Riho meremas rambutnya sendiri. Saat ini dirinya sedang di kamar. Sedari tadi pagi sampai sore dirinya selalu diteror oleh orang yang tak dia ketahui siapa sebenarnya. “Siapa sih, cari gara-gara aja!” keluh Ridho menendang meja di depannya. Lalu mengeluh kesakitan setelah mendang benda mati itu.“Aduhhh, sakit,” ucap Ridho sambil mengelus kakinya yang tanpa dibalut apapun.Mulai dari disiram air comberan, paket misterius bahkan sampai ada yang menaruh tikus-tikus kecil di kamarnya. Tak sampai disitu saja, Ridho sampai kewalahan dibuat oleh beberapa ayam yang tiba-tiba berada di sekitar tamannya. Beruntungnya Ridho hari ini sedang sendirian di rumah. Sebab keluarganya sudah berangkat terlebih dahulu ke acara. Alhasil Ridho menunda pergi ke acara keluarga besarnya itu. Gara-gara kejadian itu Ridho jadi trauma buat meninggalkan kediamannya dan yang mau keluar sedikit takut. Takut juga karena ada orang-orang yang tiba-tiba malah menyerangnya seperti pagi tadi.“Awas aja, aku akan balass!
Semua terdiam menyaksikan rapat yang langsung dipimpin oleh Kyai Zulkifli. Begitupun Nyai Asma yang hanya duduk di depan dengan diam tanpa mengatakan hal apapun. “Siapa saksi yang mendengar dan melihat ustadz Ashraf dan Balqis, saat berselisih dengan Ayra?” tanya Kyai Zulkifli menatap satu persatu para pengurus.Beberapa pengurus saling menoleh. Lalu ada beberapa yang mengangkat tangan. Ada juga yang mengangkat tangan dengan ragu-ragu. Tapi raut wajah Ayra dan Gus Rohman malah terlihat santai. Seperti sedang tak ada masalah.Aulia dan Sisca mengangkat tangannya. Dan beberapa pengurus lain, baik pengurus putra dan pengurus putri.“Ikut saya di ruang aula sebelah, dan yang tidak menjadi saksi cukup menunggu disini,” ucap Kyai Zulkifli langsung berjalan ke ruang sebelah. Beberapa pengurus yang tadinya angkat tangan langsung mengikuti kyai Zulkifli. Mereka akan diminta kesaksian di depan kyai Zulkifli. Dan memang jika berkenaan dengan saksi. Kyai Zulkifli selalu melakukan di ruangan yang
Masih di suasana tegang, Gus Rohman dan Ayra sama-sama terkejut mendengar perkataan kyai Zulkifli. Gus Rohman spontan berdiri begitupun juga dengan Ayra. “Abah, maksud Abah apa? Kenapa harus seperti itu. Jangan bilang hanya gara-gara Ashraf, Abah seperti ini kepada anak-anak Abah sendiri. Kalau Abah seperti itu kepada Ayra, okey, Ayra anak angkat. Tapi Rohman ini anak kandung Abah, bukan orang lain,” protes Gus Rohman tak terima dirinya diturunkan jabatan dari wakil ketua yayasan pesantren Al- Fatah.“Abah, Ini Ayra loh mbak, kenapa Abah Setega ini. Meskipun Ayra bukan anak kandung Abah, tapi Ayra juga bagian dari keluarga inti, Abah,” ucap Ayra tak kalah dari Gus Rohman untuk memproteskan hal yang sama. Meminta haknya kembali lagi.Kyai Zulkifli menyuruh kedua orang itu untuk duduk menggunakan kedua tangannya yang digerakkan ke bawah. Gus Rohman dan Ayra sama-sama duduk.“Keputusan Abah juga sudah bulat, ini hukuman buat kalian agar tak terlalu meninggikan diri. Di pesantren Al-fata
Ashraf dan Balqis langsung menuju ke rumahnya. Sesampainya di kamar, Ashraf langsung menaruh dan menata semua barang-barangnya di meja kerja yang berada di kamarnya. Dibantu juga dengan Balqis yang membereskan beberapa barang yang juga dibawa pulang oleh Ashraf.“Humaira, Maafkan saya, mungkin saat ini saya belum bisa mengajar lagi. Tapi saya akan tetap berusaha untuk mencari nafkah yang halal buat kamu dan calon ketiga anak kita nanti, saya tidak sabar bertemu dengan mereka,” ucap Ashraf sambil menatao sang istri yang nafasnya ngos ngos ngosan meskipun hanya menata beberapa barang.Balqis lalu duduk sambil memegangi perutnya. Usia kandungannya yang semakin bertambah dan perut Balqis yang semakin besar. “Tak apa Mas, daripada Mas disana tapi tidak merasa tenang. Kalau rezeki kan sudah diatur oleh Allah SWT. Iya Mas, sama, aku juga gak nyangka ternyata anak kita langsung tiga aja,” ucap Balqis sama-sama terharunya dengan Ashraf.Keduanya tersenyum bangga karena mendengar kabar yang beg
Setelah mengetahui pelaku sebenarnya adalah Fakih. Ridho menjadi semakin waspada setiap kali berpapasan dengan Fakih. Apalagi saat Ayra memanggilnya, Ridho malah berlari menjauh. Sebab Fakih juga ada disana memantau keduanya.Beberapa sudah namun Ridho tak berani saat bertemu Fakih. Dia memilih untuk menjauh, apalagi saat mengingat siapa Fakih sebenarnya. Rasanya Ridho ingin memutar waktu saja.Brukk!!Karena kebingungan dan sedikit melamun, tanpa sengaja Ridho saat berjalan menabrak Fakih. Hari sialnya memang hari ini.“Ma- maaf Ustadz Fakih, saya tidak sengaja,” ucap Ridho dengan menyatukan kedua tangannya meminta maaf.Fakih terlihat santai meskipun Ridho sudah ketar ketir dibuatnya. “Kamu kenapa Do, kok akhir-akhir menjauh dari saya. Kamu lupa ya kalau saya bisa berbuat apapun meskipun kamu menjauh seperti itu!” ancam Fakih lagi dan semakin membuat Ridho ketakutan.“Nggak Ustadz, saya cuma gak mau berpapasan dengan banyak orang. Saya khilaf kemarin, saya gak bakal lakuin itu lagi
Ayra tertegun dengan ucapan Kyai Zulkifli. Seketika dirinya termenung setiap kali mendengar tentang ayah kandungnya. Seketika Air matanya luruh. Nyai Asma langsung menyentuh pundak Ayra. Lalu mengelus-elus Ayra yang lagi terlihat kesal juga bercampur sedih.“Nak,” panggil nyai Asma.“Sudah Ummah, Ayra emang setidak baik itu. Ayra pantas untuk mendapatkan semua ini. Maafin Ayra belum bisa jadi anak yang baik untuk Ummah,” ungkap Ayra sambil mengusap air matanya yang terjatuh.“Nggak Nak, kamu tidak pernah salah. Ummah yang belum bisa berhasil merawat kamu,” kata Nyai Asma menolak penuturan Ayra.Ayra menggelengkan kepalanya cepat. Dia tetap merasa kalau salah dirinya dan penyebab semuanya terjadi adalah karena dia.“Tapi Abah punya pilihan buat kamu, kalau dalam satu bulan ini kamu bisa berubah. Abah bisa pertimbangkan semuanya, gimana?” ucap Kyai Zulkifli. Mempertanyakan tentang kesiapan Ayra dengan permintaan dan keputusan dari Kyai Zulkifli.“Ayra pikirin dulu Abah,” kata Ayra lalu
Balqis menangis sejadi-jadinya saat sampai di rumah sakit. Sementara Umi Risma juga sudah sesenggukan tak dapat membendung air matanya. Abi Lukman mencoba menenangkan tangis umi Risma yang sudah luruh. Sementara Balqis di bantu oleh kedua orang tuanya. Ada Gibran dan Fakih yang juga berlari di lorong rumah sakit. Sekuat tenaga mereka berlari dan kini mereka semua berkumpul di depan tempat Ashraf dirawat.“Ashraf?” tanya Fakih dengan nadas naik turun. Begitupun Gibran yang juga langsung memeluk sang uminya yang sedang menangis. “Bagaimana keadaan Ashraf, Abi?” sambung Fakih lagi bertanya pada Abi Lukman yang hanya kelihatan tidak terlalu khawatir. Memang laki-laki adalah orang yang paling bisa menyembunyikan kesedihannya.“Abi juga belum tau keadaannya secara pasti. Dokter di dalam sedang menanganinya, Fakih,” ujar Abi Lukman sambil memijat pelipisnya dengan mulut yang terus berkomat kamit doa untuk sang putra sulungnya.“Ya Allah,” ucap Fakih dengan raut penuh khawatir. Lalu semuanya
Karena banyak pikiran dan kekhawatiran yang besar, membuat Balqis lemah dan berpengaruh pada kandungannya. Balqis dirawat di ruang yang berbeda dengan Ashraf. Wajahnya pucat dan terlihat sangat sembab. Sedari Ashraf masuk ke rumah sakit, Balqis selalu menangis tanpa henti.“Balqis dimana umi?” tanya Balqis sambil melihat di sekitar dirinya. Sudah ada beberapa alat khusus yang berada di sekitar dirinya. Balqis terlihat kebingungan dengan keadaan dirinya.“Nak, kamu jangan pikirkan Ashraf secara berlebihan. Insya Allah. Ashraf bakal segera sadar dan akan baik-baik saja,” ucap umi Risma terus menerus menciumi tangan Balqis dan mengelus perut menantunya itu.Balqis kembali terkejut saat mendengar nama suaminya. “Umi, dimana Mas Ashraf? Dia sudah sadar kan? Balqis mau bertemu dengan Mas Ashraf, umi. Mas Ashraf udah janji mau nemenin Balqis, Mas Ashraf belum nyapa ketiga anaknya, bagaimana umi, Mas Ashraf sudah sadar kan?” tanya Balqis dengan ribut. Hendak mau mengubah posisinya menjadi dud