Home / Romansa / Sugar Daddy-in-Law / Chapter 5: The Past

Share

Chapter 5: The Past

Author: Handdwi
last update Last Updated: 2021-06-02 12:26:08

Sudah lebih dari seminggu lamanya Tania tak menerima panggilan atau pesan apa pun dari Gerald. Mungkinkah Gerald begitu sibuk? Atau ia sangat marah?

Catherine tidak ada di rumah hari ini. Ia bekerja sebagai salah satu tutor di sebuah kelas memasak yang tak jauh dari rumah dan mengajar setiap akhir pekan. Ia sudah berpesan pada Davin dan Tania bahwa mereka boleh pergi berjalan-jalan dengan mobilnya dengan catatan tetap membiarkan rumah terkunci, tapi sepasang kekasih itu sepakat bahwa mereka hanya akan bermalas-malasan di rumah seharian dan menghabiskan camilan yang memenuhi lemari.

“Kau kelihatan gelisah, apa yang kau cemaskan?” Siang itu Davin menghampiri Tania yang sedang duduk termenung memandangi halaman belakang. “Apa kau bosan berada di sini?”

“Tidak.” Tania menggeleng cepat.

“Jangan khawatir, tiga hari lagi kita akan kembali ke Paris. Setelah itu kau bisa kembali ke London.”

“Tidak, Dan. Aku sama sekali tidak memikirkan hal itu, maksudku … jangan salah paham.” Ia tersenyum tipis. “Aku suka tempat ini dan ibumu sangat ramah, tapi, kau tahu, aku mungkin hanya butuh waktu sedikit lebih lama untuk menyesuaikan diri.”

“Ah, ya. Aku mengerti. Mungkin aku perlu bercerita sedikit lebih banyak tentang keluargaku?”

Tania terdiam sejenak. Apa ia akan siap mendengar ceritanya?

“Jadi semua konflik ini berawal sejak aku masih kecil,” Davin mulai bercerita tanpa menunggu Tania menjawab.

“Yah, aku tidak tahu apa masalahnya, yang jelas puncaknya terjadi saat aku berusia tujuh tahun. Masih sangat muda, bukan?” Davin tak tampak seperti orang yang sedang berusaha mengingat-ingat. Kejadian itu seperti masih segar dalam ingatannya. “Sejak itu aku diberi pilihan untuk menjadi anak mama, atau anak papa.”

“Kau tahu, sulit bagiku, sebagai anak tunggal yang masih sangat kecil, memikirkan soal itu,” Davin melanjutkan. Pandangannya menatap lurus ke depan. “Pada akhirnya aku memilih ibuku. Karena dia bersamaku sepanjang waktu. Kau sudah lihat, kan, ayahku luar biasa sibuk. Kami tak begitu dekat.”

“Apa ayahmu tak keberatan? Seperti yang sering terjadi dalam kasus perceraian, perebutan hak asuh?”

“Tidak. Dia langsung setuju. Aku ingat ibuku pernah bilang bahwa ayahku merasa ia tak akan mampu bertanggung jawab. Bukan dalam hal materi, tapi masalah waktu yang bisa ia habiskan bersamaku.”

“Memiliki ayah yang begitu sibuk … terasa seperti neraka, ya?” Tania menggumam pelan.

“Uh-um.” Davin menghela napas. “Hal yang lebih buruk terjadi setelahnya. Meski aku dan ayah tak terlalu dekat, aku pernah begitu merindukannya karena ia benar-benar tak pernah datang mengunjungi kami. Aku merindukannya hingga jatuh sakit dan akhirnya ia datang.”

Davin terhenti sejenak, ia tertawa kecil lalu memandang Tania.

“Ah, hampir saja aku melewatkan bagian penting. Ayahku sangat menyukai musik, dulu.”

Musik. Tania mulai menerka apakah ini akan ada hubungannya dengan piala yang ia lihat di lemari? Sesuai dengan cerita Catherine yang terpotong beberapa hari lalu? Serta tentu saja, piano itu.

“Aku melihat piala kaca berbentuk piano di lemari dan ibumu bilang itu milik ayahmu.” Tania bicara, seolah tak sabar. “Oh, aku juga tidak sengaja melihat piano besar di salah satu ruangan ….”

“Hei, kau sudah melihatnya.” Davin tersenyum. “Yeah, itu milik ayah. Pialanya, pianonya. Dia sangat piawai dalam bermain piano dan selalu bermain untukku, tapi sejak semua konflik itu, dia berhenti begitu saja.”

“Namun kemudian,” Davin masih melanjutkan, kini suaranya lebih lemah, “saat aku jatuh sakit, aku memintanya untuk mengikuti kompetisi piano yang diadakan di kota saat itu. Alasanku hanya satu, aku ingin melihatnya bermain piano lagi.”

“Jika itu alasanmu, kenapa kau tak memintanya bermain di rumah saja?”

“Tidak, jika dia bermain di rumah, dia hanya akan bermain untukku. Ibuku akan pergi dan tak mau melihat.”

Tania mengerutkan dahi, tak mengerti.

“Aku memaksa ayah untuk mengikuti kompetisi lalu memaksa ibu untuk menontonnya bersamaku, lagipula ia tak akan membiarkanku pergi sendiri. Kau tak akan tahu betapa senangnya aku saat ayah setuju untuk ikut, begitu juga dengan ibu yang menontonnya denganku. Aku begitu polos hingga mengira bahwa mereka berdua akan berbaikan lagi setelah itu. Aku mengira bahwa ayah akan mempersembahkan permainan pianonya untuk ibu lalu dia akan terkesan dan memaafkan ayah. Ternyata tidak.”

Tania semakin tak mengerti dengan arah ceritanya. Bagaimana Davin yang masih begitu kecil bisa berpikiran untuk melakukan hal semacam itu? Menyatukan kembali ayah ibunya yang baru saja bercerai dengan menonton kompetisi piano? Sangat konyol.

“Pada akhirnya ayah menang, dia memberikan pialanya padaku sebagai tanda bahwa ia begitu mencintaiku, tapi sebenarnya itu tidak terlalu kupikirkan. Ayah dan ibu tetap berpisah.”

Tania nyaris memutar matanya. Itu keputusan mereka, Davin hanya anak-anak saat itu dan tak akan bisa mengerti, bukan begitu?

“Bertahun-tahun kemudian aku berusaha menjalani hidupku seperti anak-anak lainnya yang memiliki orang tua lengkap.  Setelah lulus SMA, aku pindah ke Paris dan memulai kuliah serta karirku di sana.”

“Kau meninggalkan ibumu,” Tania menyela.

“Ya, dan aku juga tak pernah mengunjungi ayahku. Aku masih merasa marah atas sikap ayah pada ibu, tapi kau tahu, dia tetaplah ayahku. Beberapa kali dia mengunjungiku saat Natal dan kami berbincang singkat. Butuh waktu bertahun-tahun hingga hubungan kami bisa sedikit membaik dan kami bisa mengobrol dengan santai layaknya seorang ayah dengan putranya.”

Davin berhenti bercerita. Tania bisa memahami ceritanya, hanya saja ia masih tak mengerti tentang alasan utama Gerald dan Catherine berpisah. Apa Gerald melakukan kesalahan yang begitu fatal?

“Kau masih tak pernah bertanya tentang alasan mereka berpisah? Kau tidak berpikir untuk menyatukan mereka kembali?” tanya Tania dengan hati-hati. Davin hanya menggeleng pelan.

“Saat itu aku masih terlalu kecil dan hingga aku dewasa, mereka selalu menolak untuk membahasnya lagi. Hingga pada akhirnya aku mencoba untuk menerimanya, itu keputusan mereka.” Davin memandang kekasihnya beberapa saat. “Terima kasih sudah mendengarkan.”

“Oh, ayolah. Kita tak jauh berbeda.” Tania memeluknya.

“Aku harap mereka bisa tetap berteman, setidaknya di hari pernikahan kita nanti.” Davin mengecup kening Tania dengan penuh kasih.

Mendengarnya membicarakan pernikahan, Tania jadi gugup. Apa lagi jika bukan karena Gerald. Ia masih menahan diri untuk tak menghubungi sugar daddy-nya itu. Situasi di antara mereka terasa begitu canggung sekarang. Apa yang akan terjadi jika Davin dan Catherine sampai tahu bahwa Tania dan Gerald memiliki hubungan khusus meski itu hanya sebatas sugar dating?

Related chapters

  • Sugar Daddy-in-Law   Chapter 6: The Reason

    “Ibu lega kau sudah mengenalkan Tania pada ayahmu, Dan.” Catherine memecah hening kala mereka menikmati makan malam. Tania memandangnya, mencoba untuk tersenyum. “Ayah Davin sangat kaku,” lanjutnya.“Dia sudah jauh lebih baik, sepertinya,” sambung Davin.“Mungkin dia sudah memiliki kekasih? Who knows?”“Ibu ....” Davin tampak tidak senang mendengar kalimat Catherine. Tania sendiri? Jantungnya berdetak lebih cepat. “Dia tak akan lakukan itu. Dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya.”“Bagaimana kau tahu, Dan? Katakan, apa kau hanya berprasangka baik karena dia ayahmu?” Catherine bicara dengan lembut, di situasi ini Tania merasa bersalah, entah kenapa.“Well, maksudku, kurasa ayah tak akan mau repot-repot menikah lagi jika dia masih seperti itu. Semua orang yang mengenalnya tahu bahwa dia sangat dingin.&rdqu

    Last Updated : 2021-06-02
  • Sugar Daddy-in-Law   Chapter 7: Love and Hate

    Tania tiba di London dan segera menuju flat dengan pikiran yang kacau. Begitu banyak fakta yang harus ia terima dan ia bahkan tak tahu bagaimana harus menerimanya. Mungkin ia bisa menerima kenyataan bahwa sugar daddy-nya selama ini adalah ayah kekasihnya, tapi bagaimana ia bisa menjalani hidupnya sekarang dan setelahnya? Apa ia harus memilih di antara mereka berdua? Oh tentu, dalam hal ini, Davin adalah kekasihnya. Namun Gerald adalah orang yang telah memberi Tania kehidupan. Bisa dibilang, Gerald telah menyelamatkan Tania.Tania melangkah masuk ke dalam flat dan menyadari aroma marijuana. Segera ia melangkahkan kaki ke dapur dan benar, Gerald di sana. Duduk dengan selinting marijuana yang tinggal tersisa sedikit lagi di tangannya. Jasnya terletak di atas meja.“Kau sudah kembali, sweetheart,” suaranya terdengar berat, “dua minggu tanpa menelepon, rasanya lama sekali, ya?”Apa yang harus Tania katakan? Ia pun tak tahu.

    Last Updated : 2021-06-03
  • Sugar Daddy-in-Law   Chapter 8: Some Plans, Some Chance

    Apa maksudnya ini? Apa tamu yang baru saja dibicarakan Gerald adalah Davin? Kenapa dia meminta Davin datang kesini? Apa dia sedang menyiapkan rencana untuk menjebak Tania? Jika ini memang rencananya, dia sungguh keterlaluan. Setidaknya itulah yang dipikirkan Tania.Davin terdiam di sana, sementara manajer restoran itu telah berlalu menuruni tangga. Tania dan Gerald saling berpandangan.“Tania? Kau ada di sini?” Davin mengangkat alis.“A-aku-”“Davin!” Gerald berseru tertahan lalu tertawa ceria. “Kau datang tanpa memberitahu?”“Ya, ini sangat mendadak. Aku sudah menghubungi Tania tapi dia tak menjawab telepon atau pesanku.” Jelas Davin masih dengan ekspresi bingung. “Kalian … sedang apa?”“Ahaha! Kau tahu? Ini kebetulan yang sangat gila. Ayah baru tahu ternyata Tania menjadi model di perusahaan agensi milik Ayah!” Gerald menghampiri putranya. Tania meng

    Last Updated : 2021-06-04
  • Sugar Daddy-in-Law   Chapter 9: All The Pieces Fall Into Place

    Paris. Di kota inilah Tania akan menjalani kehidupan barunya, bersama Davin. Jelas ini bukan tempat yang buruk untuk memulai sebuah lembaran baru, meski Tania tidak yakin lembaran baru macam apa yang kini ia buka. Tampaknya bukan lembaran dari buku yang masih kosong, melainkan lembaran lama sebuah buku catatan berisi konflik tak berkesudahan.Walaupun panik, ia mencoba terlihat tenang dan berusaha untuk tak merepotkan Davin dengan membiarkannya terus-terusan bertanya apa Tania baik-baik saja karena sepanjang perjalanan Tania terus melamun. Ia terus-terusan membuka ponsel dan memeriksa media sosial, memastikan ia telah mengunggah foto bersama Davin dengan keterangan bahwa ia akan mulai tinggal di Paris hari ini.Beberapa teman-temannya berkomentar dan mengucapkan selamat, tetapi Tania sangat sibuk dalam dua minggu pertama karena selain harus beradaptasi, ia juga ikut membantu pekerjaan Davin dalam mengurus Casualads entah itu dalam hal perancangan atau mempromo

    Last Updated : 2021-06-04
  • Sugar Daddy-in-Law   Chapter 10: She is My Daughter, Too

    “Hei! Bagaimana jalan-jalannya?” Davin masih duduk di belakang meja kerjanya saat Tania kembali.“Tidak banyak jalan-jalan. Hanya mengobrol dan sedikit minum di bar,” jawab Tania seadanya. “Aku tidur duluan, ya?”“Tentu, selamat malam, sayang.”Pagi harinya, Tania melihat sebuah pesan di ponselnya. Dari Rob, yang dikirim jam 3 pagi. Ia mengirimkan sebuah lokasi dan meminta Tania agar datang saat jam makan siang dengan membawa akta kelahirannya.Inikah saatnya? Tania lebih penasaran dengan percakapan macam apa yang terjadi antara Rob dan istrinya malam tadi. Setelah sedikit panik saat Tania hampir tidak bisa menemukan secarik kertas bertuliskan nama serta tanggal lahirnya dan nama lengkap kedua orang tuanya, akhirnya ia berhasil menemukannya. Tania merasa dirinya cukup bijak dengan tidak menyepelekan benda itu walaupun ia hampir tak pernah berharap bisa menemukan petunjuk tentang keberadaan orang tuanya lagi.

    Last Updated : 2021-06-05
  • Sugar Daddy-in-Law   Chapter 11: Leaving

    Hari-hari Tania jadi jauh lebih sibuk ditambah lagi Davin yang melakukan renovasi besar di lantai tiga tokonya. Siang itu Tania sibuk membereskan dan mengatur ulang sebagian besar letak barang-barang yang ada di lantai satu dan dua. Davin sedang pulang ke rumah untuk memeriksa sesuatu dan para pekerja konstruksi masih belum muncul untuk memulai pekerjaan mereka setelah makan siang.Hanya kemudian kedatangan Gerald yang seketika membuatnya terkejut dan panik, bertanya-tanya untuk apa dia datang? Apa lagi rencananya?“Apa lagi yang kau inginkan?” Tania menyembunyikan rasa takutnya.“Ada yang harus kita bicarakan.” Gerald melangkah lebih dekat. Tania langsung menghindar tapi Gerald malah mengikutinya. Bahkan saat Tania mulai berlari ke lantai atas, Gerald masih terus mengikuti dengan langkah yang lebih cepat. “Tania! Tunggu!”Lantai tiga penuh dengan barang-barang konstruksi yang berantakan serta debu yang menyesakkan pern

    Last Updated : 2021-06-06
  • Sugar Daddy-in-Law   Chapter 12: It's Only Us

    Tania menunggu di sebuah café kecil yang berada tak jauh dari flatnya. Ia hanya mengikuti instruksi Rob tentang jam pertemuannya dan sama sekali tak berkomunikasi dengan lelaki yang akan dikenalkannya ini. Setelah menunggu hampir dua puluh menit, seseorang menghampiri.Tania mengangkat wajahku untuk melihatnya. Lelaki muda dengan rambut hitam dan kulit karamel serta sepasang mata cokelat yang harus diakui Tania amat menawan. Lelaki itu menatapnya dengan ekspresi datar sebelum akhirnya mengangkat alisnya sebagai tanda menyapa.“Kau putri Rob?”Selama beberapa saat Tania terdiam hingga akhirnya lelaki itu memetik jari di wajahnya.“Ah, iya. Benar.” Tania menggeleng dan berusaha fokus kembali. Mereka duduk berhadapan.“Caspian,” ucapnya singkat.“Itu namamu atau ....”“Kau berpikir aku sedang menyebutkan nama danau terluas di dunia secara random pada orang yang baru ku

    Last Updated : 2021-06-07
  • Sugar Daddy-in-Law   Chapter 13: Close to the Edge

    Hari itu untuk pertama kalinya Tania pergi ke kantor dengan tenang dan menjalani aktivitas dengan bahagia, tanpa tekanan, tanpa rasa takut atau kegelisahan tentang Gerald yang terus mengikuti. Ide Rob tampaknya memang benar-benar berhasil meskipun kedengarannya begitu menyedihkan bagi Tania saat ia harus memiliki kekasih di sisinya agar Gerald benar-benar menjauh.Keceriaan itu bertahan hingga sore hari, ketika Caspian datang untuk menjemput, Tania segera menyadari perubahan mood-nya yang tidak biasa dan itu membuatnya merasa heran.Maksudnya, tentu saja dia memang kadang menyebalkan dan tidak banyak bicara, ekspresi wajahnya juga lebih sering membuat Tania merasa seperti Caspian meminta agar ditinju saja, tapi sore itu dia memang berbeda dan satu lagi, dia memakai kacamata hitam.“Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?”Caspian memberikan helm pada Tania tanpa menjawab pertanyaannya sama sekali. Begitu juga di sepanjang perjalanan, ta

    Last Updated : 2021-06-08

Latest chapter

  • Sugar Daddy-in-Law   EPILOGUE

    Satu lagi minggu yang sibuk telah terlewati. Kemudian akhir pekan terasa begitu singkat, seolah hanya beberapa menit. Namun sudah empat tahun ini, malam-malam jadi lebih panjang—dan lebih riuh—karena kehadiran dua bocah itu di rumah kami.“Belum selesai juga dengan permainan pianomu, Delphine? Berisik, tahu!” Gadis kecil itu protes sambil mengeraskan volume televisi yang kini menayangkan kartun Peppa Pig.“Kau yang berisik!” balas Delphine.“Kau sudah bermain piano sepanjang hari, Theoline.” Aku menghampiri lalu mengusap rambut cokelatnya yang tampak kusut karena ia menolak untuk disisir.“Ayolah, aku hanya ingin membuat kakek terkesan jika kita berkunjung ke London!” Theoline cemberut, enggan beranjak dari kursi pianonya.“Kakek akan sangat bangga padamu,” balasku meyakinkannya. “Mungkin dia akan mengajakmu bermain piano bersama.”“That wo

  • Sugar Daddy-in-Law   Chapter 60: Sugar

    Segalanya berwarna jingga lembut, menyatu dengan warna musim gugur. Begitu juga dengan buket bunga yang digenggam oleh Tania. Ellaine sendiri yang merangkainya. Terdiri atas Mawar Toffee yang kecokelatan, rumput Oak Phalaris kering berwarna merah tua, Bronze Cremone oranye dan beberapa helai batang gandum yang telah dikeringkan, serta bunga-bunga khas musim gugur lainnya yang menjadikan buket itu amat indah.♪~Anxious … white dress … promises and regret. I gave you my pledge, please remember what I said~♪Tania mendengarkan musik melalui airpods, berusaha menghilangkan rasa gugupnya sejak memulai riasannya beberapa jam yang lalu. Ia hampir berteriak kaget saat seseorang tiba-tiba menepuk punggungnya.“Rob!” pekiknya.“Kau ini!” Pria itu melotot. “Sudah, ayo!”Sementara di tempat upacara, Davin nyaris merasakan seolah pijakannya menghilang.

  • Sugar Daddy-in-Law   Chapter 59: Love is the Tuesdays

    Bulan demi bulan berlalu dan kini hanya menghitung hari sampai pernikahan Davin dan Tania. Hari itu, Tania bersama Davin pergi ke penjara untuk menemui Rowan.“Kau yakin ingin melakukan ini?” Davin memastikan sekali lagi. Ia memandang wajah calon istrinya dengan cemas. “Kita bisa pulang sekarang jika kau berubah pikiran.”“Tidak.” Tania menggeleng lugas. “Aku akan menemuinya.”Davin tak lagi bisa berkata-kata. Setelah melalui pemeriksaan ini dan itu oleh para petugas penjara, akhirnya mereka diarahkan menuju sebuah ruangan untuk bertemu dengan tahanan.Bukan, bukan pertemuan secara langsung, melainkan pertemuan dengan sekat kaca sebagai pembatas serta telepon agar tahanan dan pengunjung bisa berkomunikasi.Tania duduk lebih dulu, sementara Davin berdiri di belakangnya. Sepasang mata gadis itu tak berkedip ketika ia melihat Rowan di hadapannya, begitu dekat, juga duduk di kursi.Dengan tangan ge

  • Sugar Daddy-in-Law   Chapter 58: Before We Start Again, Let's Think

    Tania memeriksa waktu di ponselnya, tepat jam makan siang.Saat ia baru selesai menutup lembar kerja di komputernya, seseorang tiba-tiba meletakkan seikat lili putih di atas meja.Tania mengangkat wajahnya. “Davin??”“Hei.” Pemuda itu tersenyum. “Sudah waktunya makan siang.”“Apa yang kau lakukan di sini? Kau harusnya tak ke kantor dulu, kan?!”“Aku sudah cukup beristirahat, kok.” Davin melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. “Makan di restoran ayahku saja, yuk?”“A-aku … ba-baiklah.” Tania seketika melirik sekelilingnya dengan canggung saat rekan-rekan di sekitarnya mulai memperhatikan. Davin langsung menyadarinya dan balas melihat mereka.“Kalian boleh menikmati makan siang kalian dan tinggalkan kami sendiri,” ucap Davin dengan ekspresi datar. Mereka semua langsung mengalihkan pandangan.Davin menggandeng Tania menuju

  • Sugar Daddy-in-Law   Chapter 57: Get Better Soon!

    Kondisi Davin membaik setelah dua minggu, tetapi ia tak memutuskan untuk pulang ke Paris dalam waktu dekat. Lagi pula, Catherine melarangnya. Jadilah Davin hanya menghabiskan waktu dengan beristirahat di mansion ayahnya sepanjang hari.Terkadang ia akan memantau Casualads. Namun Catherine hanya mengizinkannya berlama-lama di depan laptop atau tablet selama dua jam dan selalu memastikan bahwa Davin istirahat penuh.“Bagaimana rencana pernikahan Ibu dan ayah?” tanya Davin iseng hari itu.“Ah, yang itu nanti-nanti saja.” Catherine menggeleng. “Kami ingin menunggu sampai semuanya kondusif, sampai kondisimu lebih baik.”“Maafkan aku, kalian jadi harus-”“Ssh!” Catherine menatap Davin serius sebelum akhirnya mengerling ke arah salad buah yang baru saja diletakkannya di atas meja di samping ranjang pemuda itu. “Habiskan.”Setelah Catherine pergi, Davin meraih ponselnya

  • Sugar Daddy-in-Law   Chapter 56: How does It Feel?

    “Aku merindukan karir modelling-ku,” gumam Tania kala ia menopang dagu dengan kedua tangannya berada di atas ranjang Davin, pandangannya tertuju pada langit yang tampak mendung di luar jendela lantai tiga rumah sakit itu.“Aku justru lega saat mengetahui bahwa kau tak lagi menjadi model,” balas Davin. Seketika Tania kembali tegak, memandangnya tak percaya.“Kau pasti bercanda.”“Tania, aku tidak bermaksud untuk membahas ini lagi, tapi apa kau tahu? Kau sebenarnya cukup beruntung bisa mendapatkan karir yang amat mulus dalam dunia modelling karena ayahku membantumu.” Davin tampak tak yakin tetapi ia berusaha melanjutkan kalimatnya. “Jika kau mengusahakan semuanya sendiri dari awal, kau akan mengalami banyak sekali hal yang tidak menyenangkan.”“Bagaimana kau tahu?” Tania mengerutkan dahi. “Kau … tidak pernah benar-benar masuk ke dunia modelling, k

  • Sugar Daddy-in-Law   Chapter 55: Counting on High Hope

    Gerald dan Catherine masih tak tahu harus mengatakan apa. Mereka hanya saling berpandangan kala Tania tak hentinya menangis sambil tertunduk di hadapan mereka sejak tadi, sejak mereka datang ke rumah sakit setelah mendapat kabar mengenai kebakaran itu dan putra tunggal mereka menjadi salah satu korbannya.“Maafkan aku,” bisik Tania di tengah isak tangis untuk yang ke sekian kali. Ia kemudian mengerling ke arah Davin yang kini berbaring di ranjang rumah sakit dengan luka bakar derajat 2 di tangan serta kakinya. “Davin jadi seperti ini karena aku.”“Tania, ini bukan salahmu,” balas Catherine. Ia memang tulus mengatakan itu, bukan karena segan atas kehadiran Rob dan Ellaine di ruangan itu yang tadi datang hampir bersamaan dengan mereka.Atau jika ia tidak tulus pun, mungkin tak akan ada yang menyalahkannya juga. Putranya hampir mati dan semua itu demi Tania.“Ini salahku ….” Tania mendadak berlutut di ha

  • Sugar Daddy-in-Law   Chapter 54: Gravity

    Orang-orang tampak begitu bahagia. Mereka bersorak, bertepuk tangan serta bersulang untuk pasangan yang baru saja menyelesaikan upacara pernikahan itu.Davin memandangi sekelilingnya dengan bingung. Ia lalu melihat tangannya yang entah sejak kapan telah menggenggam segelas wine putih.“Kau menikmati pestanya?” Seseorang menyentuh pundaknya dengan lembut dari belakang. Davin berbalik dan ia mendapati Tania dalam gaun putih khas pengantin yang begitu indah.“Tania??” Davin menggosok mata dengan satu tangannya. “K-kau … apa yang terjadi?”“Apa maksudmu?” Tania tertawa ceria lalu menaikkan telapak tangan, menunjukkan cincin pernikahan yang melingkar di jari manis kanannya. “Bagus, ya?”Davin melangkah mundur. Ia perhatikan lagi sekelilingnya, semua orang mendadak hilang, hanya ada kursi-kursi untuk para tamu serta dekorasi pesta pernikahan dengan suasana garden party.&l

  • Sugar Daddy-in-Law   Chapter 53: Target

    Selama hari, semuanya berjalan normal hingga tiba hari itu, hari yang menjadi persidangan pertama Rowan atas penyerangan yang dilakukannya terhadap Ellaine tempo hari.Sidang dihadiri cukup banyak orang yang sebagian besar di antaranya adalah orang-orang yang hadir di acara makan malam itu. Beberapa ada yang menjadi saksi, beberapa yang lain hanya datang karena ingin melihat ‘drama’ Rowan sebab mereka juga telah mendengar tentang kasus penipuan yang dilakukan Rowan atas nama Alfred Harvey.Tania memasuki ruang sidang dengan kaki gemetar. Ia duduk di dekat Zekey dan Jonas, di bangku paling depan. Saat ia mengangkat wajahnya untuk melihat sekeliling, pandangannya bertemu dengan pandangan ayahnya yang duduk di kursi tersangka.Pada detik itu, Tania merasakan detak jantungnya seolah berhenti dan lututnya melemah. Jika ia tak sedang duduk, mungkin ia akan jatuh. Sebab bagi Tania, betapa amat menakutkan sepasang mata itu.Mata yang sudah belasan tah

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status