"Aku seneng deh punya kakak cowok, lebih pengertian dari pada kakak cewek," terang Tiara. Suaranya terdengar seperti suara pengeras TOA saat lewat di telinga Ana.
"Durhaka!" seru Ana sebal.
"Kak Ben, nanti anterin Tiara ngampus lagi, ya? Teman-teman pada suka sama Kakak tapi enggak percaya kalo aku punya kakak cowok secakep Kak Beni. Mau mengaku pacarnya Tiara, eh malah mereka enggak percayanya nambah-nambah. Mereka bilang Tiara gak boleh halu masak, kan sebel!"
Beni terkekeh. "Iya nanti Kakak antar.”
Ana bergidik geli dengan tingkah Tiara. “Jijik banget sih, Ra!" serunya.
"Iri? Bilang booos!"
Berbeda dengan Ana yang uring-uringan pada awalnya, adiknya malah sebahagia itu mendengar kenyataan, jika Beni adalah kakak mereka. Bahkan Tiara terang-terangan menunjukkan bahwa dia lebih menyukai Beni dari pada dirinya. Perempuan itu juga sering sekali memamerkan Beni kepada teman-temannya, memalukan sekali.
Anak itu suka mengajak Beni
Lebih dari dua puluh menit Ana menunggu Keenan di dalam lobi kantornya, dia tidak masalah karena ini bukan yang pertama kali.Satu persatu rekan kerja Ana menyapa saat melewatinya. Ada yang berjalan sendirian, bergerombol dengan teman-teman yang lain, ada juga yang terlihat dijemput, bahkan beberapa orang yang menjemput teman-temannya itu menunggu di sebelahnya untuk sekedar berbincang hal-hal random dengan dirinya. Ana tidak masalah, itu cukup mengusir rasa jenuh karena ketidakpastian.Ana memang sengaja pulang kantor lebih awal demi agar Keenan tidak sampai menunggunya. Tapi, jelas itu adalah keputusan bodoh. Ana benar-benar tidak belajar dari pengalaman. Tidak ada kamus di mana pun yang menuliskan, jika Keenan akan menunggunya atau bahkan tepat waktu saat akan menemuinya.Ana memang nekat, karena dia sungguh penasaran dengan hal apa yang akan dikatakan oleh Keenan. Mengingat kemarin laki-laki itu terlihat sangat serius saat berbicara kepada dirinya. Memikirka
Keenan terdiam, beribu-ribu kata yang seharusnya akan ia lontarkan tadi tiba-tiba melayang. Otaknya mendadak kosong. Kalau saja itu dulu, ajakan itu akan membuatnya bahagia. Tanpa berpikir akibatnya pun dia pasti menyetujuinya. Situasi mereka saat ini sungguh sudah berbeda.Sinta tertawa. “Lupain.” Perempuan itu berjalan menjauh.Begitu Keenan memejamkan kedua matanya, bayangan Ana langsung berkelebat di dalam kepalanya. Harusnya hari ini ia bersama dengan Ana, wanita itu pasti sekarang tengah menunggu dirinya.Kenapa saat dia sudah berani dan berniat mengungkapkan isi hatinya, ada saja masalah yang menahannya. Harus bagaimana dia sekarang?Mata Keenan makin erat memejam, sebelum akhirnya ia buka kembali. Laki-laki itu lalu menatap punggung Sinta yang semakin lama semakin menjauh.Dari semenjak ia berjalan membuntuti Sinta tadi, seharusnya dia sudah bisa menebak. Sedikit banyak, hal seperti ini akan terjadi kepadanya."Kalo itu p
"Lo ternyata lebih brengsek dari yang gue pikir, Keen!!" Beni benar-benar marah dia tidak peduli bahwa yang tengah ia pukuli sekarang adalah atasannya di kantor.Ini seperti kesempatan emas untuk mengeluarkan segala unek-unek yang ada di hatinya selama ini. Semacam pelampiasan segala masalah yang ada di hidup Beni.Puncak dari segala puncak adalah sebuah undangan yang sekarang ada di meja kerjanya. Bukan undangan yang bertuliskan nama Ana dan Keenan melainkan nama Sinta yang tertera di sana.Menjengkelkan sekali, kenapa masalah seperti lingkaran setan di hidupnya tidak pernah ada habisnya? Memikirkan bagaimana keadaan Ana begitu melihat undangan ini sungguh menakutkan baginya. Setelah dia menyakiti perempuan itu, sekarang ada lagi yang menambah luka sakit di hidup Ana. Dirinya pikir melihat perempuan itu akhir-akhir ini bisa membuat perasaannya lega. Ana terlihat lebih bahagia dari pada biasanya saat bersama dengan Keenan.Orang-orang berusaha memisahkann
“Lo mau nikah sama Keenan?""Sudah gue duga lo mau nanyain ini,” balas Sinta. Bahkan perempuan itu belum sepenuhnya meletakkan bokong miliknya di atas kursi yang ada di sebuah tempat makan. Walau agak sangsi juga keduanya akan makan di tempat ini, saat melihat perangai dari Beni."Keenan gak cinta sama lo," ujar Beni to the point.Sinta tertawa getir. Beni benar-benar sudah banyak berubah. Laki-laki itu dulu akan memikirkan perasaannya terlebih dahulu sebelum mengucapkan sesuatu. Sekarang bahkan sorot matanya saja sudah berbeda. Tidak ada lagi keberpihakan laki-laki itu kepadanya, tidak ada Beni yang akan membelanya seperti dulu. Sahabat sekaligus cinta pertamanya sudah jauh berjarak dengan dirinya. Dan itu karena satu wanita.“Keenan, gue gak tahu apa alasan pastinya. Yang jelas mungkin lo menjebaknya atau entahlah yang membuat bocah bodoh itu mau menikah sama lo.”Sinta menyeringai, bahkan untuk dia merasa sakit hati pun s
“Gak nyangka banget kamu ternyata adik Beni, An. Kalian mirip sih,” ujar Daren di sela-sela ia mengendarai mobilnya.Ana lebih tidak menyangka lagi, dia bahkan sampai kabur dari rumah karena mengetahui kenyataan itu. Tapi, tidak mungkin Ana mengatakan hal itu kepada Daren, jadi yang ia lakukan hanya tersenyum saja mengamini.Mirip, semua orang juga mengatakan hal yang sama. Dikatakan seperti itu, dulu Ana begitu senang, karena banyak yang bilang jika pasangan kita mirip itu berarti mereka sungguh berjodoh. Ternyata alasan keduanya mirip, sebab memang mereka bersaudara.“Kok berhenti Daren?” tanya Ana, menyadari mobil yang mereka kendarai berhenti di tepian jalan.“Makan dulu, ya?” ajak Daren dengan menunjuk sebuah tempat makan yang ternyata ada di depan mereka.Ajakan Daren mengingatkan Ana, bahwa ternyata dia memang seharian belum mengisi perutnya.Ana tidak menyangka di pinggiran kota Jakarta ada tempat
"Ana mana, Ma?" tanya Beni."Itu dia lagi kasih makan Lion,” tunjuk sang mama di tengah-tengah ia mengadon kue. Nyonya Kamila baru mendapat resep kue terbaru dari teman arisannya, karena itu ibu dari tiga manusia itu sedang dalam masa tidak mau berpisah dari dapur kesayangannya.“Kok kak Ana aja yang dicari Kak Ben?” Tiara tentu saja merasa iri.“Aku kan tahu Ra kamu ada.” Beni sudah melihat Tiara dari tadi mondar-mandir antara dapur dan ruang keluarga. Mencomot kue yang baru keluar dari oven lalu kembali lagi untuk menonton televisi, begitu saja terus. Alasannya tidak mengambil beberapa kue sekalian, karena dia harus menggelontorkan lemak dulu untuk berjalan kaki sebelum mengisi badannya dengan energi."Ada apa, Ben?" Beni terlonjak saat tiba-tiba Ana muncul dari bawah meja dengan membawa kucing gembul kesayangannya yang bernama Lion. Menoleh sekilas wanita itu berjalan menuju kandang Lion dan berjongkok untuk memberi makan
Keenan tahu ini salah, tapi dia tidak bisa menghentikannya. Hanya dengan mendapatkan luka di tubuhnya, maka akan membuat luka hatinya sedikit menjadi samar. Hanya samar, tidak benar-benar hilang walau sementara.Ini murni keputusan Keenan sendiri, dia sudah memikirkan segala konsekuensi yang akan terjadi akibat keputusan dadakannya. Salahnya, pengaruhnya tidak ia prediksi akan menjadi sehebat ini.Pengaruh Ana tidak ia sangka seluar biasa ini.Seluruh badannya seolah kebas saking banyaknya ia menerima pukulan dan tendangan yang dia tidak tahu siapa orang itu yang memukulnya. Dia hanya secara acak mencari gara-gara, agar mereka memukulinya dan alih-alih dendam, Keenan malah berterimaksih kepada orang-orang itu.Dengan tertatih ia berjalan menuju mobilnya, menarik napas sejenak sebelum ia melajukan mobilnya kembali. Laki-laki itu hanya singgah saat melihat beberapa orang bergerombol, dan untungnya ia tidak sampai mati.Berkeliling di jalanan seperti
Ana benar-benar terkejut saat membuka pintu, Keenan sudah berdiri di sana di antara pintu tersenyum kaku ke arahnya. Setelah beberapa hari ia bersusah payah menata hidupnya, laki-laki itu datang lagi memorak-porandakannya. Usaha Ana sungguh akan sia-sia, dia akan kembali lagi ke tahap awal saat baru pertama kali tahu, bahwa laki-laki itu tidak bisa lagi menjadi harapannya.Keadaan Keenan sudah tampak membaik dari terakhir kali Ana melihatnya, walau beberapa luka masih terlihat samar, belum seratus persen memudar. Akan tetapi, itu sudah cukup melegakan bagi dirinya. Laki-laki itu secara fisik sudah terlihat baik-baik saja.“Boleh masuk?” tanya Keenan.Ana tergagap, cukup aneh berhadapan dengan Keenan dalam mode serius seperti ini. Tapi bagaimana lagi, dia juga harus memerankan perannya. Dia pun mengangguk mempersilahkan dan berjalan mendahului Keenan. Agak aneh memang dengan dia yang memperlakukan laki-laki itu seperti seorang tamu yang baru berkunjun