"I-iya .... Di tas kecil di dalam lemari rias"
Karina terlihat gugup saat Arjuna menatap wajahnya dengan wajah heran.
"Sebentar ... biar aku ambil dulu."
Karina bangkit dari ranjang dan berjalan menuju meja riasnya. Berjalan lima langkah dengan tubuh telanjang, lalu menungging saat mengambil tas kecil di laci paling bawah.
Gerakan yang sensual di mata Arjuna. Matanya nyaris tak berkedip. Istri yang ia cintai selalu membangunkan hasratnya, sekecil apapun stimulus yang dibuat Karina.
"Nah, ini dia" tunjuk Karina dengan gaya kekanakan.
Arjuna masih terdiam dan memandangi dada istrinya.
"Tapi, kayaknya aku gak bakal minum dulu, deh" ujar Karina mendekatkan wajahnya ke Arjuna. Ujung hidung mereka bergesekan.
"Oiya? Kenapa, sayang?" tanya Arjuna menikmati hangat nafas Karina di bibirnya.
"Aku mau kita punya little angel, supaya kamu gak melulu cerita tentang Cheryl" jawab Karina semakin manja. Membuat wajahnya seperti anak kec
Dahi Selena mengernyit melihat lampu dapur yang menyala. Dia ingat sudah memadamkannya sebelum tidur. Wajahnya semakin keheranan melihat isi meja. Semut kecil memenuhi gelas bekas kopi, begitupun roti di dalam plastik.Membuang nafas dengan kasar melalui mulut dan menggeleng kepalanya samar. Entah kenapa Roy bahkan tidak berusaha belajar untuk memberikan bantuan kecil seperti menyimpan gelas bekas ke wastafel. Hampir empat tahun menikah, Selena seperti mengasuh bayi besar.Usai membereskan isi meja, Selena mengeluarkan sisa roti dari plastik. Ia berencana memanggang semuanya supaya tidak terbuang percuma. Memeriksa Nutella, lagi-lagi bibirnya berdecak. Semut juga memenuhi permukaan selai karena tidak ditutup dengan rapat.Sambil memanggang roti, Selena memasukkan pakaian kotor ke mesin cuci. Lantas memeriksa isi kulkas setelah memastikan air sudah mengalir ke mesin cuci. Mencoba membuat menu dari bahan yang ada di kulkas.Tangan kirinya membuka freezer he
Demi mendengar suara pria dari dalam apartemen, Roy ingin mendesak masuk. Namun Melissa sudah lebih dahulu mendorong pintu lebih keras sampai tertutup. Darah dengan cepat naik ke kepalanya. Pikirannya membuat jantung dan tubuhnya bergerak tidak beraturan. Baik kaki dan tangannya seperti tidak merasa sakit setelah berulang kali menerjang pintu.Pun begitu dengan teriakannya. Meski lorong itu terlihat sepi dari orang lalu lalang, nyatanya dua orang petugas keamanan datang menjemputnya secara paksa."Mohon maaf, pak. Bapak sudah membuat keributan dan menganggu kenyamanan pengguna apartemen lain"Salah seorang petugas keamanan dengan seragam hitam-hitam menarik paksa lengannya."Lepas! Saya bisa jalan sendiri!"Tak ingin diperlakukan seperti penjahat, Roy menepis cengkeraman kasar di lengannya."Mohon ikut kami ke pos keamanan, pak"Kali ini petugas keamanan meminta tanpa menarik lengannya."Untuk apa? Saya harus ke kantor"
Jemari Roy memijat dada Selena dengan kasar. Blouse kantornya sudah tersingkap hingga ke batas leher. Melawan dengan sisa tenaga yang ada, Selena berusaha mengangkat lututnya diantara jepitan paha suaminya.Nafas Roy semakin memburu, leher dan dadanya berulang kali di sentuh dengan kasar. Meski bibir itu kenyal, tapi seolah bara yang membakar kulit Selena. Pinggangnya semakin sakit karena berdiri tidak seimbang. Kulit kepalanya seakan ingin terkelupas."Please, berhenti! Kumohon, Roy ...." bisik Selena dengan suara parau. Ia ingin mati saja."Apa? Kamu ingin lebih lagi? Kamu ingin disentuh disini?" tanya Roy tepat di telinga Selena. Tangannya berpindah dari dada ke kaki Selena. Meraba intinya dengan lima jari dan bergerak kasar."Ha-ha-ha, kamu sudah basah sejak tadi, Selena! Benar dugaanku, kamu haus cumbuanku" ejek Roy dengan jari terus bergerak di antara kedua kaki Selena.Pasrah dan merasa terhina. Kedua rasa ini membuat gerakan Selena melemah.
Kelopak mata Selena terbuka, ia sudah sadar. Matanya mencoba mengenali tempatnya berada saat ini, menoleh ke kiri dan ke kanan. Ada 2 tempat tidur yang kosong yang dipisahkan oleh tirai putih.'Aku di klinik perusahaan' batin Selena.Gedung klinik perusahaan terpisah dengan gedung kantor. Letaknya bersebelahan. Fasilitas di klinik ini bersifat penanganan pertama pada keluhan karyawan. Jika dirasa perlu, maka akan dirujuk ke rumah sakit yang bekerja sama dengan perusahaan.Selena bertanya-tanya kenapa ia ada di tempat tidur klinik. Sendirian. Mengangkat tubuhnya ke posisi duduk dengan gerakan lambat, merasa kepalanya ringan seperti melayang."Bu Selena sudah sadar?" tanya suster sambil membuka tirai.Rupanya gerakannya menimbulkan bunyi pada tempat tidur, sehingga suster perawat dan Rina segera mendatangi tempatnya berbaring."Kenapa saya ada di sini?""Tadi, ibu pingsan dan Pak Harris membawa ibu ke sini. Pak Harris kelihatannya panik
"Juna, apa kabar? Karina sudah pulang?"Delia berbincang dengan Arjuna yang duduk di sebelahnya."Kabar baik, gue. Karina sudah pulang. Hari ini ada dia ke kantornya" balas Arjuna mengunyah kentang goreng."Duh, banyak banget urusannya, ya. Ada aja alasan supaya gak ikut arisan keluarga. Padahal cuma sekali sebulan, Juna. Itupun minggu terakhir. Ngejar apaan di kantor?" omel Delia serius memandang Arjuna.Sepupunya, Arjuna, menurutnya terlalu lembek menghadapi istrinya yang usianya terpaut jauh. Delia selalu menuduh Arjuna terlalu memanjakan Karina. Apa-apa dituruti kemauannya. Termasuk mengambil job di luar negeri dan menunda memiliki anak."Om dan Tante udah bosan juga kale ditanyain soal mantu yang gak pernah ikut berbaur dalam acara keluarga besar" lanjut Delia melihat Arjuna tidak fokus pada omelannya."Biarin ajalah, Del. Sudah jadi konsekuensi karena menikahi gadis muda. Track-nya dia memang beda dengan kita, kan" sahut Arjuna terliha
"Aku langsung ke kantor, ya, Om"Melissa mengendarai mobil dengan kecepatan rata-rata, melaju meninggalkan restoran."Oke, baby. Take care kamu, ya. Cari tahu maunya si Roy itu apa" ujar Arman, sugar daddy-nya Melissa."Iya, nih. Sok jual mahal itu cowok. Dari kemarin aku dicuekin. Pesan dan panggilanku pun gak di waro. Sombong banget!" keluh Melissa dengan bibir agak manyun."Tenang, aku yakin, baby-ku bisa mengatasi pria murahan seperti si Roy ini" kata Arman sambil meremas salah satu tangan Melissa di pangkuannya."Aku mulai gak nyaman, om. Dia sungguh-sungguh berpikir kalau aku menyukainya dan akan menikahinya. Dia dan istrinya sudah gak akur. Mungkin akan berpisah" sambung Melissa lagi."Bagus, baby. Bikin dia semakin yakin dengan kamu. Urusan rumah tangganya gak usah kamu ambil pusing. Yang penting, kamu harus ingat tujuan kita. Semua data customer, kontrak, dan kepercayaannya harus kamu pegang. Sampai tiba saatnya nanti momentum kita,
Email balasan klien yang berisi klarifikasi kesalahpahaman membaca surat perjanjian kerja baru saja masuk. Notifikasinya terlihat di layar laptop.Akhirnya Roy menemukan alasan kejanggalan email keluhan ini. Biasanya setiap email keluhan akan ditembuskan ke manager keuangan dan manager teknisi, tapi pada email keluhan kali ditujukan hanya untuknya dan Melissa.Damn!Roy mengerti semuanya dan merasa konyol karena berhasil dikerjai oleh Melissa. Diputuskannya untuk tidak membuat pembicaraan apapun dengan Melissa sampai jam kerja selesai. Membiarkan manajernya itu keluar ruangan lebih dahulu tanpa basa basi.'Jangan menyerah Roy, Melissa tak akan bisa hidup tanpamu!' batin Roy yakin.Masih duduk santai di kursi kerjanya setelah Melissa berlalu 10 menit dari hadapannya. Diambilnya ponsel dan melakukan panggilan ke kontak tukang parkir restoran The Traders.Dua kali mencoba memanggil, tapi tidak ada jawaban. Roy memberi jeda sebelum menghubungi k
"Mas Juna, kamu gak papa?"Karina sudah berdiri menghadang jalannya menuju ruangan kantor. Terlihat jelas kekhawatiran di wajahnya."Kenapa kesini, sayang?" Arjuna bertanya balik. Dirangkulnya pundak istrinya, membawanya kembali beriringan ke ruangan kantor."Kamu janji kembali dengan cepat, tapi gak balik-balik. Jadi, aku intercom kasir, katanya kamu hampir adu jotos dengan salah satu pengunjung" tutur Karina bergelayut manja di dada suaminya."Hanya obrolan biasa, sayang" sahut Arjuna menenangkan. Mengusap pelan lengan istrinya dan membukakan pintu."Ngobrolin apa, sih? Dia siapa, Mas? Aku sempat lihat dia cekal pundakmu, Mas. Kek nya dia emosi banget, deh" kata Karina menarik Arjuna duduk di sofa panjang berwarna abu-abu tua. Warna kesukaannya."Sayang, tenang, ya. Dia sudah pergi, sudah gak ada masalah lagi, kog" jawab Arjuna dengan low tone yang khas. Tangannya sibuk merapikan rambut panjang istrinya ke belakang telinga."Yakin?
Selena berulang kali membaca hasil putusan pengadilan yang baru saja ia terima hari ini. Tangannya bergetar memegang kertas. Gemuruh di dada semakin mengguncang pundaknya. Air matanya tak ayal tumpah. Sakit.Tak pernah membayangkan akan menjalani usia pernikahan yang singkat. Kalah dengan usia pernikahan orang tuanya. Pun tidak pernah menyangka akan menjadi janda diusia menjelang 30. Dengan satu balita.Kalau ada yang harus disesalkan, tak lain adalah komunikasi yang buruk dengan suaminya. Ketidak mampuan mereka dalam hal menyamakan persepsi tentang persiapan memiliki bayi. Kebanyakan pasangan kurang pemahaman dan pengetahuan tentang kehamilan dan mengasuh anak. Peran istri dan suami sama pentingnya dalam setiap fase. Sama-sama merasakan lelah dan bahagia menanti sang buang hati. Ayah dan ibu ada pada setiap tumbuh kembang janin bahkan hingga lahir ke dunia.Namun waktu tak lagi diulang. Tak guna juga berlama-lama dalam penyesalan. Toh, ia pun sudah berusa
POV SelenaLangkahku sedikit kaku menuju ruang kerja direktur keuangan. Pagi tadi, intercom di mejaku berbunyi sesaat setelah meletakkan bokong di kursi."Bu Selena, ada pesan dari direktur keuangan. Ditunggu jam 10 di ruangannya. Terima kasih."Intercom ditutup begitu saja. Dari nomor yang tertera di layar pesawat telepon, panggilan dari resepsionis. Entah apa yang membuat mereka sesinis itu denganku. Mengucap salam pagi pun tidak saat memulai pembicaraan.Aku tak bisa menebak apa topik pembicaraan kali ini. Ku ingat-ingat lagi seluruh list KPI-ku sebagai asisten manajer. Rasanya tidak ada yang meleset dari target. Tunjangan jabatan dan insentif tidak akan cair jika pencapainku kurang dari 75%.Perihal ijin dan kasus persidanganku, juga tidak mungkin. Sidang terakhir pun tidak ku ikuti. Semua urusan administrasi ku percayakan ke Aldo. Roy tak pernah lagi mampir dan membuat keributan.Apa berurusan dengan internal birokrasi kantor yang tidak tertulis? S
"Del, mau makan ke mana? Jangan jauh-jauh. Jam 1 sudah harus di kantor lagi." Sungkan menolak ajakan Delia dan Aldo, tapi ia juga tak ingin membuat masalah baru. Jangankan si resepsionis, tembok gedung kantor pun bisa membuat laporan ke direktur."Cafe dekat sini aja, Len. Yuk!" sahut Delia dengan mata teduh seolah menenangkan sahabatnya.Tak membantah, Selena masuk ke kursi penumpang, tepat di belakang Aldo. Mobil melaju dengan perlahan dan berhenti pada sebuah cafe yang jaraknya tak lebih 500 meter dari kantor."Roy benar-benar sentimen ke Arjuna, Len. Untung aja si Juna lagi waras tadi, kalo gak, beuhh!" Delia membuka percakapan setelah memesan menu untuknya dan Aldo."Sampai Aldo kehabisan kata dengan kepercayaan diri si Roy. Ha-ha-ha. Iya, gak, Al?" sikut Delia ke Aldo yang masih sibuk dengan ponselnya sejak turun dari mobil."Hm ... mungkin, dia baru ngerasa salah langkah sudah mengusir Selena dari rumah." imbuh Aldo sambil memastikan
"Mas, aku sudah bikin janji dengan dokter, hari ini hari pertama haidku." Karina membuka mulut, memasukkan sepotong sandwich berisi irisan alpukat dan telur."Oh, ya? Jadwalnya jam 11, kan?" Arjuna terlihat kaget. Tangannya yang sedang memotong roti terhenti sejenak."Aku berangkat sendiri saja, mas. Kamu nyusul." Karina tak membalas tatapan rasa bersalah Arjuna. Ia tahu suaminya harus hadir sebagai saksi di sidang perceraian Selena. Keputusan Arjuna yang tidak bisa diterimanya hingga sekarang. Jangankan menjadi saksi, mencarikan pengacara saja sudah sangat membuat Karina cemburu."Sayang, maaf, aku tidak menyangka akan jadi sulit begini. Jadwal sidang jam 10.00." sesal Arjuna menarik jemari istrinya ke sisi mejanya."Gimana kalau nanti pas kamu konsul, video call denganku, di ruangan si dokternya." pinta Arjuna sambil membujuk Karina.'Sudahlah, mas! Kamu dengan sadar memberi perhatian untuk perempuan lain.'Anggukan ringan kepa
POV MelissaHari ini lelahnya maksimal. Sejak pagi, jam 08.00 hingga pukul 09.00 malam berkutat dengan banyak data dan memandangi laptop. Aku dan Mey bersemangat membenahi sistem dan fasilitas yang diperlukan untuk mengembangkan bisnis start up IT Om Arman.Iya, data klien dan seluruh informasi dari perusahaan Pak Fendy, ku olah bersama Mey. Tidak meniru bulat-bulat, kami melakukan modifikasi dan membuat program menarik. Baik secara hardware dan software. Berbekal pengetahuan selama dua tahun bekerja di perusahaan Pak Fendy dan kemampuan manajemen SDM yang dikuasai Mey, kami memperkuat pilar-pilar bisnis baru Om Arman.Hari ini finishing, tahap terakhir, setelah hampir 3 minggu menjalani puluhan rapat direksi, beberapa kali briefing dengan konsultan IT bersertifikat, dan banyak agenda lain di luar kantor. Dan, aku sangat lega. Meskipun tidak mendapat posisi dalam perusahaan rintisan Om Arman, tapi aku dan Mey punya jumlah saham yang sama. Atas pemberian Om
Hari-hari berlalu terasa cepat. Sidang pertama serasa baru kemarin ia jalani, malam ini Roy menjumpai amplop coklat di pagar. Amplop yang membuat ingatannya akan kehilangan Selena dan Cheryl.Sejak ditegur oleh orang tuanya, Roy tak lagi bernyali menemui istrinya. Meski ia sangat ingin berbicara dari hati ke hati, seperti yang dulu sering mereka lakukan. Saat Cheryl belum ada.'Ah, itu sudah lama sekali. Aku baru merasa rindu sekarang. Mungkin Selena merindukannya sejak lama dan aku tidak peka.'Masuk ke rumah dengan lesu, Roy berencana langsung tidur. Ia tak ingin tidur di kamar lagi. Mendadak ia merasa kamar itu sangat sepi dan kosong. Belakangan lebih nyaman berlama-lama di sofa hingga terlelap sembari membayangkan Selena masih sibuk membersihkan dapur dan Cheryl ketiduran di karpet rasfur ditemani mainannya.Tak ia hiraukan jeritan perut yang minta diisi. Sejak pagi memang hanya diisi semangkuk mie instan. Siang tadi ia menyibukkan dir
POV RoyKepalaku berdenyut seperti dipukuli palu kecil persis di kedua pelipis. Tengkukku terasa panas dan tegang. Entah karena otakku mulai panas atau karena lapar yang ku tahan sejak siang.Aku harus makan kalau tak ingin sakit. Ku seret kaki ke dapur hendak memeriksa isi lemari. Berharap ada sisa roti setidaknya untuk pengganjal perut. Tanganku sedikit gemetar saat mengambil air minum di dispenser. Ah ... kenapa jadi konyol begini? Tak pernah terlintas dalam bayangan akan tinggal sendiri dengan kondisi mengenaskan.Ku periksa dompet, hanya ada selembar pecahan 100 ribu. Bensin belum ku isi lagi. Seingatku jarum penunjuknya sudah di garis kedua dari bawah.Tak ada stok roti. Isi kulkas kosong, bersih.Ah, kenapa gak stok mie instan dan telur, sih? Si Lala bikin stok beras gak, sih? Perutku harus diisi nasi kalau sudah begini. Container beras diletak di mana lagi.Rasanya lelah sekali mengitari dapur padahal ukuran
POV RoyAku tidak bisa menahan golak amarah melihat Selena meninggalkanku begitu saja. Dia berubah jadi pembangkang sejak ku usir dari rumah. Belum lagi temannya si Delia yang sok tahu tentang cinta. Ta* kucing!Tidak ada yang salah dengan sikap dan omonganku. Aku jelas tidak akan mencari kenikmatan dari perempuan lain kalau Selena sanggup memenuhi kebutuhanku. Istri itu, kan, memang harus sedia setiap kali suami butuh. Selena malah tidak mengakui kekurangannya. Padahal kalau dia minta maaf dan mencabut gugatan, aku siap menerimanya kembali. Meskipun dia sudah bekasnya Arjuna.Belum selesai amarah karena sikap sombong Selena, foto Bram dan Melissa di restoran Arjuna menambah tegang otot leherku. Ku lampiaskan amarah dengan meninju kaca mobil dan setir bergantian.Ku pikir aku harus melakukan sesuatu. Melissa harus tahu aku marah. Dia gak bisa pergi begitu aja dan membuatku hancur. Karir dan pendapatanku di ujung tanduk. Mengenaskan.K
Roy berulang membaca pesan terakhir Bram. Rasanya tak percaya kalau Bram kenal dengan Arjuna dan pengacara Selena. 'Selena punya pengacara? Ia mampu membayar jasa pengacara? Pasti si Arjuna yang membantunya. Sialan!'Telapak tangannya membuka, Roy menepuk meja dengan kesal. Ia tak menyangka Selena seniat itu bercerai.'Dia silau oleh harta dan kenyamanan dari Arjuna. Cih! Perempuan itu memang tak layak ku pertahankan!'Mie instannya sampai mengembang karena masih asik menggerutu. Panggilan intercom menyadarkannya, waktu sepuluh menitnya sudah berakhir."Istrimu mengajukan gugatan cerai? Apa dia tahu tentang Melissa?" tanya pak direktur terkesan mengejek. Roy terpaksa harus jujur tentang keperluan cuti mendadaknya besok. Ia bertekad hadir dan membela diri. Ia akan mengungkapkan semua kebenaran. Persetan dengan Bram, Melissa dan Arjuna!"Iya, pak. Ini hanya salah paham, itu sebabnya saya ingin meluruskan semuanya. Berdamai dan ruk