“Maaf, Mas. Aku harus pergi,” ucap Arum.
Ia terburu mendorong tubuh Danu kemudian membuka pintu mobil berlalu pergi tanpa pamitan lagi. Arum terus berjalan menunduk tanpa menoleh sedikit pun ke arah Danu. Danu hanya membisu sambil menatap punggung Arum yang mulai menjauh.
Pelan ia sentuh bibirnya sambil mengulum senyum bahagia. Danu terus tersenyum sambil mulai melajukan mobil meninggalkan apartemen Arum. Sementara itu, Arum sudah tiba di kabin apartemennya.
Ia berdiri diam di balik pintu sambil menyentuh keningnya. Matanya terpejam, berusaha merekam kejadian yang baru saja ia alami. Ini adalah kali pertama Danu menciumnya dan Arum benar-benar terkejut.
“Apa sebenarnya yang terjadi? Apa memang dia sudah menyukaiku lima tahun yang lalu?” gumam Arum.
Arum masih memejamkan mata berdiri diam di balik pintu sambil mengurut dadanya. Jantungnya masih berlompatan dan Arum kesulitan mengatur debarannya.
“Akh … gak
“Aku cemburu!!” Danu mengulang kalimatnya.Tentu saja ucapan Danu itu membuat Arum tercenung beberapa saat. Dia bahkan tidak menyadari jika pintu lift sudah terbuka di lantai 23. Kalau tidak Budi yang bersuara menginterupsi interaksi mereka, pasti Arum masih berada di dalam lift.Danu sudah keluar lebih dulu dengan Budi mengekor di belakangnya. Arum berjalan keluar dengan pelan. Lagi-lagi dia mendapat kejutan dari ucapan Danu. Arum menghela napas sambil mencoba melupakan apa yang baru didengar tadi.Selang beberapa saat Arum sudah berada di ruang meeting bersama Firman dan rekan tim yang lain. Danu memang sempat bergabung sebentar, tapi setelah itu dia sudah meninggalkan ruang meeting. Sepertinya banyak agenda yang harus dilakukan Danu hari ini.“Oke, meetingnya saya akhiri. Kalau masih ada yang kurang jelas chat aja.” Firman sudah mengakhiri meeting mereka.Hampir tiga jam lebih mereka berkutat di dalam sana. Arum bergegas
“Saya sudah menyiapkan baju dan masker untuk Nona,” ucap Lisa.Asisten Arum itu memang sangat sigap. Padahal sepuluh menit yang lalu, Arum baru saja meneleponnya. Namun, Lisa sudah datang sebelum sepuluh menit.“Iya, terima kasih, Lisa.”Arum duduk di sebelah Lisa sambil memasang seat beltnya. Sesekali Lisa melirik Arum dan mengulum senyum dengan aneh. Arum melihat reaksi Lisa.“Ada apa? Apa ada masalah?” Arum penasaran.Lisa menggeleng dengan cepat. “Tidak. Tidak ada, Nona. Hanya saja, saya melihat Anda terus tersenyum sejak masuk mobil tadi. Apa sedang terjadi sesuatu?”Arum langsung mendelik mendengar ucapan Lisa. “Memangnya terjadi apa? Kamu jangan aneh-aneh. Sudah, fokus menyetir saja.”Lisa manggut-manggut sambil tersenyum, kemudian tampak konsentrasi memperhatikan lalu lintas yang semakin padat siang ini.“Ada undangan di akhir pekan besok, Nona. Sebuah un
“Nona, Anda yakin akan melakukan ini?” tanya Lisa.Kali ini mobil yang mereka tumpangi sudah berhenti di parkiran apartemen Lisa. Arum kebingungan usai mendapat telepon dari Danu tadi dan memutuskan bertukar tempat dengan Lisa malam ini.“Iya, gak papa. Kan hanya semalam, Lisa.”Lisa menghela napas panjang sambil menatap Arum dengan penuh tanya.“Namun, apartemen saya masih berantakan. Saya belum merapikannya tadi.”Arum berdecak dan menatap Lisa. “Apa aku butuh apartemen yang rapi? Lagi pula, aku tidak akan membiarkannya masuk. Aku akan menemui di lobby.”Lisa manggut-manggut. “Ya sudah, kalau begitu saya tunggu di mobil saja. Namun, untuk berjaga-jaga ini kunci apartemen saya. Saya punya serepnya, yang ini Anda bawa saja.”Arum mengangguk, menyimpan kunci apartemen dari Lisa sambil menghapal kode pintunya. Setelah berganti baju, Arum turun dari mobil. Untung saja Lisa selal
“I love you,” desis Danu di sela pagutannya.Arum yang masih shock mendapat perlakuan Danu hanya membisu dan dengan bodohnya ia menikmati pertukaran saliva mereka sambil memejamkam mata. Ini bukan dirinya. Ia menderita mysophobia dan kesulitan untuk melakukan interaksi seintim ini. Namun, mengapa dengan Danu dia bisa?Perlahan Danu mengurai pagutannya sambil sesekali mengecup hidung Arum. Arum hanya diam. Entah mengapa dia seperti patung yang tidak bisa bereaksi menanggapi ulah Danu?Seakan baru tersadar dari mimpi, Arum buru-buru menjauh dari sisi Danu bahkan mendorong tubuh pria itu. Tanpa disadari, Arum terus membasahi bibirnya dengan saliva dan Danu memperhatikan reaksi Arum.“Kamu baik-baik saja? Maaf … Arum, kalau aku sedikit memaksamu. Namun, aku hanya ingin menunjukkan betapa besar perasaanku padamu. Aku sungguh-sungguh.”Arum terdiam, menundukkan kepala sambil menggigit bibirnya. Ia bingung harus menjawab apa
“Menginap? Kamu mau menginap di apartemenku?” tanya Danu.Tentu saja pertanyaan Danu itu mengejutkan Budi yang sedang mengemudi di depannya. Bahkan sekilas Budi sudah melirik Danu melalui kaca spion. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi kali ini, yang pasti Budi yakin Danu akan menolak permintaan Nadia.“Iya, Mas. Harusnya sudah aku lakukan sejak dulu, tapi kamu selalu menolak. Sekarang saatnya kita melakukan perkembangan dengan hubungan kita. Aku tidak ingin sebatas teman saja, Mas.”Danu terdiam, jakunnya naik turun menelan saliva. Dia tidak habis pikir, kenapa Nadia tiba-tiba berpikiran seperti ini? Apa dia telah mengetahui sesuatu?“Eng … Nadia, masalahnya saat ini aku di luar kota. Aku sedang perjalanan menuju hotel.” Entah mengapa Danu bisa menjawab dengan lancar dan mengarang alasan secepat kilat.“HEH!!! Di luar kota? Kenapa kamu gak bilang, Mas?”Danu berdecak dan dia sengaja men
“Jadi maksud Anda saya memakai milik Arum, begitu?” tanya Anjani.Danu terdiam dan menggelengkan kepala dengan cepat. Ia merasa serba salah, tapi penglihatannya tidak mungkin keliru. Dia sendiri yang memasangkan gelang itu di pergelangan tangan Arum. Bahkan Danu sengaja mengikat talinya dengan simpul mati sehingga tidak bisa dibuka.Apa mungkin ada bentuk giok yang sama dan dia tidak tahu? Hanya itu yang kini bersemayam di benak Danu.“Saya mendapatkannya dari relasi bisnis saya, Tuan. Dia dari negeri Cina dan sengaja memberi ini sebagai hadiah kerja sama kami.” Akhirnya Arum sudah mengatakan alasannya, meskipun kali ini terpaksa harus berbohong.Danu hanya manggut-manggut sambil tersenyum. Sepertinya memang benar, kalau ada bentuk giok yang sama yang tidak ia ketahui.“Saya minta maaf, Nona. Sepertinya saya tidak tahu kalau ada gelang seperti ini yang sama.”Arum hanya menganggukkan kepala. Sebisa mungkin
“Bagaimana Anda bisa tahu, Nona?” seru Danu.Wajahnya tampak terkejut bahkan mata elang Danu sedang menatap dengan bingung ke arah Arum. Arum menghela napas panjang sambil mengendikkan bahu.“Tempo hari Arum pernah bercerita pada saya. Itu saat saya bertanya tentang hubungannya dengan Anda.” Lagi-lagi Arum kembali berbohong.Danu mengulum senyum sambil menganggukkan kepala. Ia ingat tempo hari pernah meminta tolong Anjani untuk menyakinkan Arum agar menerima permintaan rujuknya. Mungkin saat itu Anjani bertanya ke Arum.“Iya. Anda benar, Nona. Orang yang saya maksud adalah Arum. Dia hampir mirip dengan Anda. Dia mengidap mysophobia. Itu sebabnya dia tidak bisa berinteraksi baik dengan orang lain. Itu juga yang membuat dia dianggap aneh.”Danu terdiam, menengadah sambil menarik napas panjang. Arum hanya diam memperhatikan. Arum tidak menduga kalau Danu masih mengingat semuanya.“Saya suami yang bodoh
“Tentu. Kamu ingin bertemu di mana? Apa sekarang?” ujar Danu.Arum hanya mengulum senyum di seberang sana. Entah mengapa hatinya terus berdebar saat mengingat ucapan Danu tadi.“Enggak, Mas. Besok. Besok saja. Kamu ada waktu?”Danu tersenyum sambil menganggukkan kepala, tapi tentu saja reaksinya tidak terlihat oleh Arum.“Iya. Tentu.”“Oke. Aku akan kirim alamatnya besok.”Arum sudah mengakhiri panggilannya. Sementara Danu menyimpan ponselnya sambil mengulum senyum lebar.“Tuan, ada apa memanggil saya? Apa sudah mau pulang?” Tiba-tiba Budi sudah berdiri di depannya.Danu tersenyum sambil menepuk bahu Budi. “Iya. Kita pulang. Aku ingin cepat tidur dan menyiapkan diri untuk besok.”Budi terlihat bingung bahkan alisnya mengernyit dengan tatapan mata bertanya.“Bukannya besok hari minggu, Tuan. Memangnya Anda mau ke mana?”Danu
“Kamu baik-baik saja, Sayang?” tanya Danu. Arum tersenyum sambil menganggukkan kepala. Sudah hampir tujuh bulan berselang sejak kejadian itu. Semua pelaku kejahatan satu persatu mendapat balasan atas ulahnya. Hubungan Arum dan Tuan Arya kini pun semakin dekat. Bahkan sering kali Arum dan Danu menginap di rumah Tuan Arya seperti hari ini. “Iya, Mas. Aku baik-baik saja, hanya sekarang aku semakin engap,” jawab Arum. Ia berkata sambil mengelus perutnya yang membesar. Danu mengulum senyum sambil menatap penuh cinta ke Arum. Saat ini usia kandungan Arum sudah memasuki sembilan bulan dan tinggal menunggu hari persalinan. Danu mendekat duduk di tepi kasur dan membantu Arum untuk bangkit. Alih-alih bangun dari tempat tidur, Arum malah memeluk Danu dengan erat sembari mendekatkan wajahnya tak berjarak. “Kok malah meluk, lagi pengen?” Danu bersuara sambil mengerlingkan mata. Arum tersenyum, menjentik hidung Danu dengan gemas. “Enggak, cuman seneng aja liat kamu. Ganteng banget.” Danu son
“Berhubungan denganku? Berhubungan dalam hal apa?” tanya Tuan Arya. Tuan Simon mengulum senyum dan reaksinya membuat Tuan Arya semakin penasaran. “Asal kamu tahu, salah satu anak panti itu mempunyai hubungan darah denganmu.” Mata Tuan Arya membola, tidak hanya Tuan Arya saja yang terkejut kali ini. Danu, Arum dan Tuan Prada juga ikut kaget. “Maksud Anda … berhubungan darah itu apa? Anak atau kerabat, begitu?” Danu menimpali. Tuan Simon mengangguk. “Iya, tepat sekali. Anakmu tidak mati, Arya. Dia hidup dan tinggal di panti itu.” Tuan Arya terperanjat dan menatap Tuan Simon tampak kedip. Tuan Prada yang mendengar ikut terkejut. “Mana mungkin? Roweina meninggal di tempat dalam kecelakaan itu. Tidak mungkin dia melahirkan,” elak Tuan Arya. Tuan Simon menarik napas panjang dan menggelengkan kepala. “Tidak. Saat kecelakaan, dia tidak langsung meninggal di tempat. Roweina sempat melahirkan dan ada seseorang yang menolongnya lalu meletakkan bayi tersebut ke panti. Sayangnya saat oran
“Pelaku kejahatan? Kejahatan apa?” tanya Tuan Simon.Dia sangat penasaran dengan ucapan Danu. Danu tersenyum kemudian menjelaskan apa saja yang dilakukan Nyonya Lani terhadap keluarganya.“Astaga!! Jika Anda punya bukti lengkap, bisa kita seret ke meja hijau, Tuan.”Danu tersenyum sambil mengangguk. “Punya. Saya punya buktinya. Itu sebabnya saya penasaran dan ingin tahu siapa dalang di balik ulah Mama Lani selama ini.”Tuan Simon tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian pria paruh baya itu mengalihkan perhatiannya kepada beberapa anggota polisi yang membawa Pak Sudibyo. Pria berkepala plontos itu tampak marah dan menyeringai ke arah Tuan Simon.“Kamu tidak akan bisa menangkapku, Simon!! Sebentar lagi juga aku akan lepas!” seru Pak Sudibyo.Tuan Simon tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Mungkin dulu kamu bisa berkata seperti itu, tapi tidak sekarang. Bawa dia, Pak!!&rdquo
“Tuan, saya sudah mendapat info tentang siapa yang melindungi Nyonya Lani selama ini,” ujar Beni pagi itu.Danu yang belum berangkat kerja terkejut saat mendengar ucapan anak buahnya. Ia hanya diam sambil menatap Beni dengan penuh tanya. Memang selama ini Beni sering berada di rumah Danu. Danu yang meminta Beni menjaga Arum selama ia tidak ada di rumah.“Siapa orangnya?” Tiba-tiba Tuan Prada menyeruak dari dalam rumah.Usai keluar dari rumah sakit, Danu memang meminta ayahnya tinggal bersama di rumahnya. Selain itu, Tuan Prada juga ingin menjaga Arum. Ia tidak mau terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan menimpa Arum lagi.“Pa, kenapa Papa ke sini?”Selama ini Danu memang menyembunyikan penyelidikannya terhadap Nyonya Lani. Ia ingin memastikan semuanya dulu baru menjelaskan ke Tuan Prada. Namun, sepertinya Tuan Prada sudah tahu ulah Nyonya Lani.“Aku sudah tahu apa yang dilakukan Lani, Danu. Bibi yang
“Masih hidup? Anak Roweina masih hidup?” tanya Tuan Simon.Pria bermata sipit itu terkejut saat mendengar penjelasan Tuan Burhan. Tuan Burhan tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Bagaimana bisa? Kecelakaan itu ---”“Kecelakaan itu direkayasa, Simon. Mereka sudah menyabotase mobil Roweina hingga mengalami kecelakaan. Namun, sayangnya Roweina masih hidup saat itu bahkan gara-gara mengalami kecelakaan dia melahirkan di tempat.”Tuan Simon terbelalak kaget mendengarnya. Dia tidak pernah dengar tentang hal ini sebelumnya. Apa jangan-jangan ada yang menyembunyikan bukti tentang Roweina yang baru saja melahirkan saat itu.“Seseorang membantunya dan mengambil bayinya lalu dititipkan di panti itu. Sayangnya orang-orang yang menyabotase mobil Roweina tahu.”“Tunggu dulu!! Bukannya mobil Roweina terbakar dan dia ikut hangus di dalamnya. Bagaimana mungkin ---”Tuan Burhan berdecak sam
“Kamu sudah bangun?” tanya Danu.Pria tampan itu tampak sudah berpakaian rapi dan menghampiri Arum yang sedang terbaring di atas kasur. Semalam mereka datang sangat larut bahkan Arum sudah tertidur di dalam mobil sehingga Danu harus menggendongnya masuk ke dalam rumah.Arum menguap sambil menutup mulutnya kemudian memperhatikan Danu dengan seksama.“Kamu mau ke mana, Mas?”Danu tersenyum. Duduk di tepi kasur sambil menatap Arum dengan sendu.“Aku mau menyelesaikan yang tadi malam. Aku harus membuat laporan ke polisi tentang penculikanmu.”Arum terdiam, menunduk sambil menggelengkan kepala. Danu melihat bahu Arum naik turun mengolah udara.“Aku tidak menduga, Mas. Jika Dokter Sandy menyimpan dendam padaku. Aku tidak tahu selama ini.”Danu tersenyum sambil mengelus lengan Arum dengan lembut.“Kamu pasti tidak akan percaya jika kuberitahu siapa pelaku pembunuhan Anjani,
“PAPA!!! Apa yang Papa katakan?” sergah Dokter Sandy.Tuan Simon dan beberapa orang yang ada di dalam ruangan itu ikut tercengang usai mendengar ucapan Tuan Burhan. Mereka semua terdiam dan menatap Tuan Burhan. Sementara Tuan Burhan kini tampak melihat ke arah Dokter Sandy.“Iya, benar. Bukankah kamu juga tahu jika Papa yang membunuh Anjani. Papa yang merudapaksa dia kemudian tanpa sengaja membunuhnya.”Lagi-lagi semua yang hadir di sana terkesima mendengar pengakuan Tuan Burhan. Sedangkan Dokter Sandy membisu, mengatupkan rapat bibirnya dengan mata berkaca menatap Tuan Burhan.Pria berkacamata itu tidak dapat berkata apa-apa hanya menggelengkan kepala saja. Tuan Simon yang berada dalam ruangan itu perlahan mendekat dan berdiri di samping Tuan Burhan.“Benar yang kamu katakan, Burhan?” tanya Tuan Simon.Tuan Burhan mendongak, mata kelabunya menatap sendu Tuan Simon. Lalu dengan perlahan kepalanya menganggu
“Sial!! Berengsek!!” umpat Dokter Sandy.Ia langsung menyimpan alat suntiknya sambil berjalan tergesa menuju pintu. Arum hanya diam memperhatikannya. Namun, tinggal beberapa langkah menuju pintu Dokter Sandy menghentikan langkahnya dan menoleh ke Arum.Sebuah senyum seringai yang menyeramkan tampil di wajah pria itu. Arum sampai bergidik ketakutan melihatnya.“Aku akan pergi sebentar. Kamu bisa menikmati waktumu, Arum. Namun, setelahnya aku akan mengeksekusimu.”Sebuah tawa menyeramkan sontak bergema mengakhiri kalimat Dokter Sandy. Arum hanya membisu, memeluk lengannya sambil menatap ketakutan pria aneh itu. Pintu sudah kembali tertutup mengiringi kepergian Dokter Sandy.Arum menghela napas panjang sambil mengurut dadanya. Ia tidak tahu berada di mana saat ini, yang pasti Arum berharap Danu segera menemukannya.Selang beberapa saat mobil Dokter Sandy sudah berhenti di depan sebuah rumah tua. Ia melihat banyak mobil terparkir di depan rumahnya. Tidak hanya itu, Dokter Sandy juga melih
“Tuan, saya tidak bisa menemukan Nyonya,” ujar Beni di dalam panggilannya.Danu hanya terdiam dengan telinga yang tegak mendengarkan.“CCTV di kafe tersebut rusak sejak dua hari yang lalu dan saat kejadian tadi tidak terlihat apa yang sedang terjadi,” imbuh Beni.Masih tidak ada jawaban dari Danu hanya giginya yang saling beradu menimbulkan bunyi gemelatuk.“Tuan … .” Suara Beni terdengar menginterupsi lamunan Danu.Terdengar helaan napas panjang dari bibir Danu. Ia tidak tahu harus mencari di mana istrinya. Ponsel Arum bahkan tidak terlacak sama sekali. Bisa jadi Dokter Sandy sudah melepas nomornya dan membuang entah di mana.“Iya, Ben. Aku mendengarnya.” Akhirnya Danu bersuara setelah terdiam beberapa saat.“Saya masih mencoba tanya ke beberapa pelayan. Salah satu dari mereka ada yang melihat mobil box pengiriman datang dan berhenti di bagian belakang kafe dekat toilet. Bi