“Maukah Ibu menikah denganku..?”
Kalau ada hantu lewat saat itu tidak akan membuat aku terkejut seperti saat ini. Beberapa kali aku menelan ludah untuk mengelabui rasa galau dan kacau balau dalam otakku.Kalau orang lain yang mengatakan itu kepadaku tentu aku masih bisa bersitenang diri. Namun ini Kang Wirna.. yah Wirna tepatnya begitu aku memanggilnya saat itu. Lelaki yang sekitar 8 bulan aku kenal dan kuanggap seperti keluarga sendiri, tapi ternyata menaruh hati kepadaku. Apakah ini wujud dari jawaban atas doa-doaku...? Oh no... Don't think like that. It's not my hopeness.“Bagaimana Bu? Apakah Ibu bersedia?”Dengan beraninya ia mengejar jawaban dariku.“Pernikahan itu bukan hal yang mudah, Dik. Lagian walau pun kita sudah lama kenal, aku belum tahu benar siapa kamu sesungguhnya. Apakah kamu punya istri atau tidak aku selama ini tidak pernah menanyakan padamu bukan?”Kulihat Kang Wirna mengelus-elus pipinya. LSetelah sholat magrib aku berusaha meleburkan segala rasa yang aku punya dalam doa. Aku meminta petunjukNYA, atas pinangan Kang Wirna.“Ya Allah, jika ini baik untukku maka lancarkanlah ya Allah. Namun jika ini buruk, tolong hentikanlah Ya Allah. Sungguh hamba tidak tahu apa-apa yang lebih Engkau ketahui. Aamiin.”Malam itu kembali kumatikan ponselku untuk mencari ketenangan dalam jiwaku. Jujur, entah mengapa, aku merasa ada yang perlahan berubah dalam diriku. Aku mulai memikirkan Kang Wirna dan mulai pula merinduinya. Hatiku yang selama ini sudah tertutup rapat kini perlahan terbuka. Apakah karena pinangan Kang Wirna yang langsung ia ucapkan kepadaku..? Hm, entahlah. Yang jelas, sosoknya yang biasa ku anggap anak kecil kini sudah menjadi pribadi yang sempurna di mataku. Bahkan aku tidak melihat sedikit pun kekurangan pada diri Kang Wirna. Aduuh.. gawat ini..!Namun aku tidak mau menuruti begitu saja hatiku yang mulai hanyut dalam godaan asmara. Aku tidak
Hari-hari merangkak dengan begitu indah. Cinta Kang Wirna yang begitu nyata membuat hidupku bagaikan mengembara di kebun bunga yang bermekaran dan bermandikan keharuman.Hilang sudah ingatanku kepada pendapat Risma yang langsung ku masukkan ke dalam daftar pendapat yang ngawur. Mana mungkin Kang Wirna mendapatkan aku dengan cara main pelet! Lha, buktinya Kang Wirna teramat sangat mencintai aku walau pun umurku lebih tua darinya 10 tahun. Bahkan, tidak henti-hentinya Kang Wirna mengucapkan rasa syukurnya karena telah berhasil menikahi aku. Aku rasa ini adalah cinta yang alami.“Rasanya Abi seperti bermimpi, Mi.” ucapnya di suatu malam dengan memiringkan wajahnya menghadap ke wajahku. Satu tangannya lagi digunakan untuk membelai rambutku.“Mimpi apa, Bi? Mimpi buruk..?” jawabku sambil tersenyum menggodanya.“Aah Ami ini lah. Kok mimpi buruk. Ya mimpi indahlah.” sahutnya dengan manja.“Abi tidak menyangka bisa menikahi Ami.” Ia menahan nafas dan sedikit menarik senyum puas. “banyak yang s
Tidak terasa sudah 3 bulan aku menjelajahi bahtera rumah tangga dengan Kang Wirna. Hari-hariku selalu bahagia dan penuh bakti kepadanya. Aku yang ia temui sebagai istrinya tidak sama dengan yang ia kenal sebelumnya. Kalau biasanya aku berbicara tegas dan menjaga jarak ucapan dan perbuatan, kini aku adalah wanita yang penuh kasih sayang dan bahkan manja. “Abi sungguh tidak menyangka sama sekali Mi.” ucapnya ketika aku baru saja mencium punggung tangannya seusai sholat magrib berjamaah dengannya. Setelah mengucapkan kalimat itu seperti biasa ia mencium kedua belah pipiku bertubi-tubi.“Nggak nyangka apa, Bi?” tanyaku masih duduk bersimpuh di hadapannya yang memiringkan tubuh ke belakang setelah menjadi Imam dalam sholat magrib waktu itu.Hmm..Kini Kang Wirna benar-benar menghadap ke belakang dengan bersila. Kami berhadap-hadapan sangat rapat hingga ujung lututku menyentuh batang kakinya yang bersila.“Ami ternyata sangat lembut... Manja.. bahkan kayak anak kecil.” ucapnya menangkup w
Rasa kecewa dan tanda tanya besar selalu menghantui hidupku semenjak pertanyaanku tidak dijawab oleh Kang Wirna suamiku. Aku lebih sering murung. Hal itu ternyata menjadi perhatian bagi Kang Wirna.“Sayang..!” “Ya Bi..?” jawabku sambil terus memijit punggungnya. Kang Wirna menelungkup di atas kasur dan aku menduduki kedua pahanya yang terbalik sembari tanganku terus memijit bahu dan punggungnya dengan menggunakan hand body lotion sebagai pelumasnya.“Ami kok tidak seperti biasa?" tanya Kang Wirna dengan wajah menempel ke bantal.Aku diam sejenak untuk mempertimbangkan tindakanku selanjutnya. Aku tidak mau gegabah yang akan mengakibatkan rumah tanggaku yang masih seumur jagung ini berantakan.“Miii...” “Ya Bi..!”“Jawab sayang...!” Kembali Kang Wirna bertanya.“Ami tak bahagia Bi.” jawaban itu meluncur saja dari bibirku.Spontan Kang Wirna membalikkan badannya namun menahan tubuhku agar tidak berpindah. Aku ikut meringankan badan agar Kang Wirna tidak merasa berat untuk membalikkan
Seminggu sudah aku mendapat kebebasan untuk mengutak-atik ponsel suamiku, aku tidak menemukan hal-hal yang mencurigakan di sana. Namun foto profil di whatsaap suamiku membuat diriku kurang nyaman. Yah, tidak nyaman jika foto profil itu hanya menampilkan gambar sebuah laptop. Mengapa bukan foto kami berdua? Sedangkan aku telah merubah foto profil semua laman medsosku dan semua aplikasi komunikasiku. Bahkan aku juga mengubah status lajang menjadi nikah dilaman informasi facebookku. Banyak foto kami berdua yang aku share di sana. Itu aku lakukan agar hubunganku dengan Kang Wirna tidak menjadi rahasia. Namun Kang Wirna tidak melakukan itu walau sudah lebih dari tiga bulan kami menikah.Ingin aku mengganti foto profil di whaatsaap Kang Wirna, namun aku tidak mau lancang tanpa meminta izin dulu kepadanya. Aku harus meminta izin dulu kepada Kang Wirna sebelum aku melakukan itu semua.“Bi, kok foto profil Abi gambar laptop? Mengapa tidak gambar kita berdua?”Kutanyakan itu kepadanya setelah ka
‘Bodoh’Kata itu pasti ditujukan untuk Kang Wirna. Rasanya tidak pantas seorang adik bicara sekasar itu kepada kakaknya sendiri. Apa pun kesalahan yang dilakukan oleh Kang Wirna. Apa pun itu Kang Wirna adalah kakak kandungnya. Apalagi menyangkut urusan pribadi Kang Wirna sendiri. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Tapi aku memaklumi, "lain orang tua dan lingkungan tentu lain pula karakter manusia yang dihasilkan" pikirku.Aku mempunyai sembilan orang kakak karena aku adalah anak bungsu, belum sekali pun aku berani mengucapkan kata sekasar itu kepada kakak-kakakku. Kalau aku marah aku memilih untuk diam. Terutama untuk urusan pribadi kami diajarkan untuk tidak ikut campur, baik itu ke atas mau pun ke bawah. Kita semua sudah dewasa berhak menentukan sikap sendiri tanpa didikte keluarga bahkan orang tua. Itu versi didikan keluargaku.Tapi okelah, itu urusan keluarga mereka. Aku tidak mau komentar banyak.Kini aku mulai mencium ada yang tidak beres dengan semua ini. Kang Wirna mengaku kep
“Kalau sedang marah istri tidak segan-segan membuka pintu kebun binatang dan menyebut nama hewan itu satu persatu yang ditujukan kepada suaminya. Suaminya... Yah . Suaminya... Anak laki-laki orang yang bekerja demi kesenangan hidupnya.” tandas Kang Wirna agak sedikit berapi-api.Aku termenung mendengar penuturan Kang Wirna. Memang ada benarnya juga. Banyak dari istri yang kurang memperhatikan dan melayani suaminya dengan baik dan tulus. Saat suaminya mulai berpaling, istri akan marah besar dan menuding wanita yang telah membuat suaminya jatuh cinta adalah pelakor. Padahal suami juga butuh perhatian dan kasih sayang. Ujung-ujungnya anaklah yang jadi korbannya bahkan dijadikan senjata ampuh yang mematikan untuk memaksa suaminya kembali. Namun, banyak pula para suami yang memiliki istri baik namun tetap selingkuh hanya karena melihat bokong perempuan lain lebih bahenol. Ia lupa kalau istrinya di rumah tidak sempat berdandan karena mengurus dirinya dan anak-anak hasil kerja sama mereka.
Debar jantungku terasa lebih cepat. Jemari tanganku menggigil. Kenyataan buruk bagaikan sesosok hantu besar dan hitam seakan telah berdiri nyata di hadapanku. Aku yakin bahwa aku akan kehilangan Kang Wirna. Mengingat itu tanganku terasa lunglai. Ponselku jatuh ke lantai seiring dua tetes air mata jatuh di pipiku.Cukup lama aku tergugu...Ting ...Notifikasi ponselku berdenting. Kuhapus air mataku dan kupungut benda pipih yang tadi aku abaikan di lantai.Sebuah pesan masuk dari Tati. Kini ada empat pesan darinya yang belum aku buka.(Walaikumsalam)(Mbak siapanya Kang Wirna?)Dua pesan dikirim hampir bersamaan. Aku tahu Tati melihat foto profilku dengan Kang Wirna. Lima menit setelah itu Tati mengirim pesan lagi.(Suruh Kang Wirna nelp Emak. Emak ada di rumah sakit)Tiga pesan tersebut dikirim beberapa jam yang lalu. Saat itu aku sedang berbicara dengan Kang Wirna di kamar.(Mbak)Pesan terakhir berumur lima menit.Kuputuskan untuk membalas pesan itu. Apa pun yang akan terjadi terjadil