Nah lho ... 🍃______Cinta itu buta, tapi tetap harus pakai logika jika tidak yang ada malapetaka.Supermarket tujuan Keira dan Reynan cukup ramai, ya namanya juga hari sabtu apalagi di Jakarta, ya, kan?Keranjang belanja di dorong Reynan, lelaki itu sangat santai karena memakai kaos lengan panjang warna krem, celana pendek selutut warna hitam dan sandal santai. Sepertinya mulai tertular Keira cara berpakaian sehari-harinya."Mbak, aku mau cerita ke kamu?" Reynan berdiri mepet di sisi kanan Keira yang sedang membaca bagian belakang sereal. Keira memang suka sarapan atau untuk makanan selingan. Sereal, susu plain ditambah potongan buah.Semenjak mulai kerja kantoran makanan itu jadi sering ia konsumsi karena hemat waktu."Cerita apa?" Keira meletakkan kotak sereal bentuk bintang itu ke dalam keranjang belanja. Ia be
Met baca 🍃_______Reynan makan malam bersama dengan semua anggota keluarga Keira. Ibu dan Keira memasak, bapak beberes kamar karena kamar Kemal dipakai bapak dan ibu, Kemal jadi tidur bersama Keira dengan kasur lipat di lantai."Makan yang banyak, Nak Reynan, maaf masaknya tumisan dan ikan pesmol. Keira tadi bilang bosen masak daging-dagingan.""Iya, Bu. Jujur aja, saya mau dimasakin apa aja sama Mbak Keira pasti saya makan, nggak mau pilih-pilih."Ines melirik. "Mas Reynan bukannya picky eater, perasaan dulu kalau nggak makan pake daging mogok makan, deh." Kedua alis mata Ines naik turun. Sengaja meledek sepupunya. Reynan mencebik bibir atasnya, kesal dan malu."Oh, gitu," timpal Keira seraya tersenyum penuh makna ke Reynan yang berdeham."Tapi bagus, dong, jadinya sekarang Mas Reynan makan semuanya. Perub
Back again 🍃_______Keira tampil rapi dan sopan, seperti ciri khasnya walau kali ini tak memakai kaos, jeans dan sandal. Pakaiannya cukup menunjukkan sisi dewasanya yang sudah berada diambang angka 29 tahun.Blouse, celana denim coklat muda, sepatu teplek warna hitam, tas tangan, ia jadikan outfitnya sore itu.Ia berdiri di loby kantor, menunggu Reynan yang katanya sudah absen sore.Benar saja, dari kejauhan sudah terlihat tubuh tinggi tegapnya. Berjalan dengan senyum mengembang menghampiri Keira."Cantik banget," pujinya seraya mengusap pelan kepala Keira."Ya, dong. Biar tetap bisa imbangin kamu." Mendengar itu Reynan tertawa. Baru hendak menggandeng tangan Keira, ia dipanggil teman kerjanya, berlari sambil menggendong bayi."Titip anak gue bentar, gue mau ke toilet, kebelet. Eh, halo, Mbak ... calonnya Rey, ya... salam kenal! Sebentar, ya!" Wanita itu terbirit-birit ke toilet. Keira menatap bingung juga aneh."Emang boleh kerja bawa anak?" tanyanya."Boleh. Dia doang, anaknya dir
Met baca 🍃_________"Aku nggak suka sama ide kamu," protes Reynan saat mereka mampir jajan malam hari di roti bakar warung tenda langganan Reynan dekat komplek perumahannya."Nggak setujunya kenapa? Bukannya ini jadi cara aku buat buktiin aku bisa sukses?""Kenapa tolak bantuanku." Lirikan Reynan tajam, tapi Keira tak terpengaruh, ia tau emosi Reynan masih cukup belum matang, beda dengan dirinya."Kamu udah terlalu banyak, Nan. Aku yakin bisa untuk atasi." Reynan diam, ia tak mau berdebat dengan Keira karena akan kalah juga.Akhirnya Reynan ikuti keputusan calon istrinya. Rasa khawatir coba ia kesampingkan juga. Masalah pernikahan, keduanya sepakat akan menunda hingga rumah selesai.Suasana juga sedang panas, ia tak mau tergesa-gesa takut situasi semakin memburuk."Masih sakit bekas tamparan Bunda, Nan?" Jemari Keira mengusap wajah Reynan yang tersenyum tipis."Lebih sakit lihat kamu ditampar Bunda dan dihina." Ia menatap Keira dengan perasaan tak enak hati."Aku nggak apa-apa. Ayo
Met baca, ih nggak kerasa udah 40an bab ya 🍃______Buka lowongan menjadi rencana Keira selanjutnya. Rumah yang di renovasi sudah selesai, ia begitu haru dan senang karena bangunan kokoh. Terhitung total biaya tak sampai enam puluh juta, Keira lega karena uang Reynan tak perlu membengkak.Dapur baru yang dibangun di garasi rumah juga apik, pintu sambung langsung ke dalam rumah dari area dapur tersebut juga ada, jadi jika butuh sesuatu tak perlu lewat teras depan."Mas, freezee besarnya kapan sampai?" Keira bicara di ponsel dengan pengantar barang belanjaannya. Ia baru membeli freezeer besar dan show case."Oh, udah di jalan, oke makasih, ya." Kemudian Keira kembali mengawasi Rini dan Minah yang sedang menata makanan untuk catering kantor. Kembali 100 porsi mereka handle.Kali ini Ervan selain menjadi petugas pengantar, juga ikut kerja dengan Keira sebagai salah satu timnya. Ervan yang melepas usaha minuman dan jusnya ke ibu bapak juga sepupunya, begitu senang saat Keira memintanya be
Met baca 🍃______Bukan hal mustahil, yang tadinya tak bisa menjadi bisa dan yang tak mungkin jadi mungkin.Keira datang ke tempat sewa tenda, ia penasaran ingin mengajak kerja sama. Sudah tiga tempat ia sambangi sebelumnya, mereka semua enggan. Tempat ke empat hasil rekomendasi Boni menjadi harapan terakhirnya.Setelah membayar ongkos ojol, ia masuk ke tempat itu. Cukup luas dengan orang-orang yang sibuk bekerja menurunkan besi tenda dari atas truk."Permisi, mau ketemu Pak Madun bisa? Saya Keira, temannya Boni," ucapnya ramah. Penampilan Keira rapi, ia harus menunjukkan sikap profesionalitasnya juga walau sepatu kets dan celana jeans ia kenakan, sedangkan atas blouse warna hitam."Oh, iya, silakan masuk. Saya panggil suami saya, ya, duduk Mbak silakan."Wanita itu istri Pak Madun, masih muda, Keira jadi curiga, kan. Akan tetapi ia memilih mengabaikan.Tak lama pria tinggi tegap dengan kaos dan celana panjang masuk ke ruangan yang memang itu kantornya."Temannya Mas Boni?" tunjuk P
Met baca 🍃__________Cafe white house disambangi Keira, ia berpakaian rapi kala itu bahkan memakai sepatu hak tinggi. Niatnya, ia mau jujur dengan menunjukkan sisi lain dirinya juga.Bunda sudah duduk menunggunya dengan secangkir kopi juga kue di piring kecil."Selamat--""Duduk." Perintahnya ketus. Keira segera menyeret mundur kursi kemudian duduk anggun. Bunda menatap tak suka, sungguh wanita itu seperti begitu membencinya tetapi Keira tak peduli."Kamu tau saya tidak merestui pernikahan kalian nanti, bukan?" Tatapan sinis terus saja diperlihatkan."Ya. Saya tau. Tetapi kalau boleh tau, apa alasan ... Ibu menolak saya sebagai calon istri Reynan? Saya yakin bukan sekedar karena saya janda. Itu alasan yang ... klise bagi saya."Begitu tegas dan berani juga tenang Keira sampaikan. Bunda melipat kedua tangan di depan dada tak lupa menyunggingkan senyum tipis sinis."Saya tau kamu cuma mau hidup mapan dan nyaman dengan putra saya. Apa kamu pikir saya tidak tau niat itu."Keira membalas
Met baca 🍃_______Segera Keira melangkah ke pekarangan rumah bunda, baru saja ingin masuk ke ruang tamu yang pintunya terbuka, ia sudah melihat Reynan menyeret koper besar lainnya dengan bunda yang duduk tak acuh di meja makan."Kei," lirih Reynan berwajah sembab.Keira tersenyum, ia mengulurkan tangan kanannya. Seketika bunda beranjak, berjalan cepat lalu menatap tajam Keira."Reynan bahagia bersama saya. Sebaiknya Ibu renungi kesalahan masa lalu dan sekarang. Hina saya semau Ibu, karena suatu hari Ibu akan rindu dengan Reynan dan mungkin ... calon cucu Ibu nanti.Terima kasih sudah merendahkan saya, karena itu menjadi pecutan untuk saya semakin membuktikan jika memang piciknya pikiran Ibu karena malu rahasia masa lalu terbongkar.Sekali lagi, Bu. Kami akan menikah, sekalipun Ibu tidak merestui karena Alla
Met baca 🌿____________Kemal terus merangkul Ines saat mereka di bandara, bahkan menggenggam jemari tangan Ines seolah tak mau melewatkan momen apapun saat di dalam pesawat.Ines menyandarkan kepala di bahu kiri Kemal, ia hanya diam menyiapkan hati saat tiba di Jakarta semua akan berubah seperti semula.Benar saja, mereka melihat Tatiana datang menjemput tanpa janji terlebih dahulu. Bagus keduanya tau jauh-jauh waktu sebelum Ines melihat Kemal menggandeng jemari Ines sambil berjalan."Here we go," lirih Ines. Ia memberi jarak saat berjalan menuju luar lobi bandara. "Gue beli greentea latte dulu, lo kalau mau duluan, duluan aja, Mal. Its okey," tutur Ines saat sudah dekat beberapa langkah lagi ke arah Tatiana yang tersenyum sumringah melihat calon suaminya di depan mata."Iya." Kemal menjawab singkat, karena ia memakai kacamata hitam, sorot mata kesedihannya tidak bisa terbaca Tatiana."Hai!" pekik tertahan Tatiana. Ia memeluk Kemal singkat yang tidak dibalas Kemal karena tangan kana
Met baca 🌿_____________Alunan musik berdentum keras di dalam club mewah yang ada di kota itu. Ines dan Kemal duduk sambil menatap manusia melantai meliukkan tubuh."Minum nggak?" tawar Kemal."Sinting," ketus Ines melirik Kemal yang bahkan sejak tiba beberapa menit lalu belum memesan apapun."Kenapa ke sini, sih, Mal." Ines menyenggol bahu Kemal dengan bahunya."Gue pikir lo suka ke tempat kayak gini. Biasanya orang lagi galau ya ke sini.""Gila. Mendingan gue lo ajak makan rawon tiga mangkok sama es krim." Ines masih sewot."Tadi kan udah makan sebelum ke sini, rawon juga. Masih kurang?" Kemal tak kalah ngegas."Gue nggak suka di sini. Gue nggak mau." Wajah Ines memberengut, Kemal beranjak, menggandeng tangan Ines berjalan keluar dari club malam itu."Tempat ini padahal mahal dan mewah, bukan sembarangan, lo nggak mau." Kemal masih menggandeng tangan Ines sambil berjalan keluar. Sekuriti terkejut karena Kemal tak lama di sana."Kenapa pulang, Boss? Belum ketemu Gilbert," tanya sek
Met baca 🌿_____________Ines bergerak cepat, ia mencari tau kantor lelaki yang pantas dipanggil papa oleh Alta karena ayah kandungnya. Di kantor, ia menggali informasi hingga rinci.Tujuannya, memastikan jika Alta tidak boleh tau fakta sebenarnya karena usia belum cukup matang. Sesuai rencana Keira, ia akan jujur saat Alta sudah cukup umur."Bu Ines, ada surat nih, tapi kok dari pengadilan Surabaya," tukas resepsionis seraya menyerahkan amplop coklat."Oh, iya, makasih, ya." Ines menerima amplop, ia buka dan membaca. Surat panggilan sidang kasusnya, ia harus ke Surabaya dalam waktu dekat.Segera Ines menghubungi om Wisnu yang ternyata sudah tau dan memang mau Ines hadir. Ines sedang serius bicara dengan om Wisnu di telepon saat Kemal berdiri di depan meja kerja, merebut surat yang tergeletak di atas meja kerja Ines.Ia baca dengan seksama, lalu memperhatikan Ines hingga selesai menelpon omnya."Berangkat sama gue," putus Kemal. Ines menggeleng. "Gue temenin lo, Nes," lirih Kemal kar
Met baca 🌿_____________Makan siang bersama Tatiana juga di kediaman Keira sengaja diadakan. Kali itu Kei tak masak, ia memesan makanan khas arab juga makanan penutup dari toko kue langganannya.Ines membantu menata piring, gelas, serta peralatan makan lainnya di meja panjang tertutup taplak meja warna emas di halaman belakang."Gue bantu," tukas Kemal lantas mengambil alih nampan besar berisi sendok juga garpu dari tangan Ines."Udah, nggak usah. Temenin sana calon istri," celetuk Ines. "Luar biasa lo, Mal, baru sekali dikenalin langsung sat set," lanjut Ines lagi.Kemal menunduk sejenak, lalu mengangkat kepala menatap Ines yang lanjut menata peralatan makan."Ibu yang nyeplos begitu. Gue sama sekali belum kepikiran ke arah sana."Ines tersenyum, "ya bagus, dong. Tandanya lo emang harus menyegerakan." Ia menatap Kemal yang berdiri sambil memegang pinggiran meja, wajahnya tampak kebingungan. "Mal, turuti maunya Ibu."Kemal hanya bisa diam mematung, kedua matanya mengikuti gerak Ines
Met baca 🌿_________Ines memasukan dress dan sepatu yang ia beli ke dalam kotak lalu meletakkan di dalam lemari pakaian. Segera ia beranjak untuk istirahat karena hari sudah malam. Dexter juga tidak menghubungi karena berada di pesawat menuju Madrid.Janjinya pria itu akan menghubungi Ines jika sudah tiba atau tidak terlalu sibuk karena pekerjaan di sana sudah menunggu dirinya.Jemari Ines mengusap layar ponsel, melihat-lihat aplikasi belanja online sekedar cuci mata. Awalnya, hingga ia justru belanja beberapa barang kebutuhan pribadi."Yah, kok udah sejuta aja. Aduhhh ...," keluh Ines setelah sadar melakukan pembayaran. Saldo di rekeningnya tersisa dua juta hasil pinjam dari Keira. "Gimana gue idup. Mulai besok nggak mau berangkat dan pulang bareng Kemal."Pusing memikirkan keteledorannya, ia putusnya menerima fakta harus irit. Pintu kamarnya di ketuk, Ines beranjak cepat. Kaget seketika saat Kemal sudah pulang dari acara bersama Tatiana."Udah.""Oh, yaudah." Kemal memutar tubuh,
Met baca_______"Kopi gue mana?" tegur Kemal saat Ines menyerahkan draft bahasan rapat yang akan Kemal lakukan lima belas menit lagi dengan para manajer."Emang lo minta? Lagian rapat lo juga nggak pernah ngopi, Mal." Ines masih berdiri di sisi kanan Kemal tepat di tepi meja kerja."Lagi pingin," jawab Kemal tanpa menatap, ia sibuk membaca draft yang diberikan Ines."Nggak usah, deh, gue sibuk."Mendengar itu seketika Kemal mendongak menatap Ines yang sedang senyam senyum. "Sibuk apa.""Balesin chat dari Dexter," jawab Ines santai. Kemal mengerutkan kening. "Gue mau coba LDR sama dia. Ya, nggak jelas statusnya sih, tapi kayaknya dia naksir gue, deh, Mal.""Ck. Jangan gampang luluh. Inget nggak cerita sebelum-sebelumnya?" sindir Kemal yang menutup map lalu menyiapkan tablet juga ponselnya, ia bersiap beranjak pergi."Mal, dia beda, deh. Gue mau coba. Lo aja deketin Tatiana, masa gue nggak. Nggak adil, lah." Ines bersedekap."Terserah lo. Kalau ada apa-apa tanggung sendiri akibatnya. N
Met baca_______"Aku masih nggak percaya secepat ini kamu mau untuk kita coba lebih dekat, Mal." Tatiana menunduk malu, bahkan menyembuyikan wajahnya yang memerah dengan beberapa kali menatap keluar saat keduanya berada di dalam mobil saat perjalanan pulang. Kemal mengantar Tatiana pulang, hal itu spontan ia lakukan karena sudah terlanjur bicara jika ia mau memulai menjalin hubungan dengan Tatiana di depan Ines dan Dexter."Maaf kalau kesannya mendadak juga, buru-buru." Kalimat Kemal direspon gelengan kepala Tatiana."Nggak, kok, nggak mendadak." Tatiana memejamkan mata, ia terlihat terlalu bahagia. "Maksudku, jadi ... gini, lho ... kamu tau aku—"Kemal menghentikan mobil saat lampu merah di perempatan pintu masuk menuju komplek elite rumah Tatiana. Kepalanya menoleh ke Tatiana. Ia tersenyum tipis. "Besok pagi ke kantor jam berapa?""Aku?" tunjuk Tatiana."Iya, lah," kekeh Kemal. Tatiana mengulum senyum."Jam tujuh. Kenapa?" Begitu lemah lembut suara Tatiana, beda dengan Ines yang ka
Met baca 🍃__________Pintu kamar keduanya terbuka lebar, sama-sama masih muka bantal dengan rambut acak-acakkan."Morning," sapa parau Ines seraya berjalan ke arah dapur, tak lupa menguap lebar mulutnya karena masih ngantuk."Pagi," balas Kemal lantas membuka laci meja dapur untuk mengambil stok kopi bubuk yang akan ia masukkan ke mesin pembuat kopi otomatis, mahal, dan canggih. Iya, lah, CEO ... masa barang-barangnya jelek."Geser," celoteh Ines saat Kemal menghalanginya hendak membuka kabinet bagian atas untuk meraih piring ceper. Ines melesak begitu saja, berdiri di depan Kemal yang seketika melotot.Tanda bahaya berbunyi! Kemal memejamkan mata karena itunya tersentuh tak sengaja dengan bokong Ines yang masih memakai baju tidur bercelana panjang."Mal! Bisa dikondisikan, kan!" omel Ines lalu buru-buru berjalan ke arah kompor listrik. Kemal tak membalas, ia hanya diam mengatur dirinya sendiri."Lo mau roti atau nasi? Gue masakin nasi goreng." Ines masih kesal karena tadi, Kemal me
Met baca 🍃____________"Pulang?" ajak Ines setelah membuka pintu ruangan Kemal. Sejam lalu dua keponakan dan kakak iparnya sudah pulang lebih dulu. Kemal melirik jam di atas meja kerjanya, sudah tepat pukul tujuh malam. Ia beranjak, memasukan ponsel, tablet, laptop ke dalam tas kerjanya."Mbak Keira kirim makanan sore tadi, dititip di sekuriti lobi. Masak rawon, tapi kita beli telur asin sama gue mau bikin tempe goreng tepung buat pelengkapnya. Mampir ke supermarket sebentar, ya."Kemal mengangguk. Ia memastikan tak ada barang yang tertinggal, lalu berjalan keluar ruangannya bersama Ines."Kapan potong rambut lo?"Mendengar itu Ines menoleh, "kenapa? Ngebet banget mau lihat penampilan gue fresh?" candanya. Kemal hanya diam, tak membalas satu katapun."Mal, Tatiana cantik,kok. Kenapa sih, lo kayak nggak seneng di deketin dia?" Keduanya sudah di dalam lift."Cantik bukan hal utama.""Halah. Cowok di mana-mana pasti menomor satukan penampilan. Logika cowok kan gitu. Itu natural.""Cant