"Sayang, aku hamil!" Di dalam kamar, saat mereka hanya berdua setelah acara makan malam itu selesai, Airish menunjukkan tespek yang memperlihatkan hasil dua garis merah kepada Juna.Setelah penantian selama bertahun-tahun, akhirnya Tuhan mempercayakan mereka untuk menjadi seorang ibu dan ayah.Mata Juna membulat sempurna. Tertegun. Ia mengambil alih tespek dengan tangan gemetar. Berulang kali ia mengucap syukur kepada Tuhan atas anugerah yang dititipkan-Nya di rahim sang istri."Akhirnya setelah sekian lama menunggu, sekarang kamu hamil juga." Juna mengangkat tubuh Airish, menggendongnya dan berputar dengan gerakan hati-hati.Melihat Juna bahagia, Airish tentu ikut bahagia. Sekarang tak ada lagi perasaan yang membuat dirinya merasa menjadi istri yang tak berguna, karena tidak bisa memberikan anak untuk Juna.Juna duduk di tepi kasur, membawa Airish ke atas pangkuan. Satu tangannya melingkar di pinggang wanita cantik itu. "Sekarang kamu nggak boleh capek-capek. Pokoknya semua pekerjaan
"Kamu yakin, tadi Airish pergi bilangnya cuma mau beli susu?" Sambil menggendong Shandy, Juna memandang serius pada wajah Kinan."Yakin, Mas." Wanita itu mengangguk pasti. "Soalnya tadi Shandy nangis terus. Kata Mbak Airish, asinya nggak keluar, makanya dia pergi beli susu formula."Dengan tubuh gemetar, Juna berusaha menopang bobotnya agar tetap seimbang. "Tapi udah berjam-jam, Nan. Kenapa dia belum pulang juga?" Raut panik mendominasi wajahnya. "Tadi pas aku ke minimarket buat beli susu, aku juga nggak ketemu sama Airish. Sebenernya dia ke mana, sih?"Kinan menggigit bibir bawah. Memainkan kuku-kukunya dengan perasaan cemas. "Aku juga nggak tau, Mas. Semoga aja Mbak Airish cepat pulang," ucapnya penuh harap.Juna menghela napas panjang. Ia meminta tolong sejenak pada Kinan untuk memegang Shandy, sementara dirinya akan membuatkan susu formula.“Ssstt .... Ssstt .... Ini susunya, Sayang.” Juna menyumpal mulut Shandy dengan botol susu. Kemudian, ia menatap Kinan. "Aku mau nyari Airish
Juna terhanyut memainkan gitar seraya menyanyikan lagu ciptaannya yang tak pernah bosan-bosan ia dendangkan untuk para pengunjung kedai.Setiap kali menyanyikan lagu ini, maka akan terlintas di kepalanya sosok cantik wanita yang telah menghilang bertahun-tahun dari hidupnya. Benar-benar menghilang tanpa kabar.Entah ke mana Juna harus mencarinya. Ia sendiri tidak tahu apakah wanita itu masih hidup atau mungkin sudah meninggal. Mereka tak pernah bertemu lagi hingga Shandy sudah masuk sekolah TK di usianya yang keenam tahun.Jangan tanyakan apakah Juna sudah melapor kepada pihak berwajib atau belum. Sebab, Juna tentu saja sudah berkali-kali melakukannya. Namun, percuma saja ia melapor pada polisi, karena pihak kepolisian tidak menemukan keberadaan Airish—bahkan sampai saat ini.Juna, keluarganya, dan juga orangtua Airish sudah hampir putus asa mencari wanita itu, sehingga mereka berusaha mengikhlaskan Airish yang entah bagaimana kabarnya.Hanya saja ... jika memang Airish telah tiada, s
Juna mengelus pelan rambut Shandy yang sekarang tengah terbaring di atas kasur. Sedikit tersenyum melihat bagaimana gadis kecilnya itu memejamkan mata dengan raut tak berdosa.Sekilas ia mencium pelipis Shandy, lalu dengan hati-hati mulai melangkah ke suatu arah. Juna berdiri di depan lemari, membuka pintunya, mengambil dompet di dalam kotak lemari untuk kemudian menyimpan gantungan kunci di sana.“Hh.” Juna mengembuskan napas panjang. Kenangan yang lalu selalu berhasil melempar isi kepalanya untuk kembali mengingat wanita yang sangat dicintainya itu.***“Jun, pernah nonton sinetron ‘Cinta dalam Do'a’ nggak?”Juna melirik ke arah laki-laki yang sedang sibuk membuatkan roti bakar pesanan pelanggan. Tapi di tengah kesibukannya itu, kenapa dia masih bisa mengajak Juna bicara?“Kenapa semua orang demam sinetron?” dengkus Juna, lalu menarik gitar yang tergeletak di dekat meja ke pangkuannya. Jari-jemarinya mulai memetik senar satu per satu, mencari notasi yang pas. Tak perlu menunggu lama
“Ayahku sedang tidak ada di rumah. Ada perlu apa? Aku bisa menyampaikannya saat Ayah pulang nanti.”Airish menarik senyuman kecil. “Jadi kau adalah putrinya, ya?” ucapnya. “Ayahmu telah meninggalkan dompetnya di taksi. Tolong sampaikan hal ini padanya.” Dan sepertinya gadis manis yang ia hubungi itu cukup pintar untuk menyampaikan pesan kepada pria itu.“Baik, aku akan menyampaikannya. Tolong Tante jagain dulu dompet ayahku, ya?”“Okay,” jawab Airish. Lalu Shandy kembali membuka suara, “Terima kasih.”Panggilan berakhir.Airish kembali memasukkan kartu nama ke dalam dompet. Namun, ia menemukan sesuatu yang tak kalah mengundang rasa penasarannya.Sebuah gantungan kunci berbentuk keroppi, juga selembar foto di dalam dompet yang baru saja Airish temukan. Dan sekarang wanita itu mengeluarkan fotonya.Melihat seorang laki-laki sedang meletakkan tangan di kedua bahu gadis manis yang tengah berdiri di depannya. Mereka berdua tersenyum menatap kamera. Airish meyakini kalau kedua orang di dala
Dengan sekali gerakan, kini Juna sudah melingkarkan jemarinya di lengan wanita tersebut. Matanya yang nanar menjadi saksi bisu betapa terluka hatinya melihat sosok wanita yang sekarang tengah menatapnya ambigu. Seperti tatapan bingung, tapi juga bercampur kekesalan.Entah apa alasannya, yang pasti Juna tidak peduli. Ia merasa sesak melihat wanita yang selama ini menghilang dari kehidupannya tanpa sebab.“Seharusnya kamu memeluk Shandy,” ucap Juna dengan suara tercekat. Tenggorokannya terasa sangat sakit, seperti terhimpit batu besar.Airish yang tidak mengerti apa-apa hanya membalas ucapan Juna dengan alis mengernyit. Bingung. Ia butuh penjelasan.“CUT!” pekik sutradara yang berada beberapa meter dari mereka. “Apa-apaan ini?! Bukankah yang tidak berkepentingan dimohon untuk menonton dari jauh?” ucapnya tegas. Atau mungkin sedang marah?“Siapa laki-laki itu? kenapa dia tiba-tiba merusak semuanya?” tanya kameramen.Airish menggeleng kikuk. “Aku juga nggak tahu,” sahutnya.Juna menyelami
“Tante Kinan, kenapa jam segini Ayah belum pulang?”Kinan menatap gadis berkulit putih susu yang barusan melontarkan pertanyaan padanya. Sesaat kemudian, matanya beralih melirik jam yang digantung di dinding. Menunjukkan pukul delapan malam. Seharusnya laki-laki itu sudah berada di rumah sejak tiga jam yang lalu. Tapi hal apa yang membuatnya masih belum pulang juga sampai sekarang?“Enggak lama lagi ayahmu pasti akan pulang,” sahut Kinan seraya mengelus rambut Shandy. Sesekali anak itu menguap, kelopak matanya terlihat berat menahan kantuk. “Mendingan Shandy tidur di kamar. Tante temenin sampai Ayah pulang,” tambahnya.“Tapi Ayah gak kenapa-napa, ‘kan?”Kinan tersenyum, mencoba meyakinkan Shandy bahwa tidak ada sesuatu yang buruk pada ayahnya. “Ayah selalu baik-baik saja, karena dia mau menjaga Shandy setiap waktu,” jawabnya.Kali ini Shandy mengembuskan napas panjang. Berharap apa yang Kinan katakan memang benar. Juna baik-baik saja dan tidak akan pernah berhenti menjaganya sampai di
Jadi, kamu mau ketemu dengan pemeran di sinetron, ‘Cinta dalam Do’a’?” tanya salah satu gadis seusia Shandy.“Benar. Aku akan pergi ke lokasi syuting sepulang sekolah bersama ibuku,” jawab anak yang tadi ditanya.“Wow! Itu keren,” sambar yang lainnya. Dan anak itu—yang katanya akan datang ke lokasi syuting—tampak menyunggingkan senyuman bangga. Merasa sangat senang karena dirinya akan bertemu dengan artis-artis yang tengah naik daun.“Nela, apa aku boleh ikut ke lokasi syuting? Aku mau bertemu dengan pemeran ‘Luna’.”Beberapa gadis kecil yang sedang santai dengan percakapan mereka pun kini melirik garang ke arah Shandy. Merasa tidak senang karena Shandy menyambar percakapan mereka.“Aku enggak mau ngajak kamu. Dasar anak kampung!” Lalu mereka tertawa bersama. Menganggap itu adalah lelucon, meskipun mereka sadar bahwa Shandy bisa saja terluka karena ucapan itu.“Mendingan kamu pergi sama guru-guru aja. Bukannya kamu anak emas mereka?” ucap siswi lainnya.Itulah alasan mengapa sebagian
Hari ini Airish mendatangi rumah Alan untuk meminta tanda tangan pria itu di surat cerai. Ia tidak hanya sendirian, melainkan diantar oleh Juna. Meskipun Airish mengatakan dia bisa pergi sendiri dan menyelesaikan masalahnya dengan Alan secara empat mata, tetapi Juna bersikukuh ingin ikut.“Memangnya kamu tahu apa yang akan Alan lakukan kalau enggak ada aku? Gimana kalau nanti dia berani meluk-meluk atau nyium kamu kayak waktu itu? Kalau ada aku, nanti aku bisa ngehajar muka dia sampe bonyok. Biar kapok!” ucap Juna ketika Airish bicara bahwa dirinya tidak perlu diantar.Dan di sinilah mereka sekarang. Berdiri di depan pintu rumah Alan sambil menekan tombol bel beberapa kali. Menunggu sang empunya rumah membukakan pintu untuk mereka.CKLEK!Pintu terbuka. Menampilkan sosok Alan yang memandang sinis kedatangan Airish bersama Juna. Alan terlihat tidak suka dengan kehadiran Juna di samping Airish—yang selama ini selalu ia panggil dengan nama Reina.“Aku mau minta tanda tangan kamu. Kita re
“Sebenarnya ada apa, sih, Jun? Tumben banget kamu ngajakin kita kumpul kayak gini?” tanya Demian dengan ekspresi penasaran.Juna tersenyum simpul membalas pertanyaan ayah mertuanya tersebut. Ia menyapukan bola mata ke sekeliling, melihat bagaimana orang-orang itu tampak tidak sabar mendengar jawaban dari mulutnya.Selain Demian dan Juna di ruang makan, di sini juga sudah ada Elena, Diana, Kiran dan tentunya Shandy. Juna sengaja mengumpulkan mereka untuk memberi kejutan bahwa Airish sudah kembali, dan artis pendatang baru bernama Reina itu aslinya memang benar-benar Airish.“Aku punya satu kejutan buat kita semua,” ucap Juna dengan ekspresi misterius.“Kejutan apa, sih, Bang? Alay banget, deh. Langsung aja ke intinya napa,” cibir Aisyah, adik perempuan Juna yang telah beranjak dewasa.Juna menyuruh orang-orang itu menutup mata dan jangan mengintip. Meskipun penasraan, tapi mereka berusaha sabar. Mengikuti permintaan Juna untuk menutup mata menggunakan kedua telapak tangan.“Tunggu samp
Sebagai orang yang sudah sama-sama dewasa, Juna dan Airish memutuskan untuk membahas masalah mereka baik-baik dan dengan kepala dingin. Tidak lupa mengajak Kinan juga, karena perempuan itu juga terseret dalam masalah ini.Mereka telah berkumpul di ruang tengah. Juna, Airish dan Kinan. Sementara Shandy masuk ke kamarnya—tidak diperbolehkan oleh Juna untuk ikut campur permasalahan orang dewasa.“Karena Airish sudah terlanjur tahu, maka aku akan menyelesaikan semuanya sekarang.” Juna angkat bicara. Memandang dua wanita di sofa yang berseberangan dengannya.“Sebenarnya aku sama Kinan memang sudah lamaran, Rish,” ungkap pria itu apa adanya. “Itu jauh sebelum aku menemukan kamu kembali.”Airish mengerling, menahan sesak di dada karena kenyataan itu terlalu pahit baginya.“Tapi aku juga bilang sama Kinan, kalau aku enggak bisa meninggalkan kamu. Aku enggak bisa memilih satu di antara kalian.” Lagi, mulut Juna terbuka untuk mengatakan, “Memang aku sangat serakah dan egois, aku tahu. Tapi inil
Alan baru saja sampai di gerbang sekolah. Melihat beberapa orang yang berkerumun di depan sana, membuatnya bingung dan mengernyitkan alis. Kebanyakan dari mereka saling membawa kamera, tetapi ada juga yang membawa recorder. Ada yang memegang mic juga.Lalu seorang satpam yang sejak tadi menghalangi orang-orang itu agar tidak masuk ke gerbang sekolah, kini menatap ke arah mobil Alan dengan pandangan meminta bantuan. Alan membuka pintu mobil, keluar dari dalamnya lalu menghampiri karamaian.“Itu Pak Alan!” seru salah seorang wartawan.Lantas saja orang-orang itu berlari mendekati Alan. Mereka bercepat-cepat menyodorkan mic di depan wajah Alan. Sorotan kamera langsung mengarah padanya, bahkan ada beberapa yang mengabadikan fotonya. Mereka semua melontarkan kalimat tanya secara bersamaan, bertubi-tubi. Sangat ribut dan berisik. Alan bahkan sampai bingung harus menjawab yang mana dulu.“Pak Alan, apakah benar Anda akan segera bercerai dengan Reina?”“Kapan kalian resmi bercerai?”“Apa yang
Tapi laki-laki itu malah kembali memeluk Airish. “Aku tahu. Bukankah nggak ada salahnya kalau aku meluk kamu sebelum kita benar-benar resmi cerai?” tanyanya, yang membuat Airish memilih untuk menutup mulut. Apa yang Alan katakan memang benar. Mereka masih sah suami istri.“Shandy Basupati itu murid kamu, kan?” Airish membahas topik lain. Ia hanya malas saja jika teus-terusan membahas tentang hubungannya dengan Alan.Alan mengangguk, dan Airish bisa merasakan, karena sekarang Alan sudah meletakkan dagu di bahunya.”Dia anakmu?” tanya Alan. Meskipun sudah tahu bahwa jawabannya memang benar, namun Alan hanya ingin memastikannya saja.Lalu Airish tersenyum samar. “Iya,” sahutnya tanpa menyangkal. “Malam ini kamu tidur di kamar sebelah, ya? Aku enggak mau tidur berdua sama kamu,” tambahnya. Rasanya sangat risih jika harus tidur di samping pria yang bukan Juna.Alan menghela napas. “Baiklah.” Lebih baik ia mengalah daripada harus melihat Airish pergi.***Senyuman di bibirnya tertoreh setel
“Lalu siapa wanita yang akan kamu pilih di antara mereka?”Juna masih belum lepas memandang gitar di pangkuannya. Sesekali memetik senar dengan asal. “Dua-duanya,” sahutnya, membalas ucapan Kiki.Jawaban Juna membuat Kiki berdecih sinis. Tangannya terulur mengambil poci di atas meja, lalu menuang air putih ke dalam gelss. “Gimana bisa kamu milih dua-duanya? Lebih baik pilih salah satu dari mereka. Jangan sampai kamu nyakitin dua-duanya.” Itu hanya saran saja dari Kiki. Tapi semuanya kembali ke diri Juna sendiri.Juna mendengkus, menurunkan gitar dari pangkuan dan meletakkannya di samping meja. “Aku nggak tahu harus milih yang mana.” Kali ini ia menatap Kiki. Bingung.“Sebenarnya siapa yang kamu sayang?” tanya pria yang bekerja di kedainya tersebut, setelah meneguk setengah gelas air putih.Untuk membalas pertanyaan itu, Juna sama sekali tidak ragu untuk mengatakan, “Aku sayang sama Kinan.” Ia merasa sangat yakin atas jawabannya.“Kalau begitu, silakan ceraikan Airish. Kasihan dia kala
Alan mulai merenggangkan pelukan. Hingga akhirnya, ia benar-benar membebaskan Airish dari pelukan yang menjeratnya dengan cukup erat. Ia melangkah mundur, terlihat menjauhi kamar tersebut.Sambil mengusap air mata menggunakan punggung tangan, Alan berkata kepada Airish. “Kalau begitu, silahkan pergi! Aku nggak akan melarang kamu untuk meninggalkanku. Jika memang ini akhir dari semua yang telah kita lewati bersama, maka biarkan aku mengakhiri hidupku juga. Kamu boleh meninggalkan aku, dan aku akan meninggalkan duniaku. Karena bagiku … dunia ini sudah berakhir saat kamu memutuskan untuk nggak lagi berada di sisiku.”“Alan, apa yang mau kamu lakukan?” Airish mulai panik. Perasaannya tidak tenang ketika mendengar ucapan terakhir Alan.Alan menghentikan langkah di dekat balkon kamar. Kepalanya menunduk. Membiarkan air mata terus mengalir, lalu ia mulai menaiki balkon. Mungkin yang ada di pikirannya saat ini adalah; semuanya akan selesai setelah ia mati.“Jangan pedulikan aku lagi. Sekarang
Airish bermain-main dengan Shandy setelah mengganti pakaian yang basah kuyup akibat terguyur hujan tadi—saat ia berjalan menuju rumah ini tanpa payung ataupun mantel.Mereka menciptakan beberapa obrolan menarik untuk dibahas. Mulai dari kegiatan Shandy sehari-hari, hal apa yang disukai dan dibenci Shandy, makanan favorit Shandy, dan tak terkecuali cerita Shandy selama bersekolah.Dari cara penyampaian Shandy, Airish bisa menyimpulkan kalau buah hatinya itu memang merupakan anak yang sangat pintar.Bola mata Airish merangkak ke arah tembok tatkala Shandy memintanya untuk melihat sebuah kertas yang menempel di tembok. Anak itu berkata bahwa ia telah membuatkan puisi untuk ayahnya—yang tak lain adalah Juna. Dan ia juga mengatakan bahwa Juna menangis setelah membaca puisi buatannya.Airish merasa tidak asing lagi saat membaca puisi yang berjudul ‘Untukmu Ayah’ tersebut. Lalu sepenggal ingatan melintas di otaknya, membawanya pergi menghampiri percakapan singkat antara dirinya dengan Alan.
Airish membuka lebar kedua matanya. Sudah tidak lagi membungkam telinga. Napasnya tersengal. Ia merasa kalau pipinya dibasahi oleh cairan yang keluar dari pelupuk mata. Sambil menahan isakan, Airish memeluk lututnya dengan sekelumit perasaan yang bercampur aduk.“Juna .…” Lirihan itu terlontar dari bibir Airish. Memaksanya untuk merasakan kesesakan yang lebih dalam.Kenangan yang pernah hilang dan terlupakan kini sudah terkumpul kembali di dalam memori. Membuatnya mengingat sekumpulan masa lalu termanis selama mengenal Juna.Betapa bodohnya dia karena sudah melupakan keping-keping kenangan itu bertahun-tahun lamanya. Membuatnya terpenjara dalam sebuah kedustaan dari laki-laki yang mengaku sebagai orang terdekat di hidupnya.“Alan … kamu benar-benar jahat!” Airish memperlihatkan ekspresi benci saat membayangkan wajah Alan—sosok pria yang selama ini telah membohonginya dan menutupi kebenaran darinya.***Ketiga orang ini terlihat sedang bahagia dengan gelak tawa yang keluar dari mulutny