Suamiku Simpanan Tante-tante 10
Tanda Merah?[Kamu mau main belakang? Awas kalau sampai kamu ngadu! Aku akan buat dia gila atau mungkin mati sia-sia!]Aku sungguh tak menyangka jika Mbak Desi mengirimi pesan yang sangat tak enak seperti ini. Ini tadi berarti Mas Mamat sudah membicarakan tentang aku pada suaminya. Tetapi meski kesal, aku pun juga tetap takut dengan ancamannya itu.Karena setahuku Mas Mamat itu sangat bucin sekali dengan Mbak Desi, jadi aku pun juga tak ingin kejadian yang lalu terulang kembali. Biar kuselesaikan masalahku sendiri dengan Mbak Desi demi keutuhan keluarga Mas Mamat.[Nggak kok, Mbak. Maaf sekali ya, aku janji tak akan pernah mengadukan masalah ini pada Mas Mamat.] Balasku cepat.[Janji itu jangan hanya di mulut atau hanya tulisan saja! Tapi kali ini aku memberi maaf kepadamu, tetapi lain kali jika kamu berbuat begitu lagi, maka kuanggap kau sudah tak sayang lagi dengan Mas Mamat! Ingat itu! Di depan Mas Mamat, kamu harus bisa menunjukkan jika aku ini adalah seorang kakak ipar yang baik.] Balas Mbak Desi lagi.[Baik, Mbak. Tapi tolong jangan pernah sakit dan tinggalkan Mas Mamat.] Balasku singkat.[Oke, jangan hanya janji tak mengadu kepada Mas Mamat saja, tetapi kamu juga tetap bayar hutang sebelum pukul delapan malam!]Tak lagi kubalas pesan pada Mbak Desi, karena kurasa hanya akan mengulang masalah dan perkataan yang sama saja. Toh saat ini lebih baik aku bercengkerama dengan Kevin, dari pada harus meladeni kakak iparku yang culas itu. Yang penting tak tahu bagaimana caranya hari ini aku harus bisa mengembalikan uang pinjaman itu.***"Mau dibuatin minuman atau mau makan siang, Mas?" tanyaku pada Mas Saleh yang baru saja sampai di rumah."Buatin es sirup aja, Dek. Hawanya panas sekali ini," jawab Mas Saleh sambil tersenyum seperti biasa.Aku pun langsung pergi ke dapur dan membiarkan Mas Saleh bercengkerama dengan Kevin, yang nampak saat ini sangat kangen dengan ayahnya. Siang ini memang sangat panas sekali jadi pantas rasanya jika Mas Saleh saat ini pun meminta dibuatkan segelas es."Ini, Mas. Silahkan diminum!"Mas Saleh pun segera menghabiskan segelas es sirup tersebut. Suatu kelegaan tersendiri ketika suami menghabiskan hidangan yang kita sajikan."Terima kasih ya, Dek. Es sirup buatan kamu ini rasanya sangat berbeda. Pokoknya nggak ada yang menandingi deh." Mas Saleh mulai membual saat ini."Kamu ini ada-ada saja, Mas. Oh iya, apa kamu nggak capek setelah lembur melakukan pekerjaan sampingan, kini malah mau berangkat kerja lagi."Aku memang menggerutu dan sedikit kesal kali ini, karena tadi suamiku itu bilang hanya akan sebentar saja di rumah dan akan kembali bekerja. Bukan karena aku berpikiran yang macam-macam pada dia, tetapi karena aku tak ingin dia jatuh sakit hanya karena kecapekan."Aku tak pernah merasa capek dalam bekerja, karena semua ini aku lakukan untuk kamu dan juga Kevin. Jangan khawatir, Dek, aku bisa menjaga kesehatan ku kok. Oh iya, aku ingin saat ini juga kamu mengirim uang ini untuk Mbak Desi."Mas Saleh kemudian memberikan kepadaku amplop warna coklat, tanpa membukanya terlebih dahulu, aku sudah menduga apa isinya. Sama seperti yang kemarin-kemarin diberikan oleh suamiku itu setelah memiliki pekerjaan sampingan baru, apa lagi jika bukan uang dalam jumlah yang banyak."Itu totalnya ada sepuluh juta rupiah, Dek. Kalau juga sih langsung kamu kirim sekarang saja melalui toko Pak Ajis, sisanya untuk tambahan uang belanjaan kamu. Jangan lupa dengan bunganya ya, Dek. Sebelum Mbak Desi yang licik itu kembali membuat ulah," ucap Mas Saleh lagi saat aku belum menanggapi perkataannya tadi dan masih diam saja dengan memegangi amplop itu."Sepuluh juta? Dari mana kamu juga dengan cepat mendapatkan uang sebanyak ini, Mas?!"Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibirku, karena kurasa tetap ada yang janggal kali ini. Begitu mudahnya Mas Saleh mendapatkan banyak uang dalam waktu yang cepat. Meski pun itu dengan dalih untuk segera membayarkan hutang pada Mbak Desi."Kenapa hal itu masih kamu tanyakan lagi sih, Dek. Bukankah kemarin sudah aku jelaskan hingga mulutku ini berbusa, hahaha. Sudahlah, Dek. Sekarang kamu pergi ke toko Pak Ajis dan segera transfer yang itu pada Mbak Desi. Aku tak ingin dua menyebarkan uang ini pada semua teman-temanku, apalagi jika sampai dia menyebarkan aib kita ini di media sosial. Aku tak mau hal itu terjadi, Dek. Kalau bisa lebihkan banyak uang untuk kakak ipar kita itu," titah Mas Saleh sambil tersenyum."Apa ini berarti tadi Mbak Desi juga menghubungi kamu dan juga mengancam kamu, Mas?" tanyaku spontan."Ya seperti itu lah, Dek. Dia bahkan berucap seperti seorang yang tak berpendidikan saja. Jika tak ingat dia itu istri dari Mas Mamat, pasti aku sudah balik memaki dia habis-habisan, Dek. Jadi sekarang lebih baik kamu lekas mentransfer uang itu pada Mbak Desi, sebelum dia kembali berucap yang tidak-tidak."Sungguh keterlaluan sekali Mbak Desi itu. Benar kata Mas Saleh, jika sekarang aku harus segera membayarkan hutang itu. Masalah dari mana uang itu datangnya, akan ku urus nanti. Dengan segera aku pun menuju ke toko Pak Ajis untuk mentransfer yang itu melalui layanan BRILINK.***"Dek, tolong kamu ambilkan handuk sebentar ya. Tadi aku lupa bawa handuk!"Saat aku baru saja menaruh Kevin yang tengah tertidur di ranjang, Mas Saleh sudah berteriak untuk di ambilkan handuk. Karena sesaat lagi dia akan kembali berangkat kerja."Ini, Mas!"Mas Saleh pun kemudian membuka sebagian pintu kamar mandi dan menerima handuk pemberianku itu.Degh!Apa aku tadi nggak salah lihat? Ada dua buah tanda merah di pundak atas Mas Saleh. Sebagai seorang perempuan dewasa, tentu aku paham dengan hal apa yang menyebabkan tanda itu ada di badan.'Astaghfirullah aladzim! Bukankah sudah dua hari ini aku datang bulan, dan kami tak bermesraan sama sekali?'Suamiku Simpanan Tante-tante 11Aku Tak PercayaDegh!Apa aku tadi nggak salah lihat? Ada dua buah tanda merah di pundak atas Mas Saleh. Sebagai seorang perempuan dewasa, tentu aku paham dengan hal apa yang menyebabkan tanda itu ada di badan.'Astaghfirullah aladzim! Bukankah sudah dua hari ini aku datang bulan, dan kami tak bermesraan sama sekali?' gumamku dalam hati sembari menahan rasa penasaran yang amat sangat."Dek! Kamu kenapa kok bengong terus begitu sih?" tanyanya sambil mengibaskan tangan di depan wajahku."Ah anu itu, Mas--""Kamu kenapa sih, Dek? Kok tiba-tiba ngomongnya jadi gugup banget gitu?" ucap Mas Saleh memotong ucapanku sambil tersenyum manis seperti biasanya.Aku kali ini sungguh tak lagi bisa berkata apa-apa, melihat tanda yang ada di badan suamiku itu, sungguh membuat aku makin yakin dengan semua kecurigaan selama ini. Kemarin pagi saat dia berganti pakaian, aku belum melihat dua tan
Suamiku Simpanan Tante-tante 12Berkelit"Jika tidak, lalu tanda merah di bahu kamu itu siapa yang buat? Kita sudah tak melakukan kontak fisik selama dua hari, lalu kenapa ada tanda merah di badan kamu Mas?! Pasti kamu telah melakukan kecurangan dengan wanita lain!"Dengan sedikit gemetar akhirnya aku pun mengatakan apa yang memang sudah harus kukatakan sejak tadi sebenarnya. Semoga saja kali ini aku mendapatkan jawaban yang pasti atas semua kegundahan hati yang kini tengah kurasakan. Aku pun kini telah siap dengan apa pun jawaban yang nanti akan diberikan oleh Mas Saleh."Ta-tanda merah?!" Tak kusangka malah kini suamiku itu yang menjadi gugup dan mencoba lari dari tatapan mataku. Beda sekali dengan raut wajahnya beberapa saat lalu. Apa ini artinya dia memang sedang menyembunyikan sesuatu?"Iya tanda merah! Aku tadi melihatnya dengan jelas di sini! Bahkan ada dua buah loh tanda merah itu Mas!" Ucapku sambil menunjuk bagian bahu Mas Saleh
Suamiku Simpanan Tante-tante 13Hanya Pura-pura "Terima kasih, Dek! Terima kasih banyak karena kamu sudah percaya padaku! Kamu memang istri yang sempurna.""Sama-sama, Mas. Demi Kevin dan demi keutuhan rumah tangga kita ini, aku akan mencoba menghalau semua kerikil kecil yang pasti akan terus mencoba menghalangi langkah kita. Maaf ya tadi aku sempat menuduh kamu yang tidak-tidak," ucapku sembari mencoba mengukur senyum termanis yang pernah kumiliki."Tak apa, Dek. Aku bisa mengerti semua itu kok, pasti tadi kamu mikir yang buruk karena terbakar cemburu bukan? Tenang saja, aku tak akan pernah berbuat sedikit pun kecurangan di luar sana dan tak ada wanita lain dalam hidup ini. Tetapi jujur, aku juga seneng sekali sih, karena itu menunjukkan jika kamu itu memang cinta sekali padaku, Dek," tukas Mas Saleh sambil mengedipkan sebelah mata.Mas Saleh nampak lega sekali saat ini, seperti seorang yang selamat dari jurang kematian. Kini suamiku it
Suamiku Simpanan Tante-tante 14Aneh Lagi "Ya ampun, bagus banget sih sepatu ini," ucapku Sambil mengagumi sebuah sepatu sneaker berwarna hitam polos."Kamu suka, Dek? Ya sudah langsung bawa ke kasir saja," ucap Mas Saleh enteng sambil mendorong stroler Kevin."Nggak perlu deh, Mas. Tadi kan aku juga sudah membeli satu sepatu, dan tadi kira juga sudah membeli banyak barang. Nggak usah deh."Kami memang sudah belanja beberapa stel pakaian dan juga sepatu, jadi kenapa harus membuang uang lagi? Lagian sepatu yang saat ini kupegang harganya hampir mencapai dari kita. Untuk apa kita menghamburkan uang sebanyak itu hanya untuk sebuah alas kaki? Bukankah lebih baik digunakan untuk keperluan yang lain?"Nggak apa-apa kok ambil saja, kamu pasti makin terlihat cantik jika memakai sepatu itu. Apa kamu takut karena melihat harganya, Dek?" Seakan bisa membaca pikiranku, Mas Saleh pun menebak dengan benar kali ini."Ya seperti itu l
Suamiku Simpanan Tante-tante 15Tante Feby Yang CentilAku pun berusaha menunjukkan senyum palsu pada Mas Saleh kali ini. Tetapi aku sungguh kaget saat keluar dari toko dan melihat ke arah tempat duduk Mas Saleh dan Kevin. Seorang wanita setengah baya, mungkin usianya hampir sama dengan ibu mertuaku, saat ini sedang duduk dan mengelus pipi Mas Saleh dengan mesranya. Anehnya lagi, suamiku itu pun sepertinya tak risih dengan perlakuan itu. Siapa sebenarnya perempuan itu?"Si-siapa ibu ini, Mas?" tanyaku dengan sedikit gugup.Mungkin karena saking intensnya Mas Saleh dan wanita itu berinteraksi, mereka hingga tak sadar kini aku tengah berdiri tepat di depan mereka."Eh ... kamu sudah selesai belanjanya, Dek?" ucap suamiku masih dengan terlihat gugup.Mas Saleh nampak sangat gugup sekali juga saat ini. Dengan sigap dia pun memindahkan tangan wanita setengah baya berpakaian sexy itu, yang sejak tadi mengelus pipi Mas Saleh itu.
Suamiku Simpanan Tante-tante 16Dia Kesepian"Oke, aku minta kalian berdua jawab dulu pertanyaanku ini. Jadi Tante Feby ini salah satu penghuni perumahan yang dijaga oleh Mas Saleh, tetapi kenapa kalian tadi begitu mesra sekali? Bahkan kurasa sudah seperti pasangan kekasih saja!" ucapku sambil tersenyum.Aku memang sudah berusaha untuk bersikap lebih lembut dan tidak lagi emosi, tetapi tentu saja hal ini tetap harus ku ketahui. Enak saja mereka mau mangkir penjelasan dariku, sudah jelas melakukan sebuah kesalahan di depan mata kok ya masih saja tenang dan tak mau menceritakan hubungan apa yang terjadi di antara mereka."Di antara kami tentu saja tak ada hubungan apa-apa, Dek. Ya sebatas hubungan antara penjaga dan tuan rumah, ya seperti itu saja. Tante Febby ini memang orangnya supel sekali pada semua orang, dan baik sekali dengan siapa saja. Tak hanya denganku beliau ini baik, tapi pada semua satpam dan juga warga penghuni perumahan." Mas Saleh p
Suamiku Simpanan Tante-tante 17Royal"Kamu jangan berpikir yang macam-macam ya tentang aku, Mbak. Meski penampilan aku seperti ini, dan kadang aku bersikap manja pada laki-laki. Tetapi percayalah aku ini bukan Tante-tante kesepian seperti yang ada di layar kaca itu. Aku masih memiliki hati nurani untuk tak melakukan perbuatan yang menjijikkan itu. Banyak cara lain untuk menghapus kesepian tanpa berbuat yang tidak benar."Seakan mengerti dengan apa yang saat ini kupikirkan tentang dia, si Tante Feby pun berucap demikian. Ada sedikit rasa tak enak karena aku telah memikirkan hal yang tidak baik tentang orang lain."Yang pasti aku dan Saleh tak punya hubungan apa-apa, Mbak. Hanya saja dia ini persis seperti putraku, karena itu aku senang dengannya. Kapan-kapan kamu dan Kevin juga main saja ke rumahku ya, aku tentu akan merasa sangat senang sekali nanti." Tatapan mata Tante Feby kali ini terlihat berbeda padaku, tetapi aku tak bisa menebak apa artiny
Bab 18Dalih Bercanda"Apa maksud kamu, Dek? Kenapa ujung-ujungnya jadi bahas tanda merah lagi?""Ucapan Tante Feby tadi menyinggung masalah soal tadi malam. Apa yang kalian lakuin sebenarnya?! Jawab dengan jujur, Mas!"Aku melihat wajah Mas Saleh yang mulai tegang sedangkan Tante Febby justru terlihat santai sambil senyum-senyum tidak jelas. "Tadi malam itu--""Saya tadi cuma bercanda aja, Mbak." Tante itu kembali tertawa, kali ini bahkan sambil mukul-mukul ke lenganku. "Kenapa wajah kalian jadi tegang begitu, sih? Hidup kalian serius banget kayak nggak ada santai-santainya gitu. Hahaha.""Tuh, 'kan?! Kamu bikin malu aja, deh, Dek. Masa habis digigit Tomcat kamu sangkutin sama bercandaannya Tante Feby? Jangan mikir yang nggak-nggak, dong. Kamu mau bikin malu aku?""Bukan begitu, Mas. Lagian bercandanya nggak etis banget, sih. Kenapa harus bawa-bawa ranjang segala? Bercandanya tante Feby bikin siapa saja bisa salah paham!" Kesel rasanya karena seolah-olah aku sedang dipermainkan di s
EndingBab 1182 tahun kemudian.Pasca perceraian Mega dan Saleh, tidak ada yang menempati rumah kontrakan mereka sebelumnya. Mega memilih untuk tinggal di perumahan sederhana yang berada dekat dengan toko edelweis. Wanita yang kini single parent tersebut terlihat sedang menyiapkan keperluan sekolah anaknya."Kevin, Nak. Ayo segera, nanti kamu terlambat kalau mau nonton TV terus," ujarnya sambil menata bekal yang dia masukkan ke dalam tas sang anak. "Ibu, besok ulang tahunku." Dibanding dengan memberitahu, Kevin terdengar lebih seperti anak yang sedang merengek. "Oh, ya?!" Mega terlihat terkejut. "Masa, sih? Bukannya minggu depan, ya?" Melihat reaksi ibunya, Kevin memberenggut kesal. Tampaknya anak itu kecewa karena dia pikir sang Ibu sudah mempersiapkan sesuatu untuk hari kelahirannya besok. Dia berjalan dengan bahu yang terkulai lemas menuju ibunya, mengulurkan tangan untuk mengambil tas. "Ya udah, deh," bisiknya.Mega diam-diam tersenyum geli. "Wah, Nak. Gimana, nih? Besok bang
Bab 117Mega tidak langsung menjawab pertanyaan dari Ari, teater diam beberapa saat. Di sisi lain Hilda meskipun merasa tidak enak dan ingin memarahi Ari yang ceritanya seperti itu, dia juga tidak bisa mengelak dengan rasa ingin tahu punya tentang perasaan Mega saat ini.Mega sendiri sudah cukup memikirkan hal ini sejak kemarin malam dia bertanya kepada dirinya sendiri tentang keputusan yang telah diambil dulu. Mungkinkah dirinya menyesal karena telah menerima oleh kembali dalam hidupnya? "Kalau terlalu berat buat dijawab, nggak perlu dijawab juga kok Mbak." Ari memberi pengertian karena hal yang dia tanyakan memang cukup sensitif."Akan terkesan bohong juga jika saya bilang baik-baik saja sekarang tapi Jika ditanya tentang penyesalan itu apa saya rasa nggak. Kalau dipikir-pikir memang menyakitkan karena telah dikhianati dua kali. Tapi di sisi lain aku merasa sudah melakukan hal yang tepat karena memberi kesempatan untuk seseorang bukan hal yang buruk." Mega tersenyum. "Aku merasa s
Bab 116Apakah Menyesal?Retno diantar pulang oleh Hilda dan Ari sedangkan Mega dan Saleh pulang ke rumahnya. Hal ini mengenai rumah tangga sepasang suami istri itu yang harus diselesaikan secara pribadi.Saat ini Retno Hilda berada di mobil Ari. Sambil menyetir lelaki itu bertanya, "Kapan kamu memanggil Mega? Kamu bilang nggak mau ngasih tahu dia lebih dulu."Hilda tampak murung, dia juga tidak menyangka bahwa dugaannya selama ini memang benar. "Aku cuma nggak mau Mbak Mega tahu dari orang lain, aku harus ngasih tahu dia karena dia yang paling berhak tahu tentang kelakuan suaminya." Dia melirik ke arah jok belakang di mana Retno berada. "Retno, aku minta maaf karena membiarkanmu menutup toko sendirian.""Ini bukan salah Mbak Hilda, kok. Lagian berkat mbak Hilda juga aku bisa selamat. Mas Ari saya benar-benar berterima kasih atas bantuannya yang tadi." Sekarang kondisi Retno jauh lebih membaik dia, tidak terlihat gemetaran seperti beberapa waktu yang lalu."Besok mungkin toko akan tut
Bab 115Tak Bisa BerkutikRetno bingung harus berkata apa. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa akan mendapatkan tawaran makan malam bersama dari Saleh. Dia masih pada dirimu waktu di depan pintu toko sebelum akhirnya tiba-tiba Saleh menarik tangannya. "Pak Saleh?! Apa yang Anda lakukan?" Dia mulai jadi takut sekarang dia melihat ke sekeliling mencoba untuk mencari pertolongan.Namun, entah mengapa mendadak suasana menjadi sepi dan orang-orang tidak peduli kepadanya. Retno mencoba untuk melepaskan diri dari genggaman Saleh tetapi lelaki itu justru semakin mengeratkan pegangannya."Pak Saleh, Apa yang anda lakukan?! Tolong lepaskan saya segera!" Ratna sedikit berteriak, tetapi dia justru mendatan4g berarti karena langkah lelaki itu demikian. Saleh menoleh dan menatap Retno dengan sorot mata tajam. "Ikut saja denganku atau kamu akan tahu akibatnya!""Tapi mau ke mana, Pak?! Saya harus segera pulang karena ibu pasti sedang menunggu saya."Retno masih berusaha untuk melepaskan diri s
Bab 114Saat ini saya sedang berada di toko titik dia melihat karyawannya yaitu Retno dan Hilda yang sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Semenjak dirinya menjadi pemilik toko edelweis kegiatan yang Saleh lakukan tidak jauh-jauh dengan mengamati memperhatikan sedangkan hampir keseluruhan mengenai barang produk dan pengeluaran serta pendapatan masing-masing mendapat bagiannya.Saat itu juga, Saleh merasa benar-benar menjadi seorang usahawan yang sukses. Berbeda saat Mega yang menjadi pemilik toko itu, wanita tersebut tidak bisa membiarkan tubuhnya berada dalam keadaan santai. Bagi kedua karyawan di toko edelweis, sikap Saleh yang seperti itu sudah menjadi kebiasaan bagi mereka dan tidak perlu mempermasalahkannya karena memang karyawan yang harus bekerja."Retno," panggil saya ketika Si empunya nama sedang menata letak manekin yang digantung di tembok.Retno menjatuhkan pandangannya seraya menurunkan tongkat yang sedang dia pegang. "Ada apa Pak?""Bisa ikut saya ke ruang staf s
Bab 113Mega tidak mengajak Saleh bicara lagi setelah pertengkaran beberapa menit yang lalu. Saat ini dirinya masih berada di ruang tamu sedangkan Saleh sudah masuk ke dalam kamar. Setidaknya, Saleh tidak keluar lagi malam ini seperti malam-malam sebelumnya.Wanita itu sedang merenungkan, berpikir tentang apa yang kemungkinan terjadi pada suaminya itu sampai bisa marah besar dan memintanya agar pergi dari hadapan Mega merasa sakit hati, terluka dan tercabik-cabik namun dia juga berpikir bahwa mungkin saja terjadi sesuatu hal yang buruk saat Saleh berada di luar dan hal yang memungkinkan bagi lelaki tersebut melepaskan emosi ketika berhadapan dengan sang istri.Karena hal itulah Mega mencoba untuk mengerti dan memaafkan Saleh sekali lagi.Setelah cukup lama dia berada di ruang tamu sambil menunggu Anda harus suaminya tertidur terlebih dahulu, dia beranjak dari sana dan menuju ke kamar. Saat itu juga dia baru tersadar ada pakaian yang teronggok di lantai dan itu terlihat asing di matany
Bab 112"Kenapa kamu jadi bentak-bentak aku?! Emangnya apa yang salah, hah? Orang Kamu yang bilang sendiri waktu dulu, kok. Kamu butuh uang yang banyak karena nggak mau jadi bahan tertawaan dan ejekan teman, tenagga dan saudara sendiri!" Tidak mau kalah, Febi membalas dengan suara yang lebih nyaring. Hal itu tentu saja membuat orang-orang di sekitar mereka memperhatikan keduanya dengan tatapan heran sekaligus tatapan seolah mereka terganggu. Pelayan yang sedang menyajikan makanan di atas meja Mereka pun sampai melirik takut-takut baik kepada si wanita maupun pria."Tapi itu dulu, tante! Itu karena aku benar-benar putus asa! Aku nggak mau dipandang rendah sama orang lain! Tante mungkin nggak merasakan gimana penderitaanku saat itu karena tante emang nggak pernah kekurangan uang sama sekali!" Wajah Saleh memerah dengan bola mata yang melotot dan seolah hampir keluar hanya dengan satu kali hentakan saja. Dia tidak peduli dengan Bagaimana pandangan orang di sekitar melihatnya.. sudah ter
Bab 111“Ini, aku serius. Kalau aku jadi cowok, udah naksir berat sama Mbak Mega.” Hilda masih tetap bersikeras menjadikan mantan bosnya itu sebagai topik pembicaraan kali ini.“Kenapa mikirnya begitu?”“Yah, Mas ini nggak peka atau emang nggak peduli, sih?”“Apa bedanya?”Hilda terkikik. “Ya emang, sih. Apa yang bisa diharapkan sama Mas Ari? Hidupnya seakan terjebak dalam tempurung kelapa. Masa lalu masih aja menjadi alasan buat nggak melirik orang lain.” Dia mencibir, tidak peduli dengan eskpresi Ari yang hampi seperti ingin memakannya.“Nggak punya kaca atau emang udah lupa kalau kamu punya muka?” tukasnya tak mau kalah. “Orang yang punya masalah sama kenapa harus saling meledek, sih?” Jeda sesaat untuknya meminum es hingga tandas. “Kamu juga harus ingat kepada siapa kamu mengadu soal perceraianmu dan berapa lama kamu menggalau.”Hilda meringis. Mana mungkin dia lupa tentang masalah yang menjadi titik balik kehidupannya? Dia dan mantan suami yang berakhir dengan perpisahan. Masalah
Bab 110Retno masih menangis tersedu-sedu di rumahnya. Saat ini sudah ada Mega dan Hilda yang berkunjung. Setelah insiden Retno yang tertangkap melakukan pencurian di toko dia terus menyesali perbuatannya setiap kali berhadapan dengan mantan bos dan rekan kerjanya, dia tidak bisa menyembunyikan rasa bersalah. "Kami ke sini bukan untuk melihat kamu menangis, melainkan mau melihat ibumu." Hilda yang tidak tega melihat tangisan Retno akhirnya bersuara. Sementara Mega mengeluarkan tisu dari tasnya. Dia mengulurkan tisu itu untuk Retno. "Di sini juga ada kesalahan kami karena tidak terlalu memperhatikan kesulitan kamu. Mau bagaimanapun juga kamu tetap bagian dari rekan kami yang seharusnya mendapatkan perhatian yang layak." Dia menambahkan, mencoba untuk menenangkan gadis itu.Retno membersit hidungnya sebelum menjawab, "Tetap aja saya merasa bersalah karena sudah melakukan hal yang memaluka, Mbak.""Kalau kamu merasa bersalah dan malu, aku rasa itu udah cukup. Tandanya, kamu nggak meny