Setelah mengetahui pelaku sebenarnya adalah Fakih. Ridho menjadi semakin waspada setiap kali berpapasan dengan Fakih. Apalagi saat Ayra memanggilnya, Ridho malah berlari menjauh. Sebab Fakih juga ada disana memantau keduanya.Beberapa sudah namun Ridho tak berani saat bertemu Fakih. Dia memilih untuk menjauh, apalagi saat mengingat siapa Fakih sebenarnya. Rasanya Ridho ingin memutar waktu saja.Brukk!!Karena kebingungan dan sedikit melamun, tanpa sengaja Ridho saat berjalan menabrak Fakih. Hari sialnya memang hari ini.“Ma- maaf Ustadz Fakih, saya tidak sengaja,” ucap Ridho dengan menyatukan kedua tangannya meminta maaf.Fakih terlihat santai meskipun Ridho sudah ketar ketir dibuatnya. “Kamu kenapa Do, kok akhir-akhir menjauh dari saya. Kamu lupa ya kalau saya bisa berbuat apapun meskipun kamu menjauh seperti itu!” ancam Fakih lagi dan semakin membuat Ridho ketakutan.“Nggak Ustadz, saya cuma gak mau berpapasan dengan banyak orang. Saya khilaf kemarin, saya gak bakal lakuin itu lagi
Ayra tertegun dengan ucapan Kyai Zulkifli. Seketika dirinya termenung setiap kali mendengar tentang ayah kandungnya. Seketika Air matanya luruh. Nyai Asma langsung menyentuh pundak Ayra. Lalu mengelus-elus Ayra yang lagi terlihat kesal juga bercampur sedih.“Nak,” panggil nyai Asma.“Sudah Ummah, Ayra emang setidak baik itu. Ayra pantas untuk mendapatkan semua ini. Maafin Ayra belum bisa jadi anak yang baik untuk Ummah,” ungkap Ayra sambil mengusap air matanya yang terjatuh.“Nggak Nak, kamu tidak pernah salah. Ummah yang belum bisa berhasil merawat kamu,” kata Nyai Asma menolak penuturan Ayra.Ayra menggelengkan kepalanya cepat. Dia tetap merasa kalau salah dirinya dan penyebab semuanya terjadi adalah karena dia.“Tapi Abah punya pilihan buat kamu, kalau dalam satu bulan ini kamu bisa berubah. Abah bisa pertimbangkan semuanya, gimana?” ucap Kyai Zulkifli. Mempertanyakan tentang kesiapan Ayra dengan permintaan dan keputusan dari Kyai Zulkifli.“Ayra pikirin dulu Abah,” kata Ayra lalu
Balqis menangis sejadi-jadinya saat sampai di rumah sakit. Sementara Umi Risma juga sudah sesenggukan tak dapat membendung air matanya. Abi Lukman mencoba menenangkan tangis umi Risma yang sudah luruh. Sementara Balqis di bantu oleh kedua orang tuanya. Ada Gibran dan Fakih yang juga berlari di lorong rumah sakit. Sekuat tenaga mereka berlari dan kini mereka semua berkumpul di depan tempat Ashraf dirawat.“Ashraf?” tanya Fakih dengan nadas naik turun. Begitupun Gibran yang juga langsung memeluk sang uminya yang sedang menangis. “Bagaimana keadaan Ashraf, Abi?” sambung Fakih lagi bertanya pada Abi Lukman yang hanya kelihatan tidak terlalu khawatir. Memang laki-laki adalah orang yang paling bisa menyembunyikan kesedihannya.“Abi juga belum tau keadaannya secara pasti. Dokter di dalam sedang menanganinya, Fakih,” ujar Abi Lukman sambil memijat pelipisnya dengan mulut yang terus berkomat kamit doa untuk sang putra sulungnya.“Ya Allah,” ucap Fakih dengan raut penuh khawatir. Lalu semuanya
Karena banyak pikiran dan kekhawatiran yang besar, membuat Balqis lemah dan berpengaruh pada kandungannya. Balqis dirawat di ruang yang berbeda dengan Ashraf. Wajahnya pucat dan terlihat sangat sembab. Sedari Ashraf masuk ke rumah sakit, Balqis selalu menangis tanpa henti.“Balqis dimana umi?” tanya Balqis sambil melihat di sekitar dirinya. Sudah ada beberapa alat khusus yang berada di sekitar dirinya. Balqis terlihat kebingungan dengan keadaan dirinya.“Nak, kamu jangan pikirkan Ashraf secara berlebihan. Insya Allah. Ashraf bakal segera sadar dan akan baik-baik saja,” ucap umi Risma terus menerus menciumi tangan Balqis dan mengelus perut menantunya itu.Balqis kembali terkejut saat mendengar nama suaminya. “Umi, dimana Mas Ashraf? Dia sudah sadar kan? Balqis mau bertemu dengan Mas Ashraf, umi. Mas Ashraf udah janji mau nemenin Balqis, Mas Ashraf belum nyapa ketiga anaknya, bagaimana umi, Mas Ashraf sudah sadar kan?” tanya Balqis dengan ribut. Hendak mau mengubah posisinya menjadi dud
Setelah beberapa hari dirawat, akhirnya Balqis bisa kembali beraktivitas seperti semula. Keadaannya sudah cukup membaik dan dapat menerima kondisi Ashraf. Seperti saat ini Balqis terlihat sedang membaca Al Qur'an disamping suaminya itu. Tak henti-hentinya membaca ayat suci itu. Meskipun air matanya sudah mengalir dengan sangat keras namun Balqis tetap melanjutkan ayat demi ayat bacaannya.Mencoba untuk tetap tetap tenang dan berusaha berpikir positif. Balqis terus melanjutkan bacaan ayat- ayat suci yang dilantunkan dengan suaranya yang bergetar. Tak kuat berlama-lama, akhirnya Balqis memutuskan untuk menghentikan bacaan ayat suci Al-Quran.Menaruh mushaf suci itu dan lalu kembali ke tempatnya, yaitu di samping Ashraf. Sambil memegang tangan Ashraf yang tak bergerak sama sekali. Mata Ashraf terpejam dan tubuhnya hanya dipenuhi alat-alat media. Balqis menatap wajah suaminya yang terlihat pucat itu. Sudah tiga hari lamanya Ashraf belum tersadar dari komanya. Tak ada tanda-tanda lebih lan
Balqis termenung sejenak saat pisau yang dipegangnya sudah hampir menyentuh wajah Ayra. Disaat itulah Ayra memilih untuk lari dari ruangan itu. Darah segar yang menetes itu hanya bayangan Balqis. Balqis membayangkan bahwa semuanya akan tenang setelah berhasil menghabisi Ayra.Namun disaat itu juga bayangan tentang Ashar muncul. Dimana Ashraf yang meminta Balqis untuk menjadi penyempurna agamanya. Menjadi seorang perempuan cerdas yang mampu membuat semuanya takjub dengan perubahannya. Balqis terdiam dan menjatuhkan pisau tajam itu. Laku Balqis menangis di samping dada suaminya. “Astaghfirullah, maafin aku Mas, maafin istrimu ini yang sudah hampir menjadi pendosa besar. Astaghfirullah, maafin hamba, astaghfirullah. Mas, ayo cepat sadar, aku butuh Mas buat lindungi aku, sungguh aku tidak sanggup sendirian seperti ini, Mas kapan sih mau sadar?!” ucap Balqis sendirian. Sambil terus mengecup tangan sang suami yang tak ada pergerakan sama sekali.Balqis meratapi nasibnya, dalam tiga hari in
Ashraf memegang perut istrinya. Tawanya pecah saat bayi di dalamnya itu menendang perut sang ibunya. “Udah seaktif ini ya, Humairah. Sepertinya saya telat mengikuti perkembangan anak kita,” ucap Ashraf memegangi perut Balqis dan sesekali tertawa dengan tendangan dari para putranya.“Ngga kok Mas, mereka pasti paham dengan keadaan ayahnya, mereka selama ini baik banget loh, Mas. Mereka gak suka apa-apa, mungkin tau ya kalau ayahnya lagi belum bisa ngabulin keinginan ibunya,” kata Balqis tersenyum tenang.Ashraf tak melepas tangannya sedari tadi. Sejak sadar dan sampai saat ini. Terus memegangi perut istrinya.“Jagoan ayah, maafin ayah ya, nanti kalau udah ketemu, ayah bakal kasih lebih banyak kebahagiaan lagi. Ayah ganti waktu yang sudah terbuang kita selama tiga bulan ini,” ucap Ashraf.Balqis meneteskan air mata. Melihat Ashraf kembali sadar, Balqis terharu bisa bersama lagi berkumpul dengan orang yang selalu dia tunggu setiap hari. Setiap waktu Balqis selalu membacakan ayat suci Al-
Seharusnya kebahagiaan terpancar dari sepasang suami istri saat anaknya sudah lahir. Berbeda dengan Ashraf dan Balqis yang seakan ditimpa berkali-kali musibah. Namun Ashraf harus tetap berpikir positif dengan keadaan Balqis. Sambil menunggu di luar ruangan Balqis sedang ditangani oleh dokter ahli.“Humairah, tolong sadar kembali. Saya sudah sadar kan dari koma, kenapa gantian kami sekarang yang terbaring lagi di tempat itu. Saya yakin kamu kuat, tolong bangun ya, saya sama anak-anak kita butuh kamu,” ucap Ashraf seorang diri. Tak bisa berbuat lebih dengan keadaan istrinya yang sekarang.Semua keluarga merasa kembali pilu. Lalu ada seorang perempuan dengan seorang laki-laki yang tak asing menemui Ashraf.“Raf, akhirnya kamu sadar juga. Maaf ya aku baru bisa kesini. Aku juga turut berduka ya atas keadaan Balqis yang sekarang. Mungkin ini karma bagi dia karena melakukan banyak hal yang gak baik. Kasian juga sih,” ucap Ayra dengan raut wajah yang dibuat sesedih mungkin.Ashraf hanya menat