[Jam satu siang di cafe semriwing. Jangan sampai telat.]Aku menghembuskan napas kasar setelah membaca pesan yang dikirim oleh nomor yang memang belum sempat kusimpan itu. Aku mencebikkan bibir lalu membalas pesan tersebut. [Baik, Pak. Ingatan saya masih normal, tidak mungkin saya lupa. Jadi tak perlu mengingatkan saya dengan mengirimkan pesan seperti ini.]Send. Saat aku ingin meletakkan kembali ponsel itu, tiba-tiba ponsel kembali berdering. Dan ternyata nomor bernama Kevin tertera sebagai pengirimnya. Aku menekan tombol power lalu meletakkan ponsel itu kembali ke tempat semula tanpa berniat membuka pesan yang baru saja kuterima tersebut. Aku pun segera bangkit dari bibir ranjang lalu melangkah keluar kamar. Berjalan menuju ke arah ruang makan. Aku terus melangkah, hingga aku melihat Mama dan Papa sudah duduk di sana sembari menyantap makanan yang terhidang di hadapan mereka. "Maaf, Ma, Pa, kelamaan ya nunggu Raya." Aku menarik kursi yang akan kutempati lalu menghenyakkan tubu
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 29Kali ini aku berhadapan dengan sosok Ravi yang jauh berbeda. Bukan seperti Ravi yang kukenal. Kali ini kami selayaknya benar-benar seperti seorang klien.Aku memperhatikan penjelasan Ravi dengan seksama. Apa-apa saja yang aku butuhkan untuk pengajuan gugatan cerai ke pengadilan agama. Dari keterangannya aku wajib mengumpulkan seperti surat nikah, kartu keluarga juga ktp. Hanya itu saja dan itu semua tentu saja aku miliki ditambah lagi syukurnya aku menyimpan surat-surat penting itu ke dalam koper kemarin saat aku keluar dari rumah ibu. Keterangan dari Ravi katanya proses akan sedikit memakan waktu yang lama mulai dari BAP nanti di tempat khusus hingga ke panggilan sidang pertama dan panggilan sidang ketiga bisa memakan waktu paling cepat itu dua bulan bisa bertambah menjadi empat, lima hingga delapan bulan kalau kasusnya sedikit rumit. Akan tetapi, untunglah aku memiliki bukti-bukti yang kuat soal perselingkuhan mas David dengan Nora juga obrolan
"Bebaskan David dan bersihkan namanya. Beri kami uang ganti rugi karena nama kami yang sudah kalian rusa sebesar 500 juta. Atau kalau tidak kami akan menuntut cafe juga butik yang dimiliki oleh Raya karena itu termasuk harta gono-gini." Aku dan mama saling berpandangan dan jujur saja terperangah mendengar ucapan yang kata ibu mertuaku itu adalah penawaran yang bagus"Hahahaha." Tawa mama membahana sampai-sampai mama meneteskan air mata karena sangking terbahaknya beliau tertawa. Bahkan, aku saja jika tidak menahan diri pun hampir ikut tertawa. Kalaulah diri ini tidak mengingat beliau adalah orang tua yang tetap harus kuhormati. "Kenapa kamu ketawa Nania? Memangnya ada yang lucu dari ucapanku tadi?" ucap ibu pada Mama. Aku melirik ke arah Kevin dan ternyata Kevin menundukkan wajahnya. Mungkin saja dia malu denganku dan mama karena ide konyol ibunya itu."Bukan hanya lucu, Arita, tapi juga bodoh. Ya, kamu itu bodoh bin tolol! Bagaimana bisa harta yang sudah ada sejak sebelum menikah d
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 31Arita lantas mengambil ponsel miliknya dan melihat siapa yang menelponnya. Ternyata na Nania lah yang tengah menghubunginya. "Nania? Ada apa ya? Apakah dia mau menerima tawaranku tadi?" human Arita. Ia lantas mengusap kasar air matanya dan juga membuang ingus yang sedari tadi keluar dari hidungnya. Arita menggeser tombol terima dan tersambunglah telepon tersebut hingga terdengar suara dari mantan sahabatnya itu di seberang sana. "Ada apa kamu menghubungiku? Apakah kamu sudah setuju dengan persyaratan yang aku berikan tadi? Baguslah kalau kau cepat sadar. Sehingga aku tidak perlu bersusah payah untuk ribut-ribut denganmu perihal masalah ini. Kurasa uang segitu bagiku tidaklah besar. Apakah artinya uang lima ratus juta dibanding dengan dua usaha yang dimiliki putrimu itu. Iya kan?" cerocos Arita tanpa memberi jeda untuk Nania berbicara. Nania sengaja memang ingin mendengarkan apa yang ingin dikatakan oleh Arita terlebih dahulu. Nania masih berpik
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 32Arita lantas mengambil ponsel miliknya dan melihat siapa yang menelponnya. Ternyata na Nania lah yang tengah menghubunginya. "Nania? Ada apa ya? Apakah dia mau menerima tawaranku tadi?" human Arita. Ia lantas mengusap kasar air matanya dan juga membuang ingus yang sedari tadi keluar dari hidungnya. Arita menggeser tombol terima dan tersambunglah telepon tersebut hingga terdengar suara dari mantan sahabatnya itu di seberang sana. "Ada apa kamu menghubungiku? Apakah kamu sudah setuju dengan persyaratan yang aku berikan tadi? Baguslah kalau kau cepat sadar. Sehingga aku tidak perlu bersusah payah untuk ribut-ribut denganmu perihal masalah ini. Kurasa uang segitu bagiku tidaklah besar. Apakah artinya uang lima ratus juta dibanding dengan dua usaha yang dimiliki putrimu itu. Iya kan?" cerocos Arita tanpa memberi jeda untuk Nania berbicara. Nania sengaja memang ingin mendengarkan apa yang ingin dikatakan oleh Arita terlebih dahulu. Nania masih berpik
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 33"Oke saya tunggu. Terima kasih." Setelah ponsel dimatikan Arita kembali merebahkan kepala dan tubuhnya. Kali ini dia tersenyum dan bersiap untuk mimpi indah sebab tidak lama lagi impiannya akan terwujud. ***"Kevin! Cepat kamu carikan orang yang mau beli dua motor ini sekarang!" titah Arita pada Kevin. Kevin yang sedang sibuk membalas pesan dari atasannya pun menoleh ke arah Arita sembari mengerutkan dahi. "Dijual, Bu? Untuk apa?" tanya Kevin heran pada Arita karena Kevin tahu kalau dua motor itu adalah motor kesayangan sang ibu angkat juga kakak angkatnya. Pasalnya salah satu dari motor itu orang tua Raya lah yang membelikannya. Yah, motor N-yamux yang lagi ngetrend itu lah yang orang tua Raya belika dengan dalih agar Raya tidak malu menaiki motor butut milik David. Motor yang pernah menjadi kebanggaan Arita di depan para tetangga kala David belum dibelikan mobil oleh orang tua Raya. Namun, kini ibu angkatnya rela menjual motor yang menjadi k
"Sudah siap? Yuk kita lets go!" ucap Nania yang tampak bersemangat. "Semangat banget, Ma?" tanya Raya. "Tentu saja semangat dong. Kan mau memiskinkan keluarga benalu dan tak tahu malu. Tentu harus semangat." Raya terkikik mendengar ucapan sang mama tercinta. Baginya Nania bukan hanya menjadi sosok ibu yang baik tapi juga menjadi sosok sahabat yang selalu ada di saat dirinya membutuhkan. Itulah kenapa Raya dan Nania tidak ada canggung meskipun status mereka ibu dan anak. "Yaudah ayo, Ma. Itu taksi online nya sudah datang." Raya dan Nania pun lekas berangkat menuju rumah Arita. Namun, sebelumnya Nania sudah menghubungi Guntur suaminya terlebih dahulu. Meskipun terbilang gaul dan kekinian baij Nania maupun Raya tetap tidak mengesampingkan adat dan tata krama. Hal itulah yang Nania dan Guntur tanamkan ada Raya sejak kecil. Seentara itu Nania dan Raya yang sudah di jalan menuju rumah Arita. Kini Arita sudah duduk berhadapan dengan calon pembeli motor miliknya juga milik Raya. Calon
Pov Raya"Eeeee ngelunjak, sini hadapi aku!" Arita sudah menyingsing lengan bajunya ke atas. Ia sudah bersiap untuk menghajar Nania begitu juga dengan Nania yang tidak mau kalah hingga akhirnya mereka dikejutkan oleh sebuah suara yang membuat mereka berhenti. Begitupun dengan Raya yang menghentikan kunyahan permen karet di mulutnya dan menoleh ke arah suara tersebut."Berhenti dan diam kalian semua!"****Kami bertiga secara serempak langsung menoleh ke arah sumber suara. Ternyata Kevin lah sosok yang muncul.Ah ... sial sekali, padahal lagi asyik-asyiknya menonton pertunjukkan seru, eh malah diberhentikan. Benar-benar datang di waktu yang tidak tepat.Terlihat Kevin melangkah ke arah kami."Tante, apa ada sesuatu yang penting hingga membuat Tante dan juga Mbak Raya datang ke sini?" ucap Kevin setelah berjalan dan menghentikan langkahnya di sebelah Mama dan juga Ibu."Tentu ada dong! Kalau tidak ada urusan penting, ogah banget menginjakkan kaki di rumah ini!" ketus Mama sembari berkac
Beberapa bulan kemudianSuara tangisan bayi itu menggema memenuhi ruangan kamar bersalin. Raya meraup udara dalam-dalam, napasnya tersengal-sengal setelah melakukan proses melahirkan secara normal. Ravi yang saat ini berada di samping Raya, menangis tersedu-sedu kala sang istri berhasil melahirkan keturunannya. Bahkan, kali ini Ravi sedang merengkuh kepala sang istri. Air mata mengalir dengan begitu derasnya di kedua manik mata sepasang suami istri itu. "Selamat ya, Bu Raya dan Pak Ravi, bayinya berjenis kelamin laki-laki." Ravi melepaskan rengkuhan pada sang istri, sejenak mereka saling berpandangan. Terpancar suatu kebahagiaan dengan jelas pada wajah Raya dan juga Ravi. "Terima kasih, Sayang ...." Ravi mengelus pucuk kepala sang istri. Tenang Raya yang sepenuhnya belum pulih itu hanya merespon Ravi dengan anggukan kepala. Seorang dokter yang menggendong bayi mungil itu mendekat ke arah keduanya. "Lihatlah, bayinya sangat tampan." Sang dokter menunjukkan wajah bayi mungil itu.
Bab 307Nora tersentak saat menyadari ada seseorang yang menangkap tubuhnya. Ia berusaha meronta-ronta, dan meminta untuk dilepaskan. "Lepas! Lepas, nggak!" Nora berteriak keras tatkala menyadari kalau tubuhnya ditarik oleh seseorang.Mata wanita itu membola saat membalikkan wajahnya untuk melihat siapa yang melakukannya itu. Ia terbelalak, dan seketika rasa panik menggelayuti hatinya. Dia melihat ada delapan orang pria yang sudah mengerubunginya. Bau alkohol yang sangat menyengat langsung terhidu di hidungnya. Ya, orang-orang itu sedang mabuk rupanya. Dan, saat ini Nora adalah mangsa empuk dan lezat bagi mereka.Nora tak bisa membayangkan kalau malam ini dia akan menjadi pemuas nafsu bagi para lelaki mabuk itu. Ia tak pernah membayangkan akan digangbang masal oleh mereka."Pergi! Pergi kalian dari sini!" Nora berteriak setelah cukup lama mengumpulkan keberaniannya. Namun, teriakannya itu sama sekali tak berpengaruh pada mereka. Mereka hanya tertawa saja menanggapi teriakan Nora ya
Bab 306Bryan melangkahkan kaki memasuki beranda rumahnya. Lelaki itu meletakkan kunci mobilnya pada meja hias yang terletak di bawah televisi kemudian melepaskan jaket kulitnya yang berwarna hitam.Kepalanya melihat ke arah lorong yang berjejer pintu-pintu kamar. “Nora,” panggilnya karena ingin segera melihat wajah wanita itu, lelaki itu merasa bosan seharian di luar dan dirinya ingin mendapat pelayanan dari Nora malam ini.Tak ada sahutan saat Bryan memanggil nama wanita itu. “Nora?” panggil Bryan lagi sambil berjalan menuju kamar wanita itu. “Nora? Kenapa dia tidak menjawab?” herannya mengetuk pintu kamar.Tok tok tok …Bryan mengetuk pintu itu sekali lagi dan memanggil-manggil nama wanita pemuas nafsunya itu. Karena lelaki itu tak kunjung mendapatkan sahutan, Bryan pun akhirnya membuka pintu kamar itu dengan paksa.Ketika pintu dibuka, Bryan mendapati ruangan kamar yang kosong tak ada orang. Barang-barang Nora tampak berceceran dan satu hal yang membuat kening Bryan mengkerut. “Pa
"Tetapi sebelum itu, mungkin aku harus membersihkan diri dulu," gumam Nora saat menyadari tubuhnya sudah terasa begitu lengket. Tak ingin semakin membuang waktu, wanita itu pun segera mengambil handuknya yang masih tergantung di balik pintu kamar untuk kemudian melenggang memasuki kamar mandi.Sejenak Nora mengeluarkan senandungnya. Lalu, netra wanita itu tampak berkaca menanti kebebasan yang mungkin sebentar lagi akan dia rasakan."Seharusnya aku melakukan ini sejak lama. Aku benar-benar menyesal karena telah menghabiskan waktu dengan hal penuh dosa ini. Ya Tuhan, masih berkenan kah Engkau memberikan maaf padaku?" gumam Nora yang kini tengah berdiri tepat di bawah guyuran air showernya. Nora benar-benar tak sabar untuk memulai hidup baru yang akan dia isi dengan banyak hal-hal positif.Selesai melakukan ritual mandinya, Nora pun segera bergegas menuju ranjang tidur kemudian pakaian bersihnya untuk kemudian dia kenakan. Nora menatap ke arah kamarnya sesaat. Ruang berukuran sedang ini
Nora tidak sadrakan diri karena apa yang di lakukan Bryan kepadanya. Karena di tidak tahan dengan perlakuan Bryan yang membabi buta kepada Nora, membuat wanita itu berontak, akibatnya kepalanya terbentung kepala ranjang.Bryan langsung meninggalkan Nora begitu saja dan menyuruh anak buahnya untuk memanggilkan tenaga medis untuk menangani Nora. Sedangkan Bryan sendiri pergi entah kemana. Setelah puas melampiaskan hasratnya kepada Nora, lelaki itu merasa fresh dan siap menjalankan aktivitasnya.Sebenarnya Bryan juga sedikit heran dengan dirinya sendiri, entah sejak kapan dia sangat menikmati rasa sakit Nora, apalagi ketika gadis itu berteriak-teriak meminta berhenti dan menyudari permainan mereka, Bryan malah merasa terpacu dan tidak ingin berhenti. Dia merasakan kenikmatan yang luar biasa.Keesokan harinya Nora siuman dalam keadaan tidak bisa berjalan, dia juga merasa tenaganya habis terkuras serasa habis berlari ratusan kilometer.“Aku di mana? Apa yang terjadi padaku?” batin Nora sem
Malam ini, Nora tampil cantik dengan pakaian ketat dan belahan dada rendah. Dia menggunakan lipstik merah merona yang melapisi bibirnya, kalung cantik yang berkilauan, dan sepatu hak tinggi kulit hitam yang membuat kakinya terlihat berjenjang luar biasa.Rambutnya yang gelap dan tebal jatuh hingga ke tengah punggungnya. Sebatang rokok tergantung bebas dari antara bibirnya, sementara dia berjalan dengan sedikit berlenggak-lenggok. Ketika Nora melangkah memenuhi panggilan Brian, pinggulnya bergoyang sangat menawan.Sang Germo itu memandangnya seolah Nora berjalan dalam gerakan lambat. Nora memanglah sangat cantik dan tidak ada yang akan tahu tentang fakta bahwa dia adalah seorang wanita penghibur yang sebenarnya, jika mereka tidak melihatnya di tempat prostitusi.Seorang pelanggan dengan ekspresi wajah terlalu sumringah datang."Selamat malam, Pak?" sapa Brian tak kalah cerianya.Tentu saja dia menyambut dengan ramah sosok pria yang sudah pasti akan menyumbangkan pundi-pundi yang cukup
Bab 302“Please, berhenti, Bryan.” Nora ngos-ngosan dan kesulitan mengambil napas karena sejak tadi Bryan meneruskan ritme goyangan pinggulnya hingga keperkasaan lelaki itu menusuk masuk ke dalam milik sang wanita.“Diamlah! Nikmati saja!” desah Bryan yang kian mempercepat temponya. Lelaki yang posisinya berada di atas itu menopang tubuhnya dengan kedua lengan kekar yang ada di kedua sisi bahu Nora. Bryan menatap wajah Nora dengan keringat yang mengalir di pelipisnya.“T-tapi, ini sudah ronde … ah entahlah, entah ronde keberapa dalam hari ini!” jerit Nora meremas bantal yang mengalasi kepalanya. Dia memicingkan mata menahan rasa perih yang mulai menjalar pada bagian miliknya. Barangkali miliknya akan lecet setelah pergerumulan ini.“Sudah aku bilang! Aku masih belum puas dan ingin terus kau puaskan,” tukas Bryan dengan nada baritonnya. Suaranya yang berat membuat Nora terpaksa menyerah dan membiarkan tubuhnya terus terlentang dengan Bryan yang mendominasinya.Sudah sejak tiga jam lalu
Bab 301“Iya, cuih!” Mira melepeh makanan yang dibuat Amanda setelah sang ibu memaki masakan wanita itu. Dia mengambil tisu dan mengelap sisa makanan di mulutnya.Mira juga mendorong piringnya agar menjauhi pandanganya hingga membuat perasaan Amanda sangat tersakiti dibuatnya.“Maaf, Kak, Mama.” Amanda menunduk masih dengan mengenakan celemek dapur yang melilit pingganya. Dia terduduk di bangku meja makan dan tak mampu mengangkat wajahnya sama sekali.Sang ibu juga jadi tidak selera makan. Sejujurnya dia kesal bukan perkara masakan yang dibuat Amanda, namun omongan tetangga yang tadi dia dengar ketika arisan di rumah salah satu keluarga kaya.“Ibu benar-benar tidak tau lagi bagaimana harus menghadapi kamu, Amanda,” ujar sang Ibu menghela napasnya dengan kasar. Dia memukul-mukul dadanya yang terasa seksak. “Kamu bisanya bikin ibu menderita saja!”Air mata Amanda kembali berlinang. Terserah bila kakak-kakaknya terdengar begitu membencinya, tapi kini ibunya juga ikut kecewa padanya dan m
Amanda memasang wajah sedihnya. Dia benar-benar tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Tak punya tempat tinggal dan harta. Sama sekali tak pernah terbesit di pikiran jika pada akhirnya nasib yang dia alami akan sesial ini.Amanda menatap kedua saudaranya secara bergantian. Hal itu justru membuat Rudi dan Mira merasa semakin muak. "Ada apa lagi? Mau bicara apa lagi? Masih mau mengelak dan mengatakan kalau semua ini adalah milikmu? Iya!" sentak Mira seolah tak ingin memberikan kesempatan bagi Amanda untuk bicara.Dulu dia sangat menyukai adiknya ini, bagaimana pun Amanda adalah mesin uang yang mudah dimanfaatkan. Amanda selalu siap sedia kala saudaranya membutuhkan pinjaman. Bahkan Amanda tak segan memberikan uang secara cuma-cuma untuk sanak saudaranya yang kekurangan.Namun nyatanya semua kebaikan Amanda itu tak membuat kedua kakaknya merasa harus berbalas budi dan bersikap baik pada Amanda yang sekarang sepertinya telah jatuh miskin. Justru mereka merasa muak dan tak sudi berbaur de