Ariana tidak langsung menjawab. Dia berpikir sejenak, karena di sini ada Juliana dan Reina.
Namun, Lena kembali memohon. Dia sangat ingin menginap karena merindukan tempat ini.
"Baiklah, Lena. Menginaplah satu hari di sini, kalau itu bisa membuat suasana hatimu membaik," ujar Ariana pada akhirnya setuju.
Bagaimanapun, Ariana masih menganggap Lena sebagai anak sendiri. Itu karena Lena sudah cukup lama menjalin hubungan dengan Joseph.
Dulu, Ariana kira Lena akan menjadi menantunya. Akan tetapi, keputusan Lena yang memilih pergi ke Eropa membuat harapan Ariana hanya menjadi asa kosong.
Sekarang semua sudah berlalu. Ariana tidak bisa ikut campur dalam kehidupan Joseph. Apa pun yang terbaik untuk anak tirinya itu, Ariana akan mendukungnya.
"Kalau begitu aku tinggal. Masih ada pekerjaan."
Lena pun mengangguk dan membiarkan Ariana pergi. Sementara dirinya pun langsung masuk ke mansion megah yang penuh kenangan itu.
Lena menyusuri setiap sudut mansion ini. Dia seolah melihat bayangan dan kilasan masa lalu saat masih sering mendatangi kediaman orang tua Joseph.
Sesekali Lena terkekeh jika mengingat kejadian lucu yang ada di mansion itu. Dia terus menjelajahi bangunan megah itu hingga akhirnya sampai di kamar Joseph.
Tanpa berpikir dua kali, Lena pun masuk ke kamar pribadi mantan kekasihnya itu. Dia tertegun melihat isi kamar Joseph yang tidak berubah.
Wanita itu memindai seisi ruangan dan hatinya merenyut sakit mengingat penyesalan yang dia rasakan saat ini. Harusnya Lena tidak memutuskan Joseph. Sesal itu memang tidak pernah datang di awal dan akhirnya hanya bisa terus menyalahkan diri.
Dulu saat Lena melanjutkan pendidikan di Swiss dan bekerja di sana, dia sengaja memutuskan hubungan sepihak dengan Joseph. Alasannya karena Lena tidak bisa melakukan hubungan jarak jauh antara Miami dan Swiss.
Kala itu, Joseph memohon untuk tidak putus. Namun karena keegoisan Lena, akhirnya hubungan itu kandas juga.
Setelah bertahun-tahun berlalu, rasa rindu dan sesal mulai berdatangan sampai akhirnya dia pun memilih untuk kembali menemui Joseph. Dia berharap, mantan kekasihnya itu masih menyimpan perasaan untuknya dan mau kembali padanya.
Wanita itu berjalan ke arah ranjang dan membaringkan diri di kasur king size milik Joseph. Dia akan mengenang masa lalunya sembari berbaring di tempat tidur mantan kekasihnya itu.
***
Setelah puas menghabiskan waktu di kamar Joseph, Lena pun berlanjut jalan-jalan di mansion itu. Sampai akhirnya dia datang ke pantai pribadi milik keluarga Joseph.
Lena membeku saat melihat sosok wanita asing yang tengah berenang di laut. Wanita itu mengerjapkan mata berkali-kali berharap kalau itu hanya imajinasinya saja, namun ternyata penglihatan Lena benar. Ada sosok wanita yang tengah berenang di sana. Wanita itu juga melihat pada Lena dan berjalan menghampirinya. Sesaat keduanya beradu pandang sama-sama kaget dengan kehadiran mereka.
Wanita yang dilihat oleh Lena itu ternyata Reina. Dia sedang berenang dan berjemur di pantai. Menunggu kakaknya yang tengah tidur membuat Reina jenuh. Dia pun berinisitif untuk menghilangkan kejenuhan itu dengan berenang, namun sekarang dia dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita cantik dan anggun.
Seperti halnya Lena, Reina pun mengucek matanya untuk memastikan kalau yang di depannya itu adalah manusia.
"Siapa kamu?" tanya Reina akhirnya angkat suara.
Mendengar nada Reina bertanya, Lena menautkan kedua alisnya.
"Kamu yang siapa? Apa yang kamu lakukan di sini? Hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk ke pantai ini," terang Lena dengan tatapan curiga.
Reina tidak suka dengan tatapan Lena padanya. Secara tidak langsung, dia dituduh menyusup ke sini.
"Aku Reina, adik iparnya Joseph."
"Apa?!"
Lena syok mendengar pengakuan Reina. Adik ipar? Itu artinya Joseph sudah menikah. Lena masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Reina. Lena malah berpikir kalau Reina ini penipu.
"Jangan sembarangan kalau bicara! Aku tahu banyak orang yang masuk masuk ke mansion ini. Menikmati suasa pantai dengan gratis. Kamu pasti penipu, kan?" tuduh Lena membuat Reina melotot, kaget.
"Jangan sembarangan bicara! Aku dan kakakku ada di sini karena izin Nyonya Ariana. Lagipula, bagaimana bisa kami masuk sembarangan ke sini sementara banyak penjaga yang berdiri di luar mansion?"
Lena terdiam mendengar perkataan Reina. Benar juga tidak sembarangan orang yang bisa masuk ke rumah ini hanya orang-orang tertentu saja.
"Kamu siapa? Kenapa ada di sini dan menuduhku macam-macam?"
Pertanyaan Reina membuat Lena tertegun. Dia lalu mengangkat alisnya sebelah dengan menyeringai.
"Perkenalkan, aku Lena. Mantan kekasih Joseph," ucap Lena sembari mengulurkan tangan pada Reina.
Sayangnya, Reina tidak membalas uluran tangan itu dan malah menatap Lena tidak percaya.
Reina kaget sekaligus tidak percaya kalau wanita yang ada di depannya ini adalah mantan kakak iparnya. Mungkin dari segi penampilan Lena menang, tetapi Reina tidak menyangka kalau mantan Joseph bisa masuk sesuka hati ke mansion ini. Reina jadi bertanya-tanya, sedekat apa keluarga Joseph dengan Lena sampai diizinkan untuk masuk ke tempat ini.
Lena tidak suka melihat Reina yang menatapnya penuh selidik. Akan tetapi dia membiarkan saja.
Saat ini Lena berusaha menerima fakta yang membuat dadanya terasa sesak. Dia rasa tidak mungkin Joseph menikah tanpa sepengetahuannya pula, karena dia tahu kalau Joseph sangat mencintainya juga sulit melupakan dirinya.
Kisah cinta Lena dan Joseph terlalu manis untuk dilupakan, jadi Lena yakin ada kesalahan yang membuat Joseph menikahi wanita lain.
"Joseph sangat mencintaiku. Aku yakin, pernikahan mereka itu sebuah kesalahan," gumam Lena yang ternyata masih didengar oleh Reina.
"Apa maksudmu dengan sebuah kesalahan? Kakakku dan Joseph itu saling mencintai, jadi tidak ada kesalahan di dalam hubungan mereka!" protes Reina kesal.
Reina masih tidak menyangka kalau mantan Joseph ini adalah wanita cantik dan anggun. Entah bagaimana jadinya kalau Juliana tahu tentang kedatangan Lena pasti kakaknya itu akan hancur.
Keberadaan Joseph yang belum diketahui di mana rimbanya sudah membuat Juliana bersusah hati, lalu bagaimana jadinya kalau Juliana tahu jika mantan kekasih suaminya datang dan ikut menunggu kabar tentangnya.
Walaupun status Lena mantan, tapi jika Lena bisa dengan mudah keluar masuk ke mansion ini pasti akan menumbuhkan kecurigaan juga ketidaknyamanan pada Juliana.
"Aku tidak tahu, apa alasannya Joseph menikah dengan kakakmu, tapi aku bisa jamin kalau Joseph tidak akan melupakanku," terang Lena membuat Reina tersadar.
Reina mendelik tajam pada Lena. Keberadaan Lena sangat berbahaya, dia harus bisa pastikan agar Lena tidak mengganggu hubungan kakaknya dengan Joseph.
Reina belum puas menghabiskan waktu di pantai. Kedatangan Lena yang tiba-tiba membuat Reina kesal dan khawatir. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau Juliana tahu tentang kedatangan Lena. Pasti akan sakit dan sedih, tetapi bagaimanapun Reina harus menceritakan semuanya sebelum Lena dan Juliana bertemu. Tentu saja mau tidak mau mereka pasti bertemu. Saat sampai di kamar tamu, Reina mendapati Juliana sudah bangun. Dia pun langsung menghampiri sang Kakak dengan wajah cemas. "Gawat, Kak! Ini gawat," ucap Reina dengan wajah gusar. Juliana mengernyitkan dahi, heran akan tingkah adiknya itu. Datang-datang sudah bersikap aneh. "Apanya yang gawat? Apa kamu bertemu pria tampan di sini?" tanya Juliana sedikit jahil. Dia gemas karena adiknya selalu heboh sendiri. "Kakak! Aku serius. Aku itu baru saja bertemu dengan mantan kekasih Joseph." Seketika pergerakan Juliana terhenti. Dia menatap wajah adiknya dengan kebingungan. "Maksudmu apa?" tanya Juliana masih belum paham dengan u
Suara denting alat makan beradu di ruang makan yang luas dan mewah. Lena dan Ariana tampak lebih luwes dibandingkan dengan Juliana dan Reina, jadi tidak canggung lagi berbeda dengan Juliana dan Reina. Melihat cara dua orang asing itu makan, Lena tersenyum miring. Seolah mengejek mereka yang tidak terbiasa dengan ini semua. Reina yang melihat gelagat Lena pun kesal. Dia ingin membalas perlakuan Lena, tapi tak bisa karena situasi dan kondisi. Lena tidak mempedulikan tatapan Reina yang kesal padanya. Dia malah lebih tertarik pada masa lalu wanita bernama Juliana itu, karena Lena masih tidak percaya, jika mantan kekasihnya memilih pasangan yang jauh dari kriteria seorang Joseph. "Juliana, dari nama asal kamu? Aku juga sangat penasaran bagaimana kalian bisa bertemu sampai menikah dengan Joseph?" tanya Lena tiba-tiba di sela makan. Semua orang yang ada di meja makan kaget dengan pertanyaan itu, namun Lena yang hanya seorang mantan kekasih malah mempertanyakan hal sensitif seperti ini. R
"Sudahlah, Kak. Mungkin Kakak salah lihat. Sebaiknya kita kembali berkeliling. Aku ingin tahu setiap sudut tempat di sini mungkin saja ada hal menarik yang kita temukan," ujar Reina sembari menarik tangan kakaknya. Akan tetapi, Juliana menahan Reina. "Tapi aku yakin dia adalah pria itu, Reina," timpal Juliana tetap pada pendiriannya. Reina menghela napas pelan. "Baiklah, anggap saja begitu. Lalu, sekarang apa? Bagaimana kalau nanti kita tanyakan saja pada Nyonya Ariana. Siapa pria itu? Sudahlah, ayo!" ajak Reina menarik lengan Juliana. Juliana pun akhirnya menurut, dia mengikuti langkah adiknya. Dari kejauhan, Ariana melihat Reina dan Juliana yang sedang berjalan-jalan. Dia pun menghampiri dua wanita itu dan mengajak mereka untuk berkenalan dengan pelayan yang ada di sana. "Ayolah, Sayang. Aku akan memperkenalkan kamu pada pelayan di sini dan kalau bisa ingat-ingat nama dan wajah mereka," kata Ariana yang membuat tubuh Juliana langsung menegang. Dia sampai meneguk saliva dengan s
Menurut informasi di internet, keluarga Reign adalah pengusaha ternama. Dari mulai pertambangan emas, minyak, banker, properti, hotel, dan ritel. Selain itu Joseph ada hubungannya dengan anggota keluarga kerajaan Monaco. Ibu kandungnya Joseph bernama Sofie adalah adik sepupu Raja Monaco yang menikah dengan ayahnya Joseph, yaitu Richardo Reign. Juliana dan Reina langsung syok membaca informasi di sana. Kedua saling pandang sejenak, lalu kembali membaca artikel itu. "Kak, ternyata suamimu itu konglomerat dan keponakan Raja Monaco!" seru Reina antusias dan masih kaget mendapati fakta ini. "Tapi sayang tidak ada foto keluarga Reign." Sementara itu, Juliana mematung di tempat. Dia lebih dari sekedar kaget. Saat ini, perasaan Juliana tak karuan. Entah apakah dia harus senang atau sedih mendapati suaminya bukan orang biasa hanya saja Juliana merasa sangat kecil dibandingkan Joseph yang bersinar di strata paling atas. Rasa rendah dirinya kembali hadir tentang dirinya yang tidak pantas se
Keesokan harinya, Juliana sudah bersiap untuk pergi sarapan, sementara Reina masih berbaring dan enggan bangkit. "Kenapa masih rebahan? Sebentar lagi waktunya sarapan, ayo bersiap!" ajak Juliana sembari duduk di sebelah Reina yang malah membelakangi Juliana. Melihat gelagat Reina, Juliana sepertinya mengerti kalau adiknya masih kesal karena kejadian semalam. "Kamu marah sama Kakak karena kejadian semalam?" tanya Juliana berusaha berbicara baik-baik. Reina menggelengkan kepala. "Tidak, Kak. Aku sama sekali tidak marah sama Kakak. Aku hanya malas kalau harus semeja dengan Lena. Dia masih membuatku kesal," terang Reina menjelaskan. Juliana menghela napas pelan ternyata memang masih masalah semalam, mencoba mengerti perasaan Reina dan akan berusaha membujuk adiknya agar mau sarapan. "Kakak mengerti kalau kamu masih kesal pada Lena, tapi kamu harus tetap sarapan, Reina. Jangan sampai sakit karena masalah Lena." "Kakak!" seru Reina mencebik. "Aku tidak akan sakit karena Lena. Lagian,
"Reina!" seru Juliana, tiba-tiba saja berteriak dari luar kamar. Juliana membuka pintu kamar dan masuk. "Ada apa, Kak?" tanya Reina penasaran. "Joseph sudah ditemukan dan dia selamat," seru Juliana kegirangan. Air mata Juliana kembali berderai dan Reina pun memeluk kakaknya dengan erat. "Benarkah kabar itu?" tanya Reina sekali lagi. Dia amat senang, tapi juga masih tidak percaya mendengar kabar itu. Juliana mengurai pelukan dan menceritakan semua yang dikatakan Ariana. "Walaupun begitu, aku tidak bisa menemuinya, Reina." Kesedihan amat kentara di wajah wanita itu. Ia benar-benar ingin bertemu dengan suaminya. Juliana ingin memastikan kalau suaminya memang baik-baik saja. Dengan begitu, Juliana bisa tenang. "Kenapa, Kak?" "Kata polisi keadaan Joseph masih belum stabil, jadi dia belum boleh dijenguk oleh siapa pun," ungkap Juliana, raut kesedihan masih kentara di wajah itu. "Tidak apa-apa, Kak. Setidaknya Joseph sudah ditemukan. Kakak yang sabar saja. Kalau sudah waktunya, Kaka
Juliana langsung memeluk sosok Joseph itu dengan erat. Dia merapalkan syukur berkali-kali, karena ternyata yang di depannya itu benar suaminya. Sementara itu, Reina yang ada di belakang Juliana pun syok melihat kedatangan Joseph. Dia sampai tak bergerak karena terlalu kaget. "Tapi Joseph, kenapa kamu ada di sini?" tanya Juliana setelah mengurai pelukan. Joseph memindai situasi dengan mengamati sekitar, lalu dengan cepat, dia menutup pintu kamar. Baik Juliana maupun Reina bingung melihat gelagat Joseph yang aneh. Akan tetapi, keduanya memilih diam. Situasi dan kondisi saat ini benar-benar membuat mereka tak berkutik. Setelah memastikan pintu kamar tertutup rapat, Joseph meminta Juliana dan Reina duduk. "Joseph, kenapa kamu ada di sini? Bukankah harusnya kamu ada di rumah sakit?" tanya Juliana sekali lagi yang masih bingung dan penasaran. Begitupun dengan Reina. Dia merasa mimpi melihat sosok kakak iparnya itu. Reina merasa ada yang tidak beres, karena baginya semua ini tidak masuk
Sepeninggalnya Bradley, Juliana hanya bisa menangis dengan perasaan hancur. Ia sudah ditipu dan dikhianati oleh orang yang dicintainya, sementara perasaan Juliana pada sosok Joseph palsu itu begitu tulus. Dia memang marah, tapi rasa cintanya membuat Juliana terdiam tak berdaya. Melihat sang Kakak yang terpuruk, Reina tak tega. Reina pikir, suami Juliana itu orang yang baik, jadi dia sempat tidak percaya dengan pengakuan Bradley, tetapi ternyata fakta menghantam kepercayaan Reina dan Juliana sekaligus. "Kak yang sabar, ya. Aku tahu ini pasti berat, tapi Kakak harus kuat. Ingat, Ayah menunggu kita di rumah." Reina bingung, bagaimana menenangkan kakaknya. Sampai akhirnya kata-kata itu yang keluar dari mulut Reina. Dia tahu ucapan saja tidak akan membuat perasaan Juliana kembali membaik seutuhnya. "Ini sangat menyakitkan, Reina. Rasanya aku seperti sengaja dijerumuskan ke jurang yang sangat dalam dan gelap." Reina mengusap punggung sang Kakak. Dia sungguh tidak tahu harus berkata apa
Sementara itu, di rumahnya, Juliana masih menatap layar ponselnya setelah membaca pesan terakhir dari Jennifer. "Aku tidak akan mengatakan apa pun. untuk sekarang, tapi kau harus memikirkan ini baik-baik, Juliana. Kau tidak bisa lari selamanya." Juliana menggigit bibirnya, hatinya terasa semakin gelisah. Ia tahu Jennifer benar. Cepat atau lambat, Joseph akan menemukan mereka, tapi ia tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa anak-anaknya. Mereka adalah dunianya, satu-satunya alasan ia bertahan setelah semua yang terjadi di masa lalu. Ia berjalan ke kamar anak-anaknya dan melihat mereka sedang tidur nyenyak di tempat tidur kecil mereka. Alya meringkuk dengan boneka beruang kesayangannya, sementara adiknya tidur dengan damai di sampingnya. Juliana duduk di tepi tempat tidur dan mengusap rambut Alya dengan lembut. "Ibu akan selalu melindungi kalian," bisiknya. Ia tidak akan membiarkan siapa pun, termasuk Joseph, mengambil mereka darinya. *** Keesokan harinya, Joseph kembali ke kantor
Sinar matahari memantul di atas helm keselamatan yang dikenakan Joseph. Pria itu berdiri tegak di atas hamparan tanah luas yang sedang dipersiapkan untuk proyek pembangunan pusat perbelanjaan baru di Miami. Sekelilingnya, suara alat berat bergemuruh, para pekerja sibuk dengan tugas masing-masing, dan tim arsitek berdiri tak jauh darinya, membahas temuan terbaru mereka. Jennifer, asistennya yang selalu sigap, berdiri di sisinya dengan tablet di tangan, siap mencatat setiap instruksi yang diberikan Joseph. "Jadi, apa kendala yang kita hadapi sekarang?" tanya Joseph dengan nada tegas, menatap kepala tim arsitek yang tampak sedikit ragu. Seorang pria berkacamata, Michael Carter, melangkah maju dengan lembaran peta dan blueprint proyek. "Mr. Reign, setelah melakukan survei lebih lanjut, kami menemukan bahwa struktur tanah di beberapa titik tidak cukup stabil untuk menopang beban bangunan sesuai rencana awal. Jika dipaksakan, ada risiko pergeseran pondasi dalam beberapa tahun ke depan."
Keesokan paginya, Lena memastikan bahwa Joseph sibuk dengan urusan pekerjaannya sebelum ia berangkat ke sekolah Clarie. Ia mengenakan kacamata hitam dan mantel panjang, berusaha agar tidak menarik perhatian siapa pun.Setibanya di sekolah, ia tidak langsung masuk ke gedung utama, tetapi menunggu di tempat yang lebih sepi hingga bel istirahat berbunyi.Beberapa saat kemudian, ia melihat sosok yang dicarinya.Juliana.Wanita itu masih terlihat seperti dulu. Rambut panjangnya tergerai indah, dan wajahnya tetap lembut seperti yang Lena ingat. Namun, ada ekspresi ketenangan di wajahnya yang tidak ia miliki dulu.Lena menarik napas, lalu melangkah mendekat."Juliana," panggilnya pelan.Juliana yang sedang membaca sesuatu di tablet-nya langsung menoleh. Begitu ia melihat Lena, matanya membelalak. "Lena?"Ada keheningan di antara mereka selama beberapa detik. Juliana tampak terkejut sekaligus waspada."Apa yang kau lakukan di sini?" Juliana akhirnya bertanya, suaranya terdengar datar tetapi t
Suasana di dalam kamar Clarie terasa begitu nyaman. Dindingnya dihiasi wallpaper berwarna pastel dengan motif bintang-bintang kecil. Di salah satu sudut ruangan, boneka-boneka tersusun rapi di rak kayu, sementara di atas tempat tidur, selimut merah muda dengan gambar kelinci menjadi favorit Clarie.Lena duduk di tepi tempat tidur, menatap putrinya yang sedang asyik menggambar dengan krayon warna-warni di sebuah buku gambar besar. Clarie terlihat begitu ceria, jemarinya lincah menggoreskan warna biru ke langit gambarnya."Apa yang Clarie gambar?" tanya Lena dengan suara lembut, mencoba mengalihkan perhatiannya dari kelelahan yang menggantung di pikirannya sejak pertemuan dengan Ariana tadi.Clarie tersenyum lebar dan menunjukkan gambarnya. "Ini aku, Mama, dan Papa!" katanya riang, menunjuk tiga sosok sederhana yang digambarnya dengan kepala bundar dan tangan serta kaki seperti lidi.Lena tersenyum kecil. "Itu gambar yang bagus, Sayang."Tiba-tiba, Clarie menambahkan sesuatu di samping
Langit senja mulai meredup saat mobil Ariana berhenti di depan rumah megahnya. Clarie, yang sejak tadi tidak berhenti berceloteh tentang sekolah, langsung berseru kegirangan begitu melihat sosok yang berdiri di ambang pintu."Mama!"Lena, yang baru saja pulang, tersenyum tipis saat Clarie berlari menghampirinya. Ia berjongkok, membuka kedua lengannya, lalu memeluk putrinya erat."Kau sudah pulang, Sayang," ucap Lena sambil mengecup puncak kepala Clarie sekilas.Clarie mengangguk bersemangat. "Hari ini menyenangkan sekali! Aku belajar tentang harimau, aku menggambar, dan—"Lena mengelus rambut putrinya dengan lembut, tetapi matanya tidak benar-benar fokus. Ada ekspresi lelah di wajahnya, seolah pikirannya berada di tempat lain.Ariana mengamati pemandangan itu dalam diam. Clarie terlihat begitu bahagia, tetapi Lena, ia tampak jauh seperti seseorang yang hanya menjalankan perannya sebagai ibu tanpa benar-benar terlibat di dalamnya.Ariana menghela napas pelan sebelum berkata, "Clarie,
Ariana menutup ponselnya setelah membaca pesan dari sopir yang sedang menunggu di depan rumah. Hari ini, ia akan menjemput Clarie di sekolah—sesuatu yang sudah lama tidak ia lakukan sendiri. Biasanya, tugas itu diserahkan kepada pengasuh atau asistennya. Namun, sejak Clarie tidak henti-hentinya membicarakan guru barunya, seorang wanita bernama Juliana."Aku suka Bu Guru Juliana!" ujar Clarie suatu hari dengan mata berbinar. "Dia baik sekali, dan dia suka cerita sama aku!"Ariana awalnya tidak terlalu memikirkan hal itu. Baginya, Clarie memang selalu akrab dengan orang-orang di sekitarnya. Namun, entah mengapa, ketika Clarie menyebut nama Juliana, hatinya terasa sedikit tidak nyaman.Sekarang, sambil duduk di dalam mobil yang bergerak menuju sekolah Clarie, Ariana tidak bisa mengabaikan perasaan aneh itu. Apakah mungkin guru yang disebutkan Clarie itu... Juliana yang dulu? Tidak mungkin, kan?Mobil berhenti di depan sekolah, dan Ariana turun dengan anggun. Para orang tua lain yang juga
Matahari pagi menghangatkan halaman sekolah, sinarnya jatuh lembut di antara pohon-pohon rindang yang berjajar di sepanjang pagar. Anak-anak kecil berlarian riang menuju kelas masing-masing, sementara para guru berdiri di depan pintu menyambut mereka dengan senyum hangat. Juliana berdiri di depan kelasnya, memperhatikan murid-murid yang mulai masuk dan ia sudah menyiapkan banyak kegiatan menyenangkan. Namun, saat sepasang mata cokelat berbinar menatapnya dengan senyum ceria, Juliana merasa dunianya berputar sejenak. "Bu guru Juliana!" suara kecil itu menyapanya riang. Juliana tersenyum. "Selamat pagi, Clarie! Apa kabar?" "Aku baik. Aku nggak sabar belajar sama Bu guru," jawab Clarie sambil menepuk-nepuk tas kecilnya yang berwarna merah muda. Juliana mengusap kepala gadis kecil itu dengan lembut. Clarie adalah murid yang cerdas, penuh semangat, dan selalu membawa kehangatan ke dalam kelasnya. Awalnya, Juliana tidak pernah menyangka. Ia hanya menganggap Clarie sebagai salah satu
Joseph masih duduk di kursinya, menatap pemandangan kota yang terbentang luas dari balik dinding kaca kantornya. Pikirannya terusik, bukan oleh masalah bisnis, melainkan oleh kehidupan pribadinya yang terasa semakin kosong.Ia seharusnya bahagia. Ia memiliki segalanya. Perusahaan yang berkembang pesat, harta melimpah, dan kekuasaan yang diidamkan banyak orang. Namun, di balik kemegahan itu, ada perasaan hampa yang selalu menghantuinya.Pernikahannya dengan Lena sudah lama menjadi sekadar formalitas. Awalnya ia berpikir, mungkin waktu akan membuatnya terbiasa, tetapi ternyata tidak. Hubungan mereka tetap dingin, seperti dua orang asing yang hanya berbagi rumah.Sebuah ketukan di pintu mengalihkan pikirannya."Masuk!" ujarnya, kembali mengenakan ekspresi datarnya.Seorang pria bertubuh tegap masuk. William, kepala manajer divisi properti, membawa sebuah berkas tebal."Tuan, ini laporan terbaru mengenai proyek hotel bintang lima di Los Angeles," katanya, menyerahkan dokumen itu ke meja J
Keesokan paginya, Juliana bangun lebih awal dari biasanya. Ia ingin menikmati sedikit waktu sendiri sebelum hari yang panjang dimulai. Setelah memastikan Alya dan Malcom masih tertidur pulas, ia melangkah ke dapur dan mulai menyiapkan sarapan.Saat aroma kopi memenuhi ruangan, Juliana duduk di meja makan dengan koran yang belum sempat ia baca selama beberapa hari terakhir. Namun, pikirannya masih belum lepas dari kejadian kemarin.Clarie.Juliana menghela napas, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini hanya kebetulan. Ia tidak akan membiarkan hal ini mengusik hidupnya.Tak lama, langkah kaki kecil terdengar."Mommy!"Juliana menoleh dan mendapati Alya berdiri di ambang pintu dapur dengan mata yang masih sedikit mengantuk."Selamat pagi, Sayang!" ucap Juliana lembut, menarik Alya ke pangkuannya."Mommy, kenapa bangun pagi sekali?" tanya Alya sambil menyandarkan kepalanya di dada Juliana."Mommy hanya ingin menyiapkan sarapan untuk kalian."Tak lama, Malcom muncul dengan wajah meng