“Kamu jangan takut, papa sama mama sudah ada di sini.” Sony mengusap kepala putri semata wayangnya yang masih shock.
Mengingat kondisi Yolla yang masih belum memungkinkan, Sony mengurungkan niatnya untuk menginterogasi putrinya tentang kronologi kejadian yang sebenarnya hingga menyebabkan anak dan menantunya terkena musibah semacam itu.“Apa Byanz akan selamat ya, Ma?” tanya Yolla sambil bersandar memeluk Virnie sementara papanya pergi untuk menggali informasi lebih jauh.“Kita doakan saja semoga suami kamu tidak apa-apa,” jawab Virnie sembari membelai punggung Yolla. “Kamu juga harus istirahat, Sayang.”Yolla mengangguk saja, dia tidak berani banyak bicara untuk saat-saat sekarang. Dalam keadaan genting seperti ini, siapa yang bisa menjamin kalau dirinya tidak akan keceplosan bicara?Malam itu Sony memutuskan menginap karena harus ikut serta dalam misi pencarian Byanz. Yolla sebenarnya juga ingin ikut mencari, tapi Virnie dengan tegas melarangnya.“Kondisi k“Astaga, Yolla!” seru Sisty tertahan. “Jadi Babyanz akhirnya tahu kalau kamu sengaja menukar hasil tes kalian?”Yolla mengangguk muram.“Terus apa yang terjadi sampai kalian berdua bisa jatuh ke laut?” selidik Sisty. “Kamu nggak berniat mendorong dia kan ....”“Kalau aku sengaja dorong Babangs, kamu pikir ngapain juga aku ikut terjun ke laut?” tukas Yolla sambil mengernyit. “Aku sama dia terjungkal bareng dan akhirnya jatuh.”“Terus ponsel kamu gimana?” tanya Sisty lagi.“Itulah, aku nggak nyangka kalau ponselku ternyata masih bisa selamat.” Yolla mengangkat bahunya. “Padahal aku sama Byanz jatuh gara-gara memperebutkan ponsel itu, tapi malah ponsel itu ditemukan di kapal setelah kami tenggelam.”Sisty menggeleng-gelengkan kepalanya.“Terus nasib Byanz gimana, ya?” tanya Sisty prihatin sekali. “Sudah beberapa hari dia menghilang dan belum ketemu, kan?”Yolla menatapnya dengan getir.“Aku takut banget, Sis!” katanya kalut. “Aku takut kalau aku yang
Sisty hanya geleng-geleng kepala mendengar ucapan Yolla yang seakan tanpa beban. Begitu cepat sikap sahabatnya itu berubah dalam sekejap mata, sebentar murung dan sebentar kemudian gembira.Lambat laun setelah kepergian Byanz, Yolla kembali menjalani kehidupannya dengan normal. Dia mengambil alih tugas-tugas Byanz di kantor secara bertahap karena dia telah menjadi satu-satunya CEO di perusahaan Sony.Meski kinerja Yolla belum sesempurna Byanz, tetapi Sony tetap menghargai usaha putrinya dalam membantunya mengelola perusahaan.“Yolla?” panggil Sony ketika melihat putrinya tiba di rumah.“Loh, Papa udah pulang duluan?” sahut Yolla sambil berjalan menghampiri sang ayah.“Kamu pasti sibuk sekali di kantor, sampai tidak tahu kalau papa pulang lebih awal untuk memenuhi undangan salah satu relasi papa,” komentar Sony ketika Yolla duduk di sampingnya.“Eh, enggak juga Pa ...” Yolla sedikit tersipu mendengar ucapan ayahnya. “Aku Cuma berusaha untuk lebih bertanggung j
“Ayolah, aku akan berikan apa pun yang kamu mau.” Keva membujuk lagi tanpa kenal lelah. “Termasuk kerja sama dengan banyak keuntungan untuk perusahaan ayah kamu.”Di lain waktu, Yolla memilih untuk sengaja menghindari pertemuan dengan beberapa CEO dari berbagai perusahaan demi mengambil simpati Sony. “Bukan maksud aku mencapuradukkan masalah pribadi sama pekerjaan Pa, tapi masalahnya ...” Yolla sengaja mengahan kalimatnya untuk menimbulkan efek dramatis. “Beberapa pria mulai bersikap nggak wajar ... aku nggak tahu harus menghindar seperti apa lagi. Mungkin karena ... mereka kira aku seorang janda ....”“Papa mengerti,” angguk Sony dengan sorot mata kebapakan. “Beberapa relasi papa kadang ada yang menanyakan kamu ... papa sendiri belum bisa mengambil sikap untuk menghadapi mereka.”Yolla mengangguk dengan wajah murung.“Aku sadar kalau Byanz belum lama pergi, akan sangat menyakitkan kalau aku tiba-tiba ...” katanya resah. “Menurutku itu sangat nggak pantas, Pa. K
Yolla bersorak gembira dalam hatinya, dia sudah mulai mendapatkan apa yang dia inginkan: kepercayaan penuh dari papanya untuk mengelola perusahaan.Semakin tinggi pohon, semakin kencang pula anginnya. Begitu juga dengan perusahaan Sony yang selama beberapa waktu ini dinobatkan sebagai perusahaan raksasa yang berkibar.“Bu Yolla, Pak Robert membatalkan kerja sama kita dan memilih kontrak kerja dengan perusahaan lain.” Mitha melaporkan hasil pembicaraannya kepada Yolla menjelang waktu makan siang.“Apa? Batal?” Yolla mendongak dari pekerjaannya. “Kamu tahu siapa perusahaan yang menyaingi kita?”Mita menganggukkan kepalanya.“Perusahaan milik seorang janda kaya dan pintar .... ““Mita, saya tanya nama perusahaan yang menyaingi kita. Bukan status pemilik perusahaannya,” tukas Yolla yang telinganya paling sensitif jika mendengar kata janda.“Maaf Bu, tapi saya sering mendengar orang-orang membahasnya,” sahut Mita salah tingkah.“Membahas soal status pemili
“Permisi, saya tidak salah orang kan?” tanya pria itu lagi saat melihat Yolla hanya terdiam tanpa sedikitpun merespons ucapannya. “Waktu saya tidak banyak, jadi saya harus pastikan kalau saya tidak salah orang.”Yolla mengerjabkan matanya perlahan, dia tidak mungkin salah lihat. Pria yang berada di hadapannya ini adalah ....“B—Byanz?” ucap Yolla dengan suara bergetar hebat. “K—kamu ... Ini kamu ...?”“Maaf?” potong pria itu. “Saya datang untuk memenuhi undangan Bu Yolla, jadi di mana beliau berada sekarang?”Yolla terpaku tak percaya, jelas-jelas pria itu adalah Byanz. Tetapi untuk apa dia berpura-pura tidak mengenalnya?“Kamu nggak perlu bersandiwara di depanku, Byanz. Jadi kamu sengaja bersembunyi selama ini dari semua orang?” kata Yolla tanpa mempersilakan pria itu untuk duduk. “Terus tiba-tiba kamu datang lagi buat menghancurkan hidup aku?”“Anda ini bicara apa, sih? Saya Callisto Antaresa, perwakilan dari Eagle Corp untuk menemui Bu Yolla.” Pria itu men
Yolla berdiri dari duduknya dan berjalan mondar-mandir di ruangannya dengan rasa gelisah yang begitu tinggi.Seharian itu Yolla sibuk mencari informasi tentang profil perusahaan yang menaungi seorang Callisto Antaresa, meskipun jujur itu bukanlah tujuan utamanya.Yolla masih sulit percaya jika pria itu mirip sekali dengan Byanz, mendiang suaminya. Meskipun dia ingat bahwa tubuh Byanz tidak sepadat tubuh Callisto yang jauh lebih tegap berisi.“Astaga!” rutuk Yolla lagi sambil mengacak-acak rambut curly miliknya. “Sempat-sempatnya aku mikir hal kotor kayak tadi ... Apa ini karena aku yang kelamaan menjanda?”Sisty tidak bisa lagi menahan tawanya saat mendengar keluhan Yolla.“Kamu mungkin kangen sama Byanz,” komentarnya. “Itu karma, karena dulu kamu selalu menginjak-injak dia tanpa belas kasihan.”Yolla mendengus pelan.“Aku lagi nggak ngomongin soal Byanz,” sengitnya. “Tapi si Callisto yang wajahnya mirip sama Byanz, aneh nggak sih menurut kamu?”Sisty
“Papa tidak suka kamu seperti ini,” tegur Sony tegas. “Semua karyawan di sini adalah aset papa, kamu mengerti?”Kemarahan Sony rasanya berlangsung berjam-jam seakan sedang memperjuangkan nasib para karyawannya yang sudah berada di ujung tanduk.“Iya Pa, aku minta maaf!” seru Yolla tertahan.“Jangan minta maaf sama papa, tapi minta maaflah sama karyawan yang pernah kamu rampas hak mereka dengan semena-mena.” Sony menepis ucapan putrinya, membuat Yolla tidak kuasa lagi meluruhkan bulir bening di kedua matanya.Untuk meluapkan kesedihannya yang tertahan, Yolla memilih membelokkan mobilnya ke kafe elit yang berlawanan arah dengan rumah kedua orang tuanya.Sebenarnya Yolla tergoda sekali ingin mampir ke sebuah klub malam, tetapi dia mengurungkannya karena masih memikirkan nama baik sang ayah dan juga nama besar perusahaan.Setibanya di kafe, Yolla memilih meja kosong yang berada paling pojok dan memesan beberapa cangkir kopi dan teh untuk dia minum sendiri.“M
Callisto melirik dingin pada Yolla yang duduk terpejam di sampingnya sementara mobil yang mereka tumpangi melaju kencang di jalanan beraspal.Yolla menggeliat di balik selimut tebal yang menutupi sekujur tubuhnya. Aroma minyak kayu putih yang menyengat menguar hingga ke hidungnya. "Aduhh ..." rintih Yolla pelan sambil mrngerjabkan matanya. "Kembung banget ...."Kedua mata Yolla terbuka sepenuhnya dan heran karena dia tidak sedang berada di kamarnya sendiri. Dia bangun dengan hati-hati dan terbelalak kaget ketika menyadari bahwa seluruh pakaiannya sudah tertanggal semuanya dan berganti dengan piyama tidur bermotif polkadot."Apa yang terjadi? Aku ... apa yang aku lakukan...?" Keringat dingin mulai membasahi wajah Yolla yang panik. "Papa ... papa bakalan membunuhku!"Yolla memandang berkeliling dan melihat tasnya teronggok pasrah di atas meja samping tempat tidurnya. Dia cepat-cepat mengambilnya dan berusaha mencari pakaiannya sendiri. "Papa pasti bakalan mem