Selain itu juga untuk memenuhi janjinya kepada Sony demi bisa mengubah Yolla menjadi pribadi yang lebih baik lagi, meskipun hal itu tidak akan mudah untuk dilakukan olehnya jika seorang diri.
“Jadi,” Yolla menatap Byanz dengan sorot mata yang berbeda dari biasanya. “Kamu akhirnya setuju untuk melanjutkan pertunangan kita ke jenjang pernikahan?”Byanz balas menatap Yolla.“Kamu sendiri bagaimana?” tanya Byanz ingin tahu. “Kamu tahu betul siapa dan seperti apa saya, termasuk kemampuan finansial saya yang belum bisa dibilang mapan ....”“Saya tahu,” angguk Yolla. “Entahlah, makin ke sini saya semakin ingin membuat papa saya senang. Dan papa akan senang kalau saya menikah sama orang pilihan papa saya, jadi ya ... mau nggak mau saya harus menikah sama kamu.”Byanz tidak segera menanggapi, sebagai gantinya dia lebih memilih untuk mengamati daftar menu yang disajikan pihak kafe tempat mereka janjian bertemu.“Jadi kamu menikah sama saya hanya demi papa kamu?” ByanzByanz tidak lagi bicara saat sikap mau menang sendiri ditampakkan oleh Yolla kepadanya, sebagai calon suami dia tentu ingin berusaha ngemong calon istrinya yang masih kekanakan.Selesai acara fitting baju, Yolla meminta Byanz untuk membelokkan mobilnya ke arah pantai.“Tapi kita pamitnya kan cuma mau fitting baju pengantin,” protes Byanz bingung. “Saya juga belum izin sama Pak Sony ....”“Ya ampun, papa saya nggak akan keberatan melepas saya untuk pergi sama kamu ke manapun itu!” sergah Yolla kesal. Dia merasa kalau cowok baik-baik begitu membosankan dan sesekali ingin memancing kenakalan Byanz supaya keluar sedikit saja.“Tapi kamu belum resmi jadi istri saya,” ujar Byanz memberi pengertian. “Kamu bisa kan menghubungi papa kamu dulu untuk minta izin? Paling nggak sampai sepuluh menit ....”“Iyaaa, bawel banget sih kamu jadi laki-laki.” Sikap judes Yolla yang biasanya kini keluar juga setelah Byanz membuat segala sesuatu menjadi terasa merepotkan.Byanz terse
Atau memilih memutuskan mundur dengan alasan belum ada rasa cinta di antara mereka?Malam sebelum hari pernikahan, tidak ada acara istimewa selain kumpul-kumpul kerabat keluarga di rumah orang tua Byanz.“Tidurlah Yanz, besok kamu harus bangun lebih pagi.” Sari menyuruh ketika Byanz masih terlihat menimbrung perbincangan di antara sepupunya yang malam itu hadir. “Iya Bu,” angguk Byanz sambil berdiri, tidak lupa dia berpamitan kepada anggota keluarga yang lain sebelum akhirnya pergi ke kamar untuk tidur lebih awal dari biasanya.“Kamu benar-benar mantap sama keputusan kamu, kan?” tanya Sari memastikan sebelum Byanz menutup pintu kamarnya.“Aku harus mantap,” jawab Byanz sambil mengangguk. “Yang penting Ibu sama ayah merestui pilihanku, toh niat aku sama Yolla itu baik untuk ke depannya.”“Ibu sependapat, daripada kamu pacaran lama-lama. Ya sudah, tidur sana.” Sari tersenyum, kemudian segera berlalu pergi untuk menemui sanak keluarganya lagi.Cukup lama ju
Ada rasa tidak terima di hati Yolla, yang sampai detik ini menganggap bahwa Sony adalah papa kandungnya.“Kamu kelihatannya akrab banget sama papa saya, ya?” komentar Yolla ketika Byanz masuk mobil dan duduk di sampingnya.“Akrab ...? Biasa saja, kan saya memang pegawainya ... dan itu tadi beliau minta saya untuk memanggilnya papa.”Yolla mengepalkan tangannya ketika mendengar pengakuan jujur Byanz.“Ya wajar ... sekarang kan papa saya jadi papa kamu juga,” kata Yolla dengan nada sebiasa mungkin. “Yang penting kamu jangan ngelunjak saja.”Byanz tidak segera menjawab dan lebih memilih untuk menyandarkan punggungnya saat mobil Yolla meninggalkan kediaman Sony.“Kamu selalu mengatai saya ngelunjak, saya juga pastinya akan tetap tahu diri karena Pak Sony hanyalah mertua saya.” Byanz menukas saat sedang dalam perjalanan.Yolla tentu saja menginginkan hal yang serupa dari ucapan yang dilontarkan Byanz kepadanya. Secara hukum Sony adalah papa kandungnya dan sete
“Sini ...” Lengan Byanz yang besar terulur untuk merengkuh Yolla dalam kenikmatan sakral di malam pertama mereka.Pagi itu Yolla terbangun dan menyaksikan bahwa tubuhnya dan tubuh Byanz saling peluk setelah sempat menyatu dalam dinginnya malam. Dengan susah payah dia menarik dirinya dan membiarkan Byanz yang masih terlelap tidur di tempat peraduan mereka.“Minta tolong Sisty ah,” gumam Yolla sambil melipir ke kamar mandi dengan ponsel di tangannya. “Biar dia beliin obat pencegah kehamilan buat aku.”Sementara Byanz masih tertidur, Yolla sibuk berbalas-balasan pesan dengan Sisty.Saat Byanz akhirnya terbangun, Yolla belum keluar juga dari kamar mandi hingga dia harus menunggu cukup lama di depan pintu.“Yol, sudah belum?” tanya Byanz sambil mengetuk pintu kamar mandi hingga beberapa kali. “Gantian, nih ....”Terdengar bunyi kait kunci digeser dan pintu terbuka, memperlihatkan Yolla yang baru saja selesai mandi.“Sabarlah,” katanya genit sambil mencubit pin
Sementara itu, Yolla hanya mampu terdiam selama beberapa detik lamanya.“Jawab, Yol!” suruh Byanz dengan kemarahan yang tidak bisa ditahan lagi. “Atau aku akan mencari tahu sendiri, semuanya.”Emosi Yolla seketika menggelegak saat dia mendengar Byanz menggunakan kata ‘aku’ dan tidak lagi ‘saya’ seperti biasanya. Menurut Yolla, Byanz sudah mulai ngelunjak sekarang.“Kamu nggak berhak ikut campur urusan orang termasuk aku!” kata Yolla memperingatkan dengan keras. “Jadi lebih baik kamu kembalikan ponsel aku, sekarang juga!”Byanz menggelengkan kepala dengan tegas.“Aku nggak akan peduli sama surat ini seandainya nggak ada namaku yang tercantum di sana!” geram Byanz sambil memandang tajam Yolla. “Pasti ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari aku kan, sebaiknya kamu bicara jujur sekarang ....”“Kamu nggak usah mikir macam-macam!” elak Yolla. “Itu ponsel aku, jadi kamu nggak berhak buka-buka file apa pun yang ada di dalamnya termasuk foto yang aku punya!”Byanz
Byanz berdecih, dia tidak akan mempercayai lagi mulut berbisa Yolla sedikitpun. “Tolong kamu dengarkan aku baik-baik dulu,” bujuk Yolla yang merasa semakin terdesak oleh keadaan. “Aku akan tetap berusaha untuk memberikan kamu hak sebagai anak, tapi tolong jangan bilang apa-apa sama papa. Bukankah jauh lebih baik kalau kita hidup berdampingan dalam damai? Anggap saja seperti tidak terjadi apa-apa.”Byanz mengepalkan tangannya yang tidak menggenggam ponsel Yolla. Sekarang dia mengerti kenapa wanita itu mendadak begitu baik sekali kepadanya, benar-benar wanita munafik.“Jadi ini tujuan kamu sengaja baik-baik sama aku?” tanya Byanz dingin. “Demi untuk menutupi rasa bersalah kamu karena sudah merebut semua hakku, Yol? Betapa memalukannya kamu ini.”Yolla menggeleng putus asa.“Byanz, aku kan sudah berusaha supaya kamu dekat sama papa dan tetap mendapatkan hak kamu sebagai anak ...” katanya mencoba melunakkan hati suaminya. “Aku bukan sengaja merampas apa yang kamu mi
“Kamu jangan takut, papa sama mama sudah ada di sini.” Sony mengusap kepala putri semata wayangnya yang masih shock.Mengingat kondisi Yolla yang masih belum memungkinkan, Sony mengurungkan niatnya untuk menginterogasi putrinya tentang kronologi kejadian yang sebenarnya hingga menyebabkan anak dan menantunya terkena musibah semacam itu.“Apa Byanz akan selamat ya, Ma?” tanya Yolla sambil bersandar memeluk Virnie sementara papanya pergi untuk menggali informasi lebih jauh.“Kita doakan saja semoga suami kamu tidak apa-apa,” jawab Virnie sembari membelai punggung Yolla. “Kamu juga harus istirahat, Sayang.”Yolla mengangguk saja, dia tidak berani banyak bicara untuk saat-saat sekarang. Dalam keadaan genting seperti ini, siapa yang bisa menjamin kalau dirinya tidak akan keceplosan bicara?Malam itu Sony memutuskan menginap karena harus ikut serta dalam misi pencarian Byanz. Yolla sebenarnya juga ingin ikut mencari, tapi Virnie dengan tegas melarangnya.“Kondisi k
“Astaga, Yolla!” seru Sisty tertahan. “Jadi Babyanz akhirnya tahu kalau kamu sengaja menukar hasil tes kalian?”Yolla mengangguk muram.“Terus apa yang terjadi sampai kalian berdua bisa jatuh ke laut?” selidik Sisty. “Kamu nggak berniat mendorong dia kan ....”“Kalau aku sengaja dorong Babangs, kamu pikir ngapain juga aku ikut terjun ke laut?” tukas Yolla sambil mengernyit. “Aku sama dia terjungkal bareng dan akhirnya jatuh.”“Terus ponsel kamu gimana?” tanya Sisty lagi.“Itulah, aku nggak nyangka kalau ponselku ternyata masih bisa selamat.” Yolla mengangkat bahunya. “Padahal aku sama Byanz jatuh gara-gara memperebutkan ponsel itu, tapi malah ponsel itu ditemukan di kapal setelah kami tenggelam.”Sisty menggeleng-gelengkan kepalanya.“Terus nasib Byanz gimana, ya?” tanya Sisty prihatin sekali. “Sudah beberapa hari dia menghilang dan belum ketemu, kan?”Yolla menatapnya dengan getir.“Aku takut banget, Sis!” katanya kalut. “Aku takut kalau aku yang