Karena banyak pikiran dan kekhawatiran yang besar, membuat Balqis lemah dan berpengaruh pada kandungannya. Balqis dirawat di ruang yang berbeda dengan Ashraf. Wajahnya pucat dan terlihat sangat sembab. Sedari Ashraf masuk ke rumah sakit, Balqis selalu menangis tanpa henti.“Balqis dimana umi?” tanya Balqis sambil melihat di sekitar dirinya. Sudah ada beberapa alat khusus yang berada di sekitar dirinya. Balqis terlihat kebingungan dengan keadaan dirinya.“Nak, kamu jangan pikirkan Ashraf secara berlebihan. Insya Allah. Ashraf bakal segera sadar dan akan baik-baik saja,” ucap umi Risma terus menerus menciumi tangan Balqis dan mengelus perut menantunya itu.Balqis kembali terkejut saat mendengar nama suaminya. “Umi, dimana Mas Ashraf? Dia sudah sadar kan? Balqis mau bertemu dengan Mas Ashraf, umi. Mas Ashraf udah janji mau nemenin Balqis, Mas Ashraf belum nyapa ketiga anaknya, bagaimana umi, Mas Ashraf sudah sadar kan?” tanya Balqis dengan ribut. Hendak mau mengubah posisinya menjadi dud
Setelah beberapa hari dirawat, akhirnya Balqis bisa kembali beraktivitas seperti semula. Keadaannya sudah cukup membaik dan dapat menerima kondisi Ashraf. Seperti saat ini Balqis terlihat sedang membaca Al Qur'an disamping suaminya itu. Tak henti-hentinya membaca ayat suci itu. Meskipun air matanya sudah mengalir dengan sangat keras namun Balqis tetap melanjutkan ayat demi ayat bacaannya.Mencoba untuk tetap tetap tenang dan berusaha berpikir positif. Balqis terus melanjutkan bacaan ayat- ayat suci yang dilantunkan dengan suaranya yang bergetar. Tak kuat berlama-lama, akhirnya Balqis memutuskan untuk menghentikan bacaan ayat suci Al-Quran.Menaruh mushaf suci itu dan lalu kembali ke tempatnya, yaitu di samping Ashraf. Sambil memegang tangan Ashraf yang tak bergerak sama sekali. Mata Ashraf terpejam dan tubuhnya hanya dipenuhi alat-alat media. Balqis menatap wajah suaminya yang terlihat pucat itu. Sudah tiga hari lamanya Ashraf belum tersadar dari komanya. Tak ada tanda-tanda lebih lan
Balqis termenung sejenak saat pisau yang dipegangnya sudah hampir menyentuh wajah Ayra. Disaat itulah Ayra memilih untuk lari dari ruangan itu. Darah segar yang menetes itu hanya bayangan Balqis. Balqis membayangkan bahwa semuanya akan tenang setelah berhasil menghabisi Ayra.Namun disaat itu juga bayangan tentang Ashar muncul. Dimana Ashraf yang meminta Balqis untuk menjadi penyempurna agamanya. Menjadi seorang perempuan cerdas yang mampu membuat semuanya takjub dengan perubahannya. Balqis terdiam dan menjatuhkan pisau tajam itu. Laku Balqis menangis di samping dada suaminya. “Astaghfirullah, maafin aku Mas, maafin istrimu ini yang sudah hampir menjadi pendosa besar. Astaghfirullah, maafin hamba, astaghfirullah. Mas, ayo cepat sadar, aku butuh Mas buat lindungi aku, sungguh aku tidak sanggup sendirian seperti ini, Mas kapan sih mau sadar?!” ucap Balqis sendirian. Sambil terus mengecup tangan sang suami yang tak ada pergerakan sama sekali.Balqis meratapi nasibnya, dalam tiga hari in
Ashraf memegang perut istrinya. Tawanya pecah saat bayi di dalamnya itu menendang perut sang ibunya. “Udah seaktif ini ya, Humairah. Sepertinya saya telat mengikuti perkembangan anak kita,” ucap Ashraf memegangi perut Balqis dan sesekali tertawa dengan tendangan dari para putranya.“Ngga kok Mas, mereka pasti paham dengan keadaan ayahnya, mereka selama ini baik banget loh, Mas. Mereka gak suka apa-apa, mungkin tau ya kalau ayahnya lagi belum bisa ngabulin keinginan ibunya,” kata Balqis tersenyum tenang.Ashraf tak melepas tangannya sedari tadi. Sejak sadar dan sampai saat ini. Terus memegangi perut istrinya.“Jagoan ayah, maafin ayah ya, nanti kalau udah ketemu, ayah bakal kasih lebih banyak kebahagiaan lagi. Ayah ganti waktu yang sudah terbuang kita selama tiga bulan ini,” ucap Ashraf.Balqis meneteskan air mata. Melihat Ashraf kembali sadar, Balqis terharu bisa bersama lagi berkumpul dengan orang yang selalu dia tunggu setiap hari. Setiap waktu Balqis selalu membacakan ayat suci Al-
Seharusnya kebahagiaan terpancar dari sepasang suami istri saat anaknya sudah lahir. Berbeda dengan Ashraf dan Balqis yang seakan ditimpa berkali-kali musibah. Namun Ashraf harus tetap berpikir positif dengan keadaan Balqis. Sambil menunggu di luar ruangan Balqis sedang ditangani oleh dokter ahli.“Humairah, tolong sadar kembali. Saya sudah sadar kan dari koma, kenapa gantian kami sekarang yang terbaring lagi di tempat itu. Saya yakin kamu kuat, tolong bangun ya, saya sama anak-anak kita butuh kamu,” ucap Ashraf seorang diri. Tak bisa berbuat lebih dengan keadaan istrinya yang sekarang.Semua keluarga merasa kembali pilu. Lalu ada seorang perempuan dengan seorang laki-laki yang tak asing menemui Ashraf.“Raf, akhirnya kamu sadar juga. Maaf ya aku baru bisa kesini. Aku juga turut berduka ya atas keadaan Balqis yang sekarang. Mungkin ini karma bagi dia karena melakukan banyak hal yang gak baik. Kasian juga sih,” ucap Ayra dengan raut wajah yang dibuat sesedih mungkin.Ashraf hanya menat
Ashraf tersadar dari tidurnya karena benturan tadi cukup keras. Ashraf berdiri dan merasakan nyeri di lengan dan dengkulnya sendiri. “Astaghfirullah, kenapa bisa jatuh, aduh, luka nih,” keluh Ashraf sambil mengusap lengannya.“Kasian, xixixi,” sindir dari seorang perempuan yang duduk di atas tempat dirinya dirawat.Ashraf menoleh pada suara itu. Ashraf langsung berdiri dan matanya sampai melotot tajam. Ashraf seperti tak percaya melihat perempuan di depannya itu. Pemandangan yang sangat ingin Ashraf lihat.“Ini pasti mimpi,” ucap Ashraf mengucek kedua matanya. Sambil lalu tak memperhatikan kehadiran perempuan itu.“Mas Ashraf, sakit ya?” tanya perempuan itu sambil memberikan ASI-nya pada salah satu bayi mungil.“Ya Allah. Hamba memang belum ikhlas, tapi kenapa ini sangat nyata,” ucap Ashraf memijit pelipisnya sambil mondar mandir tak mau melihat perempuan itu.“Mas, ada apa sih? Gak kangen gitu sama aku, ini loh, anaknya lagi minum asi. Lucu kan?” ucap perempuan itu masih sambil terse
Abi Lukman meminta keamanan untuk memisahkan Fakih dengan Dzaki yang belum juga menyelesaikan perdebatannya. Keduanya dipisah dan dijauhkan. Lalu keadaan kembali normal. Meskipun beberapa orang masih menyinggung ucapan tadi. Namun Ashraf dan Balqis tetap bersikap tenang. Tak ingin keadaan semakin kacau.“Urusan kita belum selesai, tunggu pembalasanku,” ucap Dzaki di luar halaman sedang bersama Fakih. Mereka berdua tetap berdebat di luar halaman rumah Ashraf.“Ouhh, ngancem ceritanya nih, ya jangan nyesel aja kalau nanti kalah sendiri. Tapi ingat ya, Dzaki, kamu gak berhak ikut campur urusan Ashraf, awas saja kalau sampai seperti tadi. Akan ku buat kamu menyesal seumur hidup!” ancam Fakih karena kesabarannya sudah habis.Dzaki tak menjawab, amarahnya juga sama memuncak. Lalu Ashraf datang seorang diri menghampiri Dzaki dan Fakih yang belum selesai juga. “Ustadz Dzaki, jangan berbuat seperti itu lagi. Saya tau maksud anda, anda iri dengki kan sama saya, tapi itu kan sudah hal masa lalu
Abi Lukman tertawa melihat Ashraf yang sangat antusias saat pembahasan tentang pembuatan pesantren. “Raf, sebegitunya pengen buat pesantren? Tapi kan anak-anakmu masih sangat kecil, kamu juga masih terlalu muda. Apa kamu sanggup untuk menanggung semua itu?” tanya Abi Lukman.Ashraf menggaruk kepalanya, sedikit tak yakin dengan keinginannya sendiri untuk langsung membangun pesantren. “Ashraf pengen, Abi, tapi Ashraf belum tau apa sanggup untuk melakukan semuanya itu. Menurut abi, Ashraf harus gimana?” ucap Ashraf tak mampu menentukan pilihannya sendiri.“Begini nak, kamu cari pekerjaan dulu, cari pekerjaan yang sesuai yang sekiranya tak menganggu waktu, sebab anak kamu masih kecil. Sebenarnya yang kata Abi itu bisa buat pesantrennya, itu mau Abi bantu modal. Tapi kan kamu pasti gak mau buat dibantu secara permodalan, ya sudah kamu usaha dulu, anak-anakmu masih kecil dan butuh biaya yang cukup besar. Butuh nutrisi dan perawatan yang bagus,” kata Abi Lukman.Ashraf mengangguk setuju. “Ba