SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 172Di sepanjang perjalanan, Kevin terus saja merutuki kebodohan yang dilakukan oleh perempuan yang dulu sempat dekat dengannya itu."Sialan! Amanda benar-benar mempermainkanku. Dan dengan bodohnya aku sempat tertipu daya oleh dirinya. Aku berjanji setelah ini tak akan lagi aku percaya dengan segala ucapanmu yang pasti saja itu adalah bualan. Beruntungnya aku memiliki wanita seperti Sintia yang tidak mengedepankan emosi. Hampir saja hubunganku dengan Sintia kandas karena ulah Amanda. Syukurnya saat Amanda menghubungiku, aku cepat tanggap dan langsung merekam perbincangan kita," gumam Kevin sembari menghela napasnya. Kevin melirik arloji yang menempel di pergelangan tangannya. Jarum jam menunjukkan pukul empat sore. Itu artinya Kevin masih memiliki waktu untuk kembali ke kantornya. Meskipun ia tadi sudah minta izin untuk pulang lebih cepat, Kevin tetap ingin kembali untuk meluruskan dan mengultimatum Amanda. Tentu
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 173"Yasudah, aku menunggumu." Kevin mengakhiri acara gombal-menggombalnya dengan Sintia dan dia bersiap untuk menunvgu kekasih hatinya turun dari lantai tiga. Kevin lekas turun dari mobilnya dan berjalan menuju lobi kantor. Kevin melihat ada Sintia sudah berdiri di sana. Tanpa mengulur banyak waktu, Kevin segera menghampiri Sintia dengan seulas senyum. "Hei cantik, lagi nungguin siapa nih? Boleh dong kita kenalan?" tanya Kevin dengan gaya kocaknya yang menggoda Sintia. Tentu saja hal itu membuat Sintia tergelak. Beruntung di sana beberapa karyawan sudah pulang terlebih dahulu jadi tidak ada yang melihat pasangan itu saling lempar senyum. "Apaan sih garing banget deh.""Tapi kamu suka kan?" Kevin menaik turunkan alisnya ke arah Sintia. Sintia hanya bisa menggelengkan kepalanya saja karena tingkah konyol Kevin. "Langsung mau pulang?" Sintia mengangguk. Kevin dan Sintia berniat untuk bergegas beranjak dari sana. Namun, saat kedua langkah pasangan it
"Kenapa nggak ambil baju pengantin di butikmu saja, Ray?" ucap Ravi begitu Raya mengatakan kebingungannya soal kemana ia harus membeli pakaian untuk memberlangsungkan acara pernikahannya. "Nggak! Nggak mau!" jawab Raya dengan cepat. Kening Ravi berkerut dengan alis yang saling bertautan. "Kenapa?""Nggak lah, Rav. Aku maunya beli aja di butik orang.""Di butik kamu kan sama saja, Ray. Baju pengantinnya bagus-bagus dan cantik-cantik. Hitung-hitung aku juga mau nambah omset penjualan di butik kamu," jelas Ravi. "Nggak lah, nanti dikira kamu nggak mau modal. Aku khawatir kalau dikira kamu cuma manfaatin aku." Raya mengungkapkan rasa khawatirnya. Ia pun lantas meraih segelas minuman yang ada di hadapannya lalu menyesapnya. Ravi mengulas senyum. "Sejak kapan kamu memperdulikan omongan orang, Ray? Kalau ada yang julid, kasih tunjuk aja nota pembeliannya," seloroh Ravi sembari mengeluarkan gelak tawa, m
"Loh, Ravi? Kamu di sini? Mana Cahaya?" Suara itu terdengar begitu Raya telah membuka pintu ruangan ganti tersebut. Raya mendengkus kala melihat perempuan yang tak lain dan tak bukan adalah Novita. Orang asing yang selalu saja membuat ulah dan tak suka sekali dengan kedekatan antara Ravi dan juga Raya. Ravi yang mendengar suara yang amat ia kenali pun lantas menolehkan kepala. Seperti yang Raya lakukan, Ravi juga tak suka melihat keberadaan mantan istrinya itu. Ravi yakin, jika Novita hadir, maka keriuhanlah yang akan terjadi. Novita sedikit tersentak kaget saat melihat Raya yang saat ini sedang mengenakan balutan baju pengantin, akan tetapi dengan cepat ia berusaha mengendalikan diri, tak ingin membuat Raya tahu akan perasaannya saat ini. "Cahaya mana, Rav? Jangan mentang-mentang kalian mau nikah, terus ninggalin Cahaya sesuka kamu, Ravi!" sentak Novita memulai gara-gara. "Apa pedulimu sama Cahaya? Sudahlah, jika kamu hanya ingin membuat kerusuhan di sini, mending pergi saja da
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 176"Anda mau bicara dengan saya? Tapi sayang sekali, saya tidak memiliki waktu untuk menanggapi semua ucapanmu. Perkenalkan, saya Raya, pemilik butik ini dan cafe yang dulu pernah menjadi tempat kita bertemu ...." Mata Novita membelalak, ia memang tidak tahu-menahu perihal butik tempat langganannya itu ternyata juga milik Raya. Butik yang masui lima terbesar di kota itu ternyata milik musuh bebuyutannya. Sungguh Novita tidak menyangka sekaya itu ternyata Raya. Pantas saja kalau Ravi kekeh tidak mau kembali lagi dengannya. "Oh jadi ternyata calon istrimu ini kaya raya. Pantas saja kamu kekeh gak mau aku ajak rujuk demi Cahaya, Mas? Ternyata kamu pun sama denganku. Sama-sama gila harta. Aku yakin kamu beli baju di butik ini karena gak mau modal kan?" Novita menyunggingkan senyuman sinisnya pada Ravi. Seolah-olah ia tengah mengejek mantan suaminya tersebut. Raya yang melihat itu pun menjadi tidak terima dengan apa yang Novita katakan. Begitulah orang
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 177"Apa kalian ketawa-ketawa ha! Belum pernah ya lihat orang cantik kayak aku!""Dih kegeeran banget. Muka kayak ondel-ondel dikarungin aja belagu. Huuu!""Awas kalian semua! Pokoknya aku gak terima kalian ginikan! Dasar sialan!" Byur. Tiba-tiba saja tubuh Novita basah kuyup. Novita memalingkan wajahnya mengarah ke pelaku penyiraman dirinya. Matanya membelalak seketika melihat siapa yang membuat dirinya terlihat sekacau itu. "Raya apa yang kamu lakukan!" pekik Novita. Yah, Raya yang sudah menyiram tubuh Novita dengan seember air yang Raya bawa dari dalam butik. Ia begitu kesal karena suara Novita benar-benar mengganggu. Akhirnya Raya memutuskan untuk mengusir iblis betina itu dengan cara yang seperti itu juga. "Pergi gak kamu dari sini! Kalau enggak bukan hanya seember air keran yang sku siramkan ke tubuh kamu melainkan air comberan di selokan depan sana aku juga siramkan ke tubuh kamu. Mau kamu ha!" Novita sedikit beringsut dan memundurkan langk
"Pelayanan darimu memang tak pernah mengecewakan, Sayang ...," ucap Brian yang masih berbaring di atas ranjang dengan tubuh yang masih polos, sehelai kain pun tak ada yang bertengger di atas tubuh keduanya. "Siapa dulu dong? Nora ...," ucap Nora dengan jumawa. Tak hanya Brian, semua pelanggan yang mendapatkan pelayanan darinya selalu saja menilai jika pelayanan yang diberikan oleh Nora sangat lah memuaskan. Jadi, sedikit pun tak ada rasa ragu bagi para lelaki hidung belang untuk mengeluarkan nominal yang terbilang tak sedikit hanya untuk mendapatkan pelayanan dari Nora. Pelanggan Nora bukanlah lelaki dari kalangan biasa, melainkan banyak yang berstatus seorang pejabat maupun pengusaha. Brian yang saat itu sedang berbaring dengan posisi telentang langsung memiringkan tubuhnya, menghadap ke arah Nora yang turut berbaring di sampingnya. Tangan kekar milik Brian terulur lalu ia turunkan di atas perut rata itu, setelahnya tangannya tertuju ke atas, mencubit lembut cuping hidung milik N
Nora kembali masuk ke dalam kamar tersebut, akan tetapi, saat ia akan menutup pintu, tiba-tiba ada sepasang tangan yang memeluk tubuhnya dari arah belakang. "Akhirnya kamu datang juga, Sayang ...." Suara lelaki itu terdengar begitu berat, kentara sekali jika saat ini sedang dikuasai oleh hasrat yang siap meledak. Hembusan napas dari lelaki itu terasa begitu hangat saat menyapu ceruk leher jenjang milik Nora. Nora memalingkan wajah, lalu melempar senyum termanisnya. Setelahnya ia langsung menutup pintu kamar dan menguncinya. Lelaki itu menciumi pundak Nora yang ter-ekspos dengan begitu jelas, sebab pakaian yang dikenakan oleh Nora bisa dibilang sangatlah terbuka. "Sabar dong, Om ...." Suara Nora terdengar begitu manja. Perempuan itu lantas memutar tubuhnya, hingga sepasang manusia berbeda jenis kelamin itu saling berhadapan.Kedua tangan kekar milik lelaki itu melingkar mesra di pinggang Nora. Tanpa rasa canggung dan malu, Nora melingkarkan kedua tangannya ke leher lelaki tersebut
Beberapa bulan kemudianSuara tangisan bayi itu menggema memenuhi ruangan kamar bersalin. Raya meraup udara dalam-dalam, napasnya tersengal-sengal setelah melakukan proses melahirkan secara normal. Ravi yang saat ini berada di samping Raya, menangis tersedu-sedu kala sang istri berhasil melahirkan keturunannya. Bahkan, kali ini Ravi sedang merengkuh kepala sang istri. Air mata mengalir dengan begitu derasnya di kedua manik mata sepasang suami istri itu. "Selamat ya, Bu Raya dan Pak Ravi, bayinya berjenis kelamin laki-laki." Ravi melepaskan rengkuhan pada sang istri, sejenak mereka saling berpandangan. Terpancar suatu kebahagiaan dengan jelas pada wajah Raya dan juga Ravi. "Terima kasih, Sayang ...." Ravi mengelus pucuk kepala sang istri. Tenang Raya yang sepenuhnya belum pulih itu hanya merespon Ravi dengan anggukan kepala. Seorang dokter yang menggendong bayi mungil itu mendekat ke arah keduanya. "Lihatlah, bayinya sangat tampan." Sang dokter menunjukkan wajah bayi mungil itu.
Bab 307Nora tersentak saat menyadari ada seseorang yang menangkap tubuhnya. Ia berusaha meronta-ronta, dan meminta untuk dilepaskan. "Lepas! Lepas, nggak!" Nora berteriak keras tatkala menyadari kalau tubuhnya ditarik oleh seseorang.Mata wanita itu membola saat membalikkan wajahnya untuk melihat siapa yang melakukannya itu. Ia terbelalak, dan seketika rasa panik menggelayuti hatinya. Dia melihat ada delapan orang pria yang sudah mengerubunginya. Bau alkohol yang sangat menyengat langsung terhidu di hidungnya. Ya, orang-orang itu sedang mabuk rupanya. Dan, saat ini Nora adalah mangsa empuk dan lezat bagi mereka.Nora tak bisa membayangkan kalau malam ini dia akan menjadi pemuas nafsu bagi para lelaki mabuk itu. Ia tak pernah membayangkan akan digangbang masal oleh mereka."Pergi! Pergi kalian dari sini!" Nora berteriak setelah cukup lama mengumpulkan keberaniannya. Namun, teriakannya itu sama sekali tak berpengaruh pada mereka. Mereka hanya tertawa saja menanggapi teriakan Nora ya
Bab 306Bryan melangkahkan kaki memasuki beranda rumahnya. Lelaki itu meletakkan kunci mobilnya pada meja hias yang terletak di bawah televisi kemudian melepaskan jaket kulitnya yang berwarna hitam.Kepalanya melihat ke arah lorong yang berjejer pintu-pintu kamar. “Nora,” panggilnya karena ingin segera melihat wajah wanita itu, lelaki itu merasa bosan seharian di luar dan dirinya ingin mendapat pelayanan dari Nora malam ini.Tak ada sahutan saat Bryan memanggil nama wanita itu. “Nora?” panggil Bryan lagi sambil berjalan menuju kamar wanita itu. “Nora? Kenapa dia tidak menjawab?” herannya mengetuk pintu kamar.Tok tok tok …Bryan mengetuk pintu itu sekali lagi dan memanggil-manggil nama wanita pemuas nafsunya itu. Karena lelaki itu tak kunjung mendapatkan sahutan, Bryan pun akhirnya membuka pintu kamar itu dengan paksa.Ketika pintu dibuka, Bryan mendapati ruangan kamar yang kosong tak ada orang. Barang-barang Nora tampak berceceran dan satu hal yang membuat kening Bryan mengkerut. “Pa
"Tetapi sebelum itu, mungkin aku harus membersihkan diri dulu," gumam Nora saat menyadari tubuhnya sudah terasa begitu lengket. Tak ingin semakin membuang waktu, wanita itu pun segera mengambil handuknya yang masih tergantung di balik pintu kamar untuk kemudian melenggang memasuki kamar mandi.Sejenak Nora mengeluarkan senandungnya. Lalu, netra wanita itu tampak berkaca menanti kebebasan yang mungkin sebentar lagi akan dia rasakan."Seharusnya aku melakukan ini sejak lama. Aku benar-benar menyesal karena telah menghabiskan waktu dengan hal penuh dosa ini. Ya Tuhan, masih berkenan kah Engkau memberikan maaf padaku?" gumam Nora yang kini tengah berdiri tepat di bawah guyuran air showernya. Nora benar-benar tak sabar untuk memulai hidup baru yang akan dia isi dengan banyak hal-hal positif.Selesai melakukan ritual mandinya, Nora pun segera bergegas menuju ranjang tidur kemudian pakaian bersihnya untuk kemudian dia kenakan. Nora menatap ke arah kamarnya sesaat. Ruang berukuran sedang ini
Nora tidak sadrakan diri karena apa yang di lakukan Bryan kepadanya. Karena di tidak tahan dengan perlakuan Bryan yang membabi buta kepada Nora, membuat wanita itu berontak, akibatnya kepalanya terbentung kepala ranjang.Bryan langsung meninggalkan Nora begitu saja dan menyuruh anak buahnya untuk memanggilkan tenaga medis untuk menangani Nora. Sedangkan Bryan sendiri pergi entah kemana. Setelah puas melampiaskan hasratnya kepada Nora, lelaki itu merasa fresh dan siap menjalankan aktivitasnya.Sebenarnya Bryan juga sedikit heran dengan dirinya sendiri, entah sejak kapan dia sangat menikmati rasa sakit Nora, apalagi ketika gadis itu berteriak-teriak meminta berhenti dan menyudari permainan mereka, Bryan malah merasa terpacu dan tidak ingin berhenti. Dia merasakan kenikmatan yang luar biasa.Keesokan harinya Nora siuman dalam keadaan tidak bisa berjalan, dia juga merasa tenaganya habis terkuras serasa habis berlari ratusan kilometer.“Aku di mana? Apa yang terjadi padaku?” batin Nora sem
Malam ini, Nora tampil cantik dengan pakaian ketat dan belahan dada rendah. Dia menggunakan lipstik merah merona yang melapisi bibirnya, kalung cantik yang berkilauan, dan sepatu hak tinggi kulit hitam yang membuat kakinya terlihat berjenjang luar biasa.Rambutnya yang gelap dan tebal jatuh hingga ke tengah punggungnya. Sebatang rokok tergantung bebas dari antara bibirnya, sementara dia berjalan dengan sedikit berlenggak-lenggok. Ketika Nora melangkah memenuhi panggilan Brian, pinggulnya bergoyang sangat menawan.Sang Germo itu memandangnya seolah Nora berjalan dalam gerakan lambat. Nora memanglah sangat cantik dan tidak ada yang akan tahu tentang fakta bahwa dia adalah seorang wanita penghibur yang sebenarnya, jika mereka tidak melihatnya di tempat prostitusi.Seorang pelanggan dengan ekspresi wajah terlalu sumringah datang."Selamat malam, Pak?" sapa Brian tak kalah cerianya.Tentu saja dia menyambut dengan ramah sosok pria yang sudah pasti akan menyumbangkan pundi-pundi yang cukup
Bab 302“Please, berhenti, Bryan.” Nora ngos-ngosan dan kesulitan mengambil napas karena sejak tadi Bryan meneruskan ritme goyangan pinggulnya hingga keperkasaan lelaki itu menusuk masuk ke dalam milik sang wanita.“Diamlah! Nikmati saja!” desah Bryan yang kian mempercepat temponya. Lelaki yang posisinya berada di atas itu menopang tubuhnya dengan kedua lengan kekar yang ada di kedua sisi bahu Nora. Bryan menatap wajah Nora dengan keringat yang mengalir di pelipisnya.“T-tapi, ini sudah ronde … ah entahlah, entah ronde keberapa dalam hari ini!” jerit Nora meremas bantal yang mengalasi kepalanya. Dia memicingkan mata menahan rasa perih yang mulai menjalar pada bagian miliknya. Barangkali miliknya akan lecet setelah pergerumulan ini.“Sudah aku bilang! Aku masih belum puas dan ingin terus kau puaskan,” tukas Bryan dengan nada baritonnya. Suaranya yang berat membuat Nora terpaksa menyerah dan membiarkan tubuhnya terus terlentang dengan Bryan yang mendominasinya.Sudah sejak tiga jam lalu
Bab 301“Iya, cuih!” Mira melepeh makanan yang dibuat Amanda setelah sang ibu memaki masakan wanita itu. Dia mengambil tisu dan mengelap sisa makanan di mulutnya.Mira juga mendorong piringnya agar menjauhi pandanganya hingga membuat perasaan Amanda sangat tersakiti dibuatnya.“Maaf, Kak, Mama.” Amanda menunduk masih dengan mengenakan celemek dapur yang melilit pingganya. Dia terduduk di bangku meja makan dan tak mampu mengangkat wajahnya sama sekali.Sang ibu juga jadi tidak selera makan. Sejujurnya dia kesal bukan perkara masakan yang dibuat Amanda, namun omongan tetangga yang tadi dia dengar ketika arisan di rumah salah satu keluarga kaya.“Ibu benar-benar tidak tau lagi bagaimana harus menghadapi kamu, Amanda,” ujar sang Ibu menghela napasnya dengan kasar. Dia memukul-mukul dadanya yang terasa seksak. “Kamu bisanya bikin ibu menderita saja!”Air mata Amanda kembali berlinang. Terserah bila kakak-kakaknya terdengar begitu membencinya, tapi kini ibunya juga ikut kecewa padanya dan m
Amanda memasang wajah sedihnya. Dia benar-benar tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Tak punya tempat tinggal dan harta. Sama sekali tak pernah terbesit di pikiran jika pada akhirnya nasib yang dia alami akan sesial ini.Amanda menatap kedua saudaranya secara bergantian. Hal itu justru membuat Rudi dan Mira merasa semakin muak. "Ada apa lagi? Mau bicara apa lagi? Masih mau mengelak dan mengatakan kalau semua ini adalah milikmu? Iya!" sentak Mira seolah tak ingin memberikan kesempatan bagi Amanda untuk bicara.Dulu dia sangat menyukai adiknya ini, bagaimana pun Amanda adalah mesin uang yang mudah dimanfaatkan. Amanda selalu siap sedia kala saudaranya membutuhkan pinjaman. Bahkan Amanda tak segan memberikan uang secara cuma-cuma untuk sanak saudaranya yang kekurangan.Namun nyatanya semua kebaikan Amanda itu tak membuat kedua kakaknya merasa harus berbalas budi dan bersikap baik pada Amanda yang sekarang sepertinya telah jatuh miskin. Justru mereka merasa muak dan tak sudi berbaur de