Ketulusan seseorang akan terpancar dari matanya. Kebaikannya akan terlihat dari tindakannya dan kebijaksanaannya akan terdengar dari kata-katanya.
* * * * *
Melanie memasukkan beberapa barang milik ayahnya ke dalam tas. Hari ini Walden sudah bisa keluar dari rumah sakit. Dia menoleh dan melihat sang ayah duduk di tepi ranjang dengan senyuman lebar mengembang di wajahnya. Melanie merasa lega sang ayah merasa jauh lebih baik. Tidak hanya secara fisik tapi juga psikisnya. Pria itu tidak tertekan dengan hutang yang melilitnya.
Melanie bisa bernafas lega. Dia begitu sedih melihat sang ayah begitu tertekan beberapa hari yang lalu. Bahkan sang ayah tidak berselera makan hanya karena memikirkan hutang yang diakibatkan oleh Sonja. Tapi sekarang sang ayah tampak lebih bersemangat. Apa yang akan terjadi dengan Melanie?
* Dikunci di toilet?
* Dibully di toilet?
Jangan biarkan pikiran buruk orang lain menjadikanmu sesuai seperti yang mereka katakan. Orang-orang belum tentu mengetahui apapun tentang dirimu. * * * * * Seorang gadis menumpahkan air bekas mengepel ke atas kepala Melanie. Membuat tubuh dan pakaian gadis itu basah dan bau. Terdengar suara tawa di belakangnya. Melanie menoleh dan melihat Andrea, Patricia dan Pauline lagi-lagi mengganggunya. Andrea sengaja menutup hidupnya. “Apa kau tidak merasa bau, Pauline? Bukankah ini bau gadis jalang.” Pauline menganggukkan kepalanya. “Benar sekali. Bau gadis jalang. Aku yakin kemarin dia tidak kuliah pasti sedang menjual diri kepada pria-pria yang mau memberinya uang.” &
A wise always know himself and think he is fool, but a fool will always think that hes wise. - Wiliam Shakespeare - * * * * * Senyuman tidak kunjung lenyap dari wajah Ralf ketika pria itu sedang berada di mobil menuju kampus Melanie untuk menjemputnya. Sejak kehadiran Melanie, pria itu jauh lebih bersemangat daripada biasanya. Dia bahkan tidak sabar menantikan jam pulang kerja agar bisa menemui Melanie. Namun tiba-tiba ponselnya berdering. Melihat nama sang kakek muncul di layar ponselnya, Ralf segera mengangkatnya menggunakan handsfree. “Ada apa, Groβvater?” tanya Ralf sembari menyetir. “Aku ingin tahu kapan kau akan membawa wanita hebat yang meluluhkan hati cucuku yang sedi
“Itu hanya terjadi di dongeng, Alizée. Tidak ada di dunia nyata. Dalam dunia nyata, wanita harus berjuang keras sendiri untuk bisa bertahan di dalam dunia yang kejam ini tanpa harus mengandalkan pangeran berkuda putih yang siap menolong.”~ Melanie Schumacher ~* * * * *Bagi orang lain menikmati masa-masa kuliah sangatlah indah. Karena pada masa seperti itu seseorang akan mencari jati diri mereka dan mulai merancang masa depan mereka. Sayangnya bagi Melanie dunia kuliah tidaklah seindah itu. Dulu gadis berusia dua puluh tiga tahun itu mendambakan dirinya bisa menginjak dunia kuliah yang selalu diimpikannya. Sayangnya dunia kuliah yang indah itu hancur karena gadis dengan rambut pirang panjang itu mengalami hal yang buruk setiap ha
Hidup itu seperti coklat. Anda harus menikmatinya sepotong demi sepotong dan membiarkannya perlahan meleleh di lidah anda.”~ Nina Sandmann ~* * * * *Perusahaan coklat Krausz adalah perusahaan coklat yang tidak hanya terkenal di Swiss tapi juga di seluruh dunia. Perusahaan yang sudah berdiri sejak tahun 1845 itu terkenal dengan truffle coklat, coklat batangan, permen dan lainnya. Tidak hanya kelezatannya, Krausz juga mengutamakan kualitas coklat mereka. Sehingga tidak heran orang-orang menyukai coklat Krausz. Bahkan mereka tidak mempedulikan harganya. Karena beberapa coklat Krauz tertentu memiliki kisaran harga yang tinggi.Saat ini perusahaan coklat ini dipimpin oleh CEO Ralf Krausz. Satu-satunya cucu Willard Krausz yang sebelumnya
“Ayahku selalu mengajarkanku jika menolong seseorang haruslah tulus. Jangan mengharapkan imbalan dibaliknya. Karena itu kau tidak perlu memberikan apapun padaku sebagai imbalannya.”~ Melanie Schumacher ~* * * * *Orang yang melayangkan tendangan mautnya adalah Melanie. Gadis itu terlihat memasang sikap waspada sembari tidak melepaskan pandangannya dari perampok yang saat Ini tengah memegang kepalanya karena merasakan tendangan keras Melanie.Tidak ingin perampok itu melukai dirinya dan juga pria yang hendak dirampok, Melanie dengan berani menghampiri pria paruh baya itu. Melanie menginjak tangan perampok itu yang memegang pisau membuat pria itu menjerit kesakitan hingga benda tajam itu terlepas dari tangan pria itu. Melanie men
Kita tidak tahu alasan Tuhan memberikan cobaan berat pada kita.Yang perlu kita lakukan adalah tetap mensyukuri segala situasi kita.Baik ataupun buruk situasinya,Selalu ingat, Tuhan tidak akan pernah melepaskan tangan-Nya.* * * * *Rumah keluarga Schumacher bukanlah rumah yang besar. Berada di deretan rumah-rumah lainnya, rumah Melanie sama saja dengan yang lain. Hanya saja sore itu rumah Melanie sangatlah berbeda. Terlihat di halaman depan rumahnya beberapa barang dikeluarkan dan tampak hancur. Dari kursi-kursi kayu, meja dan barang lainnya. Seakan rumah Melanie baru saja dilanda badai besar yang membuat rumahnya sangat berantakan.Satu hal y
Bukankah kau selalu mengatakan keluarga ada itu untuk saling membantu? Saat ini Vater tidak bisa mendapatkan tapi aku bisa mendapatkannya untuk membantumu, Vater. ~ Melanie Schumacher ~ * * * * * Keesokan harinya Melanie bisa melihat ayahnya terus melamun. Bahkan saat sarapan bersama, Walden sama sekali tidak fokus dengan makanannya. Dia hanya mempermainkan hidangan kentang setengah matang bernama Rösti. Walden hanya menusuk-nusuk makananya tanpa berniat memakannya. Melanie yakin ayahnya pasti sedang memikirkan bagaimana mendapatkan uang seratus ribu Franc Swiss untuk membayar hutang kakaknya. Gadis yang saat ini mengenakan terusan kotak-kotak biru
Cara Tuhan tidak bisa ditebak. Terkadang Tuhan memiliki cara unik untuk membantu anak-Nya. Bahkan dengan cara tak terduga sekalipun. * * * * * “Kita berjumpa lagi, Melanie.” Melanie tidak percaya melihat pria yang ditolongnya kemarin berdiri menjulang di hadapannya. Ralf tampak begitu menawan dengan kemeja biru yang tidak mampu menyembunyikan otot di tubuhnya. Pria itu sudah menggulung lengan kemejanya hingga sikunya. Memperlihatkan kulitnya yang sewarna tembaga. Ralf juga sudah menanggalkan dasi yang melingkar di lehernya dan membuka tiga kancing teratasnya sehingga Melanie bisa melihat dada pria itu mengintip di balik kemejanya. “Ralf, apa… apa yang ka
A wise always know himself and think he is fool, but a fool will always think that hes wise. - Wiliam Shakespeare - * * * * * Senyuman tidak kunjung lenyap dari wajah Ralf ketika pria itu sedang berada di mobil menuju kampus Melanie untuk menjemputnya. Sejak kehadiran Melanie, pria itu jauh lebih bersemangat daripada biasanya. Dia bahkan tidak sabar menantikan jam pulang kerja agar bisa menemui Melanie. Namun tiba-tiba ponselnya berdering. Melihat nama sang kakek muncul di layar ponselnya, Ralf segera mengangkatnya menggunakan handsfree. “Ada apa, Groβvater?” tanya Ralf sembari menyetir. “Aku ingin tahu kapan kau akan membawa wanita hebat yang meluluhkan hati cucuku yang sedi
Jangan biarkan pikiran buruk orang lain menjadikanmu sesuai seperti yang mereka katakan. Orang-orang belum tentu mengetahui apapun tentang dirimu. * * * * * Seorang gadis menumpahkan air bekas mengepel ke atas kepala Melanie. Membuat tubuh dan pakaian gadis itu basah dan bau. Terdengar suara tawa di belakangnya. Melanie menoleh dan melihat Andrea, Patricia dan Pauline lagi-lagi mengganggunya. Andrea sengaja menutup hidupnya. “Apa kau tidak merasa bau, Pauline? Bukankah ini bau gadis jalang.” Pauline menganggukkan kepalanya. “Benar sekali. Bau gadis jalang. Aku yakin kemarin dia tidak kuliah pasti sedang menjual diri kepada pria-pria yang mau memberinya uang.” &
Ketulusan seseorang akan terpancar dari matanya. Kebaikannya akan terlihat dari tindakannya dan kebijaksanaannya akan terdengar dari kata-katanya. * * * * * Melanie memasukkan beberapa barang milik ayahnya ke dalam tas. Hari ini Walden sudah bisa keluar dari rumah sakit. Dia menoleh dan melihat sang ayah duduk di tepi ranjang dengan senyuman lebar mengembang di wajahnya. Melanie merasa lega sang ayah merasa jauh lebih baik. Tidak hanya secara fisik tapi juga psikisnya. Pria itu tidak tertekan dengan hutang yang melilitnya. Melanie bisa bernafas lega. Dia begitu sedih melihat sang ayah begitu tertekan beberapa hari yang lalu. Bahkan sang ayah tidak berselera makan hanya karena memikirkan hutang yang diakibatkan oleh Sonja. Tapi sekarang sang ayah tampak lebih bersemangat.
Aku memang beruntung memiliki putri yang sangat menyayangiku. Dia berharga untukku. ~ Walden Schumacher ~ * * * * * Mulut Melanie terbuka tak percaya saat melihat Ralf dan ayahnya tertawa bersama. Pria itu begitu mudah memikat hati Walden. Bahkan Ralf mampu membuat sang ayah menceritakan masa kecil Melanie yang menggemaskan. “Saat Melanie kecil, dia sangat menyukai binatang. Sampai suatu hari dia melihat ada kucing kecil di depan rumah. Dia segera mengejar kucing itu tanpa memandang sekelilingnya. Bahkan dia sampai menabrak pohon karena tidak melihat ke depan.” Cerita Walden sembari tertawa mengingat kejadian itu. “Menabrak pohon?” tanya Ralf tidak percaya. Pria itu pun tersenyum menahan
Kejujuran jauh lebih baik daripada berjalan di atas kebohongan yang akan membuatnya merasa bersalah. * * * * * Keesokan paginya, matahari pagi mulai memasuki jendela kamar rawat Walden. Cahaya yang hangat itu menyentuh kulit pria paruh baya itu. Membuat kelopak matanya perlahan bergerak sebelum akhirnya terbuka. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit kamar rumah sakit. Namun sebelum Willard memikirkan apa yang terjadi hingga membuatnya terdampar di rumah sakit, rasa sakit kepala membuatnya mengerang kesakitan. “Vater!” Panggilan itu membuat Walden menoleh. Dia bisa melihat putrinya bangkit dari berbaring di atas sofa. Gadis itu menyingkirkan selimut yang diletakkan oleh Ralf. Kemudian Melanie turun dari sofa da
“Mengapa kau memilihku? Aku bukanlah wanita yang special, Mr. Krausz. Aku bahkan terlalu buruk. Dan juga aku terlalu muda untukmu. Karena itu aku penasaran mengapa kau memilihku bukan wanita lain yang jauh lebih baik?” * * * * * Ralf sedang berdiri di ujung lorong rumah sakit. Dengans atu tangan tenggelam di dalam sakunya dan satu tangan memegang ponsel yang menempel di telinganya. Pria itu tengah menelpon asistennya, Marco. “Cari orang yang menagih hutang ke rumah Walden Schumacher. Terutama orang yang telah menyakitinya. Beri pelajaran pada mereka, Marco. Ancam mereka jika berani berurusan dengan keluarga Schumacher lagi, mereka akan berurusan denganku.” Ucap Ralf dengan nada dingin. Pria itu begitu emosi karena melihat Melanie menangis sedih melihat ayahnya terluka.
Cara Tuhan tidak bisa ditebak. Terkadang Tuhan memiliki cara unik untuk membantu anak-Nya. Bahkan dengan cara tak terduga sekalipun. * * * * * “Kita berjumpa lagi, Melanie.” Melanie tidak percaya melihat pria yang ditolongnya kemarin berdiri menjulang di hadapannya. Ralf tampak begitu menawan dengan kemeja biru yang tidak mampu menyembunyikan otot di tubuhnya. Pria itu sudah menggulung lengan kemejanya hingga sikunya. Memperlihatkan kulitnya yang sewarna tembaga. Ralf juga sudah menanggalkan dasi yang melingkar di lehernya dan membuka tiga kancing teratasnya sehingga Melanie bisa melihat dada pria itu mengintip di balik kemejanya. “Ralf, apa… apa yang ka
Bukankah kau selalu mengatakan keluarga ada itu untuk saling membantu? Saat ini Vater tidak bisa mendapatkan tapi aku bisa mendapatkannya untuk membantumu, Vater. ~ Melanie Schumacher ~ * * * * * Keesokan harinya Melanie bisa melihat ayahnya terus melamun. Bahkan saat sarapan bersama, Walden sama sekali tidak fokus dengan makanannya. Dia hanya mempermainkan hidangan kentang setengah matang bernama Rösti. Walden hanya menusuk-nusuk makananya tanpa berniat memakannya. Melanie yakin ayahnya pasti sedang memikirkan bagaimana mendapatkan uang seratus ribu Franc Swiss untuk membayar hutang kakaknya. Gadis yang saat ini mengenakan terusan kotak-kotak biru
Kita tidak tahu alasan Tuhan memberikan cobaan berat pada kita.Yang perlu kita lakukan adalah tetap mensyukuri segala situasi kita.Baik ataupun buruk situasinya,Selalu ingat, Tuhan tidak akan pernah melepaskan tangan-Nya.* * * * *Rumah keluarga Schumacher bukanlah rumah yang besar. Berada di deretan rumah-rumah lainnya, rumah Melanie sama saja dengan yang lain. Hanya saja sore itu rumah Melanie sangatlah berbeda. Terlihat di halaman depan rumahnya beberapa barang dikeluarkan dan tampak hancur. Dari kursi-kursi kayu, meja dan barang lainnya. Seakan rumah Melanie baru saja dilanda badai besar yang membuat rumahnya sangat berantakan.Satu hal y