“Sampai kapan kamu marah terus?” tanya Danu.
Arum dan Danu sedang duduk di depan meja makan. Ada beberapa menu makan pagi yang tersaji di sana. Satu jam yang lalu Budi datang mengantarkan baju ganti untuk Arum. Maunya Arum ingin langsung pulang, tapi dia juga bingung harus naik apa. Masalahnya dia meninggalkan mobilnya di kafe semalam. Arum yakin, Danu pasti akan bersikeras mengantarnya. Kalau sudah seperti itu, Danu akan tahu di mana tempatnya tinggal dan Arum tidak mau.
“Mau aku pesankan yang lain untuk sarapan?” Kembali Danu bertanya.
Arum tidak menjawab, tapi matanya sudah melirik ke pria di depannya. Pria tampan itu sudah berpakaian formal. Aroma parfum maskulin yang sama dengan lima tahun yang lalu menguar memenuhi tubuhnya.
Kalau dipikir penampilan Danu memang tidak berubah hanya sikapnya yang berubah total dan Arum jadi kesal sendiri.
“BUD!!!” Tiba-tiba Danu berseru memanggil asistennya yang berada di rua
“APA!!!? Kamu … kamu tidur dengan Arum?” tanya Nadia.Wanita berparas cantik itu sangat terkejut mendengar pernyataan Danu. Sementara Danu terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Ada Budi yang memperhatikan interaksi mereka berdua dan tampak serba salah. Perlahan tanpa suara, Budi berjalan keluar dari kabin apartemen.“Kamu bohong kan, Mas?” Kembali Nadia bertanya dan suaranya terdengar bergetar. Ia berharap Danu mengiyakan pertanyaannya. Namun, yang ada Danu malah menggelengkan kepala.“Enggak. Aku gak bohong. Semalam kami memang tidur bersama. Kamu pasti tahu apa yang dilakukan pria dan wanita jika tidur bersama.”Nadia melihat Danu dengan terluka dan Danu tampak tak peduli. Pria tampan itu sudah membalikkan badan dan berjalan menuju kamarnya. Sementara Nadia hanya bergeming di tempatnya. Matanya berkabut dengan bibir yang mengatup rapat. Wajahnya terlihat tegang penuh amarah tertahan.“Sialan kamu,
“Hei tunggu!!!” seru seseorang.Arum menoleh. Ia melihat seorang pria sedang berdiri tak jauh dari tempatnya berada sambil memegang ponsel di telinganya. Arum mengernyitkan alis memperhatikannya. Pria itu tampak melihat ke arah lain bukan ke arahnya. Bisa jadi, ia tadi berbincang di telepon bukan sedang memanggil Arum.Arum menghela napas lega sambil mengurut dadanya. Ia bersiap melanjutkan langkahnya menuju mobil. Namun, tiba-tiba ucapan pria itu membuat Arum berhenti melangkah.“Anda tenang saja, Nona Citra. Saya akan melakukan apa yang Anda minta.”Arum menoleh perlahan melihat pria yang sedang asyik menelepon membelakanginya itu. Untung saja penampilan Arum kini tersamarkan. Ia mengenakan masker dengan kacamata hitam dan long jaket yang menutup hampir seluruh tubuhnya.“Saya pastikan proyek itu gagal. Tugas saya hanya merusak wardrobe yang digunakan modelnya, kan?”Arum terperangah kaget dan melihat de
“Asam lambungnya tinggi. Itu yang menyebabkan dia pingsan,” ucap seorang dokter.Saat ini Danu sudah membawa Arum ke rumah sakit. Ia sangat khawatir saat melihat Arum pingsan tadi. Arum masih terlelap di atas brankar saat Danu berkonsultasi dengan sang Dokter.“Saya sudah menuliskan resep. Nanti kalau dia sudah siuman, boleh istirahat di rumah.” Dokter tersebut menambahkan kalimatnya. Danu hanya manggut-manggut mendengarkan.Beberapa saat kemudian, Arum membuka mata. Mengerjapkan netra bulatnya nan hitam pekat sambil mengedarkan pandangan ke segala arah. Kemudian matanya berhenti pada sosok tampan yang sedang tersenyum duduk di sampingnya.Arum buru-buru membuang muka menghindari tatapan pria tampan yang tak lain Danu.“Sudah siuman?” tanya Danu.Arum berdecak sambil mencoba bangkit dari tidurnya. Danu ikut bangkit dan membantunya duduk meski Arum terus menepis tangannya.“Aku bisa sendiri, Mas.”“Iya, aku tahu.
“Apa katamu? Tinggal di apartemenmu?” ucap Arum.Danu tidak menjawab hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum. Arum berdecak sambil menyugar rambutnya asal. Entah mengapa Danu semakin intens menatap mantan istrinya. Kali ini baru ia sadari kalau visual mantan istrinya begitu memikat. Lagi-lagi tanpa diminta ada yang sedang berdesir hebat di dada Danu.“Gak. Aku gak mau. Aku punya tempat tinggal dan itu bukan di panti.”Danu menghela napas panjang sambil mengangguk berulang.“Syukurlah kalau begitu. Kuantar pulang!!”Tanpa menunggu jawaban Arum. Danu sudah berjalan keluar dari ruang rawat jalan itu. Mereka berjalan beriringan menuju parkiran. Arum hanya diam. Otaknya sibuk berpikir akan membawa Danu ke mana kali ini.“Kita mampir makan dulu, ya!! Kamu harus minum obat sebelum dan sesudah makan. Jadi sampai di rumah tinggal istirahat saja,” ucap Danu.Mereka sudah berada di dalam mobil
“Jadi kamu tinggal di sini?” tanya Danu.Mobilnya sudah berhenti di depan sebuah apartemen. Arum hanya mengangguk sambil tersenyum. Sebenarnya ini bukan tempatnya tinggal. Arum kebingungan harus mengarahkan Danu ke mana. Kalau langsung ke apartemennya dengan begitu identitas aslinya sebagai Anjani akan diketahui.“Iya. Sebenarnya apartemen ini disewakan Nona Anjani untuk karyawannya,” jawab Arum.Kali ini dia tidak berbohong. Ia memang menyewa apartemen ini untuk Lisa. Lisa yang sebenarnya tinggal di sana, bukan dia.Danu hanya menganggukkan kepala. “Nona Anjani baik juga dan perhatian pada karyawannya.”Arum tersenyum samar saat mendengar Danu memujinya. Andai saja Danu tahu kalau sosok yang sedang dipuji berada di sampingnya pasti dia akan terkejut.“Aku turun dulu, ya. Sudah malam.”Arum melepas seat belt dan bergegas turun. Danu hanya diam memperhatikan. Kemudian sesaat sebelum Arum
“Jadi benar itu fotomu dan Arum kan, Mas?” tanya Nadia.Wanita cantik itu sangat marah. Wajahnya merah padam dengan mata menyalang dan bibir yang bergetar menahan emosi. Danu masih terdiam, menatap tabloid di tangannya kemudian menyerahkannya ke Budi.Budi hanya diam dengan mimik kebingungan menerima tabloid gosip itu. Budi membaca sekilas judul di bagian sampul depan. Mesra, Danu Nagendra menikmati makan malam bersama pacar barunya. Kira-kira seperti itu judul yang tercetak di bagian atas foto Danu.Budi menghela napas panjang sambil melirik Danu dan Nadia. Lagi-lagi dia berada di waktu dan tempat yang salah.“Mas, kamu gak mau jawab? Kamu gak mau memberi penjelasan?” Nadia kembali bersuara.Danu terlihat tenang. Ia malah menyalakan laptop bersiap mengerjakan tugasnya. Perlahan Danu melihat ke arah Nadia dan menatapnya dengan sendu.“Memberi penjelasan apa maksudmu? Bukannya tabloid itu sudah menjelaskan semuan
“Ada apa, Sayang?” sapa Danu.Danu mengulum senyum begitu tahu ada nama Arum tertera di layar ponselnya. Tebakannya tepat jika mantan istrinya akan menghubungi usai melihat foto mereka berdua yang beredar di tabloid gosip.“Sayang? Siapa yang kamu panggil Sayang?” tanya Arum dengan ketus di seberang sana.Danu mengulum senyum sambil membayangkan wajah Arum yang sedang menahan amarah.“Tentu kamu, dong. Aku kan lagi ngomong ama kamu.”Arum berdecak sambil bergidik geli saat mendengar jawaban Danu. Namun, jauh di lubuk hatinya, ada banyak bunga yang sedang bermekaran indah di sana.“Jangan ngaco!!! Aku bukan kesayanganmu. Tuh, Nadia aja yang dipanggil Sayang.”Danu langsung manyun mendengar jawaban Arum. Selalu Nadia yang disangkut pautkan Arum jika Danu bersikap sedikit manis padanya.“Kamu mau apa?” Danu mengalihkan topik pembicaraan. Terdengar helaan napas panjang di
“Jangan bilang kalau ini bagian dari rencanamu untuk rujuk?” seru Arum.Danu menghentikan makannya, meletakkan pisau dan garpunya kemudian melihat wanita cantik di depannya.“Jadi kamu berpikir ke arah sana sekarang?”Arum berdecak sambil meremas ujung blazernya. “Mas, jangan berbelit-belit. Aku tahu kamu dalang di balik semuanya, kan?”Danu berdecak, menggelengkan kepala dengan mata yang terus fokus ke Arum.“Arum … aku tahu aku salah. Aku sudah mengabaikanmu lima tahun lalu. Aku sudah tidak menjalankan peranku sebagai suami dengan baik. Itu juga yang membuatmu berpikir kalau aku tengah menjebakmu untuk rujuk denganku.”Arum tidak menjawab, mata pekatnya kini membalas tatapan tajam Danu. Sesekali rambut Arum berterbangan tertiup angin malam menambah kesan sensual di wajahnya. Lagi-lagi Danu terpesona dengan visual istrinya kali ini.“Segitu jahatnya aku di matamu hingga kam