Sumpah Palsu Suami Siri   Kembali Bersama

    "Apa-apaan sih kamu, Wirna..?? Dasar laki-laki tak berguna!" teriak Sarmini langsung mendorong tubuh Wirna hingga laki-laki itu hilang keseimbangan dan jatuh ke tanah. Sarmini naik pitam lalu memungut sepotong kayu yang kebetulan ada ditempat itu lalu ia mengayunkan kayu itu ke kepala Wirna. "Plaaak...!"Kayu tersebut mendarat dengan keras namun bukan mengenai kepala Wirna tapi malah menghantam bahu Amelia yang lebih dulu menjatuhkan diri memeluk dan melindungi tubuh Wirna yang tak berdaya di tanah hingga pukulan Sarmini mengenai bahunya. "Oough..!" Amelia mengaduh tertahan. "Amii..! Oh ...!" Wirna berteriak keras lalu segera bangkit sembari memeluk tubuh Amelia dan mengusap bahu wanita yang ia cintai itu. Lalu dengan mata membesar ia menatap Sarmini yang masih mengayun-ayunkan sepotong kayu ditangannya. "Apa sih kamu? Segitu kasarnya tak punya perasaan!" bentak Wirna sambil menunjuk wajah Sarmini. Beberapa orang yang sudah berkerumun di tempat itu mulai bergerak melerai dan sala

  • Sumpah Palsu Suami Siri   Penguburan

    Kematian Haris membuat Wirna sangat terpukul. Ia tidak hentinya menyalahkan diri sendiri. Hal itu membuat Amelia menjadi iba. Bagaimana pun mereka berdua pernah saling mencintai walau hanya delapan bulan saja berumah tangga. Namun kasih sayang bukanlah tergantung lama atau singkatnya tempo bersama. Walau Amelia sudah tidak lagi mencintai Wirna, namun ia masih menyayangi layaknya kepada insan yang tengah ditimpa musibah. "Sudahlah! Jangan menangis lagi. Haris sudah tenang di alamnya." bisik Amelia lirih. Ia berdiri disamping Wirna yang masih berjongkok di sisi tanah yang masih berwarna merah yang telah mengubur jasad Haris. "Pergilah dan tinggalkan aku sendiri!" sahut Wirna juga lirih namun terdengar jelas oleh Amelia. Suara itu benar-benar mengandung luka yang dalam. "Baiklah, aku akan pergi!" sahut Amelia lalu memutar tubuh perlahan dan mulai melangkah meninggalkan pusara Haris dan tanpa ia sadari Sarmini mengikutinya dari belakang. "Kau benar-benar telah berhasil menghancurkan

  • Sumpah Palsu Suami Siri   Tebusan Sumpah

    "Bapak.. Ibu.." tersendat dan terbata-bata Haris memanggil Wirna dan Sarmini yang berada di samping tempat tidurnya. Kedua orang tuanya itu juga menangis sangat sedih menyaksikan penderitaan anak sulung mereka. "Haris, maafkan Bapak. Bapak yang bersalah Haris. huhuhu..." Wirna menggenggam kadang membelai tangan kanan Haris. Lelaki itu terlihat sangat terpukul didera penyesalan yang tiada berguna. Dalam hati ia yakin kalau apa yang terjadi kepada Haris saat ini adalah tebusan sumpah yang pernah ia ucapkan sendiri. Sementara itu mata Haris hanya memandang kosong ke arah kedua orang tuanya secara bergantian. Sedangkan Sarmini mengelus lengan kiri Haris yang cacat. Hati ibu mana yang tidak teriris melihat putranya tak berdaya dan tergolek penuh luka. Kepala Haris diperban dengan selang terpasang dihidung dan beberapa peralatan medis lainnya yang menempel ditubuh kecil Haris. 'Pak, Bu. Berhentilah bertengkar. Setelah Haris pergi, tolong jaga Riski sebaik mungkin. Haris lelah dan ingin

  • Sumpah Palsu Suami Siri   Jebakan Salma

    Kepergian Mois membawa Amelia meninggalkan rumah sakit meninggalkan kekesalan dan kekecewaan di hati Salma. Entah sudah berapa kali wanita muda itu memaki-maki sendiri. "Nggak abis pikir deh sama pikiran Bang Mois. Kok dia malah lebih tertarik kepada perempuan tua itu dibanding aku yang jauh lebih muda dan lebih cantik. Huh..! Dunia sekarang emang makin edan, makin banyak saja lelaki muda yang lebih memilih pasangan lebih tua. Haah... gagal sudah usahaku untuk mendapatkan Bang Mois. Padahal aku sudah menyukainya sejak pertama bertemu di saat persiapan pesta pernikahanku dengan Mas Farzan empat tahun lalu. Andaikan aku lebih dulu mengenal Bang Mois tentu aku akan menolak ajakan Mas Farzan untuk menikah." Salma terus saja mengoceh dan bersungut-sungut di pojok sebuah ruangan rumah sakit yang mulai tenang. Tidak ada lagi gerombolan orang-orang berkerumun seakan tidak pernah ada keributan disana. Orang-Orang yang tadi berkerumun telah kembali ke urusan masing-masing. Ada yang kembali k

  • Sumpah Palsu Suami Siri   Sekedar Penjaga

    "Jangan berbuat sekasar itu! Kelewatan!" bentak lelaki yang tiba-tiba saja muncul itu terdengar berdesis bagaikan ular cobra yang siap menyemburkan bisanya. Suasana yang tadi riuh dan panas mendadak sunyi serta mencekam. Semua mata tertuju ke arah Sarmini dan lelaki asing yang terlihat bertatapan disertai pertentangan bathin. "Siapa kamu?" tanya Sarmini juga mendesis. Matanya menyipit dan ia berusaha melepaskan tangannya yang masih dicengkram lelaki dihadapannya tersebut. Namun si lelaki asing semakin memperkuat cengkramannya hingga Sarmini makin meringis. "Siapa aku tidaklah penting. Tapi jika kamu masih menyakiti Amelia, maka aku akan selalu muncul. Ingat itu!" ancam si lelaki tersebut lalu melemparkan tangan Sarmini ke samping. "Siapa laki-laki ini? Ia sangat tampan dan masih muda. Jangan-jangan dirinya adalah adik kandung Amelia." hati Sarmini bertanya-tanya seraya memandangi lelaki yang baru saja melepaskan cengkraman ditangannya. "Tapi mengapa ia terlihat seperti mencintai

  • Sumpah Palsu Suami Siri   Keributan Di Rumah Sakit

    Hari itu Amelia tidak datang ke kantor polisi untuk menemui Mois. Kabar dari rumah sakit membuat Amelia harus membatalkan rencananya untuk menemui calon suaminya yang sudah lima hari mendekam di dalam tahanan tersebut. Kasus Mois akan segera naik ke persidangan jika berita acara sudah dianggap sempurna. Dengan bergegas Amelia berjalan di koridor rumah sakit tempat Haris mendapat perawatan. Di sana sudah ada Wirna yang juga terlihat menunggu resah. "Ami!" sapa Wirna langsung menyambut kedatangan Amelia dengan sikap mesra. Ia kembali merengkuh bahu wanita itu dan berjalan bersama menuju ruang dokter. "Bagaimana keadaan Haris, Bi?" tanya Amelia cemas. Entah karena hatinya telah mencair terhadap Wirna atau hanya terbawa keadaan saja, tapi yang jelas sikap Amelia sangat jauh melunak kini terhadap Wirna. Mereka terlihat sangat kompak dan akur bahkan sepintas terlihat mesra layaknya seperti dulu sebelum mereka berpisah. "Ayolah kita ke ruangan Dokter! Abi juga belum sampai kesana. Tadi p

  • Sumpah Palsu Suami Siri   Hanya Tatapan Luka

    Pintu ruang tahanan terbuka lebar. Mois dikawal menuju sebuah ruangan tempat ia diizinkan untuk menerima tamu. "Pasti Amelia yang datang." terka hati Mois dengan menyunggingkan senyum bahagia dibibirnya. Dirinya sangat merindukan wanita yang dicintanya itu. "Silahkan!" ucap petugas polisi yang mengantar Mois ke ruang khusus tersebut. "Terima kasih!" sahut Mois mengangguk sopan. Pintu segera ditutup si petugas dan terdengar bunyi dari lubang kunci tanda pintu tersebut dikunci sang petugas dari luar. Mois membalikkan tubuhnya menghadap ke arah sepasang kursi tamu yang ada di dalam ruang yang tidak begitu besar itu. Disana hanya ada dua buah kursi dengan posisi berhadapan yang dibatasi oleh sebuah meja yang tidak begitu lebar. Agak tercenung Mois melihat seorang wanita yang duduk menunggunya disana. Wanita itu bukan Amelia yang ia kira, tapi seorang perempuan bertubuh ramping dan terlihat lebih muda. Rambutnya tergerai indah berwarna coklat coca-cola. Bergegas Mois mendekat dan l

  • Sumpah Palsu Suami Siri   Dua Kemungkinan Saja

    Sirene ambulan meraung memecah terik panas matahari sore itu. Tubuh kecil Haris tergolek tidak berdaya di atas bangsal ambulan tersebut. Pakaian yang membungkus tubuhnya sebagian besar telah dibasahi darah. Bau anyir memenuhi kabin bagian belakang mobil penyelamat yang terus melaju kencang membelah keramaian jalan. "Haris..., bangun Nak..! Bapak tidak mau melihatmu seperti ini, huhuhu.." Wirna tiada hentinya meratapi nasib malang yang menimpa putra sulungnya tersebut. Ia tertunduk lesu di samping kanan bangsal tempat tubuh Haris tergolek lemah dan tak sadarkan diri. Tidak berbeda dengan Wirna, Amelia juga melakukan hal yang sama. Wanita yang sudah menganggap Haris seperti anak kandungnya itu tiada hentinya menangis. Ia terduduk lesu disebelah kiri Haris. Amelia tidak sanggup lagi berkata-kata, hanya seribu rasa berkecamuk di dalam hatinya. Ada rasa penyesalan mengapa ia tidak menyadari dari semula kalau pembicaraannya dengan Wirna akan di dengar Haris dan akan membuat bocah polos

  • Sumpah Palsu Suami Siri   Pertengkaran Sengit

    "Duduklah Kang!" Amelia mempersilahkan Wirna yang masih berdiri kaku. Mereka seperti orang baru kenal saja. "Iya!" sahut Wirna singkat kemudian duduk di sebuah sofa di ruang tamu rumah Amelia. Amelia juga melakukan hal yang sama. Ia menduduki sebuah sofa yang posisinya berhadapan dengan Wirna. Diantara mereka berdua dipisahkan oleh sebuah meja kaca yang tidak begitu lebar. Beberapa detik berlalu begitu saja. Belum ada yang memulai untuk bicara. "Aku sangat senang melihatmu sudah sembuh sekarang, Kang. Dan aku mohon maaf atas semua perbuatan yang telah dilakukan oleh Mois terhadapmu." akhirnya Amelia bicara juga dan memecah kebuntuan diantara mereka berdua. Ucapan Amelia yang kaku membuat wajah Wirna memerah. Tampaknya ia sangat tidak suka dengan kalimat yang diucapkan oleh Amelia. Bukan kalimat itu yang ia harapkan keluar dari bibir Amelia. "Aku...? Kang..? Sejak kapan Ami memanggil Abi seperti itu? Sejak Ami sudah pandai berselingkuh dengan lelaki jahanam itu, hah?" hardik Wirn

DMCA.com Protection Status