“Dari mana saja kamu, Arum?? Jam segini baru datang? Kamu bahkan belum menyiapkan makan siang untuk kami,” hardik Nyonya Lani.
Usai dari rumah sakit tadi, Arum memutuskan pulang saja. Dia tidak kuat usai melihat interaksi mesra suaminya tadi bahkan dia sudah membatalkan terapinya hari ini. Dia hanya ingin pulang. Namun, baru saja masuk rumah, ibu mertuanya yang tak lain ibu tiri Danu sudah menghardiknya seperti itu.
Sejak menikah dengan Danu, Arum memang tinggal di rumah keluarga Danu. Itu adalah salah satu syarat yang tercantum dalam wasiat kakek Danu. Bahkan pernikahannya dengan Danu terjadi gara-gara wasiat itu.
“Eng ... saya ... saya dari rumah sakit, Ma. Hari ini jadwal terapi saya. Bukannya tadi pagi saya sudah pamitan.”
“Omong kosong, pasti dia keluyuran, Ma. Dia bosan disuruh-suruh terus di rumah ini,” sahut Citra dari arah belakang Arum.
Arum menoleh dan menatap Citra dengan tajam. Citra adalah adik tiri Danu. Sejak awal menikah Citra yang paling terlihat tidak suka dengan Arum.
“Sudah jangan banyak alasan. Cepat masak!! Mama sudah kelaparan, Arum!!”
Arum mengangguk sambil berjalan lesu menuju dapur. Padahal asisten rumah tangga di rumah ini banyak. Namun, mengapa urusan memasak selalu Arum yang menyiapkan. Bukan hanya memasak saja, bahkan urusan pekerjaan rumah tangga yang lain kadang sering dibebankan ke Arum. Arum sering bertanya dalam hati, apa memang dia dinikahi Danu hanya untuk dijadikan pembantu saja di sini?
Selang beberapa saat, aneka makanan lezat sudah tersaji di atas meja makan. Arum sibuk mengatur semua hidangan dengan dibantu seorang asisten rumah tangga.
“Ma, katanya Kak Nadia baru saja mengalami kecelakaan kecil saat pemotretan. Untung ada Kak Danu yang menolongnya,” ucap Citra.
Kali ini Citra dan Nyonya Lani tengah berjalan menuju ruang makan. Mereka berdua sengaja bicara keras seakan tidak mempedulikan perasaan Arum.
“Ya sudah, syukurlah kalau begitu. Memang seharusnya Danu itu dengan Nadia, bukan dengan dia.” Nyonya Lani sengaja tidak menyebutkan nama yang dimaksud, tapi lirikan matanya sudah tertuju ke Arum.
Arum mendengar dengan jelas percakapan mertua dan adik iparnya. Ia hanya diam, pura-pura tidak dengar. Sepertinya keluarga Danu memang sudah tahu tentang berita gosip tersebut.
“Iya, Kak Nadia cantik, berbakat, artis sekaligus model ternama rasanya cocok bersanding dengan Kak Danu. Tidak seperti ini.”
Citra langsung tertawa mengejek usai berkata seperti itu. Nyonya Lani menanggapinya dengan tersenyum sementara Arum masih terdiam.
“Makanannya sudah siap, Ma. Silakan makan!!” ujar Arum dengan sopan.
Arum hendak berpamitan pergi, tapi Nyonya Lani memanggilnya membuat Arum urung berlalu pergi.
“Nanti malam akan ada tamu istimewa yang datang. Mama ingin kamu menyiapkan makanan dan juga kamar tamu. Dia akan menginap di sini beberapa hari dan kamu juga yang harus merawatnya. Paham, Arum!!”
Inginnya Arum menolak dan menggelengkan kepala. Namun, dengan bodohnya dia malah mengangguk seolah pasrah dengan keadaan yang tidak dia sukai.
**
Pukul tujuh malam, Arum mendengar mobil Danu datang. Ia sedikit lega melihat suaminya pulang, dengan begitu ia bisa bertanya tentang kejadian hari ini termasuk tentang gosip dan juga kejadian di rumah sakit tadi. Namun, hatinya langsung mencelos saat melihat Danu datang bersama seorang wanita.
Wanita itu tak lain adalah Nadia. Dia duduk di kursi roda dengan kaki diperban dan Danu dengan setia mendorongnya dari belakang.
“Selamat malam semuanya. Senang sekali bisa bertemu kalian lagi,” sapa Nadia dengan ramah.
Seketika Nyonya Lani dan Citra berhambur memeluk Nadia. Tuan Prada yang tak lain ayah Danu hanya terdiam sambil mengulas senyum ramah. Kemudian tatapan Nadia terarah ke Arum. Arum hanya diam berdiri sambil menundukkan kepala. Rambut hitamnya yang legam, menutupi sebagian wajah ayunya.
“Siapa dia?” tanya Nadia.
“Dia ---“ Baru saja Danu membuka suara tiba-tiba Nyonya Lani langsung menyahut.
“Bukan siapa-siapa. Ayo, kita langsung makan malam saja!!”
Nyonya Lani sudah mendorong kursi roda Nadia menuju ruang makan diiringi dengan Citra dan Tuan Prada. Sementara Danu hanya diam sambil melihat Arum dengan datar. Untuk beberapa saat mata mereka bertemu, tapi tidak ada kata yang terucap. Arum hanya membisu sambil meremas tangannya dengan kesal. Sementara Danu sudah berlalu pergi begitu saja.
Sepanjang acara makan, mereka sibuk membicarakan aktivitas Nadia bahkan perkara gosip hubungan Nadia dan Danu pun turut dibahas. Anehnya Danu sama sekali tidak menyangkal semua yang sedang diceritakan. Dia terlihat tak acuh dan asyik dengan makannya.
Sementara Arum yang ikut makan malam hanya diam sambil menundukkan kepala. Bahkan kini tempat duduknya yang biasa bersebelahan dengan Danu, tergantikan oleh keberadaan Nadia.
Usai makan, mereka asyik bercengkrama di ruang tengah. Suara gelak tawa sudah terdengar membahana hanya Arum saja yang sibuk merapikan meja makan. Lagi-lagi dia dianaktirikan di rumah ini. Sesekali Arum melirik ke arah Danu.
Pria tampan itu tampak masa bodo, sama sekali tidak memperhatikannya dan terlihat asyik dengan Nadia yang duduk di sampingnya. Sakit hati Arum, sepertinya memang tepat dugaannya kalau Danu mempunyai hubungan khusus dengan artis tersebut.
Pukul setengah sepuluh malam, saat Danu masuk kamar. Arum sengaja menunggunya. Ia duduk di tepi kasur sambil memperhatikan Danu. Danu pura-pura tidak melihat, masuk ke kamar mandi, melakukan aktivitas sebelum tidur kemudian langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur.
Arum menghela napas panjang. Ia ikut naik ke atas kasur dan menatap Danu yang belum terlelap. Pria tampan itu tampak asyik memainkan ponselnya. Dengan takut-takut, akhirnya Arum berani bersuara.
“Mas ... aku mau tanya.”
Danu tidak menjawab, tapi dia sudah menoleh ke arah Arum. Wanita berusia 20 tahun itu terlihat gugup dan langsung menundukkan kepala. Membuat rambut hitam legamnya terjuntai menutupi wajah ayunya.
Arum perlahan mengangkat kepala. Tanpa sengaja netranya yang pekat beradu dengan mata elang sang Suami.
“Aku lelah, Arum. Aku ingin tidur. Tidak bisakah aku tidur tenang malam ini?”
Arum tertegun, berulang menelan saliva. Padahal dia belum melanjutkan tanyanya, tapi suaminya sudah mengultimatum seperti itu. Dengan ragu, Arum membuka suara kembali. Ia ingin menghilangkan kegelisahannya.
“Aku hanya ingin tahu apa benar kamu ---“ Belum sempat Arum menyelesaikan kalimatnya, Danu sudah mengangkat tangan sambil bangkit dari tidurnya.
“CUKUP!! Aku tidur di kamar lain saja.”
“ARUM!!!! ARUM!!!” seru Nyonya Lani.Hari masih pagi, tapi Arum sudah disibukkan dengan aktivitas rumah tangga. Semalam ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Hatinya masih sibuk bertanya dan ingin meminta kejelasan dari sang Suami, tapi Danu malah menghindar darinya. Apa memang benar kalau suaminya terlibat affair dengan artis cantik itu?“Iya, Ma,” jawab Arum.Ia tergopoh datang dengan wajah lesu menghampiri Nyonya Lani yang sedang berdiri di depan kamar.“Kamu ke mana saja? Dari tadi dipanggil tidak menyahut.”Arum membisu sambil menundukkan kepala. Sejak tadi pagi, dia sudah sibuk di dapur, banyak hal yang harus ia kerjakan termasuk memasak untuk tamu wanita keluarga ini.“Saya memasak di dapur, Ma. Bukannya Mama yang meminta aneka menu pagi ini.”“Pintar saja kamu menjawab. Sudah, cepat bantu Nadia di kamarnya!!”Arum menghela napas panjang. Padahal jelas-jelas banyak asisten rumah tangga yang menganggur, mengapa mertuanya malah meminta dia yang membantu wanita asing itu. Namun, aneh
“Aku mau cerai!!” ujar Arum.Arum sangat marah usai mendengar ucapan Nadia tadi. Ia langsung keluar dari kamar Nadia dan kembali ke kamarnya. Hatinya terluka, tidak dia sangka pria yang hampir setahun dinikahinya bermain di belakang. Parahnya lagi ada benih miliknya yang tertanam di wanita lain.Arum berdiri sambil menatap tajam ke arah Danu. Rahangnya menegang, wajah ayunya merah padam belum lagi suara gemelatuk yang keluar dari giginya. Amarah Arum sudah memuncak dan dia berusaha keras menahannya.“MAS!!! Kamu dengar ucapanku, kan?” sentak Arum.Suaranya terdengar bergetar dan keras. banyak luapan emosi yang sedang dia lontarkan lewat ucapannya. Namun, reaksi Danu berbanding terbalik dengan keadaan Arum. “Mas, aku mau cerai!! Sekarang juga!!” Sekali lagi Arum berseru dan Danu masih bergeming di tempatnya tanpa jawaban.Arum menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan. Ia melihat suami gantengnya yang sedang bercermin dengan sudut matanya. Banyak kebencian serta merta
“Kamu baik-baik saja, Arum?” tanya Dokter Sandy. Arum hanya diam, seluruh tubuhnya bergetar, ia merasa sesak napas dan keringat berlebih sudah membasahi seluruh wajah dan tubuhnya. Dokter Sandy segera bangkit dari duduknya dan menghampiri Arum hendak membimbingnya duduk. Namun, Arum gegas menolak. “JANGAN!!! JANGAN SENTUH!!!” “Apa yang terjadi? Bukankah sebelumnya kamu baik-baik saja, Arum?” Arum tidak menjawab hanya bergeming di tempatnya. Perlahan Arum menggeleng, tangannya masih gemeteran bahkan kini ditambah jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Dokter Sandy hanya diam memperhatikan Arum melalui kacamata minusnya. Dokter Sandy adalah dokter yang menangani terapi Arum selama ini. Perkembangan Arum sudah membaik belakangan ini, bahkan ia sudah bisa berinteraksi dengan orang lain. Namun, mengapa pagi ini perilaku Arum berubah. “Kamu kenapa? Ceritakan padaku, Arum!!” Arum menggeleng, tidak menjawab kemudian sudah berurai air mata. Dokter Sandy makin bingung dibua
“ARUM!!!!” seru Danu.Ia langsung keluar kamar dan mencari Arum ke setiap sudut rumah. Jelas saja seluruh penghuni rumah terkejut dengan teriakan Danu kali ini. Beberapa asisten rumah tangga keluar dengan tergopoh menghampiri Danu.“Bi, Arum mana?” tanya Danu.Alih-alih menjawab pertanyaan Danu, asisten rumah tangga itu malah menundukkan kepala. Terang saja Danu kesal. Dia sudah lelah usai melakukan perjalanan bisnis dan pulang-pulang sudah menghadapi seperti ini.“Maaf, Tuan … Nyonya … Nyonya Arum —”“Dia kabur!!” sahut Nyonya Lani.Wanita paruh baya yang tak lain ibu tiri Danu itu sudah berdiri di belakang Danu sambil bersedekap. Danu menoleh dan mengernyitkan alis menatap Nyonya Lani.“Kabur?”“Iya. Apa namanya kalau pergi tanpa pamit? Kabur, bukan?” Nyonya Lani kembali bersuara.Danu menghela nafas panjang. Kemudian tanpa berkata apa-apa, langsung berjalan keluar rumah.“Danu!! Kamu mau ke mana? Ini sudah malam.” Nyonya Lani berteriak mencoba mencegah kepergian Danu. Namun, pria ta
“Maaf ... Anda salah orang, Tuan,” jawab Arum dengan gugup.Ia sudah berjalan mundur sambil menundukkan kepala. Sementara Danu hanya diam menatap tajam ke arah Arum. Sepertinya Danu tidak percaya dengan ucapan Arum dan terus memperhatikannya tanpa jeda.Dalam hati, Arum sibuk merutuki kebodohannya. Mengapa juga dia memutuskan ke balkon hingga akhirnya bertemu dengan mantan suaminya?“Nona, sudah saatnya!!” Tiba-tiba Lisa sudah berdiri menghampiri Arum. Sepertinya kehadiran Lisa merupakan kesempatan emas untuk melarikan diri dari Danu.“Iya.” Tanpa berpamitan Arum berlalu pergi begitu saja meninggalkan Danu yang bergeming di tempatnya.Danu menghela napas panjang sambil menatap punggung Arum yang telah menghilang. Ia memutuskan untuk kembali masuk ke dalam ruangan. Malam ini Danu memang sengaja menghadiri acara fashion show. Hampir lima tahun, Danu bergelut di bisnis hiburan. Karena menjanjikan, Danu memutuskan aktif berkecimpung di dalamnya.“Mas ... sebentar lagi sudah di akhir acara.
“Siapa? Danu Nagendra?” tanya Arum.Dia sangat terkejut saat Lisa menyebut nama mantan suaminya. Lisa tersenyum, menoleh ke arah Arum sambil menganggukkan kepala.“Iya, klien baru kita itu bernama Tuan Danu Nagendra. Katanya dia salah satu pemilik perusahaan terbesar di kota ini. Bahkan beliau juga sudah melebarkan sayapnya hingga ke manca negara. Rasanya tidak salah menjalin kerja sama dengannya, Nona.”Arum hanya membisu, tidak menjawab dan tanpa diminta kejadian beberapa jam tadi terulang di benaknya. Tadi saja Arum sudah mengubah penampilan, Danu mengenalinya. Bagaimana jika mereka bertatap muka besok?Arum menghela napas panjang sambil melirik Lisa.“Eng ... apa tidak bisa kamu tunda pertemuannya? Aku ... aku ada jadwal terapi, Lisa.”Lisa langsung tersenyum menoleh ke arah Arum. “Apa Nona lupa? Kalau Anda sudah tidak membutuhkan terapi lagi. Bukankah Dokter Sandy mengatakan kalau Anda sudah baik-baik saja, Nona.”Arum berdecak sambil menatap kesal ke arah Lisa. Mengapa juga asis
“Apa Nona Anjani memanggil saya?” tanya Arum.Belum sempat Lisa meneruskan kalimatnya, Arum sudah bertanya seperti itu. Terang saja Lisa terlihat bingung kali ini. Bahkan wanita muda berkacamata minus itu terlihat berulang memberi isyarat bertanya lewat matanya.Arum seakan tahu reaksi Lisa dan langsung tersenyum.“Nona Nadia membutuhkan baju untuk acara makan malamnya dan saya tidak bisa mencarikan baju yang tepat untuknya. Apa kamu bisa menolongnya?” Arum kembali bersuara dan kini ditujukan ke Lisa.Lisa hanya diam sambil menatap Arum dan Nadia bergantian. Namun, meski demikan Lisa sudah menganggukkan kepala.“Eng ... mari saya bantu, Nona.” Lisa mengambil alih, tapi sepertinya Nadia tidak berkenan.“Aku tidak mau kamu layani. Aku mau dia yang melayani aku!!!” Nadia berkata sambil menunjuk ke arah Arum.Lisa melotot dan reaksinya tidak bisa ditutupi begitu saja.“Tapi, Non
“Mati aku!! Kenapa juga Lisa memanggilku dengan nama itu?” gumam Arum.Arum pura-pura tidak mendengar, ia menundukkan kepala dan mempercepat jalannya. Tentu saja ulah Arum membuat Lisa bingung. Lisa gegas mengejar Arum. Sementara Danu hanya diam sambil menatap wanita yang dipanggil Anjani tadi. Sayang, saat Danu menoleh Arum sedang menunduk sehingga dia tidak melihat sosok Anjani sebenarnya.“Nona ... Tuan Danu sudah datang,” seru Lisa.Ia sudah berhasil mengejar Arum yang kini bersembunyi di salah satu ruang ganti. Arum diam membisu sambil menatap Lisa tajam. Tidak biasanya Lisa melihat reaksi Arum seperti ini. Memang ia tahu, Arum seorang introvert, tapi dia juga pebisnis yang handal. Bertemu dengan klien adalah hal yang paling wajib dia lakukan.“Nona ... .” Lisa menginterupsi lamunan Arum.Arum menghela napas panjang kemudian melirik ke arah Lisa. Ia melihat asistennya sedang menunggu titah darinya. Arum tahu