Clerin ternganga mendengar ucapan Yolla barusan.
"Melamar ... Kamu mau melamar Yolla?" ucap Clerin dengan suara yang teramat lirih. "Ya," sahut Callisto tegas. "Keterlaluan," kata Clerin dengan ekspresi wajah seolah hatinya terluka. "Kamu benar-benar keterlaluan, Callisto!" "Nama saya bukan Callisto," bantah pria itu tegas. "Callisto Antaresa itu adalah nama asli mendiang suami kamu yang sengaja kamu berikan pada saya di saat saya tidak punya identitas apa-apa." Clerin terdiam bisu. "Kamu tetap berutang jasa pada saya," tegasnya. "tidak peduli siapapun kamu sebenarnya." Callisto melihat arlojinya dan terkesiap, sebentar lagi jam delapan dan dia harus segera meluncur ke rumah orang tua Yolla. "Saya tahu, karena itu saya bersedia menjadi papa pura-pura Vhea sebagai bentuk balas jasa itu." Callisto menimpali. "Tapi kalau kamu menginginkan saya untuk terus berada di samping Vhea selamanya, maaf saya tidYolla buru-buru menarik tangan mantan ibu mertuanya. "Sebentar ya?" pamit Yolla kepada Callisto, setelah itu dia cepat-cepat membawa Sari ke belakang. "Bu, tolong ya? Jangan bahas Byanz lagi di depan tamu seperti tadi," kata Yolla dengan wajah kurang senang. "Tapi Nak, dia itu ...." "Mirip Byanz, saya tahu. Tapi dia bukan Byanz," geleng Yolla. "Namanya Callisto, Bu." Kedua mata Sari masih berkaca-kaca, tapi dia menganggukkan kepalanya dengan berat hati. Callisto mendongak ketika nelihat Yolla muncul kembali sendirian. "Kenapa ibu tadi memandang saya seperti itu?" tanya Yolla ketika dia duduk di sampingnya. "Itu tadi ibu mertua saya," jawab Yolla apa adanya. "Saya sudah pernah bilang kan kalau kalian berdua itu mirip sekali?" "Oh ..." Callisto mengangguk paham dan tidak bertanya apa-apa lagi. "Saya tinggal sebentar, mau panggil mama sama papa saya." Yolla berdiri lagi kemudian ber
Yolla terdiam dan tidak segera menjawab pertanyaan Sony. "Papa kamu benar, Yol." Virnie berputar dan merangkul bahu putrinya. "Yang menjadi pertimbangan mama sama papa semalam adalah kondisi Shano yang hilang ingatan. Sedangkan di luar sana, siapa yang tahu kalau ternyata dia sudah punya anak istri?"Yolla mendongak memandang sang mama."Papa cuma tidak mau kamu kecewa di belakang," timpal Sony. "Papa kok nggak adil begini?" tuntut Yolla. "Saat sama Byanz saja Papa bahkan sampai maksa aku buat tunangan. Kenapa sekarang Papa mempermasalahkan keadaan Shano?"Virnie meremas bahu Yolla untuk meredakan emosinya. "Yol, pertimbangan papa dulu adalah karena papa sudah sangat tahu latar belakang Byanz seperti apa." Sony mencoba memberi pengertian. "Sedangkan Shano, papa bahkan belum tahu siapa dia selain bahwa dia adalah wakil perusahaan Eagle Corp. Jadi jangan kamu tanyakan kenapa dulu papa begitu yakin sama Byanz."Yolla memandang papanya dengan wajah tidak setuju. "Papa memang lebih ter
"Aku paham kenapa Om Sony sampai berpikir sejauh itu," kata Sisty menyimpulkan setelah Yolla menyelesaikan ceritanya. "ini demi kebaikan kamu sendiri Yol. Kan nggak enak kalau setelah kamu menikah dan tiba-tiba Callisto ingat jati dirinya yang asli, iya kalau dia masih lajang. Kalau ternyata punya anak istri, siapa yang kecewa?"Yolla tidak segera menanggapi, tangannya terulur untuk menyingkirkan ponselnya yang terus berbunyi. "Kenapa nggak kamu angkat?" tanya Sisty ingin tahu. "Nggak apa-apa," jawab Yolla sambil menggeleng."Pasti dari Calliisto ya?" tebak Sisty. Yolla diam saja, tapi Sisty sudah bisa menduga jawabannya dari kebisuan Yolla. "Yol, Callisto cemas banget sama kamu." Sisty memberi tahu. "Kamu nggak pernah mau angkat telepon dari dia, apalagi balas pesannya."Yolla menarik napas, dia tidak perlu bertanya dari mana Sisty tahu kalau dirinya tidak mau menjawab panggilan Callisto. "Aku bingung harus bilang apa sama dia," ucap Yolla dengan wajah muram. "papa sama mamaku u
"Selamat datang, Bu Yolla!" sambut Keva dengan senyum mencurigakan saat meliihat Yolla sibuk menolehkan kepalanya. "Pak Callisto belum datang?" tanya Yolla heran sambil tetap berdiri di depan pintu. Keva menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Kalau begitu saya akan tunggu di luar," kata Yolla sambil berbalik pergi. "Tunggu sebentar, Bu Yolla!" cegah Keva sambil berdiri dari kursinya dan menguber Yolla yang terlambat menyingkir. "Ada apa, Pak?" tanya Yolla pura-pura. "Kita tunggu di dalam saja," ajak Keva, dia segera menarik tangan Yolla ke dalam tanpa menunggu persetujuan darinya. "Oke, oke, tapi Anda tidak perlu begini!" sahut Yolla sembari menarik lepas tangannya dari pegangan Keva. "Santai saja Bu, toh sedang tidak ada orang selain kita di sini." Keva menyahut sembari menutup pintunya rapat-rapat. Yolla tiba-tiba merasakan firasatnya tidak enak, apalagi sebelumnya Keva hampir saja berlaku tidak senonoh terhadapnya. "Justru karena hanya ada kita berdua sa
"Mari kita pergi, Bu Yolla?" ajak Callisto sambil menarik tangannya dan berlalu meninggalkan ruangan Keva. Yolla masih sedikit tersedu hingga mereka tiba di halaman parkir. "Mobil Anda di mana?" tanya Callisto datar. "Saya tidak bawa mobil," jawab Yolla sambil menggeleng. "Saya naik taksi saja." Callisto memandang keadaan Yolla yang sedang memeluk tasnya erat-erat di depan dadanya seakan takut ada yang menyerang lagi. "Saya akan antar Anda ke rumah," kata Callisto tegas sembari membukakan pintu mobilnya untuk Yolla. "Silakan masuk." Yolla menoleh memandang Callisto dengan ragu-ragu. "Saya tidak ingin merepotkan Anda, saya tahu kalau saya sudah membuat Anda kecewa ..." ucap Yolla sambil menggelengkan kepala. Callisto tidak memedulikan ucapan penolakan Yolla dan tetap memintanya untuk masuk ke mobil. "Saya harap tadi saya belum terlambat," ujar Callisto ketika Yolla sudah berada di mobilnya. Yolla diam saja. Meskipun Keva belum sempat bermain terlalu jauh, tapi
Sementara itu Callisto melajukan mobilnya ke kantor untuk memberikan penjelasan atas insiden yang terjadi di kantor Keva tadi. Dia merasa perlu memberi tahu kepada Clerin tentang fakta yang sebenarnya sebelum bosnya tahu dari orang lain. Setibanya di kantor Eagle Corp, Callisto buru-buru mendatangi ruangan Clerin sebelum semuanya terlambat menjadi sebuah salah paham. Dia bukannya takut akan kemungkinan kemarahan Clerin terhadapnya, tetapi lebih karena dia memosisikan dirinya sebagai karyawan yang baik dan berdedikasi tinggi."Permisi, Bu Clerin?" Callisto mengetuk pintu kemudian melangkah memasuki ruangan. Clerin menoleh dan menatap ke arah Callisto tanpa ekspresi, sementara satu tangannya baru saja meletakkan gagang telepon di meja. "Masuk saja seperti biasa," suruh Clerin dengan nada selembut bidadari.Callisto berjalan mendekat ke meja Clerin untuk melaporkan situasi terkini."Jadi begini, Bu Clerin. Saya tadi ....""Mengamuk di kantor Pak Keva," potong Clerin sambil memandang C
“Ke mana saja Anda pergi, saya akan ikut.” Yolla memutuskan.Sunyi agak lama setelah Yolla menyatakan keinginannya kepada Callisto. “Lebih baik jangan sia-siakan waktu Anda,” sahut Callisto setelah beberapa saat terdiam. “Kemungkinan perjalanan saya tidak akan sebentar, karena saya harus mencari tahu siapa diri saya yang sebenarnya.” “Saya akan menemani Anda,” kata Yolla berkeras. “Tidak perlu, bukankah orang tua Anda tidak setuju ....” “Soal lamaran Anda, maaf kalau saya baru bisa memberi tahu sekarang ...” Yolla cepat-cepat memotong. “Orang tua saya bukannya tidak setuju, tapi mereka berpikir bahwa sangat riskan sekali kalau kita menikah dalam waktu dekat ini. Sementara ingatan Anda belum pulih sama sekali, takutnya adalah kalau ternyata sebenarnya Anda ini sudah beristri.” Yolla menghela napas pasrah dan menunggu Callisto mengomentari ucapannya. “Saya tahu kalau posisi saya sedang sangat sulit,” ujar Callisto lambat-lambat. “Dua tahun lebih saya menjalani kehidupan sebagai or
Callisto memandang Clerin dengan agak curiga, tapi dia enggan berkomentar apa-apa. “Kamu bekerja saja seperti biasa,” suruh Clerin untuk menutupi suasana canggungnya. “Saya akan coba melobi Pak Keva untuk menganulir keputusannya.” Callisto tidak berkata apa-apa. Meskipun terkesan egois, tapi dia sangat ]uas karena sempat memberi Keva pelajaran sebab telah berani melecehkan Yolla. “Kalau begitu saya permisi,” pamit Callisto sambil berdiri dari kursinya. “Ngomong-ngomong, kapan jadwal kamu untuk cek ke dokter?” tanya Cerin sebelum Callisto keluar dari ruangannya. “Minggu ini kalau tidak salah,” jawab Callisto datar. “Jangan lupa untuk terus mengonsumsi obat yang sudah dokter resepkan,” kata Clerin mengingatkan. “Siapa tahu ingatan kamu akan berangsur pulih.” Callisto hanya menganggukkan kepalanya, setelah itu dia pergi meninggalkan ruangan Clerin. “Callisto jadi sedingin itu,” keluh Clerin sambil menyelesaikan pekerjaannya. “dulu dia nggak seperti ini ....” Sementara di ruangan