“Bud, bisa minta tolong pesankan tempat di resto langgananku yang di puncak untuk akhir pekan!!” pinta Danu.
Pagi itu begitu tiba di kantor, Danu langsung memanggil Budi ke ruangannya. Budi hanya manggut-manggut sambil sibuk mencatat.
“Untuk berapa orang, Tuan? Lalu jam berapa reservasinya?”
Danu terdiam sejenak, tampak mengetukkan jari ke dagu sambil mengulum senyum.
“Tentu hanya untuk dua orang, Bud. Kalau bisa sore menjelang malam saja. Aku ingin menikmati sunset di sana. Pilih view yang bagus, ya!!”
Budi menganggukkan kepala sambil mengulum senyum. Danu melihat reaksi asistennya kemudian menoleh ke arah Budi.
“Kenapa kamu tersenyum? Kamu tahu aku akan mengajak siapa?”
Budi kini menggelengkan kepala. “Tidak, Tuan. Saya … saya hanya menebak saja.”
“Lantas siapa tebakanmu?”
Budi terdiam sesaat sambil mendongakkan kepala. “Apa Nyonya Aru
“Nona, weekend ini ada undangan dari Tuan Andrew. Apa Anda bersedia hadir?” tanya Lisa pagi itu.Arum yang sedang asyik memasang kain di manekin terlihat menghentikan kegiatannya dan menoleh ke arah Lisa. Lisa tersenyum sambil berjalan ke arahnya.“Saya yakin Anda masih ingat dengan Tuan Andrew. Beliau yang kapan hari memesan baju untuk ulang tahun putrinya. Duda keren itu, Nona,” imbuh Lisa.Arum mengulum senyum sambil menganggukkan kepala. Memang banyak sekali klien Arum yang masih sering menjalin komunikasi dengannya. Selain untuk urusan bisnis, kadang mereka juga menghubungi Arum untuk beramah tamah dan mengenal lebih dekat dirinya. Sayangnya, Arum selalu menutup diri jika kliennya ingin mengenal lebih dekat.“Ehm … aku ada janji, Lisa. Jadi sepertinya aku tidak akan datang.”Lisa sontak terkejut mendengar jawaban Arum. Gadis berusia 20-an itu langsung mengecek tablet yang ia bawa. Jarinya tampak berge
“Apaan sih, Mas!!” seru Arum.Ia buru-buru mengurai pelukan Danu dan berjalan lebih dulu menuruni anak tangga. Danu hanya mengulum senyum sambil memperhatikan Arum. Sekilas ia melihat wajah Arum merona merah karena malu.Tak lama Arum dan Danu sudah berkumpul di ruang tengah. Ada klien yang harus mereka temui. Selanjutnya sudah terlihat interaksi formal di antara mereka. Cukup lama mereka membahas banyak hal kali ini. Bahkan Danu terpaksa meminta Firman memesan makan siang untuk mereka semua.Pukul empat sore, meeting itu berakhir. Klien mereka sudah pulang, tinggal Danu, Arum, Firman beserta tim yang lain.“Jadi gimana kesiapan timmu, Firman?” tanya Danu.“Semuanya sudah tahu apa yang harus dikerjakan, Pak. Saya rasa sudah bisa langsung dieksekusi.”Danu manggut-manggut mendengarkan jawaban Firman. Ia sangat bersyukur memiliki anak buah yang mempunyai kapabilitas baik sehingga tidak perlu susah menjelaska
“Itu adalah hadiah yang tak pernah bisa aku lupakan sepanjang hidupku,” imbuh Danu.Arum hanya diam, tidak bersuara sambil menundukkan kepala. Dia sendiri tidak tahu kapan ulang tahun Danu. Dia juga tidak menyangka apa yang dilakukannya lima tahun lalu menjadi sesuatu yang terus diingat Danu hingga sekarang.Mereka terdiam cukup lama sibuk dengan benaknya masing-masing. Hingga tiba-tiba seorang pramusaji keluar membawakan sebuah kue ulang tahun kecil dengan hiasan lilin yang menyala di atasnya. Tak lupa sebuah iringan lagu selamat ulang tahun bergema. Ada beberapa orang karyawan yang berdiri di belakang pramusaji itu ikut bertepuk tangan dan menyanyikan lagu untuk Danu.Danu mengulum senyum sambil menggelengkan kepala. Dia merasa tidak memesan kue ulang tahun dan Danu bisa menduga kalau ini ulah Budi.“Terima kasih semuanya,” ujar Danu. Ia sudah menerima ucapan selamat dari pramusaji dan karyawan resto tersebut.Kini tatapan
“Maaf, Mas. Aku harus pergi,” ucap Arum.Ia terburu mendorong tubuh Danu kemudian membuka pintu mobil berlalu pergi tanpa pamitan lagi. Arum terus berjalan menunduk tanpa menoleh sedikit pun ke arah Danu. Danu hanya membisu sambil menatap punggung Arum yang mulai menjauh.Pelan ia sentuh bibirnya sambil mengulum senyum bahagia. Danu terus tersenyum sambil mulai melajukan mobil meninggalkan apartemen Arum. Sementara itu, Arum sudah tiba di kabin apartemennya.Ia berdiri diam di balik pintu sambil menyentuh keningnya. Matanya terpejam, berusaha merekam kejadian yang baru saja ia alami. Ini adalah kali pertama Danu menciumnya dan Arum benar-benar terkejut.“Apa sebenarnya yang terjadi? Apa memang dia sudah menyukaiku lima tahun yang lalu?” gumam Arum.Arum masih memejamkan mata berdiri diam di balik pintu sambil mengurut dadanya. Jantungnya masih berlompatan dan Arum kesulitan mengatur debarannya.“Akh … gak
“Aku cemburu!!” Danu mengulang kalimatnya.Tentu saja ucapan Danu itu membuat Arum tercenung beberapa saat. Dia bahkan tidak menyadari jika pintu lift sudah terbuka di lantai 23. Kalau tidak Budi yang bersuara menginterupsi interaksi mereka, pasti Arum masih berada di dalam lift.Danu sudah keluar lebih dulu dengan Budi mengekor di belakangnya. Arum berjalan keluar dengan pelan. Lagi-lagi dia mendapat kejutan dari ucapan Danu. Arum menghela napas sambil mencoba melupakan apa yang baru didengar tadi.Selang beberapa saat Arum sudah berada di ruang meeting bersama Firman dan rekan tim yang lain. Danu memang sempat bergabung sebentar, tapi setelah itu dia sudah meninggalkan ruang meeting. Sepertinya banyak agenda yang harus dilakukan Danu hari ini.“Oke, meetingnya saya akhiri. Kalau masih ada yang kurang jelas chat aja.” Firman sudah mengakhiri meeting mereka.Hampir tiga jam lebih mereka berkutat di dalam sana. Arum bergegas
“Saya sudah menyiapkan baju dan masker untuk Nona,” ucap Lisa.Asisten Arum itu memang sangat sigap. Padahal sepuluh menit yang lalu, Arum baru saja meneleponnya. Namun, Lisa sudah datang sebelum sepuluh menit.“Iya, terima kasih, Lisa.”Arum duduk di sebelah Lisa sambil memasang seat beltnya. Sesekali Lisa melirik Arum dan mengulum senyum dengan aneh. Arum melihat reaksi Lisa.“Ada apa? Apa ada masalah?” Arum penasaran.Lisa menggeleng dengan cepat. “Tidak. Tidak ada, Nona. Hanya saja, saya melihat Anda terus tersenyum sejak masuk mobil tadi. Apa sedang terjadi sesuatu?”Arum langsung mendelik mendengar ucapan Lisa. “Memangnya terjadi apa? Kamu jangan aneh-aneh. Sudah, fokus menyetir saja.”Lisa manggut-manggut sambil tersenyum, kemudian tampak konsentrasi memperhatikan lalu lintas yang semakin padat siang ini.“Ada undangan di akhir pekan besok, Nona. Sebuah un
“Nona, Anda yakin akan melakukan ini?” tanya Lisa.Kali ini mobil yang mereka tumpangi sudah berhenti di parkiran apartemen Lisa. Arum kebingungan usai mendapat telepon dari Danu tadi dan memutuskan bertukar tempat dengan Lisa malam ini.“Iya, gak papa. Kan hanya semalam, Lisa.”Lisa menghela napas panjang sambil menatap Arum dengan penuh tanya.“Namun, apartemen saya masih berantakan. Saya belum merapikannya tadi.”Arum berdecak dan menatap Lisa. “Apa aku butuh apartemen yang rapi? Lagi pula, aku tidak akan membiarkannya masuk. Aku akan menemui di lobby.”Lisa manggut-manggut. “Ya sudah, kalau begitu saya tunggu di mobil saja. Namun, untuk berjaga-jaga ini kunci apartemen saya. Saya punya serepnya, yang ini Anda bawa saja.”Arum mengangguk, menyimpan kunci apartemen dari Lisa sambil menghapal kode pintunya. Setelah berganti baju, Arum turun dari mobil. Untung saja Lisa selal
“I love you,” desis Danu di sela pagutannya.Arum yang masih shock mendapat perlakuan Danu hanya membisu dan dengan bodohnya ia menikmati pertukaran saliva mereka sambil memejamkam mata. Ini bukan dirinya. Ia menderita mysophobia dan kesulitan untuk melakukan interaksi seintim ini. Namun, mengapa dengan Danu dia bisa?Perlahan Danu mengurai pagutannya sambil sesekali mengecup hidung Arum. Arum hanya diam. Entah mengapa dia seperti patung yang tidak bisa bereaksi menanggapi ulah Danu?Seakan baru tersadar dari mimpi, Arum buru-buru menjauh dari sisi Danu bahkan mendorong tubuh pria itu. Tanpa disadari, Arum terus membasahi bibirnya dengan saliva dan Danu memperhatikan reaksi Arum.“Kamu baik-baik saja? Maaf … Arum, kalau aku sedikit memaksamu. Namun, aku hanya ingin menunjukkan betapa besar perasaanku padamu. Aku sungguh-sungguh.”Arum terdiam, menundukkan kepala sambil menggigit bibirnya. Ia bingung harus menjawab apa