Setelah mengakhiri sambungan telephone bersama Mia, Siska kini tampak melamun. Ada yang mengganjal di dalam dadanya. Ia merasa bersalah pada sahabatnya."Maafkan aku, Mia. Bukannya aku tak mau jujur sama kamu. Aku hanya tidak mau terjadi ke salah pahaman antara kita." Siska nampak bergumam sendirian di ruang kamarnya.Malam kemarin saat Siska tengah merebahkan tubuhnya sendirian di kamar, tiba-tiba ia mendengar suara bell berbunyi di depan pintu. Ia bergegas keluar untuk memastikan tamunya hari ini.Betapa Siska terkejut begitu pintu dibuka. Fery berdiri di depannya seraya mengukir senyum.Kala itu Siska merasa aneh dengan kedatangan Fery yang mengejutkan. Ia lekas bertanya untuk sekedar basa-basi,"Ada apa ya, Fery?" Siska bertanya. Ia masih berdiri di depan pintu yang telah ia buka, pun dengan Fery."Apa tidak dipersilahkan masuk dulu tamu kamu, Sis?" Fery malah berbalik tanya. Lagi-lagi ia mengukir senyum membuat Siska muak melihatnya."Tidak, Fery. Saya tidak biasa membawa masuk t
Hari berlalu bergitu saja, sampai saat ini aku masih saja belum menemukan jawaban atas teka-teki yang terjadi pada selingkuhan Mas Fery, mau pun mengenai alat kontrasepsi di kamar Rani.Banyak sekali yang berubah setelah pertengkaran bersama Rani. Mulai deri sikap Mas Fery yang semakin acuh tak acuh kepadaku, juga sikap Rani yang sinis tak mau bertegur sapa denganku.Padahal Rani adalah anakku, tapi mengapa dia seolah tak merasakan kontak batin saat isi dada ini terasa sakit karena sikapnya. Mengapa Rani tak merasa bersalah dengan sikapnya yang tak pantas terhadap seorang Ibu.Aku memang telah gagal mendidik anakku, aku bukan Ibu yang baik.Kini aku hanya melihat keakraban yang justru tercipta antara Rani dan Ayah tirinya. Ya, Rani kini semakin dekat saja dengan Mas Fery. Bukan terlihat seperti Ayah tiri, melainkan seperti seorang kekasih yang tengah dimabuk asmara.Aku paham kalau Mas Fery memang amat menyayangi Rani layaknya anak kandung sendiri, namun pemandangan pagi ini terasa me
Saling suap-suapan makanan adalah pemandangan yang bukan pertama dilihat Mia, karena di rumah pun mereka memperlihatkan itu. Akan tetapi, Mia dan Siska menyaksikan sendiri tatkala Fery suaminya memegang tangan Rani dan mengelus pipinya dengan perhatian.Tak mau berlama-lama menerka dalam keterkejutan, Mia yang kini telah berada sangat dekat dengan anak dan suaminya dengan segera menegur."Apa-apaan kalian!"Suara Mia tampak membuat Fery dan Rani terkesiap saat mendengarnya. Mereka berdua menoleh ke arah Mia yang berdiri di sampingnya sambil memasang wajah kaget."Mia! Sedang apa kamu di sini?" Fery segera beranjak dari tempat duduk, ia berdiri. Wajahnya tegang.Sementara Rani, tampak menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan guna menyembunyikan ketegangan yang tengah dirasakan, 'Aduh! Bagaimana ini? Mengapa bisa ada Mamah di sini?' batinnya resah tanpa ada rasa bersalah.Mia menatap nanar suaminya kemudian kepada Rani, lalu berbalik lagi pada suaminya. Di sampingnya bahkan berdiri
"Siapa?" Aku bertanya lagi dengan segera saat Mas Fery masih menggantungkan jawabannya.Mas Fery kemudian meluruskan jari telunjuknya ke arah Siska kemudian menjawab, "Siska. Dialah selingkuhanku selama ini."Dengan yakinnya Mas Fery menyebut nama Siska sebagai wanita idaman lainnya saat ini. Aku segera menutup mulut ini yang terkejut menganga. Aku menggelengkan kepala tak bisa menerima."Heh, Fery. Hati-hati kamu kalau bicara!" bantah Siska segera. Dia seperti tak terima saat Mas Fery menyebut namanya."Sudahlah, Siska. Mia berhak tahu kalau kita saling mencintai. Tidak ada yang salah dengan cinta kita karena ini karunia Tuhan." Mas Fery berbicara sangat yakin. Kali aku melihat tatapannya pada Siska yang mengandung arti sebuah perasaan yang mendalam."Tutup mulut kamu, Fery!" Lagi-lagi Siska membantah dengan tegas.Siska kemudian memegang tangan ini yang terasa bergetar. Aku tak bisa menimpali lagi perdebatan mereka."Mia, jangan percaya dengan fitnah yang Fery ucapkan." Siska berusa
"Brengsek kamu, Fery!" Siska tampak marah pada Fery yang mengukir senyum penuh misteri."Bukankah saya hanya bicara jujur pada Mia, Siska. Saya memang mencintai kamu kok." Dengan entengnya Fery membela diri tanpa merasa bersalah dengan apa yang sudah dilakukannya, memfitnah Siska."Tutup mulut kotormu!" sergah Siska seraya mengerutkan bibirnya menahan emosi. Andai saja bukan di tempat umum, mungkin sudah ditamparnya wajah Fery yang menjijikan di matanya."Ayolah, Siska. Semua akan baik-baik saja jika kamu membalas cintaku," rayu Fery sambil berusaha lebih mendekat ke arah Siska.Namun, di waktu yang bersamaan pula Siska segera mendorong tubuh tinggi nan kekar itu agar menjauh darinya."Saya tidak sudi!" bentak Siska segera."Kamu galak juga ya, tapi saya semakin suka saat melihat kamu marah dan galak seperti ini." Lagi-lagi Fery masih dengan usahanya merayu Siska yang tengah dibakar emosi."Kamu benar-benar sudah gila, Fery. Bicara denganmu hanya akan membuang-buang waktu saya. Ingat b
Setelah mematung dalam beberapa detik aku kemudian melanjutkan langkah menuju taksi online yang telah terparkir di depan rumah kemudian masuk dan duduk di kursi belakang."Sesuai titik ya, Mas," perintahku.Mas Fery kini semakin acuh. Ia tak lagi punya inisiatif untuk mengantarkanku. Pikiran dan isi hatinya telah dibalut oleh cinta pada selingkuhannya. Lalu, siapa selingkuhan Mas Fery? Aku merasa tak yakin kalau Siska orangnya.Semalaman aku mencerna setiap detik mengenai pengakuan Mas Fery. Memang ada yang janggal antara Mas Fery dan Siska, namun entah mengapa hati ini terus saja menolaknya. Aku merasa Siska adalah sahabat yang tak mungkin berkhianat. Lalu, aku pun memutuskan untuk memberikan waktu kepada Siska untuk membela dirinya.Semalam juga, aku tak melihat Mas Fery tidur di kamar. Mungkin bisa saja dia tidur di sofa karena kami berdua tengah berselisih. Lagi pula, aku merasa Mas Fery sudah tak menginginkan diri ini. Dia bahkan sudah hampir dua bulan tak memberikan nafkah batin
Aku masih berpacu dalam tangisan sendu. Bukan Mas Fery yang aku tangisi saat ini, melainkan kegagalan yang kembali terjadi dalam rumah tanggaku. Aku mengusap dada ini, sementara air mata seakan tak mau berhenti mengalir."Apa aku adalah wanita yang banyak kekurangan? Dua lelaki telah berpaling dan mencari kesenangan dengan wanita lain. Dua lelaki telah mengkhianatiku tanpa perasaan." Aku berkata dengan suara isak tangis yang mengiringi.Mendengar ucapan sendu yang keluar dari mulut ini, gegas Siska memeluk guna menguatkan."Tidak seperti itu, Mia. Hanya saja kamu bertemu dengan lelaki yang salah untuk yang kedua kalinya," balas Siska membantah perkataanku.Pelukan sahabatku dilonggarkan. Gegas aku mengusap air mata yang membanjiri pipi. Mengatur napas yang berhembus tak beraturan."Aku akan meminta cerai," ucapku dengan yakin saat suasana hati sedikit tenang."Tapi, aku bingung harus pulang kemana. Rumah saudaraku belum tentu menerima raga ini," sambungku lesu."Rumahku cukup luas unt
"Ahh... aah... mch.."Suara Rani yang menjijikan bagaikan bom atom yang seketika menghancurkan hidupku. Tubuh yang masih terasa bergetar ini perlahan berjalan mundur dengan pelan. Aku tidak mau kalau sampai Rani dan Mas Fery menyadari keberadaanku.Tubuh telanjang Rani yang bergoyang di atas paha Mas Fery jelas terlihat oleh kedua bola mata ini. Anak gadisku nampak lihai memainkan hubungan intim. Mengapa anak gadisku setega ini terhadapku?Aku kemudian memutuskan untuk keluar lagi dari rumah. Mengunci kembali pintunya agar kehadiranku tak tercium oleh siapa pun.Aku segera memesan taksi online dan memutuskan akan kembali ke rumah Siska. Aku tak akan kuat berhadapan dengan mereka saat ini. Tubuh lemas ini seakan tak memiliki kekuatan.Di sepanjang perjalanan di dalam mobil, pasang manik ini tak mau berhenti mengeluarkan cairan beningnya. Driver taksi online itu bahkan terlihat iba saat aku terus saja berpacu dalam tangisan sendu sore ini.Aku tak pernah menyangka sama sekali kalau sore