"Sayang, jadi cod sekarang? Yuk Mas anterin pakek motor. Bisa kok kalau ngangkut barang segitu," ucap Mas Yoga sembari berdiri tak jauh dariku. Aku melirik ke arah jarum jam di dinding yang menunjukkan pukul delapan pagi. Waktu yang dulu kusepakati untuk melakukan COD.Ya, Mas Yoga memang belum tau soal customer yang ternyata hanya menipuku. Aku memang belum mengatakannya, bukan tanpa sebab, akan tetapi aku masih berpikiran positif pada customerku kemarin. Berharap ia membuka blokiran tersebut dan melanjutkan transaksi jual beli itu. Aku mendengkus kesal. "Kenapa? Kok manyun?" tanya Mas Yoga yang sepertinya mengerti raut wajahku. "Nggak jadi! Aku ditipu!" ucapku ketus. Mendengar ucapanku, membuat kedua bola mata milik Mas Yoga membelalak sempurna. "Ditipu gimana maksud kamu?" Lelaki itu berucap sembari berjalan mendekat ke arahku. "Ya ditipu! Kemarin bilang pesen, giliran barang sudah ada, eh nomorku diblokir. Tak hanya nomor wa, akun facebookku pun juga turut diblokir olehnya.
Kevin dan Arita langsung berjalan menuju ke ruang makan. Air liur Kevin serasa ingin menetes begitu melihat makanan yang terhidang di depan mata. Ditambah makanan itu dimasak dengan segenap cinta, tentu akan menambah rasa nikmatnya saat masuk ke dalam mulut Kevin. Makanan yang sangat sederhana, tapi sangat menggugah selera. Bergegas Kevin menarik kursinya lalu menghenyakkan tubuhnya di kursi kayu berukir, lelaki tampan itu lantas mengambil piring lalu menindahkan secentong nasi dan juga tumis kangkung, tak lupa ia turut mengambil ikan asin. Ya, meskipun hidup Kevin sudah sangatlah berubah, akan tetapi gaya hidupnya masih sama dengan sebelumnya. Makanan sesederhana apapun pasti bisa masuk dan melewati kerongkongannya. Jika sepasang ibu dan anak itu sedang menyantap makanan, berbeda dengan David. Lelaki itu berdiri di samping ranjang. Arita tak mengajak David untuk makan, akan tetapi David sudah mengisi perutnya terlebih dahulu. David merogoh saku celananya, ia lantas mengambil sel
"Mas David lihatin foto siapa itu?" Tubuh David tersentak kaget saat mendengar suara yang tak asing, suara yang tak lain dan tak bukan adalah milik Kevin. David terlalu fokus menatap wajah cantik milik Sintya dan membayangkan saat ia menyentuh tubuh yang selalu berbalut pakaian lebar itu, hingga David sama sekali tak menyadari kehadiran Kevin. Kevin melongokkan kepalanya, ingin melihat lembaran foto yang dibawa oleh David. Akan tetapi, David bergegas menyembunyikan foto itu di balik punggungnya. "Itu tadi foto siapa, Mas? Kok kayaknya nggak asing wajahnya?" tanya Kevin dengan rasa penasaran yang luar biasa, sebab, sekilas tadi kedua manik hitamnya menangkap wajah sang kekasih. "Bukan apa-apa. Nggak penting! Kamu ini kalau masuk kamar orang, bisa nggak sih ketok pintu dulu?" "Tadi Kevin udah ketuk pintu, Mas. Hanya saja tak kunjung ada jawaban. Ditambah tadi daun pintu sedikit terbuka, Kevin lihat Mas David sedang melihat sesuatu, makanya Kevin langsung masuk saja," jelas Kevin.
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 159"Sekarang aku tau, ternyata Amanda bekerja sama dengan Mas David untuk menghancurkan rencana pernikahan kami."Kevin menghembuskan napasnya perlahan. Sesak itu sangat menghimpit dada. Entah apa alasan David ingin sekali membuat hubungan dirinya dengan Sintia hancur. Yah, Kevin bukan lagi anak kemarin sore yang tidak tahu arti dari semua itu. Kevin sangat paham jika David sengaja melakukannya untuk menghancurkan Kevin dan Sintia. Dan yang lebih mengenaskan lagi nyatanya David bersekongkol dengan Amanda. "Jadi, peristiwa aku difitnah Amanda kemarin adalah ulah Mas David juga? Astaga, apa salahku padanya sehingga sebenci itu dia sama aku," gumam Kevin lirih. Ia melonggarkan sedikit ikatan dasi yang melilit di lehernya. Kevin meletakkan dasi itu di gantungan tepat di sebelah lemari pakaiannya. Perlahan ia membuka satu persatu kancing kemejanya dan ia melepaskan kemeja iru hingga hanya menyisakan celana kain dan kaos dalamnya saja. Kevin mendaratkan
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 160Tak bisakah kita mempercepat waktu pernikahan kita? Misalnya dengan ijab kabul terlebih dahulu. Dan resepsinya nanti sesuai dengan rencana kita di awal."Sintia nampak mengerjapkan matanya berkali-kali. Ia masih terperangah dengan perkataan yang baru saja Kevin ucapkan. Apa katanya tadi? Mempercepat pernikahan? Bahagia sih, seneng sih, tapi secepat itukah? "Halo, Sintia? Kamu kenapa? Kok bengong?" tanya Kevin sembaro melambaikan tangannya di depan Sintia. Sintia menatap Kevin dengan kening berkerut dan tatapan penuh tanya. Namun, Kevin belum juga mengerti arti tatapan itu hingga hanya membuatnya tersenyum saja. "Kevin, apa yang kamu katakan ini apakah benar?""Yups, aku benar bidadariku. Apa kamu masih enggak percaya?""Bukan begitu tapi kenapa cepat sekali? Padahal pernikahan kita juga tinggal menghitung minggu saja."Kevin mendesah pelan, ia menghembuskan napasnya membuat penat yang akhir-akhir ini hinggap di dirinya. "Karena aku enggak mau k
Kali ini Kevin benar-benar bernapas lega, setidaknya jika acara ijab qabul itu dipercepat maka tak akan ada lagi celah untuk orang lain yang berniat merusak rencana pernikahannya. "Nanti malam aku mau ke rumahmu. Akan aku bicarakan soal ini pada Abah dan Umi."Sintya hanya menganggukkan kepala. Sebenarnya, ia sama sekali tak merasa terganggu dengan ulah yang dilakukan Amanda, sebab ia sudah percaya penuh dengan Kevin. Ditambah Amanda bersikap pasrah, andaikata Kevin adalah jodohnya, sekuat apapun godaan menerpa maka pasti akan bisa dilaluinya. ****"Kedatangan saya ke sini ingin meminta izin pada Abah dan Umi, agar acara ijab qabul bisa dipercepat." Kevin memulai pembicaraannya. "Loh, kenapa, Nak? Memangnya ada apa? Kenapa dimajukan, nggak sesuai dengan tanggal kesepakatan kemarin?" tanya sang ibu beruntun. Sesaat Kevin dan Sintya saling berpandangan, Kevin berpikir, tak mungkin ia menceritakan aib yang dilakukan oleh keluarganya sendiri. "Sintya?" Kali ini perempuan paruh baya i
"Jangan gila kamu, Manda?!" pekik David yang merasa tak percaya dengan ide yang diberikan oleh Amanda. "Kamu pengen Sintya jatuh ke tangan Kevin?" David terdiam, ia memikirkan ucapan yang dilontarkan oleh Amanda. Sungguh ... di dalam benak Amanda, ia sangatlah tidak rela jika perempuan sesempurna Sintya jatuh ke tangan adiknya. Ya, David merasa jika Sintya jauh lebih pantas berdampingan dengannya daripada dengan Kevin yang notabene-nya adalah anak seorang pelakor. "Jika kamu mau, lakukan malam ini," lanjut Amanda yang semakin berusaha meyakinkan David untuk melakukan segenap rencananya. David berpikir ulang, sebab ide yang dicetuskan oleh Amanda sangatlah beresiko. "Apa nggak ada cara lain?" tanya David terbata-bata. Amanda yang mendengar ucapan David pun lantas mendengkus lalu ia cebikkan bibirnya. "Halo ... kita nggak ada banyak waktu lagi, ya. Tinggal beberapa hari loh itu ijab qabul akan dilangsungkan. Kalau kamu punya ide yang jitu, coba katakan," ucap Amanda. "Nggak ad
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 189Kali ini, David merasa jika langkahnya sangatlah dipermudah dan di sinilah dia sekarang, berdiri di depan jendela kamar milik Sintya sembari bibir yang tersenyum. Lebih tepatnya di bawah jendela kamar Sintia karena letaknya berada di lantai dua sedangkan David masih di lantai satu. David masih setia memakai penutup kepala serta masker untuk menutupi wajahnya agar tidak terlihat oleh cctv. Yah, meskipun David tidak melihat cctv itu tapi David yakin kalau rumah Sintia terpasang cctv. Setelah dirasa cukup yakin, David segera berjalan sedikit mengendap sembari menoleh kembali ke kanan dan kekiri untuk melihat ke sekeliling rumah itu apakah masih ada orang ataukah tidak. Sekilas David melihat arloji di tangannya dan jam menunjukkan pukul 22.00 wib itu artinya sudah jam sepuluh malam dan komplek juga sudah terlihat sepi sebab malam itu memang bukan malam minggu jadi pastilah para pemilik rumah di sana sedang beristirahat untuk melakukan pekerjaan eso
Beberapa bulan kemudianSuara tangisan bayi itu menggema memenuhi ruangan kamar bersalin. Raya meraup udara dalam-dalam, napasnya tersengal-sengal setelah melakukan proses melahirkan secara normal. Ravi yang saat ini berada di samping Raya, menangis tersedu-sedu kala sang istri berhasil melahirkan keturunannya. Bahkan, kali ini Ravi sedang merengkuh kepala sang istri. Air mata mengalir dengan begitu derasnya di kedua manik mata sepasang suami istri itu. "Selamat ya, Bu Raya dan Pak Ravi, bayinya berjenis kelamin laki-laki." Ravi melepaskan rengkuhan pada sang istri, sejenak mereka saling berpandangan. Terpancar suatu kebahagiaan dengan jelas pada wajah Raya dan juga Ravi. "Terima kasih, Sayang ...." Ravi mengelus pucuk kepala sang istri. Tenang Raya yang sepenuhnya belum pulih itu hanya merespon Ravi dengan anggukan kepala. Seorang dokter yang menggendong bayi mungil itu mendekat ke arah keduanya. "Lihatlah, bayinya sangat tampan." Sang dokter menunjukkan wajah bayi mungil itu.
Bab 307Nora tersentak saat menyadari ada seseorang yang menangkap tubuhnya. Ia berusaha meronta-ronta, dan meminta untuk dilepaskan. "Lepas! Lepas, nggak!" Nora berteriak keras tatkala menyadari kalau tubuhnya ditarik oleh seseorang.Mata wanita itu membola saat membalikkan wajahnya untuk melihat siapa yang melakukannya itu. Ia terbelalak, dan seketika rasa panik menggelayuti hatinya. Dia melihat ada delapan orang pria yang sudah mengerubunginya. Bau alkohol yang sangat menyengat langsung terhidu di hidungnya. Ya, orang-orang itu sedang mabuk rupanya. Dan, saat ini Nora adalah mangsa empuk dan lezat bagi mereka.Nora tak bisa membayangkan kalau malam ini dia akan menjadi pemuas nafsu bagi para lelaki mabuk itu. Ia tak pernah membayangkan akan digangbang masal oleh mereka."Pergi! Pergi kalian dari sini!" Nora berteriak setelah cukup lama mengumpulkan keberaniannya. Namun, teriakannya itu sama sekali tak berpengaruh pada mereka. Mereka hanya tertawa saja menanggapi teriakan Nora ya
Bab 306Bryan melangkahkan kaki memasuki beranda rumahnya. Lelaki itu meletakkan kunci mobilnya pada meja hias yang terletak di bawah televisi kemudian melepaskan jaket kulitnya yang berwarna hitam.Kepalanya melihat ke arah lorong yang berjejer pintu-pintu kamar. “Nora,” panggilnya karena ingin segera melihat wajah wanita itu, lelaki itu merasa bosan seharian di luar dan dirinya ingin mendapat pelayanan dari Nora malam ini.Tak ada sahutan saat Bryan memanggil nama wanita itu. “Nora?” panggil Bryan lagi sambil berjalan menuju kamar wanita itu. “Nora? Kenapa dia tidak menjawab?” herannya mengetuk pintu kamar.Tok tok tok …Bryan mengetuk pintu itu sekali lagi dan memanggil-manggil nama wanita pemuas nafsunya itu. Karena lelaki itu tak kunjung mendapatkan sahutan, Bryan pun akhirnya membuka pintu kamar itu dengan paksa.Ketika pintu dibuka, Bryan mendapati ruangan kamar yang kosong tak ada orang. Barang-barang Nora tampak berceceran dan satu hal yang membuat kening Bryan mengkerut. “Pa
"Tetapi sebelum itu, mungkin aku harus membersihkan diri dulu," gumam Nora saat menyadari tubuhnya sudah terasa begitu lengket. Tak ingin semakin membuang waktu, wanita itu pun segera mengambil handuknya yang masih tergantung di balik pintu kamar untuk kemudian melenggang memasuki kamar mandi.Sejenak Nora mengeluarkan senandungnya. Lalu, netra wanita itu tampak berkaca menanti kebebasan yang mungkin sebentar lagi akan dia rasakan."Seharusnya aku melakukan ini sejak lama. Aku benar-benar menyesal karena telah menghabiskan waktu dengan hal penuh dosa ini. Ya Tuhan, masih berkenan kah Engkau memberikan maaf padaku?" gumam Nora yang kini tengah berdiri tepat di bawah guyuran air showernya. Nora benar-benar tak sabar untuk memulai hidup baru yang akan dia isi dengan banyak hal-hal positif.Selesai melakukan ritual mandinya, Nora pun segera bergegas menuju ranjang tidur kemudian pakaian bersihnya untuk kemudian dia kenakan. Nora menatap ke arah kamarnya sesaat. Ruang berukuran sedang ini
Nora tidak sadrakan diri karena apa yang di lakukan Bryan kepadanya. Karena di tidak tahan dengan perlakuan Bryan yang membabi buta kepada Nora, membuat wanita itu berontak, akibatnya kepalanya terbentung kepala ranjang.Bryan langsung meninggalkan Nora begitu saja dan menyuruh anak buahnya untuk memanggilkan tenaga medis untuk menangani Nora. Sedangkan Bryan sendiri pergi entah kemana. Setelah puas melampiaskan hasratnya kepada Nora, lelaki itu merasa fresh dan siap menjalankan aktivitasnya.Sebenarnya Bryan juga sedikit heran dengan dirinya sendiri, entah sejak kapan dia sangat menikmati rasa sakit Nora, apalagi ketika gadis itu berteriak-teriak meminta berhenti dan menyudari permainan mereka, Bryan malah merasa terpacu dan tidak ingin berhenti. Dia merasakan kenikmatan yang luar biasa.Keesokan harinya Nora siuman dalam keadaan tidak bisa berjalan, dia juga merasa tenaganya habis terkuras serasa habis berlari ratusan kilometer.“Aku di mana? Apa yang terjadi padaku?” batin Nora sem
Malam ini, Nora tampil cantik dengan pakaian ketat dan belahan dada rendah. Dia menggunakan lipstik merah merona yang melapisi bibirnya, kalung cantik yang berkilauan, dan sepatu hak tinggi kulit hitam yang membuat kakinya terlihat berjenjang luar biasa.Rambutnya yang gelap dan tebal jatuh hingga ke tengah punggungnya. Sebatang rokok tergantung bebas dari antara bibirnya, sementara dia berjalan dengan sedikit berlenggak-lenggok. Ketika Nora melangkah memenuhi panggilan Brian, pinggulnya bergoyang sangat menawan.Sang Germo itu memandangnya seolah Nora berjalan dalam gerakan lambat. Nora memanglah sangat cantik dan tidak ada yang akan tahu tentang fakta bahwa dia adalah seorang wanita penghibur yang sebenarnya, jika mereka tidak melihatnya di tempat prostitusi.Seorang pelanggan dengan ekspresi wajah terlalu sumringah datang."Selamat malam, Pak?" sapa Brian tak kalah cerianya.Tentu saja dia menyambut dengan ramah sosok pria yang sudah pasti akan menyumbangkan pundi-pundi yang cukup
Bab 302“Please, berhenti, Bryan.” Nora ngos-ngosan dan kesulitan mengambil napas karena sejak tadi Bryan meneruskan ritme goyangan pinggulnya hingga keperkasaan lelaki itu menusuk masuk ke dalam milik sang wanita.“Diamlah! Nikmati saja!” desah Bryan yang kian mempercepat temponya. Lelaki yang posisinya berada di atas itu menopang tubuhnya dengan kedua lengan kekar yang ada di kedua sisi bahu Nora. Bryan menatap wajah Nora dengan keringat yang mengalir di pelipisnya.“T-tapi, ini sudah ronde … ah entahlah, entah ronde keberapa dalam hari ini!” jerit Nora meremas bantal yang mengalasi kepalanya. Dia memicingkan mata menahan rasa perih yang mulai menjalar pada bagian miliknya. Barangkali miliknya akan lecet setelah pergerumulan ini.“Sudah aku bilang! Aku masih belum puas dan ingin terus kau puaskan,” tukas Bryan dengan nada baritonnya. Suaranya yang berat membuat Nora terpaksa menyerah dan membiarkan tubuhnya terus terlentang dengan Bryan yang mendominasinya.Sudah sejak tiga jam lalu
Bab 301“Iya, cuih!” Mira melepeh makanan yang dibuat Amanda setelah sang ibu memaki masakan wanita itu. Dia mengambil tisu dan mengelap sisa makanan di mulutnya.Mira juga mendorong piringnya agar menjauhi pandanganya hingga membuat perasaan Amanda sangat tersakiti dibuatnya.“Maaf, Kak, Mama.” Amanda menunduk masih dengan mengenakan celemek dapur yang melilit pingganya. Dia terduduk di bangku meja makan dan tak mampu mengangkat wajahnya sama sekali.Sang ibu juga jadi tidak selera makan. Sejujurnya dia kesal bukan perkara masakan yang dibuat Amanda, namun omongan tetangga yang tadi dia dengar ketika arisan di rumah salah satu keluarga kaya.“Ibu benar-benar tidak tau lagi bagaimana harus menghadapi kamu, Amanda,” ujar sang Ibu menghela napasnya dengan kasar. Dia memukul-mukul dadanya yang terasa seksak. “Kamu bisanya bikin ibu menderita saja!”Air mata Amanda kembali berlinang. Terserah bila kakak-kakaknya terdengar begitu membencinya, tapi kini ibunya juga ikut kecewa padanya dan m
Amanda memasang wajah sedihnya. Dia benar-benar tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Tak punya tempat tinggal dan harta. Sama sekali tak pernah terbesit di pikiran jika pada akhirnya nasib yang dia alami akan sesial ini.Amanda menatap kedua saudaranya secara bergantian. Hal itu justru membuat Rudi dan Mira merasa semakin muak. "Ada apa lagi? Mau bicara apa lagi? Masih mau mengelak dan mengatakan kalau semua ini adalah milikmu? Iya!" sentak Mira seolah tak ingin memberikan kesempatan bagi Amanda untuk bicara.Dulu dia sangat menyukai adiknya ini, bagaimana pun Amanda adalah mesin uang yang mudah dimanfaatkan. Amanda selalu siap sedia kala saudaranya membutuhkan pinjaman. Bahkan Amanda tak segan memberikan uang secara cuma-cuma untuk sanak saudaranya yang kekurangan.Namun nyatanya semua kebaikan Amanda itu tak membuat kedua kakaknya merasa harus berbalas budi dan bersikap baik pada Amanda yang sekarang sepertinya telah jatuh miskin. Justru mereka merasa muak dan tak sudi berbaur de