“Artis sekaligus model papan atas Nadia Amalia tertangkap basah sedang menghabiskan waktu sepanjang malam bersama seorang pria tampan di sebuah hotel. Pria tampan yang disinyalir seorang pengusaha kaya raya berinisial DN itu ternyata sudah lama menjalin hubungan dengannya. Menurut kabar yang terdengar, mereka akan segera melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius.”
Suara berita gosip yang sedang tayang di salah satu stasiun televisi itu sudah mendominasi atmosfer ruang tunggu salah satu rumah sakit pagi ini.
Seorang wanita berwajah teduh hanya terdiam sambil sesekali menghela napas panjang memperhatikan tayangan yang terus diulang di televisi 40 inchi itu. Hatinya bergetar saat melihat sosok pria yang ditayangkan dalam berita gosip tersebut. Tidak bisa dipungkiri kalau sosok itu memang mirip dengan suaminya, Danu Nagendra.
Enggak. Gak mungkin itu Mas Danu, batin Arum.
Wanita cantik berwajah teduh dengan rambut hitam legam itu bernama Arum Bisanti. Ia sengaja datang ke rumah sakit pagi ini untuk melakukan terapi setiap bulannya. Arum mengalami depresi akibat kejadian masa lalu. Hanya saja biasanya ada Danu yang menemani, tapi sudah dua hari suaminya tidak pulang. Bahkan sudah mengirim pesan agar Arum berangkat sendiri.
Memang pernikahannya dengan Danu berawal dari sebuah perjodohan. Meskipun selama ini Danu menunjukkan sikap tak acuh, Arum tetap selalu berusaha untuk menjadi istri yang baik untuk suaminya. Namun, beberapa bulan belakangan ini Danu memang jarang pulang. Bisa jadi kesibukannya yang sedang membuka kantor cabang di luar kota membuat dia seperti itu.
“MINGGIR!! MINGGIR!!!” seru salah satu perawat sambil mendorong brankar.
Segera para pasien yang sedang berdiri di tengah kooridor minggir sambil melihat dengan penasaran. Tak lama setelah itu banyak beberapa orang berjalan mengekor di belakang brankar tersebut. Mereka berpenampilan rapi dan terlihat sangat sibuk. Bahkan ada salah satunya yang terus melakukan panggilan di ponsel.
“Siapa yang sakit?” tanya salah seorang suster.
“Itu artis papan atas, Nadia Amalia,” jawab yang lain.
“HAH!!! Beneran? Kenapa?”
“Katanya sih terjatuh saat melakukan pemotretan.”
Arum yang duduk tak jauh dari dua suster tersebut mendengar dengan jelas semuanya. Ia sontak mengarahkan matanya ke siaran gosip yang masih berlangsung. Di sana masih terus menyebutkan nama artis yang sama dan rekaman video saat artis tersebut sedang menghabiskan waktu dengan seorang pria terus diulang.
Arum menghela napas sambil menggelengkan kepala. Sepertinya kejadian artis papan atas itu masuk rumah sakit akan segera rilis juga di tayangan berita gosip besok pagi. Pasalnya Arum melihat beberapa kuli tinta sudah berlarian masuk ke dalam rumah sakit. Untung saja ada petugas sekuriti yang berjaga sehingga kuli tinta tersebut bisa digiring keluar kembali.
“Duh, artis yang sakit saja segitu hebohnya,” celetuk salah satu pasien yang duduk di sebelah Arum.
Arum hanya mengulum senyum. Ia melirik jam di tangannya. Ia sudah cukup bosan menunggu giliran namanya dipanggil. Ia kembali menunduk sibuk memainkan ponsel, saat tiba-tiba ia mendengar langkah kaki yang sangat dikenalnya memasuki ruang tunggu tersebut.
“Tuan, Nona ada di lantai dua!!” seru sebuah suara.
Arum mendongak dan langsung terkejut saat melihat ada asisten suaminya berada di rumah sakit tersebut. Tidak hanya itu, Arum melihat tepat di belakang asisten suaminya itu, berjalan Danu Nagendra dengan tegapnya.
Pesonanya nan menawan dan wajah yang rupawan langsung menghipnotis semua pengunjung dan pasien yang sedang duduk menunggu di sana.
“Bukannya itu pengusaha kaya raya yang digosipkan punya hubungan dengan artis tadi.” Kini sudah terdengar suara-suara dari arah bangku pasien.
“Iya, bener. Ternyata ganteng aslinya. Pantes saja pacaran ama artis.”
“Iya, betul. Cocok banget, ganteng dan cantik.” Yang lain ikut menimpali dan membuat suasana semakin riuh. Tidak hanya pasien dan pengunjung bahkan petugas medis juga asyik berbisik saat Danu melintas.
Sementara Arum yang duduk di sudut ruang tunggu itu hanya diam mengamati.
“Apa yang dilakukan Mas Danu di sini? Bukankah katanya dia sibuk?” gumam Arum.
Tanpa berpikir panjang, Arum gegas bangkit dan berjalan mengikuti Danu dari jauh. Ia mendengar kalau mereka hendak ke lantai dua. Arum berjalan menuju lift kemudian menekan angka dua. Dia sudah melihat Danu naik lift lebih dulu tadi.
Pintu lift terbuka di lantai dua. Arum sedikit lega karena suasana lantai dua tidak seramai di area ruang tunggu. Arum celinggukan mencoba mencari ke mana jejak suaminya pergi. Ia berjalan menyusur lorong lantai dua dan langsung berhenti di depan sebuah kamar yang terbuka pintunya.
Seperti mendapat insting, Arum langsung menoleh ke dalam kamar tersebut. Ia hampir memekik saat melihat suaminya sedang duduk di sebelah brankar. Di atas brankar itu ada seorang wanita cantik yang mirip dengan artis di tayangan tv tadi sedang duduk sambil bersandar di kepala brankar. Kakinya diperban dengan sebuah infus yang tertancap di tangannya.
Arum perlahan menyembunyikan tubuhnya. Ia tidak mau Danu melihatnya dengan jelas kali ini. Untung saja suasana di depan ruangan itu sangat sibuk sehingga tidak akan ada yang curiga dengan ulahnya kali ini.
“Mana yang sakit?” tanya Danu.
Baru kali ini Arum mendengar suara suaminya begitu lembut dan enak didengar. Selama ini Arum jarang sekali mendengar suaminya bersuara. Suaminya cenderung pendiam dan berbicara melalui pesan singkat di ponselnya saja.
“Kakiku, tadi tergelincir saat melakukan pemotretan,” jawab Nadia dengan manja.
“Iya, gak papa. Kan sudah ditangani dokter tadi. Lain kali hati-hati, ya!!”
Wanita cantik itu tersenyum sambil bergelayut di lengan Danu. Arum hanya diam melihat interaksi mesra suaminya. Tanpa diminta ada rasa sakit yang menyusur di dadanya. Dia tidak menduga kalau Danu akan berselingkuh di belakangnya. Jadi sepertinya berita gosip itu benar.
Arum menarik napas panjang sambil menahan amarahnya. Otaknya masih bisa berpikir jernih dan tiba-tiba mengambil ponsel yang ada di tasnya. Dengan jari gemetar, Arum mulai melakukan panggilan. Cukup lama ia menunggu hingga terdengar suara di seberang sana.
“Ada apa? Aku sibuk. Aku sudah minta Pak Udin menjemputmu di rumah sakit. Jadi jangan ganggu aku!!”
Belum sempat Arum bersuara, pemilik suara di seberang sana sudah mengakhiri panggilannya. Arum terdiam sambil kembali melirik Danu dan Nadia dengan tatapan iri. Ia melihat Danu baru saja mematikan ponsel dan menyimpannya di saku celana.
Kemudian dia sudah tersenyum, mengelus lembut tangan Nadia sambil bersuara, “Bukan siapa-siapa, kok. Tenang saja, aku akan di sini menemanimu.”
“Dari mana saja kamu, Arum?? Jam segini baru datang? Kamu bahkan belum menyiapkan makan siang untuk kami,” hardik Nyonya Lani.Usai dari rumah sakit tadi, Arum memutuskan pulang saja. Dia tidak kuat usai melihat interaksi mesra suaminya tadi bahkan dia sudah membatalkan terapinya hari ini. Dia hanya ingin pulang. Namun, baru saja masuk rumah, ibu mertuanya yang tak lain ibu tiri Danu sudah menghardiknya seperti itu.Sejak menikah dengan Danu, Arum memang tinggal di rumah keluarga Danu. Itu adalah salah satu syarat yang tercantum dalam wasiat kakek Danu. Bahkan pernikahannya dengan Danu terjadi gara-gara wasiat itu. “Eng ... saya ... saya dari rumah sakit, Ma. Hari ini jadwal terapi saya. Bukannya tadi pagi saya sudah pamitan.”“Omong kosong, pasti dia keluyuran, Ma. Dia bosan disuruh-suruh terus di rumah ini,” sahut Citra dari arah belakang Arum.Arum menoleh dan menatap Citra dengan tajam. Citra adalah adik tiri Danu. Sejak awal menikah Citra yang paling terlihat tidak suka dengan Ar
“ARUM!!!! ARUM!!!” seru Nyonya Lani.Hari masih pagi, tapi Arum sudah disibukkan dengan aktivitas rumah tangga. Semalam ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Hatinya masih sibuk bertanya dan ingin meminta kejelasan dari sang Suami, tapi Danu malah menghindar darinya. Apa memang benar kalau suaminya terlibat affair dengan artis cantik itu?“Iya, Ma,” jawab Arum.Ia tergopoh datang dengan wajah lesu menghampiri Nyonya Lani yang sedang berdiri di depan kamar.“Kamu ke mana saja? Dari tadi dipanggil tidak menyahut.”Arum membisu sambil menundukkan kepala. Sejak tadi pagi, dia sudah sibuk di dapur, banyak hal yang harus ia kerjakan termasuk memasak untuk tamu wanita keluarga ini.“Saya memasak di dapur, Ma. Bukannya Mama yang meminta aneka menu pagi ini.”“Pintar saja kamu menjawab. Sudah, cepat bantu Nadia di kamarnya!!”Arum menghela napas panjang. Padahal jelas-jelas banyak asisten rumah tangga yang menganggur, mengapa mertuanya malah meminta dia yang membantu wanita asing itu. Namun, aneh
“Aku mau cerai!!” ujar Arum.Arum sangat marah usai mendengar ucapan Nadia tadi. Ia langsung keluar dari kamar Nadia dan kembali ke kamarnya. Hatinya terluka, tidak dia sangka pria yang hampir setahun dinikahinya bermain di belakang. Parahnya lagi ada benih miliknya yang tertanam di wanita lain.Arum berdiri sambil menatap tajam ke arah Danu. Rahangnya menegang, wajah ayunya merah padam belum lagi suara gemelatuk yang keluar dari giginya. Amarah Arum sudah memuncak dan dia berusaha keras menahannya.“MAS!!! Kamu dengar ucapanku, kan?” sentak Arum.Suaranya terdengar bergetar dan keras. banyak luapan emosi yang sedang dia lontarkan lewat ucapannya. Namun, reaksi Danu berbanding terbalik dengan keadaan Arum. “Mas, aku mau cerai!! Sekarang juga!!” Sekali lagi Arum berseru dan Danu masih bergeming di tempatnya tanpa jawaban.Arum menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan. Ia melihat suami gantengnya yang sedang bercermin dengan sudut matanya. Banyak kebencian serta merta
“Kamu baik-baik saja, Arum?” tanya Dokter Sandy. Arum hanya diam, seluruh tubuhnya bergetar, ia merasa sesak napas dan keringat berlebih sudah membasahi seluruh wajah dan tubuhnya. Dokter Sandy segera bangkit dari duduknya dan menghampiri Arum hendak membimbingnya duduk. Namun, Arum gegas menolak. “JANGAN!!! JANGAN SENTUH!!!” “Apa yang terjadi? Bukankah sebelumnya kamu baik-baik saja, Arum?” Arum tidak menjawab hanya bergeming di tempatnya. Perlahan Arum menggeleng, tangannya masih gemeteran bahkan kini ditambah jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Dokter Sandy hanya diam memperhatikan Arum melalui kacamata minusnya. Dokter Sandy adalah dokter yang menangani terapi Arum selama ini. Perkembangan Arum sudah membaik belakangan ini, bahkan ia sudah bisa berinteraksi dengan orang lain. Namun, mengapa pagi ini perilaku Arum berubah. “Kamu kenapa? Ceritakan padaku, Arum!!” Arum menggeleng, tidak menjawab kemudian sudah berurai air mata. Dokter Sandy makin bingung dibua
“ARUM!!!!” seru Danu.Ia langsung keluar kamar dan mencari Arum ke setiap sudut rumah. Jelas saja seluruh penghuni rumah terkejut dengan teriakan Danu kali ini. Beberapa asisten rumah tangga keluar dengan tergopoh menghampiri Danu.“Bi, Arum mana?” tanya Danu.Alih-alih menjawab pertanyaan Danu, asisten rumah tangga itu malah menundukkan kepala. Terang saja Danu kesal. Dia sudah lelah usai melakukan perjalanan bisnis dan pulang-pulang sudah menghadapi seperti ini.“Maaf, Tuan … Nyonya … Nyonya Arum —”“Dia kabur!!” sahut Nyonya Lani.Wanita paruh baya yang tak lain ibu tiri Danu itu sudah berdiri di belakang Danu sambil bersedekap. Danu menoleh dan mengernyitkan alis menatap Nyonya Lani.“Kabur?”“Iya. Apa namanya kalau pergi tanpa pamit? Kabur, bukan?” Nyonya Lani kembali bersuara.Danu menghela nafas panjang. Kemudian tanpa berkata apa-apa, langsung berjalan keluar rumah.“Danu!! Kamu mau ke mana? Ini sudah malam.” Nyonya Lani berteriak mencoba mencegah kepergian Danu. Namun, pria ta
“Maaf ... Anda salah orang, Tuan,” jawab Arum dengan gugup.Ia sudah berjalan mundur sambil menundukkan kepala. Sementara Danu hanya diam menatap tajam ke arah Arum. Sepertinya Danu tidak percaya dengan ucapan Arum dan terus memperhatikannya tanpa jeda.Dalam hati, Arum sibuk merutuki kebodohannya. Mengapa juga dia memutuskan ke balkon hingga akhirnya bertemu dengan mantan suaminya?“Nona, sudah saatnya!!” Tiba-tiba Lisa sudah berdiri menghampiri Arum. Sepertinya kehadiran Lisa merupakan kesempatan emas untuk melarikan diri dari Danu.“Iya.” Tanpa berpamitan Arum berlalu pergi begitu saja meninggalkan Danu yang bergeming di tempatnya.Danu menghela napas panjang sambil menatap punggung Arum yang telah menghilang. Ia memutuskan untuk kembali masuk ke dalam ruangan. Malam ini Danu memang sengaja menghadiri acara fashion show. Hampir lima tahun, Danu bergelut di bisnis hiburan. Karena menjanjikan, Danu memutuskan aktif berkecimpung di dalamnya.“Mas ... sebentar lagi sudah di akhir acara.
“Siapa? Danu Nagendra?” tanya Arum.Dia sangat terkejut saat Lisa menyebut nama mantan suaminya. Lisa tersenyum, menoleh ke arah Arum sambil menganggukkan kepala.“Iya, klien baru kita itu bernama Tuan Danu Nagendra. Katanya dia salah satu pemilik perusahaan terbesar di kota ini. Bahkan beliau juga sudah melebarkan sayapnya hingga ke manca negara. Rasanya tidak salah menjalin kerja sama dengannya, Nona.”Arum hanya membisu, tidak menjawab dan tanpa diminta kejadian beberapa jam tadi terulang di benaknya. Tadi saja Arum sudah mengubah penampilan, Danu mengenalinya. Bagaimana jika mereka bertatap muka besok?Arum menghela napas panjang sambil melirik Lisa.“Eng ... apa tidak bisa kamu tunda pertemuannya? Aku ... aku ada jadwal terapi, Lisa.”Lisa langsung tersenyum menoleh ke arah Arum. “Apa Nona lupa? Kalau Anda sudah tidak membutuhkan terapi lagi. Bukankah Dokter Sandy mengatakan kalau Anda sudah baik-baik saja, Nona.”Arum berdecak sambil menatap kesal ke arah Lisa. Mengapa juga asis
“Apa Nona Anjani memanggil saya?” tanya Arum.Belum sempat Lisa meneruskan kalimatnya, Arum sudah bertanya seperti itu. Terang saja Lisa terlihat bingung kali ini. Bahkan wanita muda berkacamata minus itu terlihat berulang memberi isyarat bertanya lewat matanya.Arum seakan tahu reaksi Lisa dan langsung tersenyum.“Nona Nadia membutuhkan baju untuk acara makan malamnya dan saya tidak bisa mencarikan baju yang tepat untuknya. Apa kamu bisa menolongnya?” Arum kembali bersuara dan kini ditujukan ke Lisa.Lisa hanya diam sambil menatap Arum dan Nadia bergantian. Namun, meski demikan Lisa sudah menganggukkan kepala.“Eng ... mari saya bantu, Nona.” Lisa mengambil alih, tapi sepertinya Nadia tidak berkenan.“Aku tidak mau kamu layani. Aku mau dia yang melayani aku!!!” Nadia berkata sambil menunjuk ke arah Arum.Lisa melotot dan reaksinya tidak bisa ditutupi begitu saja.“Tapi, Non
“Selamat sore, apa benar ini rumah Tuan Burhan?” tanya Tuan Simon.Usai memastikan foto yang sama, sore itu Tuan Simon berkunjung ke rumah keluarga Dokter Sandy. Seorang wanita paruh baya tampak terkejut mendapati kedatangan Tuan Simon. Wanita itu hanya diam tak menjawab sambil menatap Tuan Simon dengan ketakutan.Tuan Simon tersenyum, membungkukkan badan seakan sedang memberi salam.“Jangan takut. Saya hanya ingin bertemu dengan teman saya. Sampaikan pada Tuan Burhan, ada Simon yang mencarinya.”Wanita paruh baya itu tampak ragu. Lagi-lagi ia tidak berkomentar hanya menatap Tuan Simon dengan bingung. Tuan Simon menunggu dengan sabar hingga akhirnya wanita paruh baya itu bersuara.“Tuan Burhan sedang istirahat. Saya … saya tidak berani membangunkannya.”Tuan Simon berdecak sambil menggelengkan kepala.“Sayang sekali … padahal saya datang dari jauh untuk melihat keadaannya.”
“Silakan, Tuan!!” ujar seorang pria.Dia tampak membungkuk sambil memberi jalan seorang pria berkepala plontos masuk ke dalam rumah sakit. Pria itu berjalan menyusuri koridor hingga menuju ruang praktek Dokter Andi. Seorang perawat menyambut pria paruh baya itu dengan ramah.“Selamat pagi, Pak!! Tunggu sebentar, Dokter akan segera memeriksa Anda.”Pak Sudibyo hanya tersenyum menyeringai sambil menatap perawat di depannya dengan tatapan liar. Sementara perawat itu buru-buru menunduk dan berlalu pergi dari ruang periksa. Pak Sudibyo kini sudah duduk di kursi periksa. Mungkin karena faktor usia, banyak giginya yang sering linu dan sakit digunakan untuk mengunyah. Selain itu ada juga yang berlubang dan itu menyulitkannya.Pak Sudibyo sedang asyik memainkan ponselnya saat pintu ruang periksa terbuka. Pak Sudibyo melirik sekilas dan melihat seorang pria mengenakan pakaian dokter masuk. Kali ini pria itu juga mengenakan masker putih. Pak
“PAPA!!! Papa!!!” seru Nyonya Maria.Wajahnya tampak cemas dan sudah berlarian keluar rumah. Lalu kakinya terhenti saat melihat suaminya keluar dari dalam mobil dengan tangan terborgol. Nyonya Maria tercengang, mulutnya terbuka dengan mata terbelalak.“Pa … ,” cicitnya lirih.Tuan Rafael sebenarnya ada di rumah dan hendak melarikan diri, tapi keburu polisi datang ke rumahnya. Lalu ia memilih sembunyi di garasi, tapi malang, malah ketahuan.Salah satu petugas polisi langsung mendatangi Nyonya Maria.“Anda juga harus ikut kami ke kantor, Nyonya. Anda sudah berbohong dan mengelabui petugas.”Mata Nyonya Maria sontak melotot dan tak lama ia sudah jatuh pingsan. Untung saja petugas polisi yang berdiri di depannya sigap menangkap tubuhnya. Hingga wanita paruh baya itu tidak sampai jatuh ke tanah.Sementara Tuan Rafael hanya menatap istrinya dengan sendu. Matanya berkaca dan terlihat penyesalan di w
“Tuan, ini foto Pak Burhan,” ujar Bu Rahayu.Wanita paruh baya itu tampak jalan tergesa keluar rumah menghampiri Tuan Simon. Tuan Simon tersenyum kemudian menerima selembar foto yang baru saja diberikan Bu Rahayu. Tuan Simon tampak diam sambil mengernyitkan alis menatap foto itu dengan seksama.“Apa pria yang berdiri di belakang anak-anak ini, Bu?” tanya Tuan Simon.“Iya, benar sekali, Tuan. Dulu saya punya fotonya yang jelas, tapi sepertinya sudah rusak termakan usia. Hanya itu yang tersisa.”Tuan Simon hanya diam sambil memandang foto yang terlihat usang dan lecek itu. Wajah Pak Burhan sama sekali tidak jelas terlihat. Wajahnya buram, tapi sosok tubuhnya terlihat tegap dan proposional.“Apa boleh saya simpan, Bu?”Bu Rahayu tersenyum sambil mengangguk. “Tentu saja, Pak. Silakan.”Tuan Simon mengangguk dan segera menyimpan foto itu ke dalam tasnya. Tak lama setelahnya dia su
“Mau apa lagi? Bukankah urusanmu sudah beres berpuluh tahun lalu,” ujar Dokter Sandy.Pria berkepala plontos itu tersenyum menyeringai sambil mengurut dagunya. Ia menatap Dokter Sandy dengan sinis dan penuh ejekan.“Jadi begini balas budimu setelah aku menyekolahkanmu hingga menjadi seorang dokter yang sukses?”Dokter Sandy berdecak sambil menggelengkan kepala.“Katakan saja berapa biaya yang kamu keluarkan untuk menyekolahkanku. Aku akan menggantinya.”Sontak pria itu terkekeh mendengar ucapan Dokter Sandy.“Sombong sekali kamu, Sandy. Merasa sudah hebat, ya? Jadi kamu sudah lupa siapa yang selama ini membantu keluargamu. Begitu!!!”Dokter Sandy tidak menjawab hanya diam sambil menatap pria berkepala plontos itu dengan mata berkilatan. Pria bertubuh gempal itu berdiri, berjalan menghampiri Dokter Sandy hingga sejajar di depannya.“Dengar, ya!! Gara-gara kamu, ada yang sedan
“Tuan, makanan ini saya apakan?” tanya Beni.Pria bertubuh tinggi besar itu sudah menunjuk paper bag berisi makanan yang diberikan Nyonya Lani tadi. Danu diam sejenak sambil melirik paper bag tersebut. Sementara hidung Arum tampak mengendus aroma makanan tersebut.“Baunya enak sekali. Aku jadi ingin mencobanya, Mas.”Danu langsung memelotot ke Arum. Arum tampak terkejut, mengernyitkan alis dengan tatapan penuh tanya.“Maaf, Mas. Sejak hamil hidungku sangat sensitive kalau mencium bau sedap seperti ini. Aku jadi laper.”Arum berkata sambil tersenyum meringis.Danu ikut tersenyum sembari mengelus kepala Arum.“Iya, aku tahu. Mungkin itu bawaan ibu hamil. Kamu boleh makan apa saja, tapi jangan masakan Mama Lani.”Arum terlihat semakin bingung mendengarnya. Danu melihat reaksi Arum. Ia tersenyum sekilas sambil mengajak Arum duduk di sofa. Tuan Prada masih terlelap di brankarnya. Ada Ben
“Tuan, saya Beni. Maaf, ini nomor telepon baru saya,” ucap Beni.Danu menghela napas panjang sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Ia sudah tegang sekaligus kesal setengah mati.“Ada apa, Ben?”Terdengar helaan napas panjang dari seberang sana.“Tuan … maaf, saya pulang lebih awal dari rumah sakit untuk menyelidiki Nyonya Lani.”Danu mengernyitkan alis, tapi kepalanya sudah mengangguk kali ini.“Lalu … kamu menemukan sesuatu? Dia menemui siapa?”“Belum, Tuan. Hanya saja Nyonya Lani tampak sedang berkemas saat ini. Tidak hanya beliau, putrinya Nona Citra juga sedang sibuk berkemas. Beberapa kali saya melihat mereka memindahkan barang-barang ke sebuah apartemen mewah di pinggir kota.”Danu menganggukkan kepala sambil sibuk menerka di mana lokasi apartemen yang dimaksud.“Papa memang sudah menceraikan Mama Lani. Mungkin itu sebabnya mereka tamp
“Sayang … sudah bangun?” tanya Danu.Ia langsung masuk usai berbincang dengan Budi dan Beni tadi. Arum yang tadi hendak keluar segera duduk di sofa dan hanya tersenyum saat melihat Danu. Kebetulan Art mereka sedang keluar untuk membeli makanan.Danu menggeser duduknya mendekat ke Arum, kemudian mengecup keningnya sekilas.“Kita pulang habis ini. Aku sudah minta Beni berjaga di sini membantu Bibi.”Arum hanya mengangguk sambil tersenyum. Ia melihat Beni dan Budi ikut masuk ke dalam ruangan. Dua orang kepercayaan Danu itu tampak membungkuk memberi salam ke Arum. Arum hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala.Arum berharap semoga saja dua orang ini tidak menemukan keterlibatan Tuan Arya pada semua hal yang dilakukan Nyonya Lani. Arum akan sangat kecewa jika itu semua terjadi nantinya.Selang beberapa saat, Arum dan Danu sudah tiba di rumah. Usai makan malam, mereka langsung masuk kamar untuk beristirahat. Sepan
“Baguslah. Aku tunggu di sini.” Danu mengakhiri panggilannya.Ia melirik Arum dan tersenyum saat melihat istrinya masih terlelap. Dengan hati-hati, Danu mengangkat kepala Arum dan meletakkannya di atas bantal. Selanjutnya ia sudah keluar kamar menunggu kedatangan Budi dan Beni di teras.Selang beberapa saat tampak Budi dan Beni mendekat. Dua orang kepercayaan Danu itu tersenyum lebar berjalan mendatangi Danu.“Jadi katakan siapa pelakunya, Bud!!” seru Danu tak sabar.Budi tersenyum, menganggukkan kepala sambil menatap Danu dengan senyum penuh kemenangan.“Anda pasti sangat terkejut begitu tahu siapa orang yang ada di balik semua ini, Tuan,” ucap Budi.Danu mengernyitkan alis menatap Budi dengan penuh tanya. Sementara Beni dan Budi hanya saling pandang dengan senyum lebar.“Baik, kalau begitu katakan siapa dia? Apa Dokter Sandy lagi atau Mama Lani?”Tentu saja Budi dan Beni tampak