Share

Scene 4

Author: Fiafitria
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Althea mengamati hasil jepretannya pada sebuah tugu di pusat kota Yogyakarta, ia menghela napas panjang. Hari sudah beranjak siang, ia belum menemukan objek untuk liputannya. Langit cerah namun begitu terik untuk di pandang, Althea mengambil ponsel pintarnya. Mencari situs tentang kota yang di datanginya, meski sudah beberapa kali melakukan riset secara internet ia belum menemukan sesuatu yang menarik di kota ini. Mungkin karena ia belum berkeliling sepenuhnya.

Althea terus berjalan kaki untuk menyambangi setiap tempat di Yogyakarta, mulai dari tempat terkenal seperti Malioboro sampai tempat yang terpencil sekalipun. Sore ini gadis yang rambutnya di Cepol satu itu berada di beringin kembar, banyak sekali orang datang berkunjung. Tidak padat, namun ramai.

Beringin kembar, Althea sudah membacanya. Ada mitos yang berkembang berkunjung ke tempat ini, khususnya yang paling terkenal di kalangan anak muda adalah mitos mengenai siapapun orang yang bisa melewati Pohon Beringin ini dengan mata tertutup, maka permintaannya akan terkabul. Althea tidak tahu apakah itu benar atau tidak, yang jelas mungkin dari banyaknya orang yang datang adalah pasangan. Mereka menjajal mitos tersebut.

Althea menyiapkan kameranya, setelah mengambil beberapa potret pohon besar itu. Althea berjalan mendekati pagar yang mengelilingi salah satu beringin.

"Mbaknya ini datang sendiri ya kesini? Kasihan sekali pasti jomblo, usahakan kalau datang kesini bawa pasangan Mbak." Ceteluk seseorang di samping Althea, Gadis tinggi itu menoleh lalu tersenyum canggung. Apakah Pria ini bicara padanya.

"Ini tuh tempat yang haram buat jones kayak masnya, sebaiknya masnya cepat-cepat pergi dari sini daripada jadi obat nyamuk." Althea masih tidak mengerti kenapa pria ini tiba-tiba mengajaknya bicara, bukannya Althea tidak mengerti. Ia paham dengan apa yang di bicarakan oleh si pria aneh. Tingginya hanya sampai sikut Althea saja, rambutnya sehitam tinta, kulitnya kuning Langsat, bibirnya agak tipis, dan ia selalu tersenyum pada Althea.

"So-"

"Shut up! Follow me." Tukasnya, pria itu menarik lengan Althea menjauh dari area pohon beringin kembar.

Althea membiarkan dirinya di tarik sana-sini oleh si pria, ia ingin melihat ke mana dirinya akan di bawa.

"Kau tau disini banyak sekali hal untuk dilihat, tapi kalau kau datang sendirian ke tempat khusus untuk pasangan aku jamin tidak akan mendapatkan apapun selain rasa iri." Pria itu melepaskan genggamannya pada lengan Althea, ia berjalan di samping gadis yang tingginya keterlaluan itu.

"Namaku Arjuna, aku adalah fotografer. Karena melihatmu sedang memotret ku pikir aku bisa mendapatkan rekan baru, orang asing." Jelas Arjuna sembari menunjukkan kamera mirrorless di tangannya, Althea mengerti sekarang kenapa pria ini tiba-tiba bicara padanya.

"Jadi, siapa namamu?" Arjuna berdiri di hadapan Althea, membuat langkahnya terhenti. Althea tersenyum tipis.

"Althea, senang bertemu denganmu, Tuan." Jawab Althea menarik Arjuna agar tidak menghalangi jalannya, pria itu tertawa kecil.

"Apa kau sedang liburan disini?" Arjuna mendongak untuk memperhatikan garis wajah Althea yang terlihat begitu halus, jangan lupakan ukiran wajahnya yang indah itu. Terlihat sangat cantik, Arjuna merasa seperti melihat Dewi Yunani di depan matanya.

"Tidak, aku sedang ada beberapa pekerjaan. Apakah disini ada sesuatu yang lebih menarik lagi untuk diliput?" Manik emerald menelusuri setiap titik di setiap sisi kota ini, mencari sesuatu yang bisa menarik perhatiannya.

"Wow, jurnalis asing! Keren sekali, kalau kau mau kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat adalah tempat yang sangat menarik untuk di liput. Aku sangat merekomendasikannya." Jelas Arjuna semangat, sejenak Althea berpikir.

"Apa itu semacam kekaisaran?"

"Begitulah, ada satu hal yang ingin kutanyakan padamu, Miss."

"Apa?"

"Biasanya orang asing yang datang ke Indonesia pasti mudah tertarik melihat beberapa hal aneh dan keindahan di negara ini, kenapa kau malah terlihat bingung untuk mencari bahan liputan mu? Negaraku ini banyak sekali hal indahnya, bukan hanya di kota ini." Memang benar apa yang dikatakan oleh Arjuna, banyak hal yang bisa Althea lihat di negara ini. Hanya saja, itu tidak menarik prespektif Althea untuk menjadikannya sebagai bahan liputan.

"Yang kau bilang memang benar Tuan, Indonesia memiliki berbagai hal untuk dilihat. Hanya saja aku sedikit memiliki pemikiran berbeda untuk melihat apa saja yang akan aku jadikan konsumsi publik." Jelas Althea, Arjuna mengerang kecil. Hari sudah menunjukkan tanda-tanda gelap, mereka berdua masih saja menyusuri jalanan yang semakin ramai.

"Kau benar-benar memedulikan orang-orang yang akan mengkonsumsi berita mu, ya?" Tanya Arjuna, Althea terkekeh kecil.

"Tentu saja, kami harus memberikan sesuatu yang layak untuk penonton kami. Rasanya kalau memberikan sesuatu yang tidak baik pada mereka, aku akan merasa berdosa." Jawab Althea, Arjuna mengangguk-angguk setuju.

"Benar-benar jurnalis sejati, omong-omong kau bekerja di stasiun tv lokal di negara mu? Aku bahkan belum menanyakan dari mana kau datang hahaha...." Althea meringis kecil, ia baru saja bertemu dengan seorang pria yang sangat supel dan enak di ajak bicara ini. Padahal sebelumnya ia tidak berpikir untuk mendapatkan teman bicara.

Baru saja Althea akan buka suara pria ini sudah berseru semangat, penuh energi sekali dia "Hei! Sebelum menjawab bagaimana kalau kita makan dulu, angkringan disini menyediakan makanan yang tak kalah enak dari negaramu. Ayo!"

Setelah menyebarang jalan keduanya sampai di sebuah angkringan di jalan Malioboro, mereka duduk lesehan "Apa tidak salah kau memesan begitu banyak makanan?" Tanya Althea di depan mereka sepuluh piring berisi berbagai macam makanan mulai dari nasi kucing, hingga berbagai macam gudeg tersedia.

"Tentu saja tidak, kau harus mencoba makanan ini. Di jamin tidak akan menyesal dengan rasanya." Arjuna menyodorkan sepiring gudeg dan sepiring nasi pada Althea, gadis itu segera menyantap makanannya. Rasanya sangat unik begitu sampai di lidahnya, Althea tersenyum kecil. Namun saat suapan ke tiga kalinya gadis jangkung itu malah tertawa keras, Arjuna menarik salah satu alisnya ke atas. Apa Althea sudah tidak waras?

"Ada apa?"

"Ahahaha... Rasanya sungguh menarik." Jawab Althea masih dengan sisa-sisa tawanya, Arjuna nyengir. Ia menepuk-nepuk punggung Althea semangat.

"Sudah ku bilang bukan, kau pasti ketagihan." Althea mengangguk-angguk setuju, makanan ini memang enak meski warnanya cenderung agak gelap.

Usai makan mereka berdua sudah kenyang, Arjuna kembali nyengir puas melihat ekspresi Althea yang begitu menikmati makanannya "Apa kau akan meliput makanan ini?" Tanya Arjuna, alisnya naik turun menggoda. Kepala cokelat menggeleng.

"Tidak, aku tidak akan meliput makanan."

"Oh ya, mengenai pertanyaan ku tadi." Arjuna mengingatkan Althea pada pertanyaan sebelum sampai di angkringan, Althea mengangguk.

"Aku dari New York." Jawab Althea, kedua iris hitam Arjuna melebar.

"Dari kota yang tidak pernah tidur itu?! Hebat sekali!!" Pria itu berbinar mendengar jawaban Althea, siapa yang tidak tau New York. Bocah ingusan saja tau kota besar di negara Amerika itu.

"Kau sendiri fotografer untuk apa, dan berapa umurmu?"

“aku mahasiswa di salah satu universitas kota ini, umurku baru saja 23 tahun. Aku fotografer lepas, hanya mencari selingan untuk biaya kuliah." Jelas Arjuna, Althea terkekeh kecil.

"Oh! Kebetulan sekali, aku juga berumur 23.” Ia pikir pria ini memiliki usia yang jauh di bawahnya ternyata tidak, Arjuna membelalakkan matanya begitu tau kalau Althea dan dirinya memiliki rentang usia yang sama.

"Tentu saja tidak apa-apa, lagi pula hei... Lihatlah dirimu, Althea. Kau sangat hebat di usia 23 sudah menjadi jurnalis dan mengambil liputan di luar negeri, pasti kau sudah sangat berpengalaman." Puji Arjuna, Althea terkekeh kecil.

"Aku masih harus banyak belajar lagi." Jawab Althea, ya itu memang benar. Ia masih memerlukan berbagai macam pengalaman agar bisa menjadi jurnalis yang hebat.

"Aaah~ kau sangat merendah Althea... Aku ingin melihat bagaimana liputan mu, dari stasiun tv mana kau bekerja?"

"Mau melihatnya, aku bisa menunjukkan padamu di villa tempatku tinggal?" Tanya Althea, ia sedikit enggan bercerita kalau dirinya adalah seorang jurnalis dari Sunburn. Di tawari seperti itu, Arjuna mengangguk penuh minat.

"Tapi, besok saja ya. Kalau malam-malam begini tidak baik kalau seorang pria singgah ke rumah wanita?" Usul Arjuna,.

"Dimana rumahmu? biar ku antar." Althea sudah berdiri sambil menyelempangkan tas berukuran sedang berisi kamera di bahunya, Arjuna ikut berdiri.

“Ah, tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri.” Tolak Althea.

“Berbahaya perempuan pulang sendiri, malam-malam begini.” Althea malah terkekeh.

“Terima kasih atas tawarannya, tapi sungguh aku bisa pulang sendiri.”

“Tidak-tidak, Althea aku memaksa. Jadi, aku akan mengantarmu.” Kukuh Arjuna, Hela nafas menyerah keluar dari bibir Althea.

“Baiklah, kau menang.”

🔸🔸🔸

Di balai kesenian, pukul 10 pagi. Althea sudah terlihat sangat segar, di temani Arjuna. Mereka akan melihat sebuah kesenian bernama Jathilan, seusai mengantar Althea malam itu. Arjuna merekomendasikannya pada Althea, katanya ini sangat menarik. Setelah sampai di villa, Althea membuka YouTube dan beberapa situs untuk menjelaskan apa itu Jathilan. Dan kesenian itu memang sangat menarik minat Althea. Banyak orang yang berkumpul untuk menonton kesenian ini, mulai dari wisatawan lokal hingga turis asing.

"Arjuna, bisakah kau mengambil beberapa foto untukku. Anggap saja ini permintaan klien, aku akan membayar mu untuk ini?" Tawar Althea, Arjuna mengangguk. Ia segera menyiapkan kameranya, sebelum mengerutkan keningnya.

"Bagaimana kalau gambar yang ku ambil mengecewakan?" Arjuna ragu untuk menjual hasil jepretannya pada Althea, apalagi setelah Althea menunjukkan hasil gambar liputannya yang luar biasa kerennya pada Arjun. Ia merasa kalau kemampuannya yang masih seperti upil kucing tidak pantas di sandingkan dengan kemampuan Althea yang sudah pro itu.

"Aku percaya pada kemampuanmu, jadi tolong ya." Jawab Althea menepuk bahu Arjuna menyemangati, Althea berlalu ke arah lain untuk mengambil rekaman saat kesenian berlangsung.

Di beri kepercayaan oleh Althea dengan semangat membara akhirnya Arjun berusaha untuk mendapatkan gambar paling aesthetic yang bisa ia dapatkan.

Jathilan dikenal sebagai tarian paling tua di Jawa, dikenal juga dengan nama Jaran Kepang. Tarian ini mempertontonkan kegagahan seorang prajurit di medan perang dengan menunggang kuda sambil menghunus sebuah pedang. Penari menggunakan kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu atau kulit binatang yang disebut dengan Kuda Kepang, diiringi alat musik gendang, bonang, saron, kempul, slompret dan ketipung.

Tarian ini pertunjukkan oleh penari yang menggunakan seragam prajurit dan yang lainnya menggunakan topeng dengan tokoh-tokoh yang beragam, ada Gondoruwo (setan) atau Barongan (singa). Mereka mengganggu para prajurit yang berangkat ke medan perang. Selain di Yogyakarta, Jathilan juga berkembang di wilayah lain seperti, Jawa Timur, Jawa Tengah, meski masing-masing menampilkan versi yang berbeda. Lakon yang dimainkan umumnya sama, seperti Panji, Ario Penangsang atau gambaran kehidupan prajurit pada masa kerajaan Majapahit.

Kostum lainnya berupa seragam celana sebatas lutut, kain batik bawahan, kemeja atau kaus lengan panjang, setagen, ikat pinggang bergesper, selempang bahu (srempeng), selendang pinggang (sampur) dan kain ikat kepala (udheng) dan hiasan telinga (sumping). Para penari berdandan mencolok dan mengenakan kacamata hitam.

Masyarakat lebih mengenal tarian ini sebagai sebuah tarian yang identik dengan unsur magis dan kesurupan. Pada tarian aslinya, para penari Jathilan menari secara terus-menerus sambil berputar-putar hingga salah satu dari mereka mengalami trance atau semacam kesurupan. Penari ini akan meraih apa saja yang ada di depannya, termasuk pecahan kaca, memakan rumput, mengupas kelapa dengan gigi dan adegan-adegan yang kelihatan tidak masuk akal lainnya. Penari mengunyah kaca seperti kudapan yang enak dan nikmat. Bagi sebagian penonton, adegan trance ini yang menjadi tontonan mengasyikkan. Tapi, untuk Althea sendiri ini sungguh menegangkan. Bagaimana mungkin seorang manusia normal memakan pecahan kaca, benar-benar menarik dan sepertinya memang layak untuk di jadikan warta untuk bagian editorial. Sepertinya Althea harus mentraktir Arjuna atas sarannya ini.

🔸🔸🔸

BERSAMBUNG

Related chapters

  • Subjek Zero   Scene 5

    Pagi ini setelah pesawatnya mendarat di bandara dengan sangat terburu-buru Althea pulang ke apartemennya untuk segera mengambil beberapa barang yang akan di bawanya ke tempat peliputan selanjutnya, Medan perang. Benar-benar habis liburan di suguhkan peperangan, rasanya ia ingin tertawa saja. Begitu memasuki apartemen Althea meletakkan ranselnya di atas sofa, masuk ke dalam kamar gadis itu segera melepas pakaian dan membersihkan diri di kamar mandi. Dering ponsel nyaring terdengar dari atas kasur, ia tau siapa yang menelponnya. Cepat-cepat menyelesaikan ritual mandi, Althea mengangkat teleponnya tanpa melihat siapa yang memanggilnya.“Althea, kau sudah sampai di New York?” Tanya seseorang dari seberang, tentu saja Althea mengetahui suara siapa ini. Salah satu editor di divisi pemberitaan tiga, Zack Springton.“Ya, aku sudah tiba pagi ini. Yang benar saja, mereka bahkan tidak memberikan aku sedikit waktu untuk beristirahat se

  • Subjek Zero   Scene 6

    Segerombolan pasukan khusus turun dari truk pengangkut, tentu saja dia yang membawa kamera di lehernya juga ikut turun dengan wajah datar dan tanpa minatnya. Ini adalah hari pertamanya meliput peperangan, demi seluruh bahan liputan di dunia ini dia atau mungkin lebih enak di panggil Althea ini sangat menolak jika harus di hadapkan dengan situasi chaos peperangan, rasa ingin melarikan diri dalam benak gadis yang baru saja memulai karir selama satu tahun terkahir atau mungkin lebih di dunia jurnalistik ini selalu menggelayut setiap Hela nafasnya. Berlebihan sekali, tapi itulah dirinya.Bila Althea di suruh memilih antara perang berdarah atau perang mulut, maka Althea akan lebih memilih perang mulut di debat konvensi menuju pemilihan umum. Itu lebih baik daripada mengambil gambar menyedihkan dari orang-orang yang harusnya tidak di perlihatkan, miris sekali."Sejak tadi wajahmu masam sekali, ada apa?" Tanya seorang wanita yang berjalan di samping Althea, di tanya seperti itu membuat mood A

  • Subjek Zero   Prolog

    Kemeja biru sudah sangat kotor oleh debu dan darah, manik emerald menatap sendu pada orang-orang yang terbaring tak berdaya penuh luka. Suara tangis dan teriakan kesakitan terdengar nyaring memasuki gendang telinga, ia hanya bisa melihat tanpa bisa membantu. Bukan wilayahnya untuk merawat mereka yang terluka, dari luar barak terdengar desingan peluru dan bom tak ada habisnya.“Disini sangat buruk, bukan?” Tanya seorang wanita berkacamata, satu matanya tertutupi penutup mata. Gadis tinggi dengan kamera DSLR ditangannya hanya diam tidak menjawab.“Jika kau merasa lelah, beristirahatlah sebentar.” Ucapnya, gadis itu menggeleng cepat. Satu tangannya terangkat untuk melepas ikat rambut dan memperbaikinya dengan menggelung helaian cokelat itu asal.“Saya akan tetap membantu, saya datang bukan untuk melihat saja.” Ucapnya, si wanita yang kerap kali bertingkah bodoh itu hanya terkekeh kecil.

  • Subjek Zero   Scene 1

    Menurut Wikipedia, New York adalah kota terpadat di Amerika serikat dan pusat wilayah metropolitan terpadat di dunia. Sebuah kota global terdepan, New York memberi pengaruh besar terhadap perdagangan, keuangan, media, budaya, seni, mode, riset, penelitian dan hiburan dunia. Sebagai markas besar perserikatan bangsa-bangsa, kota ini juga merupakan pusat hubungan internasional yang penting. Kota ini sering disebut New York City (disingkat NYC) atau City of New York untuk membedakannya dari negara bagian New York, tempat kota ini berada. Itu adalah informasi umum dan semua orang mengetahuinya.Untuk seorang wanita muda berusia 23 tahun kota ini tidak pernah ada matinya dan sepertinya warga kota ini tidak pernah tidur, pagi hari pukul 07.45 A.M jalanan pusat Manhattan seperti biasa selalu ramai pejalan kaki dan pengendara. Bukan hal aneh lagi, berbagai macam orang berjalan untuk pergi melakukan aktivitasnya. Mungkin ada yang baru pulang be

  • Subjek Zero   Scene 2

    Jam terbangnya masih tiga puluh menit, di dalam sebuah restoran di bandara Internasional John F. Kennedy Althea duduk dengan satu nampan penuh burger keju dan segelas cola. Itu cukup mencolok, beberapa pengunjung yang kebetulan lewat di mejanya sampai menatapnya takjub. Apa karena porsi makannya yang tak biasa? Ayolah! Burger ekstrak keju adalah makanan paling enak di dunia, semua orang harus mencobanya. Lagi pula, dirinya hanya makan enam bungkus saja. Ini sedikit, biasanya ia bisa makan lebih dari ini. Sungguh pencapaian yang sangat wah, kalau dirinya punya waktu luang ingin sekali ia mengikuti acara makan burger keju terbanyak yang sempat diadakan di Central Park beberapa bulan yang lalu. Sayangnya ia tidak memiliki waktu untuk itu, padahal event tersebut adalah sebuah kesempatan emas untuk dirinya mendapatkan burger keju gratis. Hah... Memikirkannya saja sudah membuat Althea galau.Penampilan Althea hari ini sangat simpel, hanya memakai kemeja polos biru tidak di ka

  • Subjek Zero   Scene 3

    Suara musik penuh semangat terdengar dari player sebuah ponsel, siapa pun yang mendengar pasti akan ikut berjingkrak mempraktikkan gerakan lagu energik itu. Padahal suasana di barak beberapa waktu lalu begitu serius, seorang pria berdiri memperhatikan strategi serangan di papan tulis putih. Rapat baru selesai dua puluh menit yang lalu, pria berusia kisaran 34 tahun sesekali mengangguk-anggukkan kepalanya seiring alunan ceria musik."Hahaha... Sudah ku duga itu kau, Kapten!" Seru seorang wanita berambut acak-acakan, satu matanya di tutupi penutup. Pria pemilik porsi tubuh kekar itu berbalik, menatap wanita yang baru saja memanggilnya."Apa masalahmu, kacamata?" Tanyanya datar, wanita itu nyengir lebar. Berjalan kearah meja untuk mengambil ponsel yang masih memainkan heavy rotation dari sebuah girlband asal Jepang. Baru saja akan mematikan alunan lagu, sebuah clipboard terbang mengenai kepalanya."Jika kau matikan, kau juga harus ikut mati, Sandra." Ancamnya

Latest chapter

  • Subjek Zero   Scene 6

    Segerombolan pasukan khusus turun dari truk pengangkut, tentu saja dia yang membawa kamera di lehernya juga ikut turun dengan wajah datar dan tanpa minatnya. Ini adalah hari pertamanya meliput peperangan, demi seluruh bahan liputan di dunia ini dia atau mungkin lebih enak di panggil Althea ini sangat menolak jika harus di hadapkan dengan situasi chaos peperangan, rasa ingin melarikan diri dalam benak gadis yang baru saja memulai karir selama satu tahun terkahir atau mungkin lebih di dunia jurnalistik ini selalu menggelayut setiap Hela nafasnya. Berlebihan sekali, tapi itulah dirinya.Bila Althea di suruh memilih antara perang berdarah atau perang mulut, maka Althea akan lebih memilih perang mulut di debat konvensi menuju pemilihan umum. Itu lebih baik daripada mengambil gambar menyedihkan dari orang-orang yang harusnya tidak di perlihatkan, miris sekali."Sejak tadi wajahmu masam sekali, ada apa?" Tanya seorang wanita yang berjalan di samping Althea, di tanya seperti itu membuat mood A

  • Subjek Zero   Scene 5

    Pagi ini setelah pesawatnya mendarat di bandara dengan sangat terburu-buru Althea pulang ke apartemennya untuk segera mengambil beberapa barang yang akan di bawanya ke tempat peliputan selanjutnya, Medan perang. Benar-benar habis liburan di suguhkan peperangan, rasanya ia ingin tertawa saja. Begitu memasuki apartemen Althea meletakkan ranselnya di atas sofa, masuk ke dalam kamar gadis itu segera melepas pakaian dan membersihkan diri di kamar mandi. Dering ponsel nyaring terdengar dari atas kasur, ia tau siapa yang menelponnya. Cepat-cepat menyelesaikan ritual mandi, Althea mengangkat teleponnya tanpa melihat siapa yang memanggilnya.“Althea, kau sudah sampai di New York?” Tanya seseorang dari seberang, tentu saja Althea mengetahui suara siapa ini. Salah satu editor di divisi pemberitaan tiga, Zack Springton.“Ya, aku sudah tiba pagi ini. Yang benar saja, mereka bahkan tidak memberikan aku sedikit waktu untuk beristirahat se

  • Subjek Zero   Scene 4

    Althea mengamati hasil jepretannya pada sebuah tugu di pusat kota Yogyakarta, ia menghela napas panjang. Hari sudah beranjak siang, ia belum menemukan objek untuk liputannya. Langit cerah namun begitu terik untuk di pandang, Althea mengambil ponsel pintarnya. Mencari situs tentang kota yang di datanginya, meski sudah beberapa kali melakukan riset secara internet ia belum menemukan sesuatu yang menarik di kota ini. Mungkin karena ia belum berkeliling sepenuhnya.Althea terus berjalan kaki untuk menyambangi setiap tempat di Yogyakarta, mulai dari tempat terkenal seperti Malioboro sampai tempat yang terpencil sekalipun. Sore ini gadis yang rambutnya di Cepol satu itu berada di beringin kembar, banyak sekali orang datang berkunjung. Tidak padat, namun ramai.Beringin kembar, Althea sudah membacanya. Ada mitos yang berkembang berkunjung ke tempat ini, khususnya yang paling terkenal di kalangan anak muda adalah mitos mengenai siapapun orang yang b

  • Subjek Zero   Scene 3

    Suara musik penuh semangat terdengar dari player sebuah ponsel, siapa pun yang mendengar pasti akan ikut berjingkrak mempraktikkan gerakan lagu energik itu. Padahal suasana di barak beberapa waktu lalu begitu serius, seorang pria berdiri memperhatikan strategi serangan di papan tulis putih. Rapat baru selesai dua puluh menit yang lalu, pria berusia kisaran 34 tahun sesekali mengangguk-anggukkan kepalanya seiring alunan ceria musik."Hahaha... Sudah ku duga itu kau, Kapten!" Seru seorang wanita berambut acak-acakan, satu matanya di tutupi penutup. Pria pemilik porsi tubuh kekar itu berbalik, menatap wanita yang baru saja memanggilnya."Apa masalahmu, kacamata?" Tanyanya datar, wanita itu nyengir lebar. Berjalan kearah meja untuk mengambil ponsel yang masih memainkan heavy rotation dari sebuah girlband asal Jepang. Baru saja akan mematikan alunan lagu, sebuah clipboard terbang mengenai kepalanya."Jika kau matikan, kau juga harus ikut mati, Sandra." Ancamnya

  • Subjek Zero   Scene 2

    Jam terbangnya masih tiga puluh menit, di dalam sebuah restoran di bandara Internasional John F. Kennedy Althea duduk dengan satu nampan penuh burger keju dan segelas cola. Itu cukup mencolok, beberapa pengunjung yang kebetulan lewat di mejanya sampai menatapnya takjub. Apa karena porsi makannya yang tak biasa? Ayolah! Burger ekstrak keju adalah makanan paling enak di dunia, semua orang harus mencobanya. Lagi pula, dirinya hanya makan enam bungkus saja. Ini sedikit, biasanya ia bisa makan lebih dari ini. Sungguh pencapaian yang sangat wah, kalau dirinya punya waktu luang ingin sekali ia mengikuti acara makan burger keju terbanyak yang sempat diadakan di Central Park beberapa bulan yang lalu. Sayangnya ia tidak memiliki waktu untuk itu, padahal event tersebut adalah sebuah kesempatan emas untuk dirinya mendapatkan burger keju gratis. Hah... Memikirkannya saja sudah membuat Althea galau.Penampilan Althea hari ini sangat simpel, hanya memakai kemeja polos biru tidak di ka

  • Subjek Zero   Scene 1

    Menurut Wikipedia, New York adalah kota terpadat di Amerika serikat dan pusat wilayah metropolitan terpadat di dunia. Sebuah kota global terdepan, New York memberi pengaruh besar terhadap perdagangan, keuangan, media, budaya, seni, mode, riset, penelitian dan hiburan dunia. Sebagai markas besar perserikatan bangsa-bangsa, kota ini juga merupakan pusat hubungan internasional yang penting. Kota ini sering disebut New York City (disingkat NYC) atau City of New York untuk membedakannya dari negara bagian New York, tempat kota ini berada. Itu adalah informasi umum dan semua orang mengetahuinya.Untuk seorang wanita muda berusia 23 tahun kota ini tidak pernah ada matinya dan sepertinya warga kota ini tidak pernah tidur, pagi hari pukul 07.45 A.M jalanan pusat Manhattan seperti biasa selalu ramai pejalan kaki dan pengendara. Bukan hal aneh lagi, berbagai macam orang berjalan untuk pergi melakukan aktivitasnya. Mungkin ada yang baru pulang be

  • Subjek Zero   Prolog

    Kemeja biru sudah sangat kotor oleh debu dan darah, manik emerald menatap sendu pada orang-orang yang terbaring tak berdaya penuh luka. Suara tangis dan teriakan kesakitan terdengar nyaring memasuki gendang telinga, ia hanya bisa melihat tanpa bisa membantu. Bukan wilayahnya untuk merawat mereka yang terluka, dari luar barak terdengar desingan peluru dan bom tak ada habisnya.“Disini sangat buruk, bukan?” Tanya seorang wanita berkacamata, satu matanya tertutupi penutup mata. Gadis tinggi dengan kamera DSLR ditangannya hanya diam tidak menjawab.“Jika kau merasa lelah, beristirahatlah sebentar.” Ucapnya, gadis itu menggeleng cepat. Satu tangannya terangkat untuk melepas ikat rambut dan memperbaikinya dengan menggelung helaian cokelat itu asal.“Saya akan tetap membantu, saya datang bukan untuk melihat saja.” Ucapnya, si wanita yang kerap kali bertingkah bodoh itu hanya terkekeh kecil.

DMCA.com Protection Status