"Mau mandi bareng sekarang?"
Tiba-tiba saja Roy merasa berhasrat saat melihat adegan romantis di film yang tengah mereka tonton. Tangannya mengusap rambut Melissa dan berhenti di leher jenjang berkulit putih itu. Membiarkan jemarinya melakukan sedikit gerakan di sana seolah membuat sandi ajakan bercinta.
Tak ada sahutan dari kekasihnya, membuat Roy menjenguk wajah itu dengan bibirnya. Ciuman itu terhenti karena bibirnya mencecap air di pipi Melissa.
"Kamu kenapa, Mel?" tanya Roy dengan wajah heran. Kedua alisnya terangkat dan tangannya menarik dagu kekasihnya. Sehingga ia bisa menatap langsung wajah basah itu.
"Gak, apa-apa, Roy" sahut Melissa mendorong pelan tangan Roy dari dagunya, lalu mengusap wajahnya dengan punggung tangan.
"Jangan bohong, Mel. Aku tahu kamu sedih. Kenapa, Mel?" tanya Roy sekali lagi menarik pelan dagu kekasihnya.
"Hmm ... kenapa?" ulang Roy menatap wajah itu sambil menepikan bulu mata yang jatuh.
"A-aku gak nya
Ujung minggu sudah tentu menjadi hari yang paling ditunggu-tunggu. Kepenatan akan rutinitas sepanjang seminggu akhirnya bisa dijeda dengan bersantai. Setidaknya ada kesempatan untuk bangun siang.Seperti halnya Kirana yang memilih libur di hari Sabtu. Meski jarang melakukan urusan domestik rumah tangga, di hari kerja ia harus bangun pagi untuk beryoga. Salah satu cara untuk menjaga kebugaran dan bobot tubuhnya. Khusus Sabtu, jam yoganya mundur karena ia bangun lebih siang.Lain halnya dengan Arjuna yang tidak punya kata libur dalam kamusnya. Hampir seluruh waktunya dihabiskan oleh urusan restoran. Terutama karena belum ingin memiliki asisten pribadi yang mengurus langsung stok dan keuangan, maka rutinitas hariannya wajib seputaran restoran.Dengan berbisnis restoran ia justru bebas bangun siang. Karena restoran baru akan buka jam 11 siang. Itu sebabnya ia suka mengerjakan sedikit urusan dapur di pagi hari selain workout ringan."Sayang, sarapan sudah siap
[Tolong hubungi aku besok pagi, sebelum jam 06.00.]'Aku?'Dahi Selena mengernyit membaca isi pesan Harris. Tidak biasanya bosnya menyebut 'aku' dalam berkirim pesan. Diminta menghubungi sebelum jam 6 pagi pula, ada apa? Bukankah terlalu pagi untuk berbicara urusan pekerjaan? Besok hari Minggu, kan?Ia sengaja menunggui Karina di depan pintu kamar juga menunggu kalau-kalau Harris menghubungi lagi. Mengusap layar ponsel berulang kali, tapi hasilnya tetap sama. Terdengar suara langkah Karina dari arah dapur."Karina, kamu tidak apa-apa?"Selena melihat mata itu memerah seperti baru saja menangis. Tak ketinggalan sisa bulir air mata di bulu mata bawahnya."Kenapa? Kamu beneran peduli?"Tidak ada kesan ramah dalam sahutan Karina dan Selena semakin tidak nyaman dengan dirinya sendiri."Aku menyadari dirimu tidak nyaman sejak pertama masuk terutama setelah Cheryl bersama Arjuna. Meski aku tidak ...."Ungkapan simpatinya memang
Detik berlalu, seseorang menekan bel di pintu utama.Selena mematikan kompor dan meletakkan celemeknya di atas meja. Gegas menuju pintu utama. Dalam hati mencoba menebak siapa yang datang sepagi ini. Tak terpikir siapapun karena baru semalam tinggal di rumah ini. Sangat tidak mungkin Roy yang datang."Halo, Bu. Saya Minah yang biasa bersih-bersih di rumah ini. Ibu Delia meminta saya datang pagi ini supaya bantu ibu beberes"Seorang wanita paruh baya berdiri di depan pintu. Memakai celana panjang hitam dan blouse merah muda. Penampilannya bersih dan rapi."Halo, Bu Minah. Saya Selena" sahutnya sambil menyodorkan tangannya hendak bersalaman."Silahkan masuk, Bu Minah. Saya sedang masak sarapan. Bu Minah sudah sarapan?"Selena mengajak Bu Minah masuk dan menutup pintu."Terimakasih, Bu. Saya sudah sarapan di rumah. Oya, Bu. Tolong panggil mba Minah saja"Menuju dapur, Selena mendengar celotehan Cheryl dari kamar. Meminta Bu Minah
Minggu pagi, Karina bangun lebih awal. Tidak seperti biasanya, memang. Sebabnya Arjuna tampak sangat tenang sejak kembali dari rumah lamanya hingga tiba di rumah. Tak sedikitpun berkomentar tentang mengunjungi Selena, juga tidak berceloteh tentang Cheryl.Pagi ini, Karina tidak menemukan suaminya di ranjang. Jam 06.30, waktu yang cukup pagi untuk Karina. Mencoba menajamkan pendengarannya, menanti bunyi sendok dan wajan beradu dari dapur. Nihil.'Kemana dia?'Dengan malas Karina bangun dari ranjang dan memakai jubah tidurnya. Mencoba membuka pintu sepelan mungkin, begitupun saat menutupnya kembali. Menapaki lantai yang dingin tanpa alas kaki. Sedikit berjinjit agar kehadirannya tidak diketahui oleh Arjuna.Sudah berkeliling rumah dan tidak berhasil menemukan sosok suaminya. Namun mobil masih ada di garasi. Suaminya belum berangkat ke restoran. Mana mungkin pergi sesubuh ini."Mas ... mas Juna ...." panggilnya sekali lagi berkeliling dapur. Tidak ada
"Kenapa, Karina? Ada apa di Singapura?"Arjuna meremas tangan isterinya semakin erat. Ia memang tidak bisa melihat wajah Karina yang bersembunyi di lengannya, tapi ia bisa merasakan sesuatu aneh karena jemari mereka semakin basah."Karina? Kamu baik-baik saja?" tanya Arjuna menarik dagu isterinya hingga bisa menatap langsung kedua netra itu."A-aku baik-baik saja, mas. Hanya sedikit deg-degan, kalau benar hamil, aku akan sangat bahagia" ujarnya membuat senyum di bibir. Bibir itu bergetar, halus."Bahagia? Sungguh?" ujar Arjuna masih memegangi dagu Karina."Aku serius, mas. By the way, kamu udah mendingan? Hari ini gak ke restoran, kan? Aku mau di rumah aja dengan kamu" kata Karina melepaskan diri dari genggaman Arjuna."Oh, iya. Aku harus ke restoran. Mungkin agak siang. Kita istirahat saja dulu" jawab Arjuna sambil menunjuk ponselnya di meja rias Karina.Menyerahkan ponsel ke Arjuna, lalu kembali menempel manja di lengan suaminya. Ik
Selena membereskan tas berisi pakaian ganti Cheryl. Ini hari kedua ia mengantar puterinya ke rumah Delia sebelum berangkat ke kantor. Awalnya ia tak nyaman karena membebani sampai urusan anak. Namun Delia meyakinkannya bahwa Cheryl perlu suasana yang kondusif agar tidak terlalu larut dalam kebingungan karena pindah rumah. Dan, di rumah Delia ada pengasuh anak yang bisa diandalkan."Anakku masih setahun, cocoklah role play kakak adik dengan Cheryl. Kamu gak perlu repot siapin makanan dari rumah, di rumahku juga bisa, supaya fresh. Cheryl 'kan sudah bisa ikut makan menu rumah?"Delia selalu detil memperhatikan setiap keperluannya. Selena tak bisa menahan haru saat dipeluk oleh sahabatnya, meyakinkan bahwa semua pasti berlalu. Bahwa Cheryl bisa juga cukup tangkas belajar hal baru."Terimakasih banyak, Delia"Selena tak bisa lupa untuk terus mengucap terima kasih saat meninggalkan Cheryl di rumah sahabatnya itu."Kamu harus fokus bekerja, jangan khawat
Beranjak dari kursi dan berpamitan ke luar ruangan. Telinganya mendengar dengan jelas celotehan Ibu Linda si manajer sesaat sebelum menutup pintu. "Belagu! Baru mau diajuin jadi asisten manager, pake sok sibuk segala. Kek kita gak punya kerjaan aja" Tawa kedua wanita itu terdengar samar di telinga Selena. Membuang nafas dengan kasar, ia sangat ingin menghubungi Harris. Meminta penjelasan tentang semua ini. Namun ia harus kembali ke ruangan, ponselnya tertinggal di meja. "Udah balik, Bu?" tanya Rina yang masih berkutat dengan lembar faktur dan tanda terima. "Iya, aku mau share sesuatu, nih! Mohon perhatiannya sebentar, ya" kata Selena sembari membuat tepukan dengan kedua telapaknya untuk meminta perhatian timnya. "Saya harus mengikuti serangkaian pemeriksaan psikologi pagi ini, jadi saya minta setiap deadline pekerjaan dilaporkan ke saya melalui chat si hijau saja Kalau ada perlu, tolong kabari langsung. Ada pertanyaan?" "Tes untuk prom
Roy terlihat sibuk di dapur. Ia sedang menyiapkan sarapan. Meja dipenuhi dengan potongan sayur dan beberapa bumbu. Di kompor se-panci air sedang dipanaskan."Duh, jam berapa ini?" Matanya mencari-cari jam menempel di tembok.Jam 07.00. Cepat sekali waktu berlalu, padahal tadi dia sudah bangun lebih pagi, 06.30. Diputuskannya untuk meninggalkan dapur dan mandi.'Sarapan di cafetaria saja' pikirnya sambil menggosok tubuhnya di bawah shower.Bukan tidak ingin menghampiri Melissa dan meminta sarapan, tapi dia harus menjaga harga diri. Harus bisa berlakon seperti biasa meski Selena sudah pergi dari rumah. Tidak akan ada yang berubah, juga frekuensi singgah sarapan di apartemen Melissa.Menuruni tangga, Roy membaui bau wajan gosong dari dapur. Cepat berlari dan mematikan kompor. Panci yang tadinya berisi air sudah gosong, airnya menguap."Astaga, aku lupa mematikan kompor. Hampir saja aku membakar rumah" desah Roy panik. Sekali lagi memastikan kom