Segerombolan pasukan khusus turun dari truk pengangkut, tentu saja dia yang membawa kamera di lehernya juga ikut turun dengan wajah datar dan tanpa minatnya. Ini adalah hari pertamanya meliput peperangan, demi seluruh bahan liputan di dunia ini dia atau mungkin lebih enak di panggil Althea ini sangat menolak jika harus di hadapkan dengan situasi chaos peperangan, rasa ingin melarikan diri dalam benak gadis yang baru saja memulai karir selama satu tahun terkahir atau mungkin lebih di dunia jurnalistik ini selalu menggelayut setiap Hela nafasnya. Berlebihan sekali, tapi itulah dirinya.
Bila Althea di suruh memilih antara perang berdarah atau perang mulut, maka Althea akan lebih memilih perang mulut di debat konvensi menuju pemilihan umum. Itu lebih baik daripada mengambil gambar menyedihkan dari orang-orang yang harusnya tidak di perlihatkan, miris sekali.
"Sejak tadi wajahmu masam sekali, ada apa?" Tanya seorang wanita yang berjalan di samping Althea, di tanya seperti itu membuat mood Althea semakin anjlok saja.
"Bukan hal bagus, sebaiknya kau tidak tau apa alasannya." Jawab Althea ketus, wanita itu terkekeh kecil. Lalu menyodorkan tangannya di hadapan Althea.
"Namaku Violetta Braunschweig, jurnalis dari Get Bros media." Wanita itu memperkenalkan diri dengan sangat riang, Althea tersenyum kecil saat mendengar dari stasiun televisi mana dia bekerja.
Get Bros Media, terkenal sebagai channel tv yang mengangkat hal-hal berbau menyedihkan dan mengangkat beberapa hal tabu di masyarakat. Kabarnya, stasiun televisi swasta di kota Eginhard itu sempat di kecam beberapa kali, di cekal oleh kelompok masyarakat pemerhati penyiaran nasional Jerman. Hingga tidak mendapatkan jatah jam tayang di televisi karena tidak mendapatkan izin dari pemerintah. Sampai empat atau lima tahun belakangan ini Get Bros Media kembali menyiarkan berbagai macam liputan dalam versi yang lebih aman dan layak untuk di pertontonkan banyak orang. Kurang lebih seperti itulah yang Althea tau.
"Althea Erdritter, jurnalis Sunburn Media." Violetta membolakan matanya, tampak sangat terkejut dengan apa yang baru saja di dengarnya. Iris matanya berbinar-binar menatap Althea.
"Benarkah itu?!! Kau dari Sunburn?! Hebat sekali!! Aku selalu ingin bekerja di sana... Enaknya...." Wanita yang sepertinya memiliki usia satu tahun di bawah Althea itu berkata dengan nada iri, dalam hati Althea tersenyum kecut.
'apanya yang enak? Aku selalu terkena cibiran di kantor, menyedihkan sekali.' pikir Althea.
"Kenapa diam?" Tanya Violetta, kesadaran Althea kembali ke permukaan.
"Tidak ada, aku hanya berpikir ada baiknya aku kembali dan tidur di rumahku sendiri." Jawab Althea, Violetta tertawa akan keluhan pemudi di sampingnya ini.
"Omong-omong, mereka tega sekali mengirim gadis mungil ke tempat berdarah seperti ini." Ujar Althea, gadis berambut coklat itu menepuk dadanya penuh semangat sampai terbatuk-batuk karena terlalu kencang.
"Tentu saja aku yang minta untuk di kirimkan ke tempat ini, akan jadi pencapaian terbaik kalau aku bisa mendapatkan liputan terhebat dari semua orang tua yang datang ke tempat ini hahahaha...." Althea meringis, sepertinya ada yang salah dengan kepala Violetta.
"Oi! Kalian bisakah berhenti bicara?!" Tegur seorang Kapten yang memang berdiri di depan Althea dan Violetta,keduanya tercengir-cengir karena teguran tersebut.
"Erdritter, kau ikut denganku." Kata Ervand, pemudi berambut panjang itu mengangguk.
"Aku pergi dulu, setelah selesai ayo bicara lagi." Ucap Althea, Violetta mengangguk.
"Tentu saja, kita harus membicarakan banyak hal. Apalagi kau dari media Sunburn, aku ingin mendengar hal hebat darimu. Tetap hidup yaa!!"
Althea melambaikan tangannya sambil berlari menyusul kolonel yang memiliki tinggi 170 itu, "saya akan mendapatkan tempat liputan dimana, sir?" Tanya Althea menyamai langkahnya dengan Ervand, pria yang memiliki bekas luka di wajahnya itu melirik sebentar.
"Pos utama." Jawab Ervand singkat, beberapa detik Althea sempat menegang. Sedikit terkejut karena pos utama tentu akan banyak sekali korban yang di bawa ke barak kesehatan, dan lagi dia akan langsung mendengar desingan peluru, gesekan dan ledakkan bom yang memekakkan telinga.
Melihat keterdiaman Althea, Ervand menghentikan langkahnya. Gadis itu terus berjalan tanpa tau kalau Kapten yang membimbingnya tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya.
"MAU KEMANA KAU, Erdritter?!" Teriak Ervand tegas, Althea menghentikan laju langkahnya secara mendadak. Menoleh ke belakang mendapati Ervand yang sangat jauh dari dirinya saat ini, Ervand berjalan santai ke arah Althea yang kini memalingkan wajahnya kearah lain. Mata elang Ervand melihat angin menerbangkan helaian rambut yang tak terikat oleh karet, hidung mancung, bibir tipis nan merah, tatapan yang menyiratkan keengganan terlihat jelas di sana. Jujur saja Ervand selalu terpesona jika menatap Althea seintens ini - sejak dulu sekalipun - , gadis itu memang sangat indah dan selalu menarik dirinya untuk terus memandangnya lebih lama dan lama lagi. Namun, dia tak pernah punya waktu untuk menatapnya lama. Ervand tak boleh lengah di tempat ini, salah sedikit saja nyawanya akan melayang dalam hitungan detik.
"Ada apa denganmu?" Tanya Ervand serius, mengabaikan dirinya yang terpesona pada gadis ini. Althea sedikit menunduk sebelum menatap Ervand dalam, binar di kelereng emerald itu menyiratkan kalau dirinya baik-baik saja.
"Saya baik-baik saja, sir. Tidak perlu menatap seolah beberapa saat nanti saya akan mati." Ucap Althea di selingi nada canda di dalamnya, Ervand mendengus kecil. Melangkah lebih dulu melewati Althea yang kini mengekor di belakangnya.
"Aku tidak mengharapkan kau mati di tempat seperti ini." Ervand berujar ringan, namun jika di telisik lewat pandangannya akan terlihat kalau dia serius dengan ucapannya.
"Manusia tidak bisa memilih dimana dia akan mati." Timpal Althea, Ervand terkekeh kecil.
"Siapa bilang? Di zaman sekarang, kita bisa memilih dimana kita ingin mati." Manik hitam melirik Althea yang berjalan di sampingnya, pemuda itu menghela napas seperti orang tua.
"Haaah... Kalau begitu, saya ingin mati di tempat yang banyak airnya seperti lautan. Di perairan Atlantik kurasa tidak akan buruk haha... Kalau Kapten sendiri, ingin mati di tempat seperti apa?" Terdengar sangat kurang ajar pertanyaan yang di lontarkan Althea sampai-sampai Ervand meliriknya dengan sinis, gadis tinggi itu hanya meringis-ringis sambil menyentuh tengkuknya kikuk.
"Sepertinya pembicaraan kita terlalu buruk untuk di bahas lagi, hehe...." Dengusan kasar keluar dari bibir tipis Ervand.
"Itu tidak lucu," Ervand membawa langkahnya mendahului Althea yang menatap dirinya dengan alis bertaut erat.
"TAPI SUNGGUH, KAPTEN! SAYA INGIN TAU, DI TEMPAT SEPERTI APA ANDA INGIN MATI?!" Teriak Althea, lambaian tangan Ervand menjadi tanda kalau pria itu tak ingin menjawabnya sedikitpun. Althea mengerang kecil lalu berlari menyusul Ervand yang mulai jauh di depannya.
°°°
BERSAMBUNG
Hallo, setelah cukup lama menghilang aku kembali datang dan mencoba untuk melanjutkan karya yang telah terbengkalai. Semoga ada yang singgah dan membacanya
Kemeja biru sudah sangat kotor oleh debu dan darah, manik emerald menatap sendu pada orang-orang yang terbaring tak berdaya penuh luka. Suara tangis dan teriakan kesakitan terdengar nyaring memasuki gendang telinga, ia hanya bisa melihat tanpa bisa membantu. Bukan wilayahnya untuk merawat mereka yang terluka, dari luar barak terdengar desingan peluru dan bom tak ada habisnya.“Disini sangat buruk, bukan?” Tanya seorang wanita berkacamata, satu matanya tertutupi penutup mata. Gadis tinggi dengan kamera DSLR ditangannya hanya diam tidak menjawab.“Jika kau merasa lelah, beristirahatlah sebentar.” Ucapnya, gadis itu menggeleng cepat. Satu tangannya terangkat untuk melepas ikat rambut dan memperbaikinya dengan menggelung helaian cokelat itu asal.“Saya akan tetap membantu, saya datang bukan untuk melihat saja.” Ucapnya, si wanita yang kerap kali bertingkah bodoh itu hanya terkekeh kecil.
Menurut Wikipedia, New York adalah kota terpadat di Amerika serikat dan pusat wilayah metropolitan terpadat di dunia. Sebuah kota global terdepan, New York memberi pengaruh besar terhadap perdagangan, keuangan, media, budaya, seni, mode, riset, penelitian dan hiburan dunia. Sebagai markas besar perserikatan bangsa-bangsa, kota ini juga merupakan pusat hubungan internasional yang penting. Kota ini sering disebut New York City (disingkat NYC) atau City of New York untuk membedakannya dari negara bagian New York, tempat kota ini berada. Itu adalah informasi umum dan semua orang mengetahuinya.Untuk seorang wanita muda berusia 23 tahun kota ini tidak pernah ada matinya dan sepertinya warga kota ini tidak pernah tidur, pagi hari pukul 07.45 A.M jalanan pusat Manhattan seperti biasa selalu ramai pejalan kaki dan pengendara. Bukan hal aneh lagi, berbagai macam orang berjalan untuk pergi melakukan aktivitasnya. Mungkin ada yang baru pulang be
Jam terbangnya masih tiga puluh menit, di dalam sebuah restoran di bandara Internasional John F. Kennedy Althea duduk dengan satu nampan penuh burger keju dan segelas cola. Itu cukup mencolok, beberapa pengunjung yang kebetulan lewat di mejanya sampai menatapnya takjub. Apa karena porsi makannya yang tak biasa? Ayolah! Burger ekstrak keju adalah makanan paling enak di dunia, semua orang harus mencobanya. Lagi pula, dirinya hanya makan enam bungkus saja. Ini sedikit, biasanya ia bisa makan lebih dari ini. Sungguh pencapaian yang sangat wah, kalau dirinya punya waktu luang ingin sekali ia mengikuti acara makan burger keju terbanyak yang sempat diadakan di Central Park beberapa bulan yang lalu. Sayangnya ia tidak memiliki waktu untuk itu, padahal event tersebut adalah sebuah kesempatan emas untuk dirinya mendapatkan burger keju gratis. Hah... Memikirkannya saja sudah membuat Althea galau.Penampilan Althea hari ini sangat simpel, hanya memakai kemeja polos biru tidak di ka
Suara musik penuh semangat terdengar dari player sebuah ponsel, siapa pun yang mendengar pasti akan ikut berjingkrak mempraktikkan gerakan lagu energik itu. Padahal suasana di barak beberapa waktu lalu begitu serius, seorang pria berdiri memperhatikan strategi serangan di papan tulis putih. Rapat baru selesai dua puluh menit yang lalu, pria berusia kisaran 34 tahun sesekali mengangguk-anggukkan kepalanya seiring alunan ceria musik."Hahaha... Sudah ku duga itu kau, Kapten!" Seru seorang wanita berambut acak-acakan, satu matanya di tutupi penutup. Pria pemilik porsi tubuh kekar itu berbalik, menatap wanita yang baru saja memanggilnya."Apa masalahmu, kacamata?" Tanyanya datar, wanita itu nyengir lebar. Berjalan kearah meja untuk mengambil ponsel yang masih memainkan heavy rotation dari sebuah girlband asal Jepang. Baru saja akan mematikan alunan lagu, sebuah clipboard terbang mengenai kepalanya."Jika kau matikan, kau juga harus ikut mati, Sandra." Ancamnya
Althea mengamati hasil jepretannya pada sebuah tugu di pusat kota Yogyakarta, ia menghela napas panjang. Hari sudah beranjak siang, ia belum menemukan objek untuk liputannya. Langit cerah namun begitu terik untuk di pandang, Althea mengambil ponsel pintarnya. Mencari situs tentang kota yang di datanginya, meski sudah beberapa kali melakukan riset secara internet ia belum menemukan sesuatu yang menarik di kota ini. Mungkin karena ia belum berkeliling sepenuhnya.Althea terus berjalan kaki untuk menyambangi setiap tempat di Yogyakarta, mulai dari tempat terkenal seperti Malioboro sampai tempat yang terpencil sekalipun. Sore ini gadis yang rambutnya di Cepol satu itu berada di beringin kembar, banyak sekali orang datang berkunjung. Tidak padat, namun ramai.Beringin kembar, Althea sudah membacanya. Ada mitos yang berkembang berkunjung ke tempat ini, khususnya yang paling terkenal di kalangan anak muda adalah mitos mengenai siapapun orang yang b
Pagi ini setelah pesawatnya mendarat di bandara dengan sangat terburu-buru Althea pulang ke apartemennya untuk segera mengambil beberapa barang yang akan di bawanya ke tempat peliputan selanjutnya, Medan perang. Benar-benar habis liburan di suguhkan peperangan, rasanya ia ingin tertawa saja. Begitu memasuki apartemen Althea meletakkan ranselnya di atas sofa, masuk ke dalam kamar gadis itu segera melepas pakaian dan membersihkan diri di kamar mandi. Dering ponsel nyaring terdengar dari atas kasur, ia tau siapa yang menelponnya. Cepat-cepat menyelesaikan ritual mandi, Althea mengangkat teleponnya tanpa melihat siapa yang memanggilnya.“Althea, kau sudah sampai di New York?” Tanya seseorang dari seberang, tentu saja Althea mengetahui suara siapa ini. Salah satu editor di divisi pemberitaan tiga, Zack Springton.“Ya, aku sudah tiba pagi ini. Yang benar saja, mereka bahkan tidak memberikan aku sedikit waktu untuk beristirahat se
Segerombolan pasukan khusus turun dari truk pengangkut, tentu saja dia yang membawa kamera di lehernya juga ikut turun dengan wajah datar dan tanpa minatnya. Ini adalah hari pertamanya meliput peperangan, demi seluruh bahan liputan di dunia ini dia atau mungkin lebih enak di panggil Althea ini sangat menolak jika harus di hadapkan dengan situasi chaos peperangan, rasa ingin melarikan diri dalam benak gadis yang baru saja memulai karir selama satu tahun terkahir atau mungkin lebih di dunia jurnalistik ini selalu menggelayut setiap Hela nafasnya. Berlebihan sekali, tapi itulah dirinya.Bila Althea di suruh memilih antara perang berdarah atau perang mulut, maka Althea akan lebih memilih perang mulut di debat konvensi menuju pemilihan umum. Itu lebih baik daripada mengambil gambar menyedihkan dari orang-orang yang harusnya tidak di perlihatkan, miris sekali."Sejak tadi wajahmu masam sekali, ada apa?" Tanya seorang wanita yang berjalan di samping Althea, di tanya seperti itu membuat mood A
Pagi ini setelah pesawatnya mendarat di bandara dengan sangat terburu-buru Althea pulang ke apartemennya untuk segera mengambil beberapa barang yang akan di bawanya ke tempat peliputan selanjutnya, Medan perang. Benar-benar habis liburan di suguhkan peperangan, rasanya ia ingin tertawa saja. Begitu memasuki apartemen Althea meletakkan ranselnya di atas sofa, masuk ke dalam kamar gadis itu segera melepas pakaian dan membersihkan diri di kamar mandi. Dering ponsel nyaring terdengar dari atas kasur, ia tau siapa yang menelponnya. Cepat-cepat menyelesaikan ritual mandi, Althea mengangkat teleponnya tanpa melihat siapa yang memanggilnya.“Althea, kau sudah sampai di New York?” Tanya seseorang dari seberang, tentu saja Althea mengetahui suara siapa ini. Salah satu editor di divisi pemberitaan tiga, Zack Springton.“Ya, aku sudah tiba pagi ini. Yang benar saja, mereka bahkan tidak memberikan aku sedikit waktu untuk beristirahat se
Althea mengamati hasil jepretannya pada sebuah tugu di pusat kota Yogyakarta, ia menghela napas panjang. Hari sudah beranjak siang, ia belum menemukan objek untuk liputannya. Langit cerah namun begitu terik untuk di pandang, Althea mengambil ponsel pintarnya. Mencari situs tentang kota yang di datanginya, meski sudah beberapa kali melakukan riset secara internet ia belum menemukan sesuatu yang menarik di kota ini. Mungkin karena ia belum berkeliling sepenuhnya.Althea terus berjalan kaki untuk menyambangi setiap tempat di Yogyakarta, mulai dari tempat terkenal seperti Malioboro sampai tempat yang terpencil sekalipun. Sore ini gadis yang rambutnya di Cepol satu itu berada di beringin kembar, banyak sekali orang datang berkunjung. Tidak padat, namun ramai.Beringin kembar, Althea sudah membacanya. Ada mitos yang berkembang berkunjung ke tempat ini, khususnya yang paling terkenal di kalangan anak muda adalah mitos mengenai siapapun orang yang b
Suara musik penuh semangat terdengar dari player sebuah ponsel, siapa pun yang mendengar pasti akan ikut berjingkrak mempraktikkan gerakan lagu energik itu. Padahal suasana di barak beberapa waktu lalu begitu serius, seorang pria berdiri memperhatikan strategi serangan di papan tulis putih. Rapat baru selesai dua puluh menit yang lalu, pria berusia kisaran 34 tahun sesekali mengangguk-anggukkan kepalanya seiring alunan ceria musik."Hahaha... Sudah ku duga itu kau, Kapten!" Seru seorang wanita berambut acak-acakan, satu matanya di tutupi penutup. Pria pemilik porsi tubuh kekar itu berbalik, menatap wanita yang baru saja memanggilnya."Apa masalahmu, kacamata?" Tanyanya datar, wanita itu nyengir lebar. Berjalan kearah meja untuk mengambil ponsel yang masih memainkan heavy rotation dari sebuah girlband asal Jepang. Baru saja akan mematikan alunan lagu, sebuah clipboard terbang mengenai kepalanya."Jika kau matikan, kau juga harus ikut mati, Sandra." Ancamnya
Jam terbangnya masih tiga puluh menit, di dalam sebuah restoran di bandara Internasional John F. Kennedy Althea duduk dengan satu nampan penuh burger keju dan segelas cola. Itu cukup mencolok, beberapa pengunjung yang kebetulan lewat di mejanya sampai menatapnya takjub. Apa karena porsi makannya yang tak biasa? Ayolah! Burger ekstrak keju adalah makanan paling enak di dunia, semua orang harus mencobanya. Lagi pula, dirinya hanya makan enam bungkus saja. Ini sedikit, biasanya ia bisa makan lebih dari ini. Sungguh pencapaian yang sangat wah, kalau dirinya punya waktu luang ingin sekali ia mengikuti acara makan burger keju terbanyak yang sempat diadakan di Central Park beberapa bulan yang lalu. Sayangnya ia tidak memiliki waktu untuk itu, padahal event tersebut adalah sebuah kesempatan emas untuk dirinya mendapatkan burger keju gratis. Hah... Memikirkannya saja sudah membuat Althea galau.Penampilan Althea hari ini sangat simpel, hanya memakai kemeja polos biru tidak di ka
Menurut Wikipedia, New York adalah kota terpadat di Amerika serikat dan pusat wilayah metropolitan terpadat di dunia. Sebuah kota global terdepan, New York memberi pengaruh besar terhadap perdagangan, keuangan, media, budaya, seni, mode, riset, penelitian dan hiburan dunia. Sebagai markas besar perserikatan bangsa-bangsa, kota ini juga merupakan pusat hubungan internasional yang penting. Kota ini sering disebut New York City (disingkat NYC) atau City of New York untuk membedakannya dari negara bagian New York, tempat kota ini berada. Itu adalah informasi umum dan semua orang mengetahuinya.Untuk seorang wanita muda berusia 23 tahun kota ini tidak pernah ada matinya dan sepertinya warga kota ini tidak pernah tidur, pagi hari pukul 07.45 A.M jalanan pusat Manhattan seperti biasa selalu ramai pejalan kaki dan pengendara. Bukan hal aneh lagi, berbagai macam orang berjalan untuk pergi melakukan aktivitasnya. Mungkin ada yang baru pulang be
Kemeja biru sudah sangat kotor oleh debu dan darah, manik emerald menatap sendu pada orang-orang yang terbaring tak berdaya penuh luka. Suara tangis dan teriakan kesakitan terdengar nyaring memasuki gendang telinga, ia hanya bisa melihat tanpa bisa membantu. Bukan wilayahnya untuk merawat mereka yang terluka, dari luar barak terdengar desingan peluru dan bom tak ada habisnya.“Disini sangat buruk, bukan?” Tanya seorang wanita berkacamata, satu matanya tertutupi penutup mata. Gadis tinggi dengan kamera DSLR ditangannya hanya diam tidak menjawab.“Jika kau merasa lelah, beristirahatlah sebentar.” Ucapnya, gadis itu menggeleng cepat. Satu tangannya terangkat untuk melepas ikat rambut dan memperbaikinya dengan menggelung helaian cokelat itu asal.“Saya akan tetap membantu, saya datang bukan untuk melihat saja.” Ucapnya, si wanita yang kerap kali bertingkah bodoh itu hanya terkekeh kecil.