Share

7 Klarifikasi

Author: Miss_Pupu
last update Last Updated: 2023-03-23 10:27:19

Mas Fery tampak membulatkan kedua bola matanya. Ia terkejut mendengar ucapanku. Aku tak bisa menunda-nunda lagi pertanyaan ini. Pertanyaan yang sedari kemarin menghujam pikiranku.

"Bicara apa kamu, Mia! Suami kamu ini baru saja pulang kerja. Tidak bisakah kamu menyodorkan pertanyaan yang enak didengar? Ini malah menuduhku yang tidak-tidak." Mas Fery mengelak lagi. Aku bisa melihat wajahnya yang sedikit gugup. Sebelah alisnya tampak naik. Aku yakin di dalam dadanya ada kecemasan.

"Aku tidak menuduh, Mas. Aku juga tidak mau berpikir yang buruk tentang kamu. Aku hanya ingin klarifikasi saja dari kamu." Aku segera mengambil ponsel pintarku yang berada di atas nakas. Kuusap layar ponsel lalu menekan galeri photo yang ada di dalamnya.

Aku menyodorkan layar ponselku pada Mas Fery. Layar ponsel yang menunjukan gambar mobil Mas Fery yang dibidik Siska kemarin di depan hotel.

Bola mata Mas Fery kian terbelalak. Pasti dia merasa terkejut karena tak akan bisa lagi mengelak dengan bukti gambar sedan hitamnya di depan hotel.

"Lancang sekali kamu, Mia! Kamu membuntuti langkahku?" Mas Fery bertanya dengan emosi kepadaku. Harusnya dia merasa bersalah, namun kini Mas Fery telah berubah. Tak ada lagi sikap lemah lembut yang biasanya ia tampilkan di hadapanku.

Ponsel pintarku segera aku masukan ke dalam kantong celana. Aku amankan. Kemudian aku menjawab pertanyaan suamiku dengan tenang, "Aku tidak membuntuti kamu, Mas. Hanya saja, semesta menuntunku ke arah mobil kamu berjalan."

"Duduk, Mas," pintaku. Mas Fery masih diam dengan napas emosi yang terlihat memburu. Sepertinya dia masih mencerna kata-kata untuk membuat alasan kepadaku.

"Aku ingin bicara baik-baik, Mas. Aku hanya ingin bertanya saja. Duduklah," pintaku sekali lagi saat Mas Fery masih saja bergeming.

Tanpa bisa mengelak lagi, Mas Fery duduk di sofa ruang tamu bersamaan denganku. Hari ini, aku merasa suamiku tak lagi seperti biasanya. Tatapannya terlihat banyak sekali menyimpan kebohongan, namun entahlah kebohongan apa yang tengah dilakukannya itu.

"Harus kamu tahu, Mia. Aku membawa Rani ke hotel karena kasihan. Dia luntang-lantung sendirian di tengah jalan. Kamu pikir aku hanyalah Ayah sambung yang tak perduli pada anak tirinya? Tidak, Mia. Aku sudah menganggap Rani bagaikan anak sendiri. Aku menyewakannya kamar hotel agar dia bisa istirahat dan menenangkan dirinya. Aku juga sudah memberikan saran yang baik agar dia lekas pulang ke rumah ini."

Tiba-tiba Mas Fery menjelaskan pertanyaanku tadi padahal aku belum melanjutkan pembicaraan. Tapi baguslah, Mas Fery mungkin paham. Nada suaranya kini lebih terdengar ramah, tak seperti tadi.

"Kenapa harus ke hotel? Rani masih punya Dodi sebagai papahnya." Aku menyanggah penjelasan Mas Fery. Pemandangan kemarin masih saja membuat otakku berpikir yang buruk pada suamiku. Berjalan bergandengan dengan Rani tentu saja membuat perasaanku panas saat melihatnya.

"Sudah aku tawarkan, Mia. Tapi Rani menolak. Dia tertekan dengan sikap kamu yang terlalu keras terhadapnya. Aki hanya mengantarkan Rani check in saja, setelah itu aku pergi." Mas Fery melanjutkan alasannya.

"Kamu pikir aku ngapain? Rani itu anakku. Hal yang wajar bukan kalau aku juga memperhatikannya," sambungnya lagi.

Aku bergeming. Sejenak aku memikirkan perkataan Mas Fery yang ada benarnya, walau pun di dalam dada tetap saja ada yang terluka seperti tak menerima sanggahan suamiku.

"Aku hanya ingin menjadi Ayah yang baik, Mia. Walau pun Rani hanya anak tiri, aku telah menyayanginya. Aku akan selalu melindunginya sebagai mana aku menyayangi kamu sebagai istriku." Mas Fery menegaskan kembali pembelaannya.

Aku menundukam wajah, sungguh merasa ada yang berat di dalam dada ini. Lalu, aku teringat dengan pertanyaan selanjutnya yang masih tersimpan di benakku.

"Oke, maafkan aku jika pertanyaanku tadi membuat Mas Fery tak nyaman. Tapi, aku masih memiliki pertanyaan selanjutnya," ucapku pada suamiku yang masih duduk dengan menghela napas lega setelah mendengar ucapanku.

"Apa lagi? Aku lelah, Mia. Aku ingin istirahat," pintanya dengan memelas. Tapi, aku tak perduli.

Aku beranjak dari tempat duduk kemudian berjalan masuk ke dalam kamar guna mengambil benda yang tak pernah dia pakai saat berhubungan badan denganku.

"Ini milik siapa, Mas?" Aku meletakan kondom di atas meja, yang telah aku temukan di dalam koper Mas Fery.

Bola mata Mas Fery lagi-lagi terbelalak. Aku lihat ia menepuk keningnya. Wajahnya terkejut sepertinya benda itu cukup mengagetkan.

"Dari mana ini, Mia?" Mas Fery malah berbalik tanya.

"Dari dalam koper kamu, Mas," jawabku segera. Aku berdiri di depan Mas Fery seraya menyilangkan ke dua tangan di depan dada. Alat sensitiv itu membuat aliran darah ini terasa panas.

"Ini milik temanku, Mia. Dia hanya menumpang saja di dalam koperku. Nanti akan aku kembalikan padanya," elak Mas Fery, lagi.

"Milik temanmu, siapa? Apa dia tak memiliki tempat untuk menyimpan benda sekecil itu sampai-sampai harus ikut menaruhnya di dalam kopermu? Benda itu masih bisa masuk ke dalam kantung celana, sehingga tak etis jika harus menumpang di koper orang." Aku berbicara sedikit emosi. Sungguh benda itu sangat menjijikan saat harus kubayangkan jika pemakainya adalah suamiku sendiri.

"Maafkan aku, Mia. Aku tidak bohong. Aku bersumpah kalau itu adalah milik temanku. Kalau kamu tidak percaya, aku bisa menelephone dia sekarang juga." Mas Fery beralasan lagi.

"Telephone sekarang lalu speacker. Aku ingin mendengarkan langsung sekarang juga," pintaku menantang Mas Fery. Aku tak mau menunggu lama. Masalah ini harus segera selesai agar tidak terjadi kesalah pahaman yang berlarut-larut.

"Oke!" Mas Fery mengiyakan tantanganku. Ia tampak merogoh saku jas hitam, mengambil ponsel pintar miliknya. Aku melihat dia menelephone seseorang bernama Jefri lalu mengeraskan suaranya agar aku bisa mendengar saat itu juga.

"Hallo, Fer!" Suara bariton menyapa di ujung sambungan telephone Mas Fery dengan santainya dan aku mendengar dengan jelas.

"Hallo, Jef. Sorry jika mengganggu. Ini istriku marah-marah saat menemukan kondom milikmu di dalam koperku. Bisakah kau segera mengambilnya agar kami tak salah paham." Mas Fery berbicara dengan lancarnya.

Namun, suara lelaki yang Mas Fery panggil Jefri itu agar gugup.

"Ko-kondom! Maksudnya?" Dia malah bertanya.

"Iya, Jef. Please jangan kaku begitu. Ini kondom yang kamu titipkan di dalam koperku tak sengaja ditemukan Mia dan dia jadi salah paham. Mia ada di dekatku dan menunggu penjelasan dari kamu sekarang," jelas Mas Fery lagi.

"Oh! So-sorry. Aku ingat. Iya besok aku akan ambil benda itu ya. Sorry jika membuat kalian salah paham," jawab Jefri dengan suara masih sedikit gugup.

"Oke besok ambil ya. Jangan sampai Mia marah dan salah paham lagi," tekan Mas Fery.

"Oke!"

Mas Fery segera mengakhiri sambungan telephone dengan teman kantornya itu. Ia kembali melayangkan tatapan sinis terhadapku merasa menang.

"Kamu sudah dengar kan jawaban Jefri tadi. Apa masih terus saja mencurigai suamimu ini?" Mas Fery tampak kesal.

Aku menurunkan tatapan lalu meminta maaf, "Maafkan aku. Aku hanya butuh kejelasan saja."

"Sekarang sudah jelas kan. Aku cape, aku mau istirahat." Mas Fery kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda. Dia masuk ke dalam kamar lalu menutup pintunya. Sepertinya dia kecewa padaku.

Tapi, mengapa isi dada ini masih saja terasa panas. Aku seolah tak yakin dengan penjelasan yang sudah Mas Fery ungkapkan. Ada apa dengan diriku ini?

Aku duduk sendirian di sofa ruang tamu menutup wajah ini dengan kedua telapak tangan.

"Ya Tuhan, semoga saja semuanya memang baik-bain saja," bisikku sendirian.

Comments (20)
goodnovel comment avatar
Ummul Mustamin
ini ceritax mengkloning hanya nama n tempat di bedakan boringg anjirrr
goodnovel comment avatar
Ummul Mustamin
ibu dongoooi
goodnovel comment avatar
Yons Crew
bulol banget sih s mia
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   8 Melanjutkan Penyelidikan

    Keesokan harinya saat mentari mulai menyapa pagi, aku sudah sibuk membuat sarapan di dapur. Sementara dengan pekerjaan rumah sudah ada Mba Parni membantu.Ada rasa yang mengganjal di dalam dada karena Rani masih juga tak bisa dihubungi. Memang sedikit lega karena Mas Fery sudah menyewakannya hotel. Namun, suasana pagi jadi terasa berkurang setelah pertengkaranku dengan anak gadisku.Dia anakku satu-satunya, tapi entah kenapa kini telah berubah jadi pembangkang. Apa benar kata Mas Fery kalau aku terlalu keras dalam mendidiknya? Tapi, itu semua aku lakukan semata-mata untuk kebaikan Rani agar disiplin dan bertanggung jawab.Tak lama, Mas Fery keluar dari kamar dan duduk di kursi makan. Isi meja yang sudah siap dengan sajian sarapan dan Mas Fery menyantapnya tanpa basa-basi. Mungkin suamiku itu masih saja marah padaku."Kamu masih marah sama aku?" Aku bertanya pelan. Setidaknya, kalau Mas Fery sedang acuh maka aku yang perlu bicara duluan. Aku tak pernah ragu untuk meminta maaf jika sala

    Last Updated : 2023-03-24
  • Suara Desahan di Kamar Anakku   9 Bagaikan Disayat Sembilu

    "Bye! Nanti ketemu lagi ya."Suara Mas Fery terdengar mengakhiri percakapannya dengan seseorang, namun aku sama sekali tak mendengar suara lawan bicaranya.Siska kemudian melihat titik lokasi Mas Fery yang saat ini berada di sekolahan Rani, kemudian berlalu pergi."Mau kemana lagi, Mas Fery?" Aku bertanya-tanya sendiri dengan perasaan yang menggebu di dalam dada."Sudahlah, Mia. Kita selesaikan misi kita sekarang. Kita ikuti kemana mobil suamimu hari ini." Siska kembali fokus dengan setir mobilnya.Sementara aku, hanya bisa mengangguk pasrah. Apa mungkin aku telah mendapat penghianatan yang kedua kalinya dari seorang lelaki?Pasang manik ini kembali berkaca-kaca. Aku berusaha membendung semua kepedihan ini. Masih berharap semoga apa yang aku dengar tadi tak seperti yang aku bayangkan.Aku menyeka tetesan bulir bening yang berhasil jatuh. Tangan ini bahkan terasa bergetar saat menyentuh wajah. Mengapa aku merasa akan melewati masalah yang cukup besar. Ditambah lagi dengan Rani yang sam

    Last Updated : 2023-03-24
  • Suara Desahan di Kamar Anakku   10 Pura-Pura Tidak Tahu

    Sayangnya tak ada percakapan apa-apa lagi yang aku dengar dalam alat penyadap itu. Mobil Mas Fery hanya mengantarkan Rani ke depan Mall kemudian ia pergi lagi sendirian.Penyelidikan aku dan Siska hari ini memang tidak gagal, hanya saja aku masih penasaran dengan wanita idaman lain yang Mas Fery miliki saat ini. Aku masih belum punya bukti untuk menegur suamiku. Bukan tidak mungkin, Mas Fery akan kembali mengelak lalu marah saat aku menuduh tanpa bukti.Dengan segera, Siska mengantarkan aku pulang ke rumah karena khawatir Mas Fery akan pulang duluan. Aku tidak mau suamiku curiga saat aku bersama Siska.Namun, yang dikhawatirkan ternyata terjadi. Mas Fery tiba di rumah saat Siska baru saja hendak mengeluarkan mobilnya dari pekarangan rumah.Beruntung aku sudah menaruh tas selempang yang aku bawa ke dalam kamar sehingga Mas Fery tak melihat kalau aku pun baru saja tiba.Siska tampak melebarkan senyuman pada Mas Fery dan suamiku membalasnya. Tanpa menyapa Siska lekas pergi melajukan ken

    Last Updated : 2023-03-25
  • Suara Desahan di Kamar Anakku   11 Ada apa ini?

    Aku merasa ada yang tidak beres. Ingin rasanya menelephone Siska detik ini juga untuk bertanya perihal kedatangan Mas Fery ke rumahnya.Aku menghentikan layar gps, kemudian menekan kontak bernama Siska pada layar ponselku.Benda pipih itu telah menempel di telingaku. Nomor yang aku tuju masih mengeluarkan bunyi aktiv. Akan tetapi, panggilanku tidak dijawab oleh teman dekatku itu.Aku hanya khawatir kalau Mas Fery akan bertanya mengenai kedatangan Siska tadi sore di rumahku. Jangan sampai Siska mengatakan yang sebenarnya. Tapi aku yakin sahabat baikku itu mampu mengunci mulut.Lagi, aku mengecek gps dan hasilnya masih sama. Mobil Mas Fery masih saja tertahan di ruman Siska."Sedang apa sih Mas Fery di sana?" Aku bertanya-tanya sendirian dengan perasaan resah campur aduk. Ditambah lagi Siska tak mau menjawab sambungan telephone dariku.Tak mau berlama-lama dalam keresahan. Aku lebih baik mengumpulkan berkas-berkas penting seperti surat rumah dan perhiasan milikku yang ada di dalam lema

    Last Updated : 2023-03-25
  • Suara Desahan di Kamar Anakku   12 Bertengkar

    Rani terkejut lagi dan lagi. Hari ini mungkin anak gadisku itu tak mampu lagi membuat alasan. Ia tampak gugup dengan suara napas yang memburu di dadanya.Aku menatap anakku dengan nanar. Sementara dia malah menunduk dan tak mampu membalas tatapanku saat ini."Katakan, Rani! Pria mana yang berhasil merusak masa depanmu? Pria mana yang berani kamu masukan ke dalam kamarmu? Katakan!" Bibirku bahkan terasa bergetar saat mengeluarkan pertanyaan itu kepada Rani. Ai mata kesedihan yang berusaha aku bendung nyatanya menetes begitu saja namun segera aku usap dengan jemari."Mengapa kamu tega menghancurkan masa depan hanya demi nafsu sesaat, Rani! Kamu tega melukai perasaan Mamah yang sudah belasan tahun membesarkanmu," sambungku dengan lirih. Sementara Rani masih diam. Aku yakin sedang mencari alasan lagi untuk mengelak. "Mamah hanya ingin tahu, siapa pria itu, Rani?" tegasku dengan bertanya lagi. Aku tak memalingkan tatapanku ke arah mana pun, hanya kepada Rani penuh selidik."Aku tidak tahu

    Last Updated : 2023-03-26
  • Suara Desahan di Kamar Anakku   13 Kok Aneh Ya

    Aku kini sendirian terduduk lesu di sofa ruang tengah. Aku merasa tak berdaya. Mas Fery telah berubah. Apalagi aku tak punya alasan untuk bertahan setelah mengetahui penghianatan suamiku.Aku merenung sendirian. Memijat pelipis yang terasa berat. Ingin rasanya teriak namun tak memiliki daya.Kemudian aku berjalan keluar rumah untuk sekedar menenangkan diri. Aku duduk di kursi kayu yang ada di taman dekat rumah dengan wajah sendu.Tiba-tiba ponselku berdering. Saat aku merogoh saku celana dan melihat pada layar ponsel, sang penelephone ternyata Siska gegas aku menjawabnya."Hallo, Sis!" sapaku saat benda pipih itu telah menempel ditelinga."Mia, apa kabar denganmu? Mengapa suara kamu terdengar lesu?" Siska segera mencerca pertanyaan setelah mendengar suaraku."Aku bertengkar lagi dengan, Rani," jawabku lesu."Anakmu sudah pulang?" Siska bertanya lagi."Sudah. Aku rasanya lelah, Sis. Aku dihadapkan dengan dua masalah sekaligus. Masalah antara Rani dan Mas Fery. Kedua masalah itu masih b

    Last Updated : 2023-03-26
  • Suara Desahan di Kamar Anakku   14 POV Siska

    Setelah mengakhiri sambungan telephone bersama Mia, Siska kini tampak melamun. Ada yang mengganjal di dalam dadanya. Ia merasa bersalah pada sahabatnya."Maafkan aku, Mia. Bukannya aku tak mau jujur sama kamu. Aku hanya tidak mau terjadi ke salah pahaman antara kita." Siska nampak bergumam sendirian di ruang kamarnya.Malam kemarin saat Siska tengah merebahkan tubuhnya sendirian di kamar, tiba-tiba ia mendengar suara bell berbunyi di depan pintu. Ia bergegas keluar untuk memastikan tamunya hari ini.Betapa Siska terkejut begitu pintu dibuka. Fery berdiri di depannya seraya mengukir senyum.Kala itu Siska merasa aneh dengan kedatangan Fery yang mengejutkan. Ia lekas bertanya untuk sekedar basa-basi,"Ada apa ya, Fery?" Siska bertanya. Ia masih berdiri di depan pintu yang telah ia buka, pun dengan Fery."Apa tidak dipersilahkan masuk dulu tamu kamu, Sis?" Fery malah berbalik tanya. Lagi-lagi ia mengukir senyum membuat Siska muak melihatnya."Tidak, Fery. Saya tidak biasa membawa masuk t

    Last Updated : 2023-03-27
  • Suara Desahan di Kamar Anakku   15 Tertangkap Basah

    Hari berlalu bergitu saja, sampai saat ini aku masih saja belum menemukan jawaban atas teka-teki yang terjadi pada selingkuhan Mas Fery, mau pun mengenai alat kontrasepsi di kamar Rani.Banyak sekali yang berubah setelah pertengkaran bersama Rani. Mulai deri sikap Mas Fery yang semakin acuh tak acuh kepadaku, juga sikap Rani yang sinis tak mau bertegur sapa denganku.Padahal Rani adalah anakku, tapi mengapa dia seolah tak merasakan kontak batin saat isi dada ini terasa sakit karena sikapnya. Mengapa Rani tak merasa bersalah dengan sikapnya yang tak pantas terhadap seorang Ibu.Aku memang telah gagal mendidik anakku, aku bukan Ibu yang baik.Kini aku hanya melihat keakraban yang justru tercipta antara Rani dan Ayah tirinya. Ya, Rani kini semakin dekat saja dengan Mas Fery. Bukan terlihat seperti Ayah tiri, melainkan seperti seorang kekasih yang tengah dimabuk asmara.Aku paham kalau Mas Fery memang amat menyayangi Rani layaknya anak kandung sendiri, namun pemandangan pagi ini terasa me

    Last Updated : 2023-03-27

Latest chapter

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   334 Happy Ending

    Siang ini 40 hari sudah setelah kelahiran Yusra dan Yumna. Kediaman Yusuf nampak dipenuhi bunga serba putih. Semua dekorasi serba putih. Ini bukan sedang berpesta, melainkam sedang ada acara aqiqah si kembar Yusra dan Yumna.Dua bayi kembar yang lucu yang memakai pakaian muslim ala-ala bayi, sudah dibawa pengasuhnya masing-masing ke tengah-tengah pengajian. Sebagai rasa syukur yang luar biasa pada Tuhan, Yusuf dan Mia menggelar acara pengajian sekaligus aqiqahan untuk bayi kembarnya. Bukan hanya itu, Yusuf dan Mia juga mengadakan santunan anak yatim yang diundang dari salah satu panti asuhan yatim piatu di kota Jakarta. Yusuf berharap, anak-anak yang kurang beruntung itu bisa merasakan kebahagiaan yang kini tengah dia rasakan.Kediaman Zubair dipenuhi banyak jamaah pengajian dan anak yatim piatu yang hadir. Mereka membacakaan dzikir dan puji-pujian. Menggunting rambut si kembar Yusra dan Yumna secara bergantian.Seperti ada cahaya yang terpancar pada bayi kembar Yusra dan Yumna kali i

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   333 Hijrah

    Benar saja dengan apa yang sudah ditebak sebelumnya. Kediaman Zubair nampak ramai oleh suara tangisan bayi yang silih berganti. Sudah menjadi kebiasaan bayi yang pusarnya belum copot memang agak rewel. Akan tetapi Mia nampak piawai menghandle. Mungkin karena bukan yang pertama kalinya, jadi Mia sudah paham.Bayi kembar yang mungil nampak anteng apabila dalam gendongan Mia. Mungkin karena bayi kembar itu merasakan kenyamanan saat berada di dekat orang tuanya."Kenapa kalian tidak bisa menghandle? Bukankah kalian sudah pengalaman sebagai baby sitter! Dimana keahlian kalian?!" Suara Yusuf terdengar mengeras di kamar anaknya. Dia bicara pada dua pengasuh anaknya."Sstt! Mas, jangan begitu dong." Mia meluruskan jari telunjuknya di depan bibir.Rupanya Yusuf tengah memarahi dua baby sitter anaknya yang tampak tak bisa menghandle tugas. Dua anak kembar Mia dan Yusuf hanya bisa anteng dan tak menangis saat berada dalam dekapan mamanya."Habisnya mereka salah, Sayang. Kamu kan belum benar-bena

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   332 Bayi Kembar Datang

    Banyak sekali yang harus dipelajari Mia setelah operasi. Mulai dari belajar tidur miring kiri miring kanan, belajar bangun sendiri kemudian sampai berjalan.Yusuf mendukung Mia yang belajar dengan antusias. Saat ini bahkan Mia sudah berada di ruangan rawat inap. Banyak sekali perjuangan yang telah dia lakukan untuk anak kembarnya.Mia juga mulai memberikan asi pertamanya untuk kedua anak kembar, meski pun belum ada asi putih yang keluar. Anak kembar itu juga akan dibantu susu formula karena asi Mia belum keluar dan mungkin tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dua anak kembar."Sayang, anak kita cantik dan tampan ya. Mirip sekali dengan wajah mamanya. Mamanya cantik sih, jadi anaknya juga cantik dan tampan," kata Yusuf tanpa bisa berhenti menatap wajah anak kembarnya. Rasa syukur pada Tuhan pun ia ungkapkan berkali-kali atas rasa bahagia yang sangat luar biasa."Papanya juga tampan, Mas. Makanya saya jatuh cinta," balas Mia pada suaminya. Dia kini sudah bisa berbicara."Masa sih?" Y

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   331 Melahirkan

    Saat ini Mia masih berada di ruang rawat inap. Operasi akan dilakukan besok siang pukul sepuluh pagi. Mia tengah beristirahat membaringkan tubuhnya di atas bed pasien."Sayang, perutnya masih sakit?" Yusuf mengusap kening istrinya. Ia duduk di kursi yang ada di dekat ranjang. Dalam benaknya berkecamuk rasa. Khawatir cemas bercampur jadi satu. Apalagi saat melihat wajah Mia yang terlihat layu."Tak terlalu sakit, Mas. Semoga besok pagi operasinya lancar ya." Suara Mia terdengar lemas. Yusuf mengecup kembali kening Mia. "Sayang, tentu saja saya do'akan semoga operasinya lancar. Kamu dan bayi kita selamat. Kamu harus semangat dan kuat, karena ini adalah impian kita berdua," ia menyemangati."Iya, Mas. Saya akan berjuang. Saya akan semangat," balas Mia.Sejujurnya Yusuf tidak tega melihat Mia yang tiba-tiba meringgis kesakitan. Namun, jadwal caesar memang sudah ditentukan dan surat perjanjian sudah ditanda tangani. Ia tak tega melihat istrinya kesakitan. Andai tak malu dengan diri sendir

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   330 Tiba-tiba Sakit Perut

    Yusuf dan Mia telah sampai di depan rumah sakit. Mereka langsung duduk di kursi tunggu karena nomor antrian telah diambilkan oleh anak buahnya.Yusuf mengusap perut Mia. Walau di depan banyak orang, Yusuf tak mau perduli. Rasa sayangnya pada Mia menutup matanya dari orang-orang yang ada di sekelilingnya."Nyonya Mia Lestari!"Saat namanya dipanggil, Mia dan Yusuf langsung berdiri. Dia segera masuk ke ruang Dokter kandungan.Setelah ditanya-tanya sebentar, Dokter langsung menyuruh Mia berbaring di atas bed pasien. Perut buncitnya dioleskan cairan dan alat USG langsung ditempelkan pada perut Mia.Bola mata Yusuf seketika berkaca-kaca melihat calon anaknya pada layar monitor."Selamat ya, Pak. Tuhan memberikan bayi kembar. Sepertinya jenis kelaminnya sepasang ni," kata Dokter sambil terus menempelkan alat USG di perut Mia. Sementara layar monitir menampilkan hasilnya."Apa! Kembar, Dok?" Yusuf terbelalak. Pun dengan Mia yang terkejut."Serius, Dok?" Timpal Mia. Mulutnya sedikit terbuka k

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   329 Pulang

    Pagi hari di cappadocia.Sinar matahari telah masuk menerobos jendela kamar. Keduanya masih asik dalam mimpi indah usai bergelut dalam permainan panas semalam.Mata Mia menyipit saat mulai membuka kelopak matanya. Ia sadar dari mimpi indah semalaman tadi. Ia terkejut saat sadar telah bangun keiangan."Ya ampun! Kesiangan!" Mia bangkit dari tempat tidur. Dia bahkan masih memakai lingerie berwarna silver sisa semalam. Ia menuju kamar mandi dan akan segera membersihkan tubuhnya.Perut mulusnya mulai terlihat membuncit. Mia keluar dari kamar mandi dengan rambut yang terlihat basah. Sepertinya harus segera dikeringkan. Melihat ke atas ranjang, Yusuf tampak masih terlelap dalam tidurnya. Cuaca dingin membuat suami Mia tampak nyaman di balik selimut tebal yang menutupi tubuhnya yang hanya memakai bokser saja."Sayang, jam berapa?" Suara serak pria yang masih terbaring di atas ranjang, tampak membuka sedikit kelopak matanya. Terlihat kelelahan."Sudah siang, Mas. Cepetan mandi. Katanya mau ng

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   328 Cappadocia

    Satu bulan kemudian."Mas, koper punya saya mana?" Mia mencari koper miliknya. Mereka kini dalam perjalanan menuju bandara. Perut Mia kali ini sudah terlihat menonjol ke depan. Semakin nampak kalau dia tengah hamil.Sejak satu minggu yang lalu semua telah dipersiapkan. Mulai dari tiket, paspor dan perlengkapan yang lainnya. Yusuf juga telah konsultasi ke Dokter kandungan Mia. Beruntung janin yang ada dalam perut Mia dalam keadaan sehat dan bisa diajak jalan-jalan ke luar negri."Sepertinya sudah dimasukan Ijah ke dalam bagasi," jawab Yusuf menerka saja. Padahal dia tak terlalu yakin. Ia mengusap kening mengiyakan saja dari pada salah. Maklum semenjak hamil, Mia jadi sering baperan dan Yusuf paham akan hal itu."Baguslah, Mas. Soalnya saya tak melihatnya tadi. Mungkin karena Ijah telah merapihkannya." Mia bergelayut manja di dada bidang milik suaminya. Sementara supir yang mengemudikan mobil tetap fokus ke jalan raya.Bersamaan dengan itu ponsel Mia nampak berdering ada panggilan masuk

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   327 Naik Daun

    Hampir satu jam Yusuf mengantri di cafe martabak itu. Dia memijat pelipis karena baru kali ini dia rasakan rasanya menunggu sungguh membosankan."Mas, apa masih lama?" Akhirnya memberanikan diri bertanya karena sudah merasa kesal."Sebentar lagi kok, Pak. Hanya tinggal satu orang lagi," jawab pelayan cafe dengan ramahnya."Oke baik." Yusuf memutuskan untuk menunggu lagi. Semua itu semata-mata demi sang istri tercinta yang tengah mengandung buah hatinya.Dengan tambahan waktu lima belas menit akhirnya dua dus martabak pesanan Mia telah selesai dibuat dan kini sudah berada dalam genggaman. Yusuf segera kembali ke rumah. Dia sudah tidak sabar ingin melihat senyuman istrinya malam ini. Apalagi imbalannya yang akan menengok dede bayi dalam kandungan, tentu saja semakin membuat dia semangat.Perjalanan malam ini sangat cepat karena suasana jalanan yang sepi Yusuf tiba di rumah lebih cepat. Ia segera masuk ke kamar menenteng dus martabak pesanan istrinya."Sayang, ini pesanan kamu." Yusuf me

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   326 Hamil

    Sampai satu hari berganti, keadaan Mia masih saja tetap sama. Tubuhnya lemas ia tak berdaya. Mual muntah. Setiap kali ada makanan yang masuk maka kembali ia muntahkan.Yusuf yang siaga, segera membawa istrinya ke Dokter. Ia tak akan membiarkan Mia kesakitan.Yusuf kini tengah memunggu di depan ruang pemeriksaan. Salah satu perawat memanggilnya atas perintah Dokter. Dia segera menghadap dan duduk di kursi yang berseberangan dengan Dokter."Selamat, Pak!" Dokter wanita berlesung pipit itu menyodorkan tangannya ke hadapan Yusuf. Yusuf mengernyitkan dahi saat Dokter yang telah memeriksa istrinya itu malah mengajak berjabat tangan."Selamat untuk apa, Dok?" Yusuf kemudian bertanya karena tak paham."Selamat karena Bu Mia positif hamil. Sebentar lagi Pak Yusuf akan jadi seorang Ayah," jelas wanita berjas putih itu.Tentu saja Yusuf menyeringai senang mendengar berita yang baru saja di dengarnya."Apa!" Yusuf langsung beranjak menghampiri Mia yang duduk di atas ranjang rumah sakit usai dipe

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status