Suamiku Simpanan Tante-tante 10
Tanda Merah?[Kamu mau main belakang? Awas kalau sampai kamu ngadu! Aku akan buat dia gila atau mungkin mati sia-sia!]Aku sungguh tak menyangka jika Mbak Desi mengirimi pesan yang sangat tak enak seperti ini. Ini tadi berarti Mas Mamat sudah membicarakan tentang aku pada suaminya. Tetapi meski kesal, aku pun juga tetap takut dengan ancamannya itu.Karena setahuku Mas Mamat itu sangat bucin sekali dengan Mbak Desi, jadi aku pun juga tak ingin kejadian yang lalu terulang kembali. Biar kuselesaikan masalahku sendiri dengan Mbak Desi demi keutuhan keluarga Mas Mamat.[Nggak kok, Mbak. Maaf sekali ya, aku janji tak akan pernah mengadukan masalah ini pada Mas Mamat.] Balasku cepat.[Janji itu jangan hanya di mulut atau hanya tulisan saja! Tapi kali ini aku memberi maaf kepadamu, tetapi lain kali jika kamu berbuat begitu lagi, maka kuanggap kau sudah tak sayang lagi dengan Mas Mamat! Ingat itu! Di depan Mas Mamat, kamu harus bisa menunjukkan jika aku ini adalah seorang kakak ipar yang baik.] Balas Mbak Desi lagi.[Baik, Mbak. Tapi tolong jangan pernah sakit dan tinggalkan Mas Mamat.] Balasku singkat.[Oke, jangan hanya janji tak mengadu kepada Mas Mamat saja, tetapi kamu juga tetap bayar hutang sebelum pukul delapan malam!]Tak lagi kubalas pesan pada Mbak Desi, karena kurasa hanya akan mengulang masalah dan perkataan yang sama saja. Toh saat ini lebih baik aku bercengkerama dengan Kevin, dari pada harus meladeni kakak iparku yang culas itu. Yang penting tak tahu bagaimana caranya hari ini aku harus bisa mengembalikan uang pinjaman itu.***"Mau dibuatin minuman atau mau makan siang, Mas?" tanyaku pada Mas Saleh yang baru saja sampai di rumah."Buatin es sirup aja, Dek. Hawanya panas sekali ini," jawab Mas Saleh sambil tersenyum seperti biasa.Aku pun langsung pergi ke dapur dan membiarkan Mas Saleh bercengkerama dengan Kevin, yang nampak saat ini sangat kangen dengan ayahnya. Siang ini memang sangat panas sekali jadi pantas rasanya jika Mas Saleh saat ini pun meminta dibuatkan segelas es."Ini, Mas. Silahkan diminum!"Mas Saleh pun segera menghabiskan segelas es sirup tersebut. Suatu kelegaan tersendiri ketika suami menghabiskan hidangan yang kita sajikan."Terima kasih ya, Dek. Es sirup buatan kamu ini rasanya sangat berbeda. Pokoknya nggak ada yang menandingi deh." Mas Saleh mulai membual saat ini."Kamu ini ada-ada saja, Mas. Oh iya, apa kamu nggak capek setelah lembur melakukan pekerjaan sampingan, kini malah mau berangkat kerja lagi."Aku memang menggerutu dan sedikit kesal kali ini, karena tadi suamiku itu bilang hanya akan sebentar saja di rumah dan akan kembali bekerja. Bukan karena aku berpikiran yang macam-macam pada dia, tetapi karena aku tak ingin dia jatuh sakit hanya karena kecapekan."Aku tak pernah merasa capek dalam bekerja, karena semua ini aku lakukan untuk kamu dan juga Kevin. Jangan khawatir, Dek, aku bisa menjaga kesehatan ku kok. Oh iya, aku ingin saat ini juga kamu mengirim uang ini untuk Mbak Desi."Mas Saleh kemudian memberikan kepadaku amplop warna coklat, tanpa membukanya terlebih dahulu, aku sudah menduga apa isinya. Sama seperti yang kemarin-kemarin diberikan oleh suamiku itu setelah memiliki pekerjaan sampingan baru, apa lagi jika bukan uang dalam jumlah yang banyak."Itu totalnya ada sepuluh juta rupiah, Dek. Kalau juga sih langsung kamu kirim sekarang saja melalui toko Pak Ajis, sisanya untuk tambahan uang belanjaan kamu. Jangan lupa dengan bunganya ya, Dek. Sebelum Mbak Desi yang licik itu kembali membuat ulah," ucap Mas Saleh lagi saat aku belum menanggapi perkataannya tadi dan masih diam saja dengan memegangi amplop itu."Sepuluh juta? Dari mana kamu juga dengan cepat mendapatkan uang sebanyak ini, Mas?!"Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibirku, karena kurasa tetap ada yang janggal kali ini. Begitu mudahnya Mas Saleh mendapatkan banyak uang dalam waktu yang cepat. Meski pun itu dengan dalih untuk segera membayarkan hutang pada Mbak Desi."Kenapa hal itu masih kamu tanyakan lagi sih, Dek. Bukankah kemarin sudah aku jelaskan hingga mulutku ini berbusa, hahaha. Sudahlah, Dek. Sekarang kamu pergi ke toko Pak Ajis dan segera transfer yang itu pada Mbak Desi. Aku tak ingin dua menyebarkan uang ini pada semua teman-temanku, apalagi jika sampai dia menyebarkan aib kita ini di media sosial. Aku tak mau hal itu terjadi, Dek. Kalau bisa lebihkan banyak uang untuk kakak ipar kita itu," titah Mas Saleh sambil tersenyum."Apa ini berarti tadi Mbak Desi juga menghubungi kamu dan juga mengancam kamu, Mas?" tanyaku spontan."Ya seperti itu lah, Dek. Dia bahkan berucap seperti seorang yang tak berpendidikan saja. Jika tak ingat dia itu istri dari Mas Mamat, pasti aku sudah balik memaki dia habis-habisan, Dek. Jadi sekarang lebih baik kamu lekas mentransfer uang itu pada Mbak Desi, sebelum dia kembali berucap yang tidak-tidak."Sungguh keterlaluan sekali Mbak Desi itu. Benar kata Mas Saleh, jika sekarang aku harus segera membayarkan hutang itu. Masalah dari mana uang itu datangnya, akan ku urus nanti. Dengan segera aku pun menuju ke toko Pak Ajis untuk mentransfer yang itu melalui layanan BRILINK.***"Dek, tolong kamu ambilkan handuk sebentar ya. Tadi aku lupa bawa handuk!"Saat aku baru saja menaruh Kevin yang tengah tertidur di ranjang, Mas Saleh sudah berteriak untuk di ambilkan handuk. Karena sesaat lagi dia akan kembali berangkat kerja."Ini, Mas!"Mas Saleh pun kemudian membuka sebagian pintu kamar mandi dan menerima handuk pemberianku itu.Degh!Apa aku tadi nggak salah lihat? Ada dua buah tanda merah di pundak atas Mas Saleh. Sebagai seorang perempuan dewasa, tentu aku paham dengan hal apa yang menyebabkan tanda itu ada di badan.'Astaghfirullah aladzim! Bukankah sudah dua hari ini aku datang bulan, dan kami tak bermesraan sama sekali?'Suamiku Simpanan Tante-tante 11Aku Tak PercayaDegh!Apa aku tadi nggak salah lihat? Ada dua buah tanda merah di pundak atas Mas Saleh. Sebagai seorang perempuan dewasa, tentu aku paham dengan hal apa yang menyebabkan tanda itu ada di badan.'Astaghfirullah aladzim! Bukankah sudah dua hari ini aku datang bulan, dan kami tak bermesraan sama sekali?' gumamku dalam hati sembari menahan rasa penasaran yang amat sangat."Dek! Kamu kenapa kok bengong terus begitu sih?" tanyanya sambil mengibaskan tangan di depan wajahku."Ah anu itu, Mas--""Kamu kenapa sih, Dek? Kok tiba-tiba ngomongnya jadi gugup banget gitu?" ucap Mas Saleh memotong ucapanku sambil tersenyum manis seperti biasanya.Aku kali ini sungguh tak lagi bisa berkata apa-apa, melihat tanda yang ada di badan suamiku itu, sungguh membuat aku makin yakin dengan semua kecurigaan selama ini. Kemarin pagi saat dia berganti pakaian, aku belum melihat dua tan
Suamiku Simpanan Tante-tante 12Berkelit"Jika tidak, lalu tanda merah di bahu kamu itu siapa yang buat? Kita sudah tak melakukan kontak fisik selama dua hari, lalu kenapa ada tanda merah di badan kamu Mas?! Pasti kamu telah melakukan kecurangan dengan wanita lain!"Dengan sedikit gemetar akhirnya aku pun mengatakan apa yang memang sudah harus kukatakan sejak tadi sebenarnya. Semoga saja kali ini aku mendapatkan jawaban yang pasti atas semua kegundahan hati yang kini tengah kurasakan. Aku pun kini telah siap dengan apa pun jawaban yang nanti akan diberikan oleh Mas Saleh."Ta-tanda merah?!" Tak kusangka malah kini suamiku itu yang menjadi gugup dan mencoba lari dari tatapan mataku. Beda sekali dengan raut wajahnya beberapa saat lalu. Apa ini artinya dia memang sedang menyembunyikan sesuatu?"Iya tanda merah! Aku tadi melihatnya dengan jelas di sini! Bahkan ada dua buah loh tanda merah itu Mas!" Ucapku sambil menunjuk bagian bahu Mas Saleh
Suamiku Simpanan Tante-tante 13Hanya Pura-pura "Terima kasih, Dek! Terima kasih banyak karena kamu sudah percaya padaku! Kamu memang istri yang sempurna.""Sama-sama, Mas. Demi Kevin dan demi keutuhan rumah tangga kita ini, aku akan mencoba menghalau semua kerikil kecil yang pasti akan terus mencoba menghalangi langkah kita. Maaf ya tadi aku sempat menuduh kamu yang tidak-tidak," ucapku sembari mencoba mengukur senyum termanis yang pernah kumiliki."Tak apa, Dek. Aku bisa mengerti semua itu kok, pasti tadi kamu mikir yang buruk karena terbakar cemburu bukan? Tenang saja, aku tak akan pernah berbuat sedikit pun kecurangan di luar sana dan tak ada wanita lain dalam hidup ini. Tetapi jujur, aku juga seneng sekali sih, karena itu menunjukkan jika kamu itu memang cinta sekali padaku, Dek," tukas Mas Saleh sambil mengedipkan sebelah mata.Mas Saleh nampak lega sekali saat ini, seperti seorang yang selamat dari jurang kematian. Kini suamiku it
Suamiku Simpanan Tante-tante 14Aneh Lagi "Ya ampun, bagus banget sih sepatu ini," ucapku Sambil mengagumi sebuah sepatu sneaker berwarna hitam polos."Kamu suka, Dek? Ya sudah langsung bawa ke kasir saja," ucap Mas Saleh enteng sambil mendorong stroler Kevin."Nggak perlu deh, Mas. Tadi kan aku juga sudah membeli satu sepatu, dan tadi kira juga sudah membeli banyak barang. Nggak usah deh."Kami memang sudah belanja beberapa stel pakaian dan juga sepatu, jadi kenapa harus membuang uang lagi? Lagian sepatu yang saat ini kupegang harganya hampir mencapai dari kita. Untuk apa kita menghamburkan uang sebanyak itu hanya untuk sebuah alas kaki? Bukankah lebih baik digunakan untuk keperluan yang lain?"Nggak apa-apa kok ambil saja, kamu pasti makin terlihat cantik jika memakai sepatu itu. Apa kamu takut karena melihat harganya, Dek?" Seakan bisa membaca pikiranku, Mas Saleh pun menebak dengan benar kali ini."Ya seperti itu l
Suamiku Simpanan Tante-tante 15Tante Feby Yang CentilAku pun berusaha menunjukkan senyum palsu pada Mas Saleh kali ini. Tetapi aku sungguh kaget saat keluar dari toko dan melihat ke arah tempat duduk Mas Saleh dan Kevin. Seorang wanita setengah baya, mungkin usianya hampir sama dengan ibu mertuaku, saat ini sedang duduk dan mengelus pipi Mas Saleh dengan mesranya. Anehnya lagi, suamiku itu pun sepertinya tak risih dengan perlakuan itu. Siapa sebenarnya perempuan itu?"Si-siapa ibu ini, Mas?" tanyaku dengan sedikit gugup.Mungkin karena saking intensnya Mas Saleh dan wanita itu berinteraksi, mereka hingga tak sadar kini aku tengah berdiri tepat di depan mereka."Eh ... kamu sudah selesai belanjanya, Dek?" ucap suamiku masih dengan terlihat gugup.Mas Saleh nampak sangat gugup sekali juga saat ini. Dengan sigap dia pun memindahkan tangan wanita setengah baya berpakaian sexy itu, yang sejak tadi mengelus pipi Mas Saleh itu.
Suamiku Simpanan Tante-tante 16Dia Kesepian"Oke, aku minta kalian berdua jawab dulu pertanyaanku ini. Jadi Tante Feby ini salah satu penghuni perumahan yang dijaga oleh Mas Saleh, tetapi kenapa kalian tadi begitu mesra sekali? Bahkan kurasa sudah seperti pasangan kekasih saja!" ucapku sambil tersenyum.Aku memang sudah berusaha untuk bersikap lebih lembut dan tidak lagi emosi, tetapi tentu saja hal ini tetap harus ku ketahui. Enak saja mereka mau mangkir penjelasan dariku, sudah jelas melakukan sebuah kesalahan di depan mata kok ya masih saja tenang dan tak mau menceritakan hubungan apa yang terjadi di antara mereka."Di antara kami tentu saja tak ada hubungan apa-apa, Dek. Ya sebatas hubungan antara penjaga dan tuan rumah, ya seperti itu saja. Tante Febby ini memang orangnya supel sekali pada semua orang, dan baik sekali dengan siapa saja. Tak hanya denganku beliau ini baik, tapi pada semua satpam dan juga warga penghuni perumahan." Mas Saleh p
Suamiku Simpanan Tante-tante 17Royal"Kamu jangan berpikir yang macam-macam ya tentang aku, Mbak. Meski penampilan aku seperti ini, dan kadang aku bersikap manja pada laki-laki. Tetapi percayalah aku ini bukan Tante-tante kesepian seperti yang ada di layar kaca itu. Aku masih memiliki hati nurani untuk tak melakukan perbuatan yang menjijikkan itu. Banyak cara lain untuk menghapus kesepian tanpa berbuat yang tidak benar."Seakan mengerti dengan apa yang saat ini kupikirkan tentang dia, si Tante Feby pun berucap demikian. Ada sedikit rasa tak enak karena aku telah memikirkan hal yang tidak baik tentang orang lain."Yang pasti aku dan Saleh tak punya hubungan apa-apa, Mbak. Hanya saja dia ini persis seperti putraku, karena itu aku senang dengannya. Kapan-kapan kamu dan Kevin juga main saja ke rumahku ya, aku tentu akan merasa sangat senang sekali nanti." Tatapan mata Tante Feby kali ini terlihat berbeda padaku, tetapi aku tak bisa menebak apa artiny
Bab 18Dalih Bercanda"Apa maksud kamu, Dek? Kenapa ujung-ujungnya jadi bahas tanda merah lagi?""Ucapan Tante Feby tadi menyinggung masalah soal tadi malam. Apa yang kalian lakuin sebenarnya?! Jawab dengan jujur, Mas!"Aku melihat wajah Mas Saleh yang mulai tegang sedangkan Tante Febby justru terlihat santai sambil senyum-senyum tidak jelas. "Tadi malam itu--""Saya tadi cuma bercanda aja, Mbak." Tante itu kembali tertawa, kali ini bahkan sambil mukul-mukul ke lenganku. "Kenapa wajah kalian jadi tegang begitu, sih? Hidup kalian serius banget kayak nggak ada santai-santainya gitu. Hahaha.""Tuh, 'kan?! Kamu bikin malu aja, deh, Dek. Masa habis digigit Tomcat kamu sangkutin sama bercandaannya Tante Feby? Jangan mikir yang nggak-nggak, dong. Kamu mau bikin malu aku?""Bukan begitu, Mas. Lagian bercandanya nggak etis banget, sih. Kenapa harus bawa-bawa ranjang segala? Bercandanya tante Feby bikin siapa saja bisa salah paham!" Kesel rasanya karena seolah-olah aku sedang dipermainkan di s