"Kenapa nggak ambil baju pengantin di butikmu saja, Ray?" ucap Ravi begitu Raya mengatakan kebingungannya soal kemana ia harus membeli pakaian untuk memberlangsungkan acara pernikahannya.
"Nggak! Nggak mau!" jawab Raya dengan cepat.Kening Ravi berkerut dengan alis yang saling bertautan."Kenapa?""Nggak lah, Rav. Aku maunya beli aja di butik orang.""Di butik kamu kan sama saja, Ray. Baju pengantinnya bagus-bagus dan cantik-cantik. Hitung-hitung aku juga mau nambah omset penjualan di butik kamu," jelas Ravi."Nggak lah, nanti dikira kamu nggak mau modal. Aku khawatir kalau dikira kamu cuma manfaatin aku." Raya mengungkapkan rasa khawatirnya.Ia pun lantas meraih segelas minuman yang ada di hadapannya lalu menyesapnya.Ravi mengulas senyum."Sejak kapan kamu memperdulikan omongan orang, Ray? Kalau ada yang julid, kasih tunjuk aja nota pembeliannya," seloroh Ravi sembari mengeluarkan gelak tawa, m"Loh, Ravi? Kamu di sini? Mana Cahaya?" Suara itu terdengar begitu Raya telah membuka pintu ruangan ganti tersebut. Raya mendengkus kala melihat perempuan yang tak lain dan tak bukan adalah Novita. Orang asing yang selalu saja membuat ulah dan tak suka sekali dengan kedekatan antara Ravi dan juga Raya. Ravi yang mendengar suara yang amat ia kenali pun lantas menolehkan kepala. Seperti yang Raya lakukan, Ravi juga tak suka melihat keberadaan mantan istrinya itu. Ravi yakin, jika Novita hadir, maka keriuhanlah yang akan terjadi. Novita sedikit tersentak kaget saat melihat Raya yang saat ini sedang mengenakan balutan baju pengantin, akan tetapi dengan cepat ia berusaha mengendalikan diri, tak ingin membuat Raya tahu akan perasaannya saat ini. "Cahaya mana, Rav? Jangan mentang-mentang kalian mau nikah, terus ninggalin Cahaya sesuka kamu, Ravi!" sentak Novita memulai gara-gara. "Apa pedulimu sama Cahaya? Sudahlah, jika kamu hanya ingin membuat kerusuhan di sini, mending pergi saja da
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 176"Anda mau bicara dengan saya? Tapi sayang sekali, saya tidak memiliki waktu untuk menanggapi semua ucapanmu. Perkenalkan, saya Raya, pemilik butik ini dan cafe yang dulu pernah menjadi tempat kita bertemu ...." Mata Novita membelalak, ia memang tidak tahu-menahu perihal butik tempat langganannya itu ternyata juga milik Raya. Butik yang masui lima terbesar di kota itu ternyata milik musuh bebuyutannya. Sungguh Novita tidak menyangka sekaya itu ternyata Raya. Pantas saja kalau Ravi kekeh tidak mau kembali lagi dengannya. "Oh jadi ternyata calon istrimu ini kaya raya. Pantas saja kamu kekeh gak mau aku ajak rujuk demi Cahaya, Mas? Ternyata kamu pun sama denganku. Sama-sama gila harta. Aku yakin kamu beli baju di butik ini karena gak mau modal kan?" Novita menyunggingkan senyuman sinisnya pada Ravi. Seolah-olah ia tengah mengejek mantan suaminya tersebut. Raya yang melihat itu pun menjadi tidak terima dengan apa yang Novita katakan. Begitulah orang
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 177"Apa kalian ketawa-ketawa ha! Belum pernah ya lihat orang cantik kayak aku!""Dih kegeeran banget. Muka kayak ondel-ondel dikarungin aja belagu. Huuu!""Awas kalian semua! Pokoknya aku gak terima kalian ginikan! Dasar sialan!" Byur. Tiba-tiba saja tubuh Novita basah kuyup. Novita memalingkan wajahnya mengarah ke pelaku penyiraman dirinya. Matanya membelalak seketika melihat siapa yang membuat dirinya terlihat sekacau itu. "Raya apa yang kamu lakukan!" pekik Novita. Yah, Raya yang sudah menyiram tubuh Novita dengan seember air yang Raya bawa dari dalam butik. Ia begitu kesal karena suara Novita benar-benar mengganggu. Akhirnya Raya memutuskan untuk mengusir iblis betina itu dengan cara yang seperti itu juga. "Pergi gak kamu dari sini! Kalau enggak bukan hanya seember air keran yang sku siramkan ke tubuh kamu melainkan air comberan di selokan depan sana aku juga siramkan ke tubuh kamu. Mau kamu ha!" Novita sedikit beringsut dan memundurkan langk
"Pelayanan darimu memang tak pernah mengecewakan, Sayang ...," ucap Brian yang masih berbaring di atas ranjang dengan tubuh yang masih polos, sehelai kain pun tak ada yang bertengger di atas tubuh keduanya. "Siapa dulu dong? Nora ...," ucap Nora dengan jumawa. Tak hanya Brian, semua pelanggan yang mendapatkan pelayanan darinya selalu saja menilai jika pelayanan yang diberikan oleh Nora sangat lah memuaskan. Jadi, sedikit pun tak ada rasa ragu bagi para lelaki hidung belang untuk mengeluarkan nominal yang terbilang tak sedikit hanya untuk mendapatkan pelayanan dari Nora. Pelanggan Nora bukanlah lelaki dari kalangan biasa, melainkan banyak yang berstatus seorang pejabat maupun pengusaha. Brian yang saat itu sedang berbaring dengan posisi telentang langsung memiringkan tubuhnya, menghadap ke arah Nora yang turut berbaring di sampingnya. Tangan kekar milik Brian terulur lalu ia turunkan di atas perut rata itu, setelahnya tangannya tertuju ke atas, mencubit lembut cuping hidung milik N
Nora kembali masuk ke dalam kamar tersebut, akan tetapi, saat ia akan menutup pintu, tiba-tiba ada sepasang tangan yang memeluk tubuhnya dari arah belakang. "Akhirnya kamu datang juga, Sayang ...." Suara lelaki itu terdengar begitu berat, kentara sekali jika saat ini sedang dikuasai oleh hasrat yang siap meledak. Hembusan napas dari lelaki itu terasa begitu hangat saat menyapu ceruk leher jenjang milik Nora. Nora memalingkan wajah, lalu melempar senyum termanisnya. Setelahnya ia langsung menutup pintu kamar dan menguncinya. Lelaki itu menciumi pundak Nora yang ter-ekspos dengan begitu jelas, sebab pakaian yang dikenakan oleh Nora bisa dibilang sangatlah terbuka. "Sabar dong, Om ...." Suara Nora terdengar begitu manja. Perempuan itu lantas memutar tubuhnya, hingga sepasang manusia berbeda jenis kelamin itu saling berhadapan.Kedua tangan kekar milik lelaki itu melingkar mesra di pinggang Nora. Tanpa rasa canggung dan malu, Nora melingkarkan kedua tangannya ke leher lelaki tersebut
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 180Erangan demi erangan terdengar saling bersahutan dari bibir keduanya saat tubuh itu menyatu. Hentakan demi hentakan Teguh lakukan. Hembusan udara dingin yang keluar dari Ac itu terasa tak lagi mampu dirasakan oleh kedua tubuh yang saat ini telah berkucuran oleh keringat.***Dering ponsel terdengar cukup memekakkan telinga David. Pria yang semenjak tinggal di rumah Kevin di kalimantan itu sering menghabiskan waktunya hanya untuk bermalas-malasan saja. David akan bangun saat perutnya berbunyi pertanda minta untuk segera diisi. David bergeming, ia kembali memejamkan matanya saat ingin mengambil ponsel tersebut tapi nyatanya ponsel itu justru berhenti berdering. Namun, baru saja David ingin melanjutkan tidurnya yang terganggu justru suara deringan ponsel itu kembali terdengar. Karena cukup kesal sebab merasa terganggu David pun bergegas mengambil ponselnya yang ia letakkan di atas nakas yang ada di samping ranjang yang ia tempati. Tanpa melihat si
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 181"Awas aja kalau sampai berani lari dari tanggung jawab. Aku akan buat perhitungan dasar David dekil sialan!" Amanda merasa kesal, ia melempar ponselnya ke atas kasur. Amanda kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang itu. Dadanya berdenyut nyeri kala ia mengingat kembali nyatanya usaha yang ia lakukan adalah sia-sia. Justru yang ia lakukan atas dasar perintah David nyatanya tidak membuahkan hasil. Jangankan berpisah bahkan percaya dengan yang ucapan Amanda saja tidak. "Argghhhhhh sial!"***Satu minggu setelah kejadian Amanda yang menjebak Kevin nyatanya hubungan Kevin dan Sintia masih sangat baik. Bahkan, hari itu keduanya baru saja selesai fitting baju pengantin yang rencananya akan mereka adakan kurang dari satu bulan lagi. Kevin baru saja pulang dari kegiatannya dan ia dengan wajah yang sumringah masuk ke dalam rumah setelah mengucapkan salam. David yang melihat kebahagiaan kian terpancar dari binar wajah Kevin pun semakin memandangnya de
"Sayang, jadi cod sekarang? Yuk Mas anterin pakek motor. Bisa kok kalau ngangkut barang segitu," ucap Mas Yoga sembari berdiri tak jauh dariku. Aku melirik ke arah jarum jam di dinding yang menunjukkan pukul delapan pagi. Waktu yang dulu kusepakati untuk melakukan COD.Ya, Mas Yoga memang belum tau soal customer yang ternyata hanya menipuku. Aku memang belum mengatakannya, bukan tanpa sebab, akan tetapi aku masih berpikiran positif pada customerku kemarin. Berharap ia membuka blokiran tersebut dan melanjutkan transaksi jual beli itu. Aku mendengkus kesal. "Kenapa? Kok manyun?" tanya Mas Yoga yang sepertinya mengerti raut wajahku. "Nggak jadi! Aku ditipu!" ucapku ketus. Mendengar ucapanku, membuat kedua bola mata milik Mas Yoga membelalak sempurna. "Ditipu gimana maksud kamu?" Lelaki itu berucap sembari berjalan mendekat ke arahku. "Ya ditipu! Kemarin bilang pesen, giliran barang sudah ada, eh nomorku diblokir. Tak hanya nomor wa, akun facebookku pun juga turut diblokir olehnya.