SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 168Tentu hal itu agar Kevin percaya dan tergugah hingga akhirnya Kevin langsung mendatangi kos Amanda hingga akhirnya rencana David berhasil dengan sempurna.Amanda dengan cepat menghubungan ponsel miliknya dengan printer yang ada di kamar kosnya. Yah, Amanda memang memiliki printer di dalam kamarnya untuk mendukung pekerjaannya itu jika ia harus menyelesaikan laporan di akhir bulan. Senyum sumringah Amanda terbitkan di kedua sudut bibirnya. Amanda sudah berpikiran kalau rencananya akan berhasil. Kevin dan Sintia akan berpisah kar3na drama yang Amanda buat. Dengan begitu Amanda akan leluasa mendekati Kevin kembali yang sedang patah hati dan tentunya dari situ Amanda akan memberikan perhatian lebih pada Kevin dan Kevin tentunya akan simpati dengan Amanda sehingga membuat Kevin kembali menyukai Amanda. "Hah, Kevin Sayang. Kamu benar-benar sudah membuatku tergila-gila padamu. Entah apa yang ada pada dirimu sehingga aku sangat ingin memilikimu. Sabar y
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 169"Dasar anak pelacur gak tau diri! Lihat saja nanti habis ini kamu akan menangis darah karena ditinggalkan oleh Sintia dan sengan begitu aku akan tertawa bahagia melihat keterpurukanmu." Seringaian licik terbit samar di kedua sudut bibir David. Setelah menyelesaikan makan paginya yang sudah terasa hambar itu Kevin bergegas untuk mengambil tas miliknya yang masih ia letakkan di kamar. Setelahnya ia berpamitan dengan Arita sedangkan David kembali ke kamarnya untuk melanjutkan mimpi indahnya tentang Sintia. "Bu, aku pamit dulu ya berangkat kerja." Kevin mencium takzim tangan Arita yang sedang sibuk di dapur membereskan peralatan masak yang belum sempat sia cuci tadi. "Iya hati-hati di jalan ya, Nak, oh iya kamu mau dimasakin apa malam ini?" "Bu, gak usah dipaksain kalau capek. Ibu kan baru sampai kemarin lagian Ibu itu tamu penting alias keluarga penting buatku. Jadi aku gak mau Ibu kecapekan karena harus masak dan beberes rumah." Kevin memang bel
Sintya melangkah dengan kesal menuju meja kerjanya. Di sepanjang perjalanan, ia berkali-kali mendengkus kesal sembari merutuki tingkah Amanda yang semakin menjadi. "Cantik sih, tapi kok gitu amat ngejar lelaki. Apa nggak ada harga dirinya sebagai seorang perempuan?" batin Sintya yang masih teringat dengan jelas tingkah dan ulah Amanda yang terus saja berusaha mendapatkan Kevin. Begitu sampai di meja kerjanya, Sintya lantas menghenyakkan tubuhnya di kursinya dengan posisi punggung yang bersandar. Lagi, Amanda menghela napas dalam-dalam lalu ia keluarkan melalui bibirnya yang berbalut lipstik berwarna soft. Tak bisa dipungkiri, meskipun Sintya bersikap seolah-olah tak percaya dengan apa yang ditunjukkan oleh Amanda, foto yang menunjukkan saat Kevin memeluk Amanda pun terus berkelebatan di pelupuk matanya. Hal itu tentu saja membuat pikiran Sintya terus menerka-nerka. Benarkah? Atau hanya sekedar foto editan yang dicetak hanya untuk menghanc
"Kenapa?" tanya Sintya dengan kedua alis yang terangkat saat ponsel milik Kevin diulurkan ke Sintya. "Itu bukti biar kamu percaya sama aku." Sintya lantas menerima ponsel itu, setelahnya, jemari lentik miliknya menekan menu putar pada sebuah rekaman. Seketika terdengarlah suara-suara percakapan Amanda dan Kevin kemarin malam itu. Terdengar dengan jelas di telinga Sintya saat Amanda terus merengek minta tolong agar Kevin secepatnya pergi ke sana. "Aku tahu pasti ada yang direncanakan oleh Amanda, mengingat selama ini dia terus saja berusaha merecoki hubungan kita," jelas Kevin saat rekaman suara itu masih berputar. Ya, Kevin memang menyempatkan diri untuk merekam pembicaraan via telepon itu dengan alasan yang tadi ia katakan pada Sintya. "Ternyata benar kan dugaanku? Amanda ternyata telah menyiapkan sedemikian rupa untuk melanjutkan segala rencananya. Untung saja aku sempat curiga dan merekamnya, dan sekarang rekaman itu bisa dijadikan bukti agar bi
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 172Di sepanjang perjalanan, Kevin terus saja merutuki kebodohan yang dilakukan oleh perempuan yang dulu sempat dekat dengannya itu."Sialan! Amanda benar-benar mempermainkanku. Dan dengan bodohnya aku sempat tertipu daya oleh dirinya. Aku berjanji setelah ini tak akan lagi aku percaya dengan segala ucapanmu yang pasti saja itu adalah bualan. Beruntungnya aku memiliki wanita seperti Sintia yang tidak mengedepankan emosi. Hampir saja hubunganku dengan Sintia kandas karena ulah Amanda. Syukurnya saat Amanda menghubungiku, aku cepat tanggap dan langsung merekam perbincangan kita," gumam Kevin sembari menghela napasnya. Kevin melirik arloji yang menempel di pergelangan tangannya. Jarum jam menunjukkan pukul empat sore. Itu artinya Kevin masih memiliki waktu untuk kembali ke kantornya. Meskipun ia tadi sudah minta izin untuk pulang lebih cepat, Kevin tetap ingin kembali untuk meluruskan dan mengultimatum Amanda. Tentu
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 173"Yasudah, aku menunggumu." Kevin mengakhiri acara gombal-menggombalnya dengan Sintia dan dia bersiap untuk menunvgu kekasih hatinya turun dari lantai tiga. Kevin lekas turun dari mobilnya dan berjalan menuju lobi kantor. Kevin melihat ada Sintia sudah berdiri di sana. Tanpa mengulur banyak waktu, Kevin segera menghampiri Sintia dengan seulas senyum. "Hei cantik, lagi nungguin siapa nih? Boleh dong kita kenalan?" tanya Kevin dengan gaya kocaknya yang menggoda Sintia. Tentu saja hal itu membuat Sintia tergelak. Beruntung di sana beberapa karyawan sudah pulang terlebih dahulu jadi tidak ada yang melihat pasangan itu saling lempar senyum. "Apaan sih garing banget deh.""Tapi kamu suka kan?" Kevin menaik turunkan alisnya ke arah Sintia. Sintia hanya bisa menggelengkan kepalanya saja karena tingkah konyol Kevin. "Langsung mau pulang?" Sintia mengangguk. Kevin dan Sintia berniat untuk bergegas beranjak dari sana. Namun, saat kedua langkah pasangan it
"Kenapa nggak ambil baju pengantin di butikmu saja, Ray?" ucap Ravi begitu Raya mengatakan kebingungannya soal kemana ia harus membeli pakaian untuk memberlangsungkan acara pernikahannya. "Nggak! Nggak mau!" jawab Raya dengan cepat. Kening Ravi berkerut dengan alis yang saling bertautan. "Kenapa?""Nggak lah, Rav. Aku maunya beli aja di butik orang.""Di butik kamu kan sama saja, Ray. Baju pengantinnya bagus-bagus dan cantik-cantik. Hitung-hitung aku juga mau nambah omset penjualan di butik kamu," jelas Ravi. "Nggak lah, nanti dikira kamu nggak mau modal. Aku khawatir kalau dikira kamu cuma manfaatin aku." Raya mengungkapkan rasa khawatirnya. Ia pun lantas meraih segelas minuman yang ada di hadapannya lalu menyesapnya. Ravi mengulas senyum. "Sejak kapan kamu memperdulikan omongan orang, Ray? Kalau ada yang julid, kasih tunjuk aja nota pembeliannya," seloroh Ravi sembari mengeluarkan gelak tawa, m
"Loh, Ravi? Kamu di sini? Mana Cahaya?" Suara itu terdengar begitu Raya telah membuka pintu ruangan ganti tersebut. Raya mendengkus kala melihat perempuan yang tak lain dan tak bukan adalah Novita. Orang asing yang selalu saja membuat ulah dan tak suka sekali dengan kedekatan antara Ravi dan juga Raya. Ravi yang mendengar suara yang amat ia kenali pun lantas menolehkan kepala. Seperti yang Raya lakukan, Ravi juga tak suka melihat keberadaan mantan istrinya itu. Ravi yakin, jika Novita hadir, maka keriuhanlah yang akan terjadi. Novita sedikit tersentak kaget saat melihat Raya yang saat ini sedang mengenakan balutan baju pengantin, akan tetapi dengan cepat ia berusaha mengendalikan diri, tak ingin membuat Raya tahu akan perasaannya saat ini. "Cahaya mana, Rav? Jangan mentang-mentang kalian mau nikah, terus ninggalin Cahaya sesuka kamu, Ravi!" sentak Novita memulai gara-gara. "Apa pedulimu sama Cahaya? Sudahlah, jika kamu hanya ingin membuat kerusuhan di sini, mending pergi saja da