Suamiku Simpanan Tante-tante 6
Perbincangan Di atas RanjangOek Oek Oek"Mama!"Panggilan dari Kevin itu sontak membuatku langsung berlari dan melupakan sejenak tentang penelepon misterius itu. Karena Kevin itu jika tak langsung bertemu denganku saat malam hari, putraku itu langsung menangis dan sulit sekali untuk diam."Mama!" Kembali putraku itu berteriak meski saat ini aku sudah mulai naik ke ranjang."Iya, Sayang. Ini Mama sudah datang, maaf ya tadi Mama sedang pipis. Sudah sekarang jangan nangis lagi ya, kita bobok lagi. Yuk sini dipeluk Mama ya Sayang," ucapku sambil mengusap pucuk rambut Kevin."Mama disini saja. Peluk. Kevin takut," tukas Kevin sambil memeluk erat aku."Tentu Sayang. Nggak boleh takut, kan tadi sudah berdoa jadi nggak boleh takut lagi. Sekarang tidur lagi yuk!"Memang sudah setiap tidur Kevin akan selalu minta kupeluk. Jadi saat ini putraku itu menjadi penyelamat untuk Mas Saleh. Demi agar dia tak lagi merengek apa lagi sampai menangis dengan keras, aku pun harus menunda mendapatkan penjelasan dari suamiku itu.Beberapa saat kemudian Kevin telah kembali tertidur, sebenarnya tadi aku pun sempat berpikir untuk kembali menanyakan hal itu pada Mas Teddy. Namun mata ini terasa amat berat dan rasanya aku pun sudah ngantuk sekali."Dek, aku minta maaf sekali karena telah membuat hati kamu tak tenang. Percayalah sedikit pun aku tak pernah berbuat curang kepada kamu. Semua itu hanya lah sebuah lelucon saja. Tolong kamu mengerti ya, Dek," ucap Mas Saleh berucap dengan lirih tepat di belakang telingaku, yang tentu saja hal itu sontak membuatku sedikit kaget dan membuka mata."Jangan keras-keras, Mas. Nanti Kevin bangun," ucapku berbisik dengan wajah tak bersahabat."Iya aku ngerti kok, aku akan bersuara dengan pelan. Rasanya kok aku nggak enak banget karena masih hutang penjelasan pada kamu, Dek. Aku pun tak ingin hal yang sangat sepele dan tak penting ini berlarut-larut, semua ini hanya salah paham belaka kok." Kembali Mas Saleh berbisik sambil mengelus tanganku.Beberapa saat aku hanya diam saja mendengar ucapan dari suamiku itu. Tentu aku pun masih sangat penasaran dengan jawaban yang akan diberikan oleh Mas Saleh. Tetapi aku tak suka jika hal ini diselesaikan dengan posisi seperti ini. Saat aku ingin protes, malah Mas Saleh kembali berucap."Aku memang bodoh, Dek. Seharusnya sejak dulu aku itu tak memberi celah pada teman-teman untuk melakukan ini. Aku pun tak pernah membayangkan jika kamu akhirnya menanggapi semua ini dengan serius. Semua itu hanya candaan, Dek. Besok aku pasti akan menegur mereka, dan akan dibuat mereka meminta maaf dan menjelaskan semua ini kepada kamu.""Tak perlu, Mas. Tak perlu melibatkan orang lain dalam masalah rumah tangga kita, malu. Mungkin saat ini kamu berkata dengan jujur,Mas, tetapi entah kenapa hatiku tak dapat menerima itu. Rasanya ada yang janggal dari semua ini. Ini bukan sebuah lelucon belaka, itu lah yang terus saja dikatakan oleh hati ini," ucapku pada akhirnya."Ya ampun, Dek. Kenapa kamu jadi nggak percaya gini sih sama aku? Apa selama ini aku pernah berbohong pada kamu? Apa selama ini aku pernah membuat sedih kamu dan Kevin? Katakan, Dek. Dari hati yang paling ku ucapkan semua ini. Memang teman-temanku itu usilnya keterlaluan!" Meski berbisik,aku bisa mendengar jika suara suamiku itu sedang kesal.Aku pun kemudian membiarkan dia melanjutkan pernyataannya,"Tolong percaya kepadaku, Dek. Tak mungkin aku bermain api di belakang kamu, karena aku bukan tipe orang yang gampang sekali berpindah hati. Bukankah kamu juga tahu akan hal itu? Cinta sejati ini hanya untuk kamu saja, hidupku ini hanya untuk kamu dan Kevin, percayalah akan hal itu, Dek.""Aku tahu kamu selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk aku dan Kevin. Aku pun selama hampir tiga tahun kita menikah ini tak pernah menaruh rasa curiga kepada kamu kan? Tetapi entah kenapa kejadian tadi menerbitkan sebuah rasa yang berbeda. Ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku, Mas!" sungutku penuh penekanan.Mas Saleh pun terdengar tertawa kecil, kemudian dia mengelus dan juga mencium lenganku. Suatu perlakuan yang biasanya amat kusukai dari Mas Saleh, tetapi entah kenapa hari ini rasanya kok berbeda sekali."Oh aku tahu kalau begitu, Dek. Setelah kupikir-pikir, mungkin saat ini kamu itu sedang cemburu, Dek. Iya kamu saat ini sedang cemburu padaku, Dek!" Kini suamiku itu malah berucap dengan girangnya, dan tentu saja hal itu membuat aku malah bingung."Kamu kok malah tertawa sih, Mas? Mana ada aku cemburu sama kamu? Selama kita menikah, apa pernah aku cemburu?" tanyaku sedikit kesal."Ya aku girang karena kamu akhirnya punya rasa cemburu kepada aku!" Mas Saleh kembali tertawa dan malah mencium sebelah pipiku."Iya selama ini kamu memang tak pernah cemburu, Dek. Dan, sekarang setelah hampir tiga tahun kita menikah, baru sekarang kamu merasa curiga yang itu berarti kamu takut kehilangan aku, alias cemburu. Padahal itu semua hanyalah sebuah lelucon belaka. Terima kasih ya Dek, karena sudah cinta padaku. Jadi makin cinta saja deh sama kamu, jangan khawatir aku tak akan pernah menduakanmu kamu untuk selamanya," timpalnya kembali sambil menciumiku.Aku hanya diam dan memikirkan apa yang diucapkan oleh Mas Saleh itu. Jika disalami, rasanya apa yang diucapkan itu benar adanya. Mungkin memang saat inì aku merasa takut kehilangan dia, karena kini dia pun punya perkerjaan yang lebih baik dan punya banyak uang. Bodohnya aku ternyata telah menuduh yang tidak-tidak pada suamiku, hanya karena rasa cemburu.Suamiku Simpanan Tante-tante 7Suami IdamanAkhirnya semua pesanan hari ini bisa diselesaikan dengan lancar. Semua paket untuk luar kota sudah ku antar ke ekspedisi, dan yang minta sistem COD-pun sudah terselesaikan.Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, Kevin pun susah terlelap, tetapi Mas Saleh belum pulang juga. Apa mungkin kali ini suamiku itu kembali lembur? Alias mengerjakan pekerjaan sampingannya? Ketika aku sedang memikirkannya, Mas Saleh malah menghubungiku saat ini. Ah, ternyata memang hati kami ini saling berkaitan. Langsung saja aku terima panggilan dari suamiku tercinta itu."Halo. Assalamualaikum, Mas," ucapku memulai pembicaraan melalui sambungan telepon ini."Wa alaikum salam, Dek. Belum tidur kan? Aku takut sekali mengganggu tidur kamu soalnya," ucap Mas Saleh ganti dengan suara khasnya."Belum kok, Mas. Ini tadi baru saja merekap penjualan. Kevin tapi sudah tertidur sejak pukul tujuh tadi. Ada apa?" Pertanyaanku kali ini tentu saja hanya sekedar untuk basa-
Suamiku Simpanan Tante-tante 8Ipar yang CulasKumandang adzan subuh selalu sukses membangunkan aku setiap pagi. Segera aku pun bangkit dari tidur, seperti biasa untuk menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim. Tetapi aku sedikit kaget karena ternyata suamiku tak ada di samping."Apa mungkin Mas Saleh belum pulang?" Sontak aku pun berucap dengan lirih.Sprei yang ada di sampingku masih rapi, tak ada bau khas suamiku itu. Itu berarti memang semalam dia tak pulang. Karena sangat penasaran, aku pun mengambil terlebih dahulu ponsel yang berada di nakas, tentu saja untuk melihat siapa tahu suamiku itu memberi kabar. Ternyata memang benar ada beberapa chat yang dikirim oleh Mas Saleh saat itu.[Dek, maaf ya aku nggak jadi pulang. Karena ternyata masih ada pekerjaan penting yang malam ini harus diselesaikan. Paling besok siang aku pulang, atau mungkin langsung menuju pos dan pulang malam ke rumah.]Ternyata sekitar pukul dua belas malam Mas Saleh mengirimi sebuah chat. Tetapi karena memang
Suamiku Simpanan Tante-tante 9Aku Salah Apa?"Halah dasar kamu itu banyak alasan! Pokoknya aku mau sebelum jam delapan malam, uang itu sudah kembali padaku! Jika tidak, maka aku akan mempermalukan kamu dan juga Saleh di media sosial dan juga di tempat kerja! Dasar tak tahu diuntung!"Mbak Desi rupanya makin meradang saat ini. Entah kenapa dia menjadi jahat seperti itu. Apa semua ini hanya karena rasa cemburu karena Mas Mamat memberiku uang? Atau ada hal lain yang membuat Mbak Desi sepetinya kini amat membenciku?"Tolong jangan lakukan itu, Mbak. Aku janji hari ini akan mengembalikan uang itu," ucapku spontan, karena tentu saja aku tak mau jika nanti akan dipermalukan di media sosial.Jika aku saja yang dipermalukan oleh Mbak Desi tak masalah, tetapi jika fitnah itu nantinya berimbas pada Mas Saleh, tentu aku tau akan mau hal itu. Jadi lebih baik aku iya kan saja permintaan kakak iparku itu. Entah nanti aku dari mana akan mendapatkan uang, atau memang jika sudah sangat terpaksa, aku p
Suamiku Simpanan Tante-tante 10Tanda Merah?[Kamu mau main belakang? Awas kalau sampai kamu ngadu! Aku akan buat dia gila atau mungkin mati sia-sia!]Aku sungguh tak menyangka jika Mbak Desi mengirimi pesan yang sangat tak enak seperti ini. Ini tadi berarti Mas Mamat sudah membicarakan tentang aku pada suaminya. Tetapi meski kesal, aku pun juga tetap takut dengan ancamannya itu.Karena setahuku Mas Mamat itu sangat bucin sekali dengan Mbak Desi, jadi aku pun juga tak ingin kejadian yang lalu terulang kembali. Biar kuselesaikan masalahku sendiri dengan Mbak Desi demi keutuhan keluarga Mas Mamat.[Nggak kok, Mbak. Maaf sekali ya, aku janji tak akan pernah mengadukan masalah ini pada Mas Mamat.] Balasku cepat.[Janji itu jangan hanya di mulut atau hanya tulisan saja! Tapi kali ini aku memberi maaf kepadamu, tetapi lain kali jika kamu berbuat begitu lagi, maka kuanggap kau sudah tak sayang lagi dengan Mas Mamat! Ingat itu! Di depan Mas Mamat, kamu harus bisa menunjukkan jika aku ini adal
Suamiku Simpanan Tante-tante 11Aku Tak PercayaDegh!Apa aku tadi nggak salah lihat? Ada dua buah tanda merah di pundak atas Mas Saleh. Sebagai seorang perempuan dewasa, tentu aku paham dengan hal apa yang menyebabkan tanda itu ada di badan.'Astaghfirullah aladzim! Bukankah sudah dua hari ini aku datang bulan, dan kami tak bermesraan sama sekali?' gumamku dalam hati sembari menahan rasa penasaran yang amat sangat."Dek! Kamu kenapa kok bengong terus begitu sih?" tanyanya sambil mengibaskan tangan di depan wajahku."Ah anu itu, Mas--""Kamu kenapa sih, Dek? Kok tiba-tiba ngomongnya jadi gugup banget gitu?" ucap Mas Saleh memotong ucapanku sambil tersenyum manis seperti biasanya.Aku kali ini sungguh tak lagi bisa berkata apa-apa, melihat tanda yang ada di badan suamiku itu, sungguh membuat aku makin yakin dengan semua kecurigaan selama ini. Kemarin pagi saat dia berganti pakaian, aku belum melihat dua tan
Suamiku Simpanan Tante-tante 12Berkelit"Jika tidak, lalu tanda merah di bahu kamu itu siapa yang buat? Kita sudah tak melakukan kontak fisik selama dua hari, lalu kenapa ada tanda merah di badan kamu Mas?! Pasti kamu telah melakukan kecurangan dengan wanita lain!"Dengan sedikit gemetar akhirnya aku pun mengatakan apa yang memang sudah harus kukatakan sejak tadi sebenarnya. Semoga saja kali ini aku mendapatkan jawaban yang pasti atas semua kegundahan hati yang kini tengah kurasakan. Aku pun kini telah siap dengan apa pun jawaban yang nanti akan diberikan oleh Mas Saleh."Ta-tanda merah?!" Tak kusangka malah kini suamiku itu yang menjadi gugup dan mencoba lari dari tatapan mataku. Beda sekali dengan raut wajahnya beberapa saat lalu. Apa ini artinya dia memang sedang menyembunyikan sesuatu?"Iya tanda merah! Aku tadi melihatnya dengan jelas di sini! Bahkan ada dua buah loh tanda merah itu Mas!" Ucapku sambil menunjuk bagian bahu Mas Saleh
Suamiku Simpanan Tante-tante 13Hanya Pura-pura "Terima kasih, Dek! Terima kasih banyak karena kamu sudah percaya padaku! Kamu memang istri yang sempurna.""Sama-sama, Mas. Demi Kevin dan demi keutuhan rumah tangga kita ini, aku akan mencoba menghalau semua kerikil kecil yang pasti akan terus mencoba menghalangi langkah kita. Maaf ya tadi aku sempat menuduh kamu yang tidak-tidak," ucapku sembari mencoba mengukur senyum termanis yang pernah kumiliki."Tak apa, Dek. Aku bisa mengerti semua itu kok, pasti tadi kamu mikir yang buruk karena terbakar cemburu bukan? Tenang saja, aku tak akan pernah berbuat sedikit pun kecurangan di luar sana dan tak ada wanita lain dalam hidup ini. Tetapi jujur, aku juga seneng sekali sih, karena itu menunjukkan jika kamu itu memang cinta sekali padaku, Dek," tukas Mas Saleh sambil mengedipkan sebelah mata.Mas Saleh nampak lega sekali saat ini, seperti seorang yang selamat dari jurang kematian. Kini suamiku it
Suamiku Simpanan Tante-tante 14Aneh Lagi "Ya ampun, bagus banget sih sepatu ini," ucapku Sambil mengagumi sebuah sepatu sneaker berwarna hitam polos."Kamu suka, Dek? Ya sudah langsung bawa ke kasir saja," ucap Mas Saleh enteng sambil mendorong stroler Kevin."Nggak perlu deh, Mas. Tadi kan aku juga sudah membeli satu sepatu, dan tadi kira juga sudah membeli banyak barang. Nggak usah deh."Kami memang sudah belanja beberapa stel pakaian dan juga sepatu, jadi kenapa harus membuang uang lagi? Lagian sepatu yang saat ini kupegang harganya hampir mencapai dari kita. Untuk apa kita menghamburkan uang sebanyak itu hanya untuk sebuah alas kaki? Bukankah lebih baik digunakan untuk keperluan yang lain?"Nggak apa-apa kok ambil saja, kamu pasti makin terlihat cantik jika memakai sepatu itu. Apa kamu takut karena melihat harganya, Dek?" Seakan bisa membaca pikiranku, Mas Saleh pun menebak dengan benar kali ini."Ya seperti itu l