Suamiku Simpanan Tante-tante 8
Ipar yang CulasKumandang adzan subuh selalu sukses membangunkan aku setiap pagi. Segera aku pun bangkit dari tidur, seperti biasa untuk menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim. Tetapi aku sedikit kaget karena ternyata suamiku tak ada di samping."Apa mungkin Mas Saleh belum pulang?" Sontak aku pun berucap dengan lirih.Sprei yang ada di sampingku masih rapi, tak ada bau khas suamiku itu. Itu berarti memang semalam dia tak pulang. Karena sangat penasaran, aku pun mengambil terlebih dahulu ponsel yang berada di nakas, tentu saja untuk melihat siapa tahu suamiku itu memberi kabar. Ternyata memang benar ada beberapa chat yang dikirim oleh Mas Saleh saat itu.[Dek, maaf ya aku nggak jadi pulang. Karena ternyata masih ada pekerjaan penting yang malam ini harus diselesaikan. Paling besok siang aku pulang, atau mungkin langsung menuju pos dan pulang malam ke rumah.]Ternyata sekitar pukul dua belas malam Mas Saleh mengirimi sebuah chat. Tetapi karena memang sedang ngantuk sekali, dan tak lagi merasa cemburu pada Mas Saleh, aku pun langsung tidur dengan lelap. Kurasa Mas Saleh juga tahu jika tadi malam aku sudah terlelap.[Pasti kamu sudah tidur ya? Sekali lagi maaf ya, Dek. Besok pulang aku akan membawakan hadiah untuk kamu dan juga Kevin. Semua ini kulakukan hanya demi kalian berdua kok, mutiaraku. Tujuan dalam hidupku itu hanya untuk membahagiakan kalian saja. Love you.][Oh iya, jangan berpikir yang macam-macam lagi ya, Dek. Karena jika kamu terus berpikiran buruk seperti itu padaku, yang ada juga aku kerja nggak konsen. Pokonya kamu harus percaya jika semua cinta dan kasih sayang ini hanya untuk kamu, Dek. Tak ada wanita lain yang lebih sempurna di dunia ini selain kamu,Dek.]Dua pesan itu pun dikirim oleh Mas Saleh dalam waktu yang hampir bersamaan. Kubaca dengan seksama dan tersenyum chat kiriman dari suamiku itu. Ternyata aku memang memiliki seorang suami yang jujur dan baik. Gegas aku pun membalas pesan itu, karena aku ini harus segera melaksanakan shalat. Tak masalah telat yang penting saat ini aku ingin membalasnya.[Maaf ya, Mas. Semalam aku memang tidur dengan lelap sekali, hingga tak tahu jika kamu mengirim pesan. Ya sudah nggak apa-apa kok, yang penting kamu tetap harus jaga kesehatan, karena kerja malam itu menghabiskan banyak tenaga. Hati-hati ya. Tak perlu buah tangan kok, yang penting kamu kembali pulang ke rumah saja aku sudah senang. Aku dan Kevin selalu menunggu kedatangan kamu.]Balasan pesanku ini ternyata tak langsung dibaca oleh Mas Saleh. Tak apa lah pasti saat ini dia sedang kerja, jadi belum sempat membuka pesanku. Jadi Ku putuskan untuk langsung shalat saja dulu, sekalian untuk mendoakan suamiku yang kini sedang banting tulang mencari nafkah untuk keluarga.***Ada rasa tenang dan bahagia yang selalu kurasa ketika selesai menunaikan shalat. Tak lupa ku adukan semua keluh kesah dan rasa syukur kepada Allah, karena saya Dia-lah maha segalanya. Saat aku telah selesai melipat mukena dan akan menuju ke dapur, ponsel yang ada di nakas pun bergetar.'Pasti ini Mas Saleh, yang baru saja membaca balasan pesan dariku!' gumamku amat girang dalam hati.Namun ketika menatap layar benda pipih itu, aku pun mulai kecewa. Karena yang saat ini sedang menghubungiku bukan Mas Saleh, melainkan Mbak Desi.Tanpa menjawab panggilan itu, aku sudah tahu pasti apa yang akan di katakan oleh kakak iparku ini. Mau tak mau, aku pun harus menerima panggilan ini. Karena memang saat ini aku pun masih punya hutang padanya. Tetapi aku memang tak siap jika harus mendengarkan omelannya lagi, apa lagi ini masih sangat pagi."Assalamu alaikum, Mbak Desi. Ada apa, Mbak?" tanyaku lirih memulai obrolan melalui sambungan telepon dengan kakak iparku itu."Pakai tanya lagi?! Tentu saja jika aku menghubungi kamu itu pasti karena uang! Nggak usah berlagak bodoh gitu deh, sekarang cepat kamu transfer uang itu!" Mbak Desi pun seperti biasa langsung memberondongkan perkataannya."Maaf, Mbak. Saat ini uang itu belum terkumpul genap. Masih ada sekitar dua juta," jawabku apa adanya."Apa? Dua juta?! Dasar kamu itu ipar nggak bisa dipercaya! Sebenarnya kamu itu niat bayar nggak sih? Dari kemarin kok ngeles saja terus?! Apa bedanya kamu itu dengan pengemis!" Mbak Desi pun semakin meradang saat ini."Astaghfirullah aladzim, Mbak. Demi Allah saya niat mengembalikan, meski sebenarnya Mas Mamat pun telah mengiklaskan uang itu. Tetapi tolong beri waktu lagi, Mbak. Dan tolong juga doakan agar jualan online ku makin laris, hingga bisa segera mengumpulkan uang itu, " ucapku meminta."Heh Mega! Enak saja kamu itu terus saja meminta waktu! Ingat ya bunganya juga berjalan loh! Oh iya, Saleh kan juga bekerja. Lalu kamu kemanakan gaji suamimu itu?! Pokoknya aku nggak mau tahu, hari ini juga kamu harus mengembalikan uang itu, atau kamu akan tahu akibatnya!" Ancam Mbak Desi lagi."Gaji Mas Saleh habis untuk bayar cicilan motor dan beli keperluan Kevin dan sehari-hari saja, Mbak. Dua minggu lagi, aku janji akan membayar semuanya. Tolong beri waktu lagi ya, Mbak," rengekku lagi.Sebenarnya saat ini aku memegang uang yang jumlahnya dua kali lipat dari uang pinjaman pada Mbak Desi. Tetapi itu adalah uang pemberian dari Mas Saleh. Tetapi karena hingga saat ini aku masih belum yakin dengan pekerjaan sampingan suamiku itu. Jadi aku pun tak pernah mempergunakan uang itu satu sen pun, dan aku memang bertekad mengembalikan uang itu dari hasil jualan online ku saja."Halah dasar kamu itu banyak alasan! Pokoknya aku mau sebelum jam delapan malam, uang itu sudah kembali padaku! Jika tidak, maka aku akan mempermalukan kamu dan juga Saleh di media sosial dan juga di tempat kerja! Dasar tak tahu diuntung!"Suamiku Simpanan Tante-tante 9Aku Salah Apa?"Halah dasar kamu itu banyak alasan! Pokoknya aku mau sebelum jam delapan malam, uang itu sudah kembali padaku! Jika tidak, maka aku akan mempermalukan kamu dan juga Saleh di media sosial dan juga di tempat kerja! Dasar tak tahu diuntung!"Mbak Desi rupanya makin meradang saat ini. Entah kenapa dia menjadi jahat seperti itu. Apa semua ini hanya karena rasa cemburu karena Mas Mamat memberiku uang? Atau ada hal lain yang membuat Mbak Desi sepetinya kini amat membenciku?"Tolong jangan lakukan itu, Mbak. Aku janji hari ini akan mengembalikan uang itu," ucapku spontan, karena tentu saja aku tak mau jika nanti akan dipermalukan di media sosial.Jika aku saja yang dipermalukan oleh Mbak Desi tak masalah, tetapi jika fitnah itu nantinya berimbas pada Mas Saleh, tentu aku tau akan mau hal itu. Jadi lebih baik aku iya kan saja permintaan kakak iparku itu. Entah nanti aku dari mana akan mendapatkan uang, atau memang jika sudah sangat terpaksa, aku p
Suamiku Simpanan Tante-tante 10Tanda Merah?[Kamu mau main belakang? Awas kalau sampai kamu ngadu! Aku akan buat dia gila atau mungkin mati sia-sia!]Aku sungguh tak menyangka jika Mbak Desi mengirimi pesan yang sangat tak enak seperti ini. Ini tadi berarti Mas Mamat sudah membicarakan tentang aku pada suaminya. Tetapi meski kesal, aku pun juga tetap takut dengan ancamannya itu.Karena setahuku Mas Mamat itu sangat bucin sekali dengan Mbak Desi, jadi aku pun juga tak ingin kejadian yang lalu terulang kembali. Biar kuselesaikan masalahku sendiri dengan Mbak Desi demi keutuhan keluarga Mas Mamat.[Nggak kok, Mbak. Maaf sekali ya, aku janji tak akan pernah mengadukan masalah ini pada Mas Mamat.] Balasku cepat.[Janji itu jangan hanya di mulut atau hanya tulisan saja! Tapi kali ini aku memberi maaf kepadamu, tetapi lain kali jika kamu berbuat begitu lagi, maka kuanggap kau sudah tak sayang lagi dengan Mas Mamat! Ingat itu! Di depan Mas Mamat, kamu harus bisa menunjukkan jika aku ini adal
Suamiku Simpanan Tante-tante 11Aku Tak PercayaDegh!Apa aku tadi nggak salah lihat? Ada dua buah tanda merah di pundak atas Mas Saleh. Sebagai seorang perempuan dewasa, tentu aku paham dengan hal apa yang menyebabkan tanda itu ada di badan.'Astaghfirullah aladzim! Bukankah sudah dua hari ini aku datang bulan, dan kami tak bermesraan sama sekali?' gumamku dalam hati sembari menahan rasa penasaran yang amat sangat."Dek! Kamu kenapa kok bengong terus begitu sih?" tanyanya sambil mengibaskan tangan di depan wajahku."Ah anu itu, Mas--""Kamu kenapa sih, Dek? Kok tiba-tiba ngomongnya jadi gugup banget gitu?" ucap Mas Saleh memotong ucapanku sambil tersenyum manis seperti biasanya.Aku kali ini sungguh tak lagi bisa berkata apa-apa, melihat tanda yang ada di badan suamiku itu, sungguh membuat aku makin yakin dengan semua kecurigaan selama ini. Kemarin pagi saat dia berganti pakaian, aku belum melihat dua tan
Suamiku Simpanan Tante-tante 12Berkelit"Jika tidak, lalu tanda merah di bahu kamu itu siapa yang buat? Kita sudah tak melakukan kontak fisik selama dua hari, lalu kenapa ada tanda merah di badan kamu Mas?! Pasti kamu telah melakukan kecurangan dengan wanita lain!"Dengan sedikit gemetar akhirnya aku pun mengatakan apa yang memang sudah harus kukatakan sejak tadi sebenarnya. Semoga saja kali ini aku mendapatkan jawaban yang pasti atas semua kegundahan hati yang kini tengah kurasakan. Aku pun kini telah siap dengan apa pun jawaban yang nanti akan diberikan oleh Mas Saleh."Ta-tanda merah?!" Tak kusangka malah kini suamiku itu yang menjadi gugup dan mencoba lari dari tatapan mataku. Beda sekali dengan raut wajahnya beberapa saat lalu. Apa ini artinya dia memang sedang menyembunyikan sesuatu?"Iya tanda merah! Aku tadi melihatnya dengan jelas di sini! Bahkan ada dua buah loh tanda merah itu Mas!" Ucapku sambil menunjuk bagian bahu Mas Saleh
Suamiku Simpanan Tante-tante 13Hanya Pura-pura "Terima kasih, Dek! Terima kasih banyak karena kamu sudah percaya padaku! Kamu memang istri yang sempurna.""Sama-sama, Mas. Demi Kevin dan demi keutuhan rumah tangga kita ini, aku akan mencoba menghalau semua kerikil kecil yang pasti akan terus mencoba menghalangi langkah kita. Maaf ya tadi aku sempat menuduh kamu yang tidak-tidak," ucapku sembari mencoba mengukur senyum termanis yang pernah kumiliki."Tak apa, Dek. Aku bisa mengerti semua itu kok, pasti tadi kamu mikir yang buruk karena terbakar cemburu bukan? Tenang saja, aku tak akan pernah berbuat sedikit pun kecurangan di luar sana dan tak ada wanita lain dalam hidup ini. Tetapi jujur, aku juga seneng sekali sih, karena itu menunjukkan jika kamu itu memang cinta sekali padaku, Dek," tukas Mas Saleh sambil mengedipkan sebelah mata.Mas Saleh nampak lega sekali saat ini, seperti seorang yang selamat dari jurang kematian. Kini suamiku it
Suamiku Simpanan Tante-tante 14Aneh Lagi "Ya ampun, bagus banget sih sepatu ini," ucapku Sambil mengagumi sebuah sepatu sneaker berwarna hitam polos."Kamu suka, Dek? Ya sudah langsung bawa ke kasir saja," ucap Mas Saleh enteng sambil mendorong stroler Kevin."Nggak perlu deh, Mas. Tadi kan aku juga sudah membeli satu sepatu, dan tadi kira juga sudah membeli banyak barang. Nggak usah deh."Kami memang sudah belanja beberapa stel pakaian dan juga sepatu, jadi kenapa harus membuang uang lagi? Lagian sepatu yang saat ini kupegang harganya hampir mencapai dari kita. Untuk apa kita menghamburkan uang sebanyak itu hanya untuk sebuah alas kaki? Bukankah lebih baik digunakan untuk keperluan yang lain?"Nggak apa-apa kok ambil saja, kamu pasti makin terlihat cantik jika memakai sepatu itu. Apa kamu takut karena melihat harganya, Dek?" Seakan bisa membaca pikiranku, Mas Saleh pun menebak dengan benar kali ini."Ya seperti itu l
Suamiku Simpanan Tante-tante 15Tante Feby Yang CentilAku pun berusaha menunjukkan senyum palsu pada Mas Saleh kali ini. Tetapi aku sungguh kaget saat keluar dari toko dan melihat ke arah tempat duduk Mas Saleh dan Kevin. Seorang wanita setengah baya, mungkin usianya hampir sama dengan ibu mertuaku, saat ini sedang duduk dan mengelus pipi Mas Saleh dengan mesranya. Anehnya lagi, suamiku itu pun sepertinya tak risih dengan perlakuan itu. Siapa sebenarnya perempuan itu?"Si-siapa ibu ini, Mas?" tanyaku dengan sedikit gugup.Mungkin karena saking intensnya Mas Saleh dan wanita itu berinteraksi, mereka hingga tak sadar kini aku tengah berdiri tepat di depan mereka."Eh ... kamu sudah selesai belanjanya, Dek?" ucap suamiku masih dengan terlihat gugup.Mas Saleh nampak sangat gugup sekali juga saat ini. Dengan sigap dia pun memindahkan tangan wanita setengah baya berpakaian sexy itu, yang sejak tadi mengelus pipi Mas Saleh itu.
Suamiku Simpanan Tante-tante 16Dia Kesepian"Oke, aku minta kalian berdua jawab dulu pertanyaanku ini. Jadi Tante Feby ini salah satu penghuni perumahan yang dijaga oleh Mas Saleh, tetapi kenapa kalian tadi begitu mesra sekali? Bahkan kurasa sudah seperti pasangan kekasih saja!" ucapku sambil tersenyum.Aku memang sudah berusaha untuk bersikap lebih lembut dan tidak lagi emosi, tetapi tentu saja hal ini tetap harus ku ketahui. Enak saja mereka mau mangkir penjelasan dariku, sudah jelas melakukan sebuah kesalahan di depan mata kok ya masih saja tenang dan tak mau menceritakan hubungan apa yang terjadi di antara mereka."Di antara kami tentu saja tak ada hubungan apa-apa, Dek. Ya sebatas hubungan antara penjaga dan tuan rumah, ya seperti itu saja. Tante Febby ini memang orangnya supel sekali pada semua orang, dan baik sekali dengan siapa saja. Tak hanya denganku beliau ini baik, tapi pada semua satpam dan juga warga penghuni perumahan." Mas Saleh p
EndingBab 1182 tahun kemudian.Pasca perceraian Mega dan Saleh, tidak ada yang menempati rumah kontrakan mereka sebelumnya. Mega memilih untuk tinggal di perumahan sederhana yang berada dekat dengan toko edelweis. Wanita yang kini single parent tersebut terlihat sedang menyiapkan keperluan sekolah anaknya."Kevin, Nak. Ayo segera, nanti kamu terlambat kalau mau nonton TV terus," ujarnya sambil menata bekal yang dia masukkan ke dalam tas sang anak. "Ibu, besok ulang tahunku." Dibanding dengan memberitahu, Kevin terdengar lebih seperti anak yang sedang merengek. "Oh, ya?!" Mega terlihat terkejut. "Masa, sih? Bukannya minggu depan, ya?" Melihat reaksi ibunya, Kevin memberenggut kesal. Tampaknya anak itu kecewa karena dia pikir sang Ibu sudah mempersiapkan sesuatu untuk hari kelahirannya besok. Dia berjalan dengan bahu yang terkulai lemas menuju ibunya, mengulurkan tangan untuk mengambil tas. "Ya udah, deh," bisiknya.Mega diam-diam tersenyum geli. "Wah, Nak. Gimana, nih? Besok bang
Bab 117Mega tidak langsung menjawab pertanyaan dari Ari, teater diam beberapa saat. Di sisi lain Hilda meskipun merasa tidak enak dan ingin memarahi Ari yang ceritanya seperti itu, dia juga tidak bisa mengelak dengan rasa ingin tahu punya tentang perasaan Mega saat ini.Mega sendiri sudah cukup memikirkan hal ini sejak kemarin malam dia bertanya kepada dirinya sendiri tentang keputusan yang telah diambil dulu. Mungkinkah dirinya menyesal karena telah menerima oleh kembali dalam hidupnya? "Kalau terlalu berat buat dijawab, nggak perlu dijawab juga kok Mbak." Ari memberi pengertian karena hal yang dia tanyakan memang cukup sensitif."Akan terkesan bohong juga jika saya bilang baik-baik saja sekarang tapi Jika ditanya tentang penyesalan itu apa saya rasa nggak. Kalau dipikir-pikir memang menyakitkan karena telah dikhianati dua kali. Tapi di sisi lain aku merasa sudah melakukan hal yang tepat karena memberi kesempatan untuk seseorang bukan hal yang buruk." Mega tersenyum. "Aku merasa s
Bab 116Apakah Menyesal?Retno diantar pulang oleh Hilda dan Ari sedangkan Mega dan Saleh pulang ke rumahnya. Hal ini mengenai rumah tangga sepasang suami istri itu yang harus diselesaikan secara pribadi.Saat ini Retno Hilda berada di mobil Ari. Sambil menyetir lelaki itu bertanya, "Kapan kamu memanggil Mega? Kamu bilang nggak mau ngasih tahu dia lebih dulu."Hilda tampak murung, dia juga tidak menyangka bahwa dugaannya selama ini memang benar. "Aku cuma nggak mau Mbak Mega tahu dari orang lain, aku harus ngasih tahu dia karena dia yang paling berhak tahu tentang kelakuan suaminya." Dia melirik ke arah jok belakang di mana Retno berada. "Retno, aku minta maaf karena membiarkanmu menutup toko sendirian.""Ini bukan salah Mbak Hilda, kok. Lagian berkat mbak Hilda juga aku bisa selamat. Mas Ari saya benar-benar berterima kasih atas bantuannya yang tadi." Sekarang kondisi Retno jauh lebih membaik dia, tidak terlihat gemetaran seperti beberapa waktu yang lalu."Besok mungkin toko akan tut
Bab 115Tak Bisa BerkutikRetno bingung harus berkata apa. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa akan mendapatkan tawaran makan malam bersama dari Saleh. Dia masih pada dirimu waktu di depan pintu toko sebelum akhirnya tiba-tiba Saleh menarik tangannya. "Pak Saleh?! Apa yang Anda lakukan?" Dia mulai jadi takut sekarang dia melihat ke sekeliling mencoba untuk mencari pertolongan.Namun, entah mengapa mendadak suasana menjadi sepi dan orang-orang tidak peduli kepadanya. Retno mencoba untuk melepaskan diri dari genggaman Saleh tetapi lelaki itu justru semakin mengeratkan pegangannya."Pak Saleh, Apa yang anda lakukan?! Tolong lepaskan saya segera!" Ratna sedikit berteriak, tetapi dia justru mendatan4g berarti karena langkah lelaki itu demikian. Saleh menoleh dan menatap Retno dengan sorot mata tajam. "Ikut saja denganku atau kamu akan tahu akibatnya!""Tapi mau ke mana, Pak?! Saya harus segera pulang karena ibu pasti sedang menunggu saya."Retno masih berusaha untuk melepaskan diri s
Bab 114Saat ini saya sedang berada di toko titik dia melihat karyawannya yaitu Retno dan Hilda yang sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Semenjak dirinya menjadi pemilik toko edelweis kegiatan yang Saleh lakukan tidak jauh-jauh dengan mengamati memperhatikan sedangkan hampir keseluruhan mengenai barang produk dan pengeluaran serta pendapatan masing-masing mendapat bagiannya.Saat itu juga, Saleh merasa benar-benar menjadi seorang usahawan yang sukses. Berbeda saat Mega yang menjadi pemilik toko itu, wanita tersebut tidak bisa membiarkan tubuhnya berada dalam keadaan santai. Bagi kedua karyawan di toko edelweis, sikap Saleh yang seperti itu sudah menjadi kebiasaan bagi mereka dan tidak perlu mempermasalahkannya karena memang karyawan yang harus bekerja."Retno," panggil saya ketika Si empunya nama sedang menata letak manekin yang digantung di tembok.Retno menjatuhkan pandangannya seraya menurunkan tongkat yang sedang dia pegang. "Ada apa Pak?""Bisa ikut saya ke ruang staf s
Bab 113Mega tidak mengajak Saleh bicara lagi setelah pertengkaran beberapa menit yang lalu. Saat ini dirinya masih berada di ruang tamu sedangkan Saleh sudah masuk ke dalam kamar. Setidaknya, Saleh tidak keluar lagi malam ini seperti malam-malam sebelumnya.Wanita itu sedang merenungkan, berpikir tentang apa yang kemungkinan terjadi pada suaminya itu sampai bisa marah besar dan memintanya agar pergi dari hadapan Mega merasa sakit hati, terluka dan tercabik-cabik namun dia juga berpikir bahwa mungkin saja terjadi sesuatu hal yang buruk saat Saleh berada di luar dan hal yang memungkinkan bagi lelaki tersebut melepaskan emosi ketika berhadapan dengan sang istri.Karena hal itulah Mega mencoba untuk mengerti dan memaafkan Saleh sekali lagi.Setelah cukup lama dia berada di ruang tamu sambil menunggu Anda harus suaminya tertidur terlebih dahulu, dia beranjak dari sana dan menuju ke kamar. Saat itu juga dia baru tersadar ada pakaian yang teronggok di lantai dan itu terlihat asing di matany
Bab 112"Kenapa kamu jadi bentak-bentak aku?! Emangnya apa yang salah, hah? Orang Kamu yang bilang sendiri waktu dulu, kok. Kamu butuh uang yang banyak karena nggak mau jadi bahan tertawaan dan ejekan teman, tenagga dan saudara sendiri!" Tidak mau kalah, Febi membalas dengan suara yang lebih nyaring. Hal itu tentu saja membuat orang-orang di sekitar mereka memperhatikan keduanya dengan tatapan heran sekaligus tatapan seolah mereka terganggu. Pelayan yang sedang menyajikan makanan di atas meja Mereka pun sampai melirik takut-takut baik kepada si wanita maupun pria."Tapi itu dulu, tante! Itu karena aku benar-benar putus asa! Aku nggak mau dipandang rendah sama orang lain! Tante mungkin nggak merasakan gimana penderitaanku saat itu karena tante emang nggak pernah kekurangan uang sama sekali!" Wajah Saleh memerah dengan bola mata yang melotot dan seolah hampir keluar hanya dengan satu kali hentakan saja. Dia tidak peduli dengan Bagaimana pandangan orang di sekitar melihatnya.. sudah ter
Bab 111“Ini, aku serius. Kalau aku jadi cowok, udah naksir berat sama Mbak Mega.” Hilda masih tetap bersikeras menjadikan mantan bosnya itu sebagai topik pembicaraan kali ini.“Kenapa mikirnya begitu?”“Yah, Mas ini nggak peka atau emang nggak peduli, sih?”“Apa bedanya?”Hilda terkikik. “Ya emang, sih. Apa yang bisa diharapkan sama Mas Ari? Hidupnya seakan terjebak dalam tempurung kelapa. Masa lalu masih aja menjadi alasan buat nggak melirik orang lain.” Dia mencibir, tidak peduli dengan eskpresi Ari yang hampi seperti ingin memakannya.“Nggak punya kaca atau emang udah lupa kalau kamu punya muka?” tukasnya tak mau kalah. “Orang yang punya masalah sama kenapa harus saling meledek, sih?” Jeda sesaat untuknya meminum es hingga tandas. “Kamu juga harus ingat kepada siapa kamu mengadu soal perceraianmu dan berapa lama kamu menggalau.”Hilda meringis. Mana mungkin dia lupa tentang masalah yang menjadi titik balik kehidupannya? Dia dan mantan suami yang berakhir dengan perpisahan. Masalah
Bab 110Retno masih menangis tersedu-sedu di rumahnya. Saat ini sudah ada Mega dan Hilda yang berkunjung. Setelah insiden Retno yang tertangkap melakukan pencurian di toko dia terus menyesali perbuatannya setiap kali berhadapan dengan mantan bos dan rekan kerjanya, dia tidak bisa menyembunyikan rasa bersalah. "Kami ke sini bukan untuk melihat kamu menangis, melainkan mau melihat ibumu." Hilda yang tidak tega melihat tangisan Retno akhirnya bersuara. Sementara Mega mengeluarkan tisu dari tasnya. Dia mengulurkan tisu itu untuk Retno. "Di sini juga ada kesalahan kami karena tidak terlalu memperhatikan kesulitan kamu. Mau bagaimanapun juga kamu tetap bagian dari rekan kami yang seharusnya mendapatkan perhatian yang layak." Dia menambahkan, mencoba untuk menenangkan gadis itu.Retno membersit hidungnya sebelum menjawab, "Tetap aja saya merasa bersalah karena sudah melakukan hal yang memaluka, Mbak.""Kalau kamu merasa bersalah dan malu, aku rasa itu udah cukup. Tandanya, kamu nggak meny