“Apa Nona Anjani memanggil saya?” tanya Arum.
Belum sempat Lisa meneruskan kalimatnya, Arum sudah bertanya seperti itu. Terang saja Lisa terlihat bingung kali ini. Bahkan wanita muda berkacamata minus itu terlihat berulang memberi isyarat bertanya lewat matanya.
Arum seakan tahu reaksi Lisa dan langsung tersenyum.
“Nona Nadia membutuhkan baju untuk acara makan malamnya dan saya tidak bisa mencarikan baju yang tepat untuknya. Apa kamu bisa menolongnya?” Arum kembali bersuara dan kini ditujukan ke Lisa.
Lisa hanya diam sambil menatap Arum dan Nadia bergantian. Namun, meski demikan Lisa sudah menganggukkan kepala.
“Eng ... mari saya bantu, Nona.” Lisa mengambil alih, tapi sepertinya Nadia tidak berkenan.
“Aku tidak mau kamu layani. Aku mau dia yang melayani aku!!!” Nadia berkata sambil menunjuk ke arah Arum.
Lisa melotot dan reaksinya tidak bisa ditutupi begitu saja.
“Tapi, Non
“Mati aku!! Kenapa juga Lisa memanggilku dengan nama itu?” gumam Arum.Arum pura-pura tidak mendengar, ia menundukkan kepala dan mempercepat jalannya. Tentu saja ulah Arum membuat Lisa bingung. Lisa gegas mengejar Arum. Sementara Danu hanya diam sambil menatap wanita yang dipanggil Anjani tadi. Sayang, saat Danu menoleh Arum sedang menunduk sehingga dia tidak melihat sosok Anjani sebenarnya.“Nona ... Tuan Danu sudah datang,” seru Lisa.Ia sudah berhasil mengejar Arum yang kini bersembunyi di salah satu ruang ganti. Arum diam membisu sambil menatap Lisa tajam. Tidak biasanya Lisa melihat reaksi Arum seperti ini. Memang ia tahu, Arum seorang introvert, tapi dia juga pebisnis yang handal. Bertemu dengan klien adalah hal yang paling wajib dia lakukan.“Nona ... .” Lisa menginterupsi lamunan Arum.Arum menghela napas panjang kemudian melirik ke arah Lisa. Ia melihat asistennya sedang menunggu titah darinya. Arum tahu
“Mas Danu ... ,” lirih Arum.Usai meminta Lisa menyuruh Danu dan Nadia masuk ke ruangannya, Arum meninggalkan kantor. Ia belum siap untuk bertemu dengan Danu dan memutuskan menghabiskan waktu di kafe. Tidak disangka saat dia ingin kembali ke kantor malah bertemu Danu di luar kafe.“Ma—maaf, Mas. Aku ... aku gak lihat tadi.” Seketika suara Arum berubah gugup bahkan kini dia terus menunduk.Danu hanya diam, kemudian merampas saputangan dari tangan Arum dan mengelap jasnya yang basah. Arum hanya membisu sambil sibuk meremas tangannya. Sedari dulu, dia selalu begitu jika gugup.“Kamu masih berada di kota ini rupanya.” Danu kembali bersuara.Arum hanya diam, menundukkan kepala sambil mengangguk. Danu menghela napas panjang kemudian mengulurkan sapu tangan Arum. Arum menerima dan menyimpannya. Untuk beberapa saat mata mereka bertemu dan entah mengapa Danu terus tertegun saat melihatnya.Memang penampilan A
“Nona dari mana? Tuan Danu baru saja pergi,” sapa Lisa.Asisten Arum itu langsung bersuara begitu melihat Arum datang. Arum hanya diam langsung duduk di kursi kerja dan mulai menyalakan laptop.“Besok Tuan Danu akan mengirimkan proposal kerja sama-nya. Sesuai yang Nona minta, saya sudah menjelaskan kalau kita akan menyetujuinya.”Arum hanya diam, tapi kepalanya tampak mengangguk berulang. Lisa hanya diam memperhatikan kemudian menarik kursi dan duduk di depan meja kerja Arum.“Nona ... apa Anda baik-baik saja?” Tiba-tiba Lisa bertanya dengan suara lirih. Entah mengapa Lisa serta merta bertanya seperti itu. Dari dulu asistennya ini memang paling tahu apa yang dirasakan Arum.Arum tersenyum mengangkat kepala sambil melihat ke arah Lisa.“Aku baik-baik saja, Lisa. Aku hanya sedang teringat sesuatu.”Kali ini Arum tidak berbohong. Kejadian hari ini memang menguras banyak emosinya. Tanpa dimi
“Eng ... apa maksud Anda, Tuan?” tanya Arum.Ia sudah meringsek mundur menjaga jarak dari Danu. Danu hanya tersenyum sambil bersedekap menatap Arum. Sekali lagi ulah mantan suaminya ini benar-benar membuat Arum kelimpungan. Ada banyak rasa yang berkecamuk di dadanya. Jengkel, marah, benci dan juga setitik rindu.Danu belum menjawab saat tiba-tiba sebuah tangan dengan manja bergelayut di lengan Danu. Danu menoleh dan melihat Nadia berdiri di samping dengan senyum manis menghias wajahnya. Arum buru-buru buang muka dan berbalik begitu saja meninggalkan mereka.Cukup saat menikah dulu, dia melihat interaksi mesra suami dan selingkuhannya itu. Tidak di saat ini, tidak di saat dia sudah perlahan move on.“Mas ... kamu kok ngilang, sih. Aku sampai kebingungan mencarimu,” cicit Nadia dengan suara manjanya.Danu hanya terdiam, menggerakkan jakunnya naik turun sambil melihat Nadia dengan sudut matanya. Entah apa yang dia rasa kali ini
“Kamu jangan menuduhku yang aneh-aneh, Nadia!!” seru Danu.Sengaja pria tampan itu menekankan kalimatnya dan mendengar ucapan tegas Danu membuat Nadia senang. Wanita cantik itu mengangguk-angguk sambil tersenyum. Ia semakin yakin kalau perasaan Danu memang hanya untuknya bukan untuk wanita lain.“Maaf ... aku hanya berpikir kalau kamu sedang teringat dengan Arum jadi saat melihat Nona Anjani kamu bereaksi seperti itu. Bukankah benar kataku kalau mereka mirip?”Tidak ada jawaban dari bibir Danu, tapi mereka sudah kembali melanjutkan langkahnya.“Memang mereka mirip sih, tapi rasanya tidak mungkin kalau Nona Anjani dan Arum orang yang sama. Nona Anjani sangat trendi, mengikuti mode dan juga sudah go internasional. Sementara mantan istrimu ---“Nadia tidak meneruskan kalimatnya hanya mengendikkan bahu dengan sebuah senyuman yang mengejek. Kali ini Nadia teringat visual Arum yang sebelas dua belas dengan asisten ruma
“Bukannya kemarin aku bilang akan menemuimu di sini, Arum,” ujar Danu.Arum membisu di tempatnya. Jadi kedatangan Danu kali ini berhubungan dengan ucapannya di depan kafe tempo hari. Sama sekali tidak membahas tentang kerja samanya dengan Anjani.“Eng ... maaf, Mas. Aku ... aku lupa.”Danu tersenyum datar sambil memperhatikan penampilan Arum. Kali ini penampilan Arum memang sedikit berantakan. Rambut hitam legamnya diikat acak dan dikait dengan sebuah tusuk konde ke puncak kepala. Sementara blus satin warna lembayung yang ia kenakan sudah ia gulung setengah bagian lengannya untuk memudahkan pergerakan.“Apa bosmu yang meminta lembur?” Kembali Danu bersuara dan Arum bisa menebak kalau Danu masih menganggapnya pramuniaga di sini.“Eh ... iya, ehmm ... tidak. Akh ... maksudku Nona Anjani tidak memintaku lembur. Aku saja yang mengajukan diri membantunya.”Danu tidak berkomentar dan menganggukkan ke
“Tuan ingin rujuk dengan Nyonya?” tanya Budi.Alih-alih menjawab pertanyaan Danu, Budi malah balik bertanya. Danu terlihat kesal, menatap Budi dengan tajam melalui kaca spion. Tentu saja reaksi Danu itu terlihat jelas oleh Budi. Asisten Danu itu tampak serba salah kali ini.“Saya rasa hampir mirip dengan persyaratan menikah, Tuan. Saya bisa mengurusnya dengan cepat. Kapan Tuan ingin rujuk dengan Nyonya?”Seketika mata Danu terbelalak dan sontak memalingkan wajah sambil bersuara dengan keras. “Enggak. Siapa juga yang mau rujuk?”Budi hanya manggut-manggut dan merasa bersalah sudah bertanya seperti itu. Asisten Danu itu kembali konsentrasi ke lalu lintas di depannya. Sementara Danu terlihat melamun lagi kali ini.“Mana mungkin dia mau rujuk denganku. Aku sudah menyakiti hatinya terlalu dalam. Aku sudah menorehkan luka dan aku yakin dia tidak akan memaafkanku,” batin Danu.**Pagi itu baru
“APA!!!” seru Arum.Spontan dia bersuara seperti itu usai mendengar jawaban Danu tadi. Arum sungguh tidak menduga kalau Danu malah memintanya bergabung di perusahaannya. Apa yang sebenarnya sedang ia rencanakan?Arum mengolah udara sambil mengurut dadanya. Dia sangat shock kali ini dan masih belum tahu apa yang harus ia katakan setelahnya.“Nona, kenapa Anda terkejut?” Suara Danu di seberang sana terdengar mengandung kecurigaan.Arum menelan ludah sambil mengatur napasnya. Ia tidak mau Danu curiga nantinya.“Eng ... gak. Maksud saya, saya hanya tidak menduga Anda mengenal karyawan saya tadi.”Danu tidak menjawab hanya menganggukkan kepala sambil mengulum senyum.“Bagaimana kalau dia tidak mau, Tuan?” Tiba-tiba Arum berani mengajukan pertanyaan seperti itu.“Astaga, Nona. Dia hanya bawahan Anda. Anda yang berkuasa, bukan?”Arum membisu dan membenarkan ucapan Danu