Share

Kesakitan

“Beni adalah kakaknya?”

“Beninya adalah kakaknya?”

“Laki-laki itu adalah juga anak dari mamanya.”

Sepanjang perjalanan Ana terus berbicara layaknya orang gila. Menyadarkan dirinya sendiri dengan kenyataan yang baru ia terima dengan kata-katanya. Terkadang ia tertawa, di sela-sela tawa ia juga menangis. Dia tidak peduli kenapa bisa Beni jadi kakaknya, dia tidak mau tahu. Dia tidak butuh seorang kakak, apalagi itu Beni.

Ana tidak peduli suara klakson atau pun orang-orang yang melihatnya dengan keadaan kacau seperti ini. Dia tidak mau tahu.

Ana berlari sekuat yang ia mampu. Berlari saja, berharap Beni tidak bisa mengejarnya. Apa Ana terlalu percaya diri mengira, jika laki-laki itu akan mengejarnya? Sudahlah, yang penting ia berlari saja, hingga rasa lelah membuatnya akhirnya berhenti juga. Perempuan itu jongkok menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangan, di tepi jalan yang kebetulan sekali tidak terdapat orang berlalu lalang. Syukurlah, tidak ak

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status