SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 205Hingga akhirnya David ingin menurunkan celana yang Sintia kenakan tiba-tiba saja ia mendengar derap langkah membuka pintu utama rumah Kevin. "Ada yang datang? Tapi siapa? Apa jangan-jangan itu Kevin?" Bergegas David memasukkan kembali si joni yang sudah terjuntai bebas menunjukkan pesonanya tapi sayangnya belum bisa juga merasakan sangkar emasnya itu. "Maaf ya joni kamu harus kembali lagi ke kandangmu. Kayaknya kita benar-benar harus ekstra sabar deh." Setelah memasang resleting celananya kembali akhirnya David memutuskan untuk keluar dari kamar Kevin dengan kembali mengendap-endap. David dapat bernapas lega saat dirinya sudah berhasil masuk kembali ke kamarnya yang posisinya ada di ujung dekat dengan dapur. Hal itu tentu saja menguntungkan David karena tidak sampai ketahuan oleh Kevin. Yah, yang barusan saja pulang tadi memanglah Kevin. David sudah melihatnya tadi sekilas sesaat sebelum ia masuk ke dalam kamarnya. David pun memutuskan untuk
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 206"Yaudah sekarang kita tidur yuk. Kepalaku sakit nih," Ajak Sintia pada Jevin yang dijawab anggukan kepala oleh Kevin. Sintia dan Kevin pun merebahkan tubuh mreka setelah sebelumnya Kevin mengunci pintu dan juga memeriksa jendela seluruh rumah juga kamarnya. ***Pagi ini Sintia dan juga Kevin sudah melakukan olahraga pagi ringan di halaman samping rumah Kevin. Aroma masakan pun menguar di indra penciuman keduanya dan tiba-tiba saja terdengar suara kruyuk dari perut Kevin. Seketika Kevin dan juga Sintia tergelak karena hal itu sungguh lucu bagi mereka. "Kamu lapar, Mas?" ranya Sintia pada Kevin. Kevin pun mengangguk malu-malu harimau. Sembari menyengir memperlihatkan giginya yang putih dan rapi. Kevin mengajak Sintia untuk menghampiri Arita yang masih sibuk berkutat di dapur. Oh, bukan karena Sintia menanti yang tidak tahu diri saat melihat mertua berkutat di dapur dia justru asyik berolahraga dan bersantai. Sintia sudah menawarkan bantuan pada A
Suara Desahan di Kamar Iparku part 207Begitu indahnya kehidupan sepasang pengantin baru itu. Semenjak Arita dan David memutuskan untuk pulang, sepasang pengantin baru itu mulai menempati rumah Kevin. Tak ada rasa malu atau pun takut jika sewaktu-waktu seseorang memergoki sepasang pengantin baru yang sedang bermesraan. Entah di ruang tamu, ruang keluarga maupun di dalam kamar pribadi mereka. Barang-barang pribadi milik Sintya pun sudah dibawa semua ke rumah sang suami tercinta. Kedua orangtua melepaskan kepergian Sintya dengan sedikit drama. Padahal jarak rumah mereka tak begitu jauh, akan tetapi, yang namanya perpisahan selalu menyesakkan. "Mas ..., lepas dong. Aku mau masak tau, nanti telat berangkat kerjanya loh ...." Sintya berusaha mengurai pelukan Kevin yang sejak semalam terus melingkar di pinggang ramping milik Sintya. "Bentar lagi ...," rengek Kevin dengan nada suara manjanya. Ia sama sekali enggan untuk melepas tubuh istrinya. "Udah adzan subuh itu loh. Yuk mandi terus
Begitu sampai di kantor tempatnya bekerja, bergegas Kevin melangkah ke ruangannya. Setelahnya ia mendudukkan tubuhnya di kursi singgasananya setelah meletakkan tas kerjanya di atas meja. Bergegas Kevin membuka tas hitam itu lalu merogoh benda pipih miliknya. Kevin menekan tombol power, hingga layar yang semula gelap kini menyala dan terlihatlah foto dirinya dan sang istri tercinta terpampang di layar ponsel. Kevin mengusap layar datar itu lalu membuka aplikasi bergambar gagang telepon berwarna hijau, setelahnya ia mencari nomor salah satu temannya yang bekerja di bidang kesehatan. Begitu menemukan nomor tersebut, Kevin menekan menu panggil. Berdering. "Halo, Assalamualaikum," sapa seseorang dari seberang sana begitu panggilan diangkat setelah dering kedua. "Waalaikumsalam, Rey." "Sepertinya ada yang penting ini hingga membuat seorang Kevin seorang petinggi di perusahaan batubara sampai menghubungi di pagi ini," celetuk Reyhan, teman yang dikenal oleh Kevin saat ia mulai meranta
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 209Kevin ingat betul, saat ia masuk ke rumah ini, Kevin telah membersihkan semuanya. Termasuk tiap kamar dan kolong ranjang. "Mas, gimana? Udah tau itu tadi obat apa?" tanya Sintya begitu ia melihat Kevin telah kembali. Sintia mendaratkan tubuhnya di kursi yang ada di ruangan kerja pribadi milik Kevin. Yah, jabatan Kevin membuat dirinya bekerja memiliki ruangan sendiri tanpa campur dengan yang lainnya. "Hei, Sayang, kamu sudah makan siang?" Bukannya menjawab pertanyaan Sintia, Kevin malah menanyakan perihal lain pada wanita yang sudah sah menjadi istrinya itu. "Hei ditanyain malah balii nanya. Aku sudah makan kok Sayang. Kamu sendiri sudah?""Sudah tadi bareng sekalian sama Reyhan. Oh ya kamu nanya apa tadi?""Itu, kamu udah tau belum itu obat apa? Buruan kasih tau kan aku kepo.""Itu obat bius." Sintia menutup mulutnya yang hampir saja menganga karena ucapan Kevin. "O-obat bius? Tapi untuk apa kakak kamu pake begituan?" Kevin mengedikkan bahunya
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 210Entah kalau besok. Hahaha, ups." Sintia pun pergi sembari menggenggam tangan Kevin meninggalkan Amanda dengan sejuta kekesalan di hatinya. "Sintia sialan! Awas aja kamu akan aku buat kamu menangis darah karena Kevin lebih memilihku. Dan pada akhirnya hanya ratu sesungguhnya lah yang menang." Amanda bergumam sembari menatap penuh kebencian pada Sintia yang tampak menggenggam erat tangan Kevin. Begitu terlihat mesra sekali dua orang yang baru saja menyandang status suami dan istri itu. Beberapa rencana sedang Amanda pikirkan untuk menghancurkan hubungan Sintia juga Kevin. Tidak peduli jika Kevin dan Sintia telah menikah karena rasa cinta dan obsesinya terhadap Kevin kian menggebu. Entahlah rasanya ada yang kurang jika apa yang diinginkannya tidak terkabul.Amanda sudah terbiasa sejak kecil selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Sayangnya dulu usaha orang tuanya kolaps jadi mau gak mau hidup Amanda harus berhemat. Beruntung dirinya sudah memilik
Suara adzan subuh berkumandang, membuat tubuh Sintya yang berada dalam rengkuhan sang suami menggeliat pelan. Setelahnya Sintia berusaha membuka kedua kelopak matanya yang sepertinya masih ingin sekali tidur terlelap. Bukan tanpa sebab, sepasang pengantin baru itu telah menghabiskan waktu hingga larut malam untuk sekedar bercerita sembari menyesap teh hangat beraroma melati di teras rumah. Pelan Sintya menyinkirikan lengan sang suami yang melingkar di atas pinggangnya, setelah itu Sintya menyibak selimut putih nan tebal yang bertengger di atas tubuhnya. Pelan Sintya beringsut dari ranjang, setelahnya ia berjalan menuju ke arah kamar mandi. Belasan menit kemudian Sintya telah keluar dari kamar mandi mengenakan pakaian lengkap. Bergegas Sintya membangunkan sang suami. Tentu untuk melakukan shalat subuh secara berjamaah. Sembari menunggu Sang suami selesai mandi dan mengambil air wudhu, Sinta mengenakan dahulu mukena miliknya, meraih kitab suci yang ada di tempatnya. Setelah itu Sin
"Apa itu, Mas?" Sintya melangkah mendekat ke arah sang suami. "Topeng ...," ucap Kevin sembari menunjukkan benda yang ia pegang tepat di depan Sintya. "Loh?!" Sintya terkejut luar biasa saat melihat benda itu. Bibirnya melongo sempurna, karena saking terkejutnya, Sintya sampai tak bisa berkata-kata. Tenggorokannya seperti tercekat, hingga membuat suaranya seperti berhenti di tenggorokan miliknya. Seketika pandangan Sintya menjadi nanar. Kedua bola mata itu mulai berkaca-kaca. Semakin "Kamu mengenali topeng ini?" Cepat Sintya membekap mulutnya sendiri kala ia sudah sedikit tersadar. Tadi, tubuh Sintya seperti mati rasa. Jangankan untuk bergerak, sekedar bernapas pun terasa begitu sesak. "Kamu mengenalinya, Sintya?" Sintya mengangguk patah-patah. Cairan bening yang semula menggenang, kini sudah menjadi gumpalan yang bersarang di kedua sudut matanya, hingga sekali kedip saja, air mata itu meleleh begitu saja. Menyadari ekspresi yang ditunjukkan oleh Sang Istri. Cepat Kevin memelu