Pagi itu, Syifa membantu Santi menyapu halaman rumah. Bocah lima belas tahun itu dipaksa dewasa oleh keadaan. Berhubung hari ini, hari libur. Dia membersihkan halaman dan sekeliling rumah.Tempat tinggalnya sekarang terlihat sunyi dan sepi. Jarak rumah dan rumah orang lain cukup jauh, meski masih di Jakarta. Tapi rumah Santi masuk ke dalam pelosok. Agar suasana lebih hidup, Syifa membersihkan lingkungan rumahnya.Tiga bulan berlalu sejak Riko pergi dan menjual aset mereka.Syifa bertahan hidup sendirian karna ibunya bekerja sebagai asisten rumah tangga. Santi selalu mengiriminya uang bulanan dari gajihnya.Dan Riko juga mengiriminya uang setiap bulannya. Namun tak pernah lelaki itu berniat menemui darah dagingnya.Pernah sekali dia bertelponan dengan Riko. Syifa menanyakan tentang kejelasan hubungan kedua orangtuanya. Namun Riko tidak memberikan jawaban yang pasti."Papa tidak bisa menjanjikan apapun padamu, Syifa. Tapi papa akan berusaha menunaikan kewajiban papa sebagai orangtuamu.
Melinda sedang bersiap akan pergi ke kantor. Dia memoles blush on di depan meja rias. Tiba-tiba ponselnya berdering. Ternyata Dina lah yang mengbunginya.Melinda langsung menjawab telpon dari Dina. Sebab sekarang Dina adalah informan bagi Melinda. Mungkin kali ini Dina juga akan mengabarkan berita penting."Hallo, Din! Ada apa?" tanya Melinda langsung begitu telpon terhubung."Hallo, Mbak! M-mama Mbak, Mama,," suara Dina terputus karna panik."Mama kenapa?" tanya Melinda menyerngit bingung."M-ma-mama baru aja pergi, Mbak!" Dina menangis tersegal-segal."Pergi? Pergi kemana?" tanya Melinda makin bingung, karna dia tidak mengerti maksud ucapan Dina."Mama sudah pergi! Di-Dia meninggal, Mbak!" tegas Dina membuat Melinda tersentak kaget."Hah? Kamu serius? Apa dia sakit?" Melinda mencecar Dina pertanyaan. Meskipun dia kesal sama mantan mertuanya itu, tapi Imel pernah berbuat baik padanya juga."Iya, Mbak. Ma-mama dibunuh!""Innalillahi wa Inna ilaihi rojiun. Siapa? Siapa yang tega melaku
"Aku juga minta maaf pada kalian. Aku merasa sangat berdosa, terutama pada Melinda. Maafkan aku, Melinda. Aku bener-bener menyesali perbuatan bodohku. Jika saja waktu bisa di putar kembali, aku pasti tidak akan pernah melakukan hal bodoh itu. Sekali lagi tolong maafkan aku, Mel," kata Yusuf menjeda ucapannya. Dia menghembuskan nafas panjang dan kembali berkata penuh penyesalan, "Maafkan aku, Mel. Aku takut jika tiba-tiba harus pergi seperti mama. Dan belum sempat meminta maaf kepada orang-orang yang pernah ku sakiti," Yusuf kembali menangis bahkan tangisan nya terdengar sangat memilukan. Dia benar-benar menyesali semua perbuatan nya dimasalalu.Sekitar satu jam Melinda, Marisha, dan Rio berada dirumah Yusuf. Keluarga Yusuf benar-benar menyambut kedatangan Melinda dengan hangat. Sangat berbeda saat dia pertama kali bertemu dengan keluarga Yusuf. Jika dulu hanya dianggap benalu dan upik abu. Tapi sekarang di istimewakan layaknya Sultan."Kalian mau menginap disini kan?" tanya Ami. Dia
Kisah Keluarga Santi...Riko terlelap karna kelelahan dalam perjalanan. Lelah pikiran dan fisik menjadi satu.Syifa yang baru pulang sekolah merasa heran melihat warung mama nya sudah tutup. Dengan langkah tergesan, gadis belia itu memasuki rumah.Semenjak banyak masalah yang hadir dalam keluarga mama, gadis belia itu merasa trauma. Dia sangat takut kehilangan sosok seorang ibu yang menjadi sandaran untuknya selama ini.Syifa mundur beberapa langkah ke belakang, rasa kaget seketika datang menghampir. Saat melihat seseorang yang telah meninggalkannya, kini terlelap di sofa."Hufftt!"Nafas Syifa jadi tak beraturan, amarah dan sedih bercampur menjadi satu.Lekas Syifa memilih masuk ke kamarnya. Tak lupa dia mengunci pintu. Hanya itu yang bisa dia lakukan untuk menenangkan diri dan hatinya.Di dalam kamar, Syifa diam termenung. Memikirkan bagaimana dia harus bersikap kepada papa nya itu. Rasa canggung sudah pasti datang, sebab mereka sudah lama tak berjumpa. Apalagi jika harus bertatap m
Rio mengajak Melinda jalan-jalan hari ini. Setelah puas berkeliling kota, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang."Capek ya?" tanya Rio saat mereka sudah dalam mobil."Nggak! Emang nya aku kelihatan capek?" Melinda balik bertanya.Rio tersenyum mendengar perkataan Melinda."Terimakasih sudah meluangkan waktumu untukku. Boleh aku jujur padamu nggak?"Melinda menyerngit heran, "Memang nya dari tadi kamu berbohong ya?"Dada Rio makin berdebar, dia antara takut dan berani mengatakan hal yang ingin disampaikan. Pasalnya ini adalah kali pertama dia dekat dengan perempuan."Mel, aku bahagia banget saat bersamamu tadi. Bisakah kamu membuatku lebih bahagia dari ini?" tanya Rio sukses membuat Melinda mengerjapkan bulu mata lentiknya."Bagaimana?" tanya Rio lagi karna tak mendapat jawaban dari Melinda."Ayo akh pulang! Nanti kemalaman," alih-alih menjawab pertanyaan Rio, Melinda malah mengajaknya pulang."Mel, maukah kamu menjalani hubungan serius dengan ku?" perkataan Rio barusan mampu membuat
Yusuf sudah jauh berubah dari dirinya yang dulu. Rentetan masalah yang menimpa keluarganya menyadarkan nya akan kesalahan nya pada Melinda. Dia sudah berjanji akan memulai hidup lebih baik dari sebelumnya.Toko klontong miliknya juga sudah berkembang pesat. Bahkan bisa di bilang menjadi pusat perbelanjaan di daerah situ. Karna harganya juga relatif murah dari yang lainnya.Akhir-akhir ini Yusuf dengan Nina, salah satu karyawan di tokonya nya. Nina adalah janda beranak satu, namun Yusuf tidak mempersalahkan hal itu. Mereka sudah menjalani kasih semenjak dua bulan terakhir. Yusuf juga sudah mengantongi restu dari orangtua Nina.Menjelang pernikahan Yusuf dan Nina, mereka di nasehati oleh keluarganya untuk meminta restu dan kehadiran papa nya Yusuf.Yusuf mengaguk, meski sebenarnya dia enggan untuk bertemu dengan papanya. Yusuf mengajak Yuda untuk pergi ke rumah Eddy.Namun, saat mobil sampai di depan rumah minimalis. Yusuf tak mau turun dari dalam mobil. Yuda juga tercengang.Ada seoran
"Bu, maaf ya!" ucap Melinda memecah keheningan diantara Melinda dan Marisha.Mereka sedang menikmati suasana hari libur di taman belakang. Rutinitas biasa mereka lalukan setiap hari libur.Marisha lamgsung menoleh dan menyerngit heran ketika mendengar perkataan putrinya."Maaf untuk apa, Mel?" Marisha berucap seraya terkekeh."Hmm, karna aku udah marah-marah nggak jelas tadi malam. Aku bahkan meninggalkan meja makan begitu saja. Aku benar-benar minta maaf, bu," ucap Melinda lirih."Nggak papa, Mel. Yang penting kamu makan, ibu nggak mau kamu sampai sakit. Hanya kamu yang ibu punya sekarang!" kata Marisha penuh perhatian meski dengan nada cuek.Melinda menyeruput tehnya seraya menoleh ke arah ibunya yang sedang memakan nastar."Bu!""Ya?""Ibu tahu kenapa aku menolak dokter Rio?" tanya Melinda tiba-tiba."Kenapa?" sahut Marisha acuh. Padahal dalam hatinya sangat penasaran."Selain karna aku nggak mau menjalan hubungan serius lagi. Alasan lainnya adalah, karna keluarganya tidak akan men
[Yo, kamu lagi dirumah kan? Aku mau ngantar oleh-oleh dari nyokap nih. Katanya buat anak angkat tersayang]Pesan dari Sakti masuk ke ponsel Rio membuatnya tersenyum simpul. Astuti ibunya Sakti selalu ingat pada dirinya. Meskipun Rio hanya sahabat dari anaknya, tapi Astuti selalu menganggap Rio seperti anaknya sendiri. Hal itu kadang membuat Sakti merajuk.[Jika aku tidak ada dirumah, terus aku dimana? Dasar menyebalkan] balas Rio dengan emot kepala bertanduk.[Ya, mungkin aja kamu lagi di kantor atau di rumahnya Melinda. Kamu kan lagi kasmaran sama janda canteks itu] tulis Sakti lagi dengan emo terbahak-bahak.[Yah, gitu aja ngambak. Kan aku hanya berkidding aja. Aduh, Yo nggak usah terlalu bucin deh. Nanti kalau Oma Resa nggak setuju baru tahu kamu!] Sakti kembali mengirimi Rio pesan dengan emo menjulurkan lidah.Rio tak membalas pesan dari Sakti lagi, dia hanya menatap layar ponsel itu. Dia juga dengan percaya dirinya masih berfikir positif jika neneknya pasti akan menyetujui piliha