“Asam lambungnya tinggi. Itu yang menyebabkan dia pingsan,” ucap seorang dokter.
Saat ini Danu sudah membawa Arum ke rumah sakit. Ia sangat khawatir saat melihat Arum pingsan tadi. Arum masih terlelap di atas brankar saat Danu berkonsultasi dengan sang Dokter.“Saya sudah menuliskan resep. Nanti kalau dia sudah siuman, boleh istirahat di rumah.” Dokter tersebut menambahkan kalimatnya. Danu hanya manggut-manggut mendengarkan.Beberapa saat kemudian, Arum membuka mata. Mengerjapkan netra bulatnya nan hitam pekat sambil mengedarkan pandangan ke segala arah. Kemudian matanya berhenti pada sosok tampan yang sedang tersenyum duduk di sampingnya.Arum buru-buru membuang muka menghindari tatapan pria tampan yang tak lain Danu.“Sudah siuman?” tanya Danu.Arum berdecak sambil mencoba bangkit dari tidurnya. Danu ikut bangkit dan membantunya duduk meski Arum terus menepis tangannya.“Aku bisa sendiri, Mas.”“Iya, aku tahu.“Apa katamu? Tinggal di apartemenmu?” ucap Arum.Danu tidak menjawab hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum. Arum berdecak sambil menyugar rambutnya asal. Entah mengapa Danu semakin intens menatap mantan istrinya. Kali ini baru ia sadari kalau visual mantan istrinya begitu memikat. Lagi-lagi tanpa diminta ada yang sedang berdesir hebat di dada Danu.“Gak. Aku gak mau. Aku punya tempat tinggal dan itu bukan di panti.”Danu menghela napas panjang sambil mengangguk berulang.“Syukurlah kalau begitu. Kuantar pulang!!”Tanpa menunggu jawaban Arum. Danu sudah berjalan keluar dari ruang rawat jalan itu. Mereka berjalan beriringan menuju parkiran. Arum hanya diam. Otaknya sibuk berpikir akan membawa Danu ke mana kali ini.“Kita mampir makan dulu, ya!! Kamu harus minum obat sebelum dan sesudah makan. Jadi sampai di rumah tinggal istirahat saja,” ucap Danu.Mereka sudah berada di dalam mobil
“Jadi kamu tinggal di sini?” tanya Danu.Mobilnya sudah berhenti di depan sebuah apartemen. Arum hanya mengangguk sambil tersenyum. Sebenarnya ini bukan tempatnya tinggal. Arum kebingungan harus mengarahkan Danu ke mana. Kalau langsung ke apartemennya dengan begitu identitas aslinya sebagai Anjani akan diketahui.“Iya. Sebenarnya apartemen ini disewakan Nona Anjani untuk karyawannya,” jawab Arum.Kali ini dia tidak berbohong. Ia memang menyewa apartemen ini untuk Lisa. Lisa yang sebenarnya tinggal di sana, bukan dia.Danu hanya menganggukkan kepala. “Nona Anjani baik juga dan perhatian pada karyawannya.”Arum tersenyum samar saat mendengar Danu memujinya. Andai saja Danu tahu kalau sosok yang sedang dipuji berada di sampingnya pasti dia akan terkejut.“Aku turun dulu, ya. Sudah malam.”Arum melepas seat belt dan bergegas turun. Danu hanya diam memperhatikan. Kemudian sesaat sebelum Arum
“Jadi benar itu fotomu dan Arum kan, Mas?” tanya Nadia.Wanita cantik itu sangat marah. Wajahnya merah padam dengan mata menyalang dan bibir yang bergetar menahan emosi. Danu masih terdiam, menatap tabloid di tangannya kemudian menyerahkannya ke Budi.Budi hanya diam dengan mimik kebingungan menerima tabloid gosip itu. Budi membaca sekilas judul di bagian sampul depan. Mesra, Danu Nagendra menikmati makan malam bersama pacar barunya. Kira-kira seperti itu judul yang tercetak di bagian atas foto Danu.Budi menghela napas panjang sambil melirik Danu dan Nadia. Lagi-lagi dia berada di waktu dan tempat yang salah.“Mas, kamu gak mau jawab? Kamu gak mau memberi penjelasan?” Nadia kembali bersuara.Danu terlihat tenang. Ia malah menyalakan laptop bersiap mengerjakan tugasnya. Perlahan Danu melihat ke arah Nadia dan menatapnya dengan sendu.“Memberi penjelasan apa maksudmu? Bukannya tabloid itu sudah menjelaskan semuan
“Ada apa, Sayang?” sapa Danu.Danu mengulum senyum begitu tahu ada nama Arum tertera di layar ponselnya. Tebakannya tepat jika mantan istrinya akan menghubungi usai melihat foto mereka berdua yang beredar di tabloid gosip.“Sayang? Siapa yang kamu panggil Sayang?” tanya Arum dengan ketus di seberang sana.Danu mengulum senyum sambil membayangkan wajah Arum yang sedang menahan amarah.“Tentu kamu, dong. Aku kan lagi ngomong ama kamu.”Arum berdecak sambil bergidik geli saat mendengar jawaban Danu. Namun, jauh di lubuk hatinya, ada banyak bunga yang sedang bermekaran indah di sana.“Jangan ngaco!!! Aku bukan kesayanganmu. Tuh, Nadia aja yang dipanggil Sayang.”Danu langsung manyun mendengar jawaban Arum. Selalu Nadia yang disangkut pautkan Arum jika Danu bersikap sedikit manis padanya.“Kamu mau apa?” Danu mengalihkan topik pembicaraan. Terdengar helaan napas panjang di
“Jangan bilang kalau ini bagian dari rencanamu untuk rujuk?” seru Arum.Danu menghentikan makannya, meletakkan pisau dan garpunya kemudian melihat wanita cantik di depannya.“Jadi kamu berpikir ke arah sana sekarang?”Arum berdecak sambil meremas ujung blazernya. “Mas, jangan berbelit-belit. Aku tahu kamu dalang di balik semuanya, kan?”Danu berdecak, menggelengkan kepala dengan mata yang terus fokus ke Arum.“Arum … aku tahu aku salah. Aku sudah mengabaikanmu lima tahun lalu. Aku sudah tidak menjalankan peranku sebagai suami dengan baik. Itu juga yang membuatmu berpikir kalau aku tengah menjebakmu untuk rujuk denganku.”Arum tidak menjawab, mata pekatnya kini membalas tatapan tajam Danu. Sesekali rambut Arum berterbangan tertiup angin malam menambah kesan sensual di wajahnya. Lagi-lagi Danu terpesona dengan visual istrinya kali ini.“Segitu jahatnya aku di matamu hingga kam
“Anda mengenalnya?” sahut Danu.Belum sempat Pak Sudibyo melanjutkan kalimatnya, Danu lebih dulu bersuara. Pak Sudibyo tersenyum sambil menonyor bahu Danu.“Anda sedang bercanda atau bagaimana, Tuan Danu. Bukankah dia yang ada di tabloid gosip pagi ini, berpose dengan Anda. Jadi benar Anda punya hubungan spesial dengannya?"Arum terkejut, melirik ke arah Danu. Danu melihat tatapan Arum dan mengulum senyum. Sepertinya berita gosip itu sudah menyebar dengan cepat.“Eng … iya, Anda benar, Pak.” Danu menjawab gugup sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal.“Ternyata selera Anda bagus juga, Tuan.” Pak Sudibyo menambahkan kalimatnya bahkan kini mencondongkan tubuh ke arah Danu kemudian membisikkan sesuatu di telinga Danu. Danu sontak tertawa sambil menganggukkan kepala usai mendengarnya.Arum yang melihatnya tampak kesal dan spontan menarik tangan Danu dengan keras. Danu melihat reaksi Arum.
“Kamu membohongiku, Mas? Kamu bilang bertemu klien, tapi ternyata bertemu Arum,” ujar Nadia.Wanita cantik itu menatap Danu dengan terluka. Matanya berair, bibir merahnya bergetar dan wajahnya terlihat muram. Danu menghela napas panjang sambil memperhatikan mimik Nadia.“Apa aku harus memberitahu padamu dengan detil siapa yang harus aku temui setiap hari, Nadia?”“IYA!!!” Sontak Nadia berseru dengan keras sambil menganggukkan kepala.Danu berdecak sambil menggelengkan kepala. Sebuah senyuman tersungging dengan aneh di raut tampannya dan itu membuat Nadia makin marah.“Ada apa denganmu, Mas? Kenapa kamu berubah? Kamu beneran hendak balikan ama mantanmu itu, kan? Lalu semua alasanmu ini hanya karangan saja?”Danu tidak menjawab, malah melengos dan siap beranjak pergi. Melihat Danu yang menghindar, Nadia langsung berjalan menghampiri dan menarik lengannya.“DANU NAGENDRA!!! JAWAB PERT
“Apa Tuan Danu teman Nona?” lanjut Lisa.Arum hanya diam sambil melirik Lisa dengan sudut matanya. Lagi-lagi Arum ragu untuk menjawab, tapi ini sudah kepalang tanggung. Lisa sudah tahu siapa nama aslinya. Sudah saatnya juga Lisa tahu ada hubungan apa dia dengan Danu.Arum terdiam sesaat, menundukkan kepala sambil menyugar rambut hitamnya. Lisa hanya diam mengamati menunggu dengan setia. Helaan napas keluar dengan panjang dari bibir Arum, kemudian Arum menoleh ke arah Lisa.“Dia … maksudku Mas Danu itu mantan suamiku.”Seketika mata Lisa terbelalak kaget mendengar penuturan Arum. Untuk beberapa saat Lisa terdiam, hanya mulutnya yang terbuka dan tertutup berulang seakan bingung harus berkomentar apa. Arum mengulum senyum melihat reaksinya.“Sudah kuduga kamu pasti akan terkejut seperti ini, tapi itu kenyataannya. Aku dan Mas Danu pernah menikah lima tahun yang lalu. Kemudian karena ketidakcocokan kami berpisah. Ak
“Selamat sore, apa benar ini rumah Tuan Burhan?” tanya Tuan Simon.Usai memastikan foto yang sama, sore itu Tuan Simon berkunjung ke rumah keluarga Dokter Sandy. Seorang wanita paruh baya tampak terkejut mendapati kedatangan Tuan Simon. Wanita itu hanya diam tak menjawab sambil menatap Tuan Simon dengan ketakutan.Tuan Simon tersenyum, membungkukkan badan seakan sedang memberi salam.“Jangan takut. Saya hanya ingin bertemu dengan teman saya. Sampaikan pada Tuan Burhan, ada Simon yang mencarinya.”Wanita paruh baya itu tampak ragu. Lagi-lagi ia tidak berkomentar hanya menatap Tuan Simon dengan bingung. Tuan Simon menunggu dengan sabar hingga akhirnya wanita paruh baya itu bersuara.“Tuan Burhan sedang istirahat. Saya … saya tidak berani membangunkannya.”Tuan Simon berdecak sambil menggelengkan kepala.“Sayang sekali … padahal saya datang dari jauh untuk melihat keadaannya.”
“Silakan, Tuan!!” ujar seorang pria.Dia tampak membungkuk sambil memberi jalan seorang pria berkepala plontos masuk ke dalam rumah sakit. Pria itu berjalan menyusuri koridor hingga menuju ruang praktek Dokter Andi. Seorang perawat menyambut pria paruh baya itu dengan ramah.“Selamat pagi, Pak!! Tunggu sebentar, Dokter akan segera memeriksa Anda.”Pak Sudibyo hanya tersenyum menyeringai sambil menatap perawat di depannya dengan tatapan liar. Sementara perawat itu buru-buru menunduk dan berlalu pergi dari ruang periksa. Pak Sudibyo kini sudah duduk di kursi periksa. Mungkin karena faktor usia, banyak giginya yang sering linu dan sakit digunakan untuk mengunyah. Selain itu ada juga yang berlubang dan itu menyulitkannya.Pak Sudibyo sedang asyik memainkan ponselnya saat pintu ruang periksa terbuka. Pak Sudibyo melirik sekilas dan melihat seorang pria mengenakan pakaian dokter masuk. Kali ini pria itu juga mengenakan masker putih. Pak
“PAPA!!! Papa!!!” seru Nyonya Maria.Wajahnya tampak cemas dan sudah berlarian keluar rumah. Lalu kakinya terhenti saat melihat suaminya keluar dari dalam mobil dengan tangan terborgol. Nyonya Maria tercengang, mulutnya terbuka dengan mata terbelalak.“Pa … ,” cicitnya lirih.Tuan Rafael sebenarnya ada di rumah dan hendak melarikan diri, tapi keburu polisi datang ke rumahnya. Lalu ia memilih sembunyi di garasi, tapi malang, malah ketahuan.Salah satu petugas polisi langsung mendatangi Nyonya Maria.“Anda juga harus ikut kami ke kantor, Nyonya. Anda sudah berbohong dan mengelabui petugas.”Mata Nyonya Maria sontak melotot dan tak lama ia sudah jatuh pingsan. Untung saja petugas polisi yang berdiri di depannya sigap menangkap tubuhnya. Hingga wanita paruh baya itu tidak sampai jatuh ke tanah.Sementara Tuan Rafael hanya menatap istrinya dengan sendu. Matanya berkaca dan terlihat penyesalan di w
“Tuan, ini foto Pak Burhan,” ujar Bu Rahayu.Wanita paruh baya itu tampak jalan tergesa keluar rumah menghampiri Tuan Simon. Tuan Simon tersenyum kemudian menerima selembar foto yang baru saja diberikan Bu Rahayu. Tuan Simon tampak diam sambil mengernyitkan alis menatap foto itu dengan seksama.“Apa pria yang berdiri di belakang anak-anak ini, Bu?” tanya Tuan Simon.“Iya, benar sekali, Tuan. Dulu saya punya fotonya yang jelas, tapi sepertinya sudah rusak termakan usia. Hanya itu yang tersisa.”Tuan Simon hanya diam sambil memandang foto yang terlihat usang dan lecek itu. Wajah Pak Burhan sama sekali tidak jelas terlihat. Wajahnya buram, tapi sosok tubuhnya terlihat tegap dan proposional.“Apa boleh saya simpan, Bu?”Bu Rahayu tersenyum sambil mengangguk. “Tentu saja, Pak. Silakan.”Tuan Simon mengangguk dan segera menyimpan foto itu ke dalam tasnya. Tak lama setelahnya dia su
“Mau apa lagi? Bukankah urusanmu sudah beres berpuluh tahun lalu,” ujar Dokter Sandy.Pria berkepala plontos itu tersenyum menyeringai sambil mengurut dagunya. Ia menatap Dokter Sandy dengan sinis dan penuh ejekan.“Jadi begini balas budimu setelah aku menyekolahkanmu hingga menjadi seorang dokter yang sukses?”Dokter Sandy berdecak sambil menggelengkan kepala.“Katakan saja berapa biaya yang kamu keluarkan untuk menyekolahkanku. Aku akan menggantinya.”Sontak pria itu terkekeh mendengar ucapan Dokter Sandy.“Sombong sekali kamu, Sandy. Merasa sudah hebat, ya? Jadi kamu sudah lupa siapa yang selama ini membantu keluargamu. Begitu!!!”Dokter Sandy tidak menjawab hanya diam sambil menatap pria berkepala plontos itu dengan mata berkilatan. Pria bertubuh gempal itu berdiri, berjalan menghampiri Dokter Sandy hingga sejajar di depannya.“Dengar, ya!! Gara-gara kamu, ada yang sedan
“Tuan, makanan ini saya apakan?” tanya Beni.Pria bertubuh tinggi besar itu sudah menunjuk paper bag berisi makanan yang diberikan Nyonya Lani tadi. Danu diam sejenak sambil melirik paper bag tersebut. Sementara hidung Arum tampak mengendus aroma makanan tersebut.“Baunya enak sekali. Aku jadi ingin mencobanya, Mas.”Danu langsung memelotot ke Arum. Arum tampak terkejut, mengernyitkan alis dengan tatapan penuh tanya.“Maaf, Mas. Sejak hamil hidungku sangat sensitive kalau mencium bau sedap seperti ini. Aku jadi laper.”Arum berkata sambil tersenyum meringis.Danu ikut tersenyum sembari mengelus kepala Arum.“Iya, aku tahu. Mungkin itu bawaan ibu hamil. Kamu boleh makan apa saja, tapi jangan masakan Mama Lani.”Arum terlihat semakin bingung mendengarnya. Danu melihat reaksi Arum. Ia tersenyum sekilas sambil mengajak Arum duduk di sofa. Tuan Prada masih terlelap di brankarnya. Ada Ben
“Tuan, saya Beni. Maaf, ini nomor telepon baru saya,” ucap Beni.Danu menghela napas panjang sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Ia sudah tegang sekaligus kesal setengah mati.“Ada apa, Ben?”Terdengar helaan napas panjang dari seberang sana.“Tuan … maaf, saya pulang lebih awal dari rumah sakit untuk menyelidiki Nyonya Lani.”Danu mengernyitkan alis, tapi kepalanya sudah mengangguk kali ini.“Lalu … kamu menemukan sesuatu? Dia menemui siapa?”“Belum, Tuan. Hanya saja Nyonya Lani tampak sedang berkemas saat ini. Tidak hanya beliau, putrinya Nona Citra juga sedang sibuk berkemas. Beberapa kali saya melihat mereka memindahkan barang-barang ke sebuah apartemen mewah di pinggir kota.”Danu menganggukkan kepala sambil sibuk menerka di mana lokasi apartemen yang dimaksud.“Papa memang sudah menceraikan Mama Lani. Mungkin itu sebabnya mereka tamp
“Sayang … sudah bangun?” tanya Danu.Ia langsung masuk usai berbincang dengan Budi dan Beni tadi. Arum yang tadi hendak keluar segera duduk di sofa dan hanya tersenyum saat melihat Danu. Kebetulan Art mereka sedang keluar untuk membeli makanan.Danu menggeser duduknya mendekat ke Arum, kemudian mengecup keningnya sekilas.“Kita pulang habis ini. Aku sudah minta Beni berjaga di sini membantu Bibi.”Arum hanya mengangguk sambil tersenyum. Ia melihat Beni dan Budi ikut masuk ke dalam ruangan. Dua orang kepercayaan Danu itu tampak membungkuk memberi salam ke Arum. Arum hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala.Arum berharap semoga saja dua orang ini tidak menemukan keterlibatan Tuan Arya pada semua hal yang dilakukan Nyonya Lani. Arum akan sangat kecewa jika itu semua terjadi nantinya.Selang beberapa saat, Arum dan Danu sudah tiba di rumah. Usai makan malam, mereka langsung masuk kamar untuk beristirahat. Sepan
“Baguslah. Aku tunggu di sini.” Danu mengakhiri panggilannya.Ia melirik Arum dan tersenyum saat melihat istrinya masih terlelap. Dengan hati-hati, Danu mengangkat kepala Arum dan meletakkannya di atas bantal. Selanjutnya ia sudah keluar kamar menunggu kedatangan Budi dan Beni di teras.Selang beberapa saat tampak Budi dan Beni mendekat. Dua orang kepercayaan Danu itu tersenyum lebar berjalan mendatangi Danu.“Jadi katakan siapa pelakunya, Bud!!” seru Danu tak sabar.Budi tersenyum, menganggukkan kepala sambil menatap Danu dengan senyum penuh kemenangan.“Anda pasti sangat terkejut begitu tahu siapa orang yang ada di balik semua ini, Tuan,” ucap Budi.Danu mengernyitkan alis menatap Budi dengan penuh tanya. Sementara Beni dan Budi hanya saling pandang dengan senyum lebar.“Baik, kalau begitu katakan siapa dia? Apa Dokter Sandy lagi atau Mama Lani?”Tentu saja Budi dan Beni tampak