Pov Raya"Eeeee ngelunjak, sini hadapi aku!" Arita sudah menyingsing lengan bajunya ke atas. Ia sudah bersiap untuk menghajar Nania begitu juga dengan Nania yang tidak mau kalah hingga akhirnya mereka dikejutkan oleh sebuah suara yang membuat mereka berhenti. Begitupun dengan Raya yang menghentikan kunyahan permen karet di mulutnya dan menoleh ke arah suara tersebut."Berhenti dan diam kalian semua!"****Kami bertiga secara serempak langsung menoleh ke arah sumber suara. Ternyata Kevin lah sosok yang muncul.Ah ... sial sekali, padahal lagi asyik-asyiknya menonton pertunjukkan seru, eh malah diberhentikan. Benar-benar datang di waktu yang tidak tepat.Terlihat Kevin melangkah ke arah kami."Tante, apa ada sesuatu yang penting hingga membuat Tante dan juga Mbak Raya datang ke sini?" ucap Kevin setelah berjalan dan menghentikan langkahnya di sebelah Mama dan juga Ibu."Tentu ada dong! Kalau tidak ada urusan penting, ogah banget menginjakkan kaki di rumah ini!" ketus Mama sembari berkac
Pov Kevin**Kepalaku terasa berdenyut nyeri saat aku melihat Ibu dan juga Tante Nania sedang bertengkar. Dan kesal sekali rasanya saat melihat Mbak Raya yang membiarkan mereka bertengkar. Aku berteriak dengan penuh rasa geram, meminta pada mereka agar menghentikan pertengkaran mereka. Ternyata Tante Nania datang ke sini untuk mengambil motor N-yamuk yang dulu Tante Nania belikan untuk Mbak Raya. Dan lagi-lagi Ibu membuat ulah. Ibu berusaha menahan motor itu agar tak jatuh ke tangan pemiliknya. Rasanya aku semakin jengah melihat tingkah Ibu yang semakin menjadi. Rasanya aku sudah benar-benar lelah dan malu pada Tante Nania. Aku pun memerintahkan Tante Nania dan Mbak Raya untuk segera mengambil motornya. "Dasar anak sialan! Lepaskan tanganku!"Aku pun melepaskan cekalan tanganku setelah motor yang dikendarai oleh Mbak Raya itu keluar dari halaman. Sempat Ibu berteriak histeris motor yang sempat menjadi kebanggaannya itu. "Sudahlah, Bu. Motor itu memang milik mereka," ucapku. C
Pov Author**Di sepanjang perjalan, Kevin terus menguatkan hati kalau langkahnya saat ini sudah tepat. Sebenarnya tak tega rasanya meninggalkan keluarga di saat dalam kondisi yang begitu terpuruk. Akan tetapi, kali ini Kevin sudah merasa benar-benar dibuat jengah. Kata balas budi yang dilontarkan oleh Sang ibu menjadi makanan sehari-hari, hingga membuat lelaki itu hidup dalam penuh penekanan. "Maafkan aku, Bu, bukan aku bermaksud melupakan jasamu padaku. Tapi aku sungguh sudah tak sanggup kalau terus-terusan ditekan seperti ini. Aku juga punya hati, Bu, aku juga ingin disayang dan dicinta layaknya mas David," batin Kevin. Lelaki itu pun mengusap wajahnya dengan kasar kala bayangan Ibu yang dalam kondisi menyedihkan terus melintas di pelupuk matanya. Kevin menyandarkan tubuhnya di sandaran jok mobil, hingga lambat laun kedua netra itu tertutup. Lelah jiwa dan raga Kevin karena masalah yang sedang menerpa keluarga tercinta. Sedangkan di tempat lain, Arita terus mengumpat. Sumpah s
Arita yang semakin dibuat kesal itu berjalan menuju ke arah almari, membukanya lalu meraih kotak perhiasan yang akan ia jual. Sebenarnya berat sekali untuk Arita menjual semua perhiasan miliknya. Akan tetapi, keadaan memaksanya untuk melakukan hal demikian. Semua demi kebebasan anak lelaki dan juga akan tergantikan dengan harta gono-gini yang akan ia dapatkan. Begitulah tekat dari seorang perempuan yang bergelar ibu. Arita mengeluarkan satu per satu perhiasan, berikut dengan surat-suratnya. Ia memasukkan benda berharga itu ke dalam salah satu kotak yang berbahan beludru berwarna merah. Setelah masuk semuanya, dimasukkannya ke dalam tas miliknya. Arita menggantungkan tas itu di lengan kanannya lalu berjalan menuju ke luar rumah untuk menghentikan taksi.Mobil berwarna biru itu melesat membelah jalan raya, berjalan menuju ke arah salah satu toko emas yang tadi sempat disebutkan Arita kepada Sang sopir. Arita menghembuskan napas berat lalu membuka pintu mobil setelah membayar tagihan
"Siap, Pa!" jawab Raya dan Nania lagi bebarengan. Bahkan kedua jempol milik sepasang ibu dan anak itu sama-sama terangkat dan mengarah ke arah Guntur. Raya dan Nania pun saling menatap, lalu pecahlah akhirnya tawa mereka.Setelah kepergian Guntur, Nania dan juga Raya bergegas menuju ke komplek di mana Arita tinggal. Setelah sebelumnya Arita menghubungi jasa alat berat untuk eksekusi nanti. Tentu saja mereka tidak mau gegabah karena takut nantinya akan jadi bumerang bagi mereka. "Ma, apa yakin kita mau melakukan ini?" tanya Raya pada Nania sebelum mobil yang mereka tumpangi beranjak. "Sangat yakin," ucap Nania mantap. "Kalau si nini-nini peot itu ngelaporin kita gimana secara dia yang punya surat tanahnya?" tanya Raya lagi. Meskipun tampak tenang di wajahnya tapi tetap tidak bisa dipubgkiri kalau Raya juga sedikit cemas akan hal itu. Sedikit banyaknya Raya juga mengerti soal hukum ia takut akan menjadi bumerang bagi dirinya dan sang mama. "Hahahaha," tawa Nania membahana mmbuat Ra
"Jdi rumah si pendukung zina itu mau dirobohkan ya, Pak?" tanya bu rt yang terjyata sejak tadi menguping pembicaraan sang suami dengan Nania dan raya. "Astaghfirullahaladzim, Bu, bikin kaget saja." Pak rt mengusap-usap dadanya lantaran terkejut dengan suara istrinya yang kinu tepat berada di sampingnya. "Hehehe, maaf, Pak, soalnya Ibu kepo sih." "Yah seperti yang Ibu dengar tadi. Mau dirobohkan katanya. Lagian itu memang hak mereka atas bangunan itu kan." "Iya, Pak, lagian biarin aja biar kapok. Ibunya merasa tertipu sama bentukannya si Arita terlihat alim dan paham agama rupanya topeng untuk menutupi kebusukannya ih amit-amit. Masa tahu anaknya zina sama istri adiknya dia diam saja. Kan sudah gak beres namanya. Ibu saja merasa tertipu apalagi mereka. Orang tua mana yang terima anaknya ditipu mentah-mentah begitu. Mana ternyata mereka pengeretan lagi hih amit-amit semoga kita besok gak punya besan yang begitu ya, Pak," cerocos istri pak rt panjang lebar. "Yah berdoa saja semoga a
Nania dan Raya hanya menonton pertunjukkan seru itu sembari mengunyah permen karet. Yah, selain Raya, ternyata Nania juga ikut-ikutan mengunyah permen karet karena ternyata dia ketagihan. "Ternyata enak ya mengunyah permen karet sambil menyaksikan pertunjukkan seru begini," seloroh Nania kepada Raya. "Enak dong, Mama sih telat taunya. Tapi hati-hati ntar tuh gigi copot lagi. Kan gak lucu kalau ada berita nanti begini misalnya. Diberitakan ada seorang Nenek yang copot giginya karena terlalu asyik mengunyah permen karet saat sedang menonton rumah besannya dihancurkan!" ucap Raya yang dibalas toyoran di kepala Raya oleh Nania. "Enak aja kalau ngomong. Nini-nini begini nih gigi masih ori tau, sekate-kate kalau cuap." "Hihihi, ya habis Mama suka banget ikut-ikutan gaya Raya. Raya masih muda sedang Mama sudah tuir," ucap Raya cekikikan. Kini suara cekikikan itu berubah menjadi kesakitan akibat telinganya dijewer oleh Nania. "Hayo berani ngeledekin Mama lagi? Tuh telinga putus nanti dua
"Seperti yang kamu lihat. Mama kan jagoan, kalau begini saja sih kecil," seloroh Nania sembari tersenyum pada Raya. Ia menyembunyikan rasa perih di kepalanya karena tidak mau membuat sang anak khawatir. Begitulah cinta kasih ibu kepada anak. Meski sang anak sudah berumah tangga dan sudah berusia dewasa tidak bisa menghilangkan rasa kasih dans sayangnya pda anak. Meskipun harus mempertaruhkan nyawanya sekalipun."Syukurlah kalau Mama baik-baik saja. Kita pulang aja yuk, Ma. Lihatlah, semakin ramai orang yang ada di sini," ucap Raya yang sebenarnya tak ingin ada lagi pertengkaran di antara mereka. Raya benar-benar khawatir terhadap sang Mama, meskipun Raya sendiri yakin kalau sang Mama bisa melindungi dirinya. "Kamu yakin mau pulang sekarang? Kamu nggak mau melihat rumah ini rata dengan tanah terlebih dahulu? Kamu nggak mau monster itu meluluhlantakkan bangunan ini agar rata dengan tanah, Raya?" Dengan cepat Raya menggelengkan kepalanya. "Baiklah, kita pulang sekarang," ucap Nania y