"Juna, apa kabar? Karina sudah pulang?"
Delia berbincang dengan Arjuna yang duduk di sebelahnya.
"Kabar baik, gue. Karina sudah pulang. Hari ini ada dia ke kantornya" balas Arjuna mengunyah kentang goreng.
"Duh, banyak banget urusannya, ya. Ada aja alasan supaya gak ikut arisan keluarga. Padahal cuma sekali sebulan, Juna. Itupun minggu terakhir. Ngejar apaan di kantor?" omel Delia serius memandang Arjuna.
Sepupunya, Arjuna, menurutnya terlalu lembek menghadapi istrinya yang usianya terpaut jauh. Delia selalu menuduh Arjuna terlalu memanjakan Karina. Apa-apa dituruti kemauannya. Termasuk mengambil job di luar negeri dan menunda memiliki anak.
"Om dan Tante udah bosan juga kale ditanyain soal mantu yang gak pernah ikut berbaur dalam acara keluarga besar" lanjut Delia melihat Arjuna tidak fokus pada omelannya.
"Biarin ajalah, Del. Sudah jadi konsekuensi karena menikahi gadis muda. Track-nya dia memang beda dengan kita, kan" sahut Arjuna terliha
"Aku langsung ke kantor, ya, Om"Melissa mengendarai mobil dengan kecepatan rata-rata, melaju meninggalkan restoran."Oke, baby. Take care kamu, ya. Cari tahu maunya si Roy itu apa" ujar Arman, sugar daddy-nya Melissa."Iya, nih. Sok jual mahal itu cowok. Dari kemarin aku dicuekin. Pesan dan panggilanku pun gak di waro. Sombong banget!" keluh Melissa dengan bibir agak manyun."Tenang, aku yakin, baby-ku bisa mengatasi pria murahan seperti si Roy ini" kata Arman sambil meremas salah satu tangan Melissa di pangkuannya."Aku mulai gak nyaman, om. Dia sungguh-sungguh berpikir kalau aku menyukainya dan akan menikahinya. Dia dan istrinya sudah gak akur. Mungkin akan berpisah" sambung Melissa lagi."Bagus, baby. Bikin dia semakin yakin dengan kamu. Urusan rumah tangganya gak usah kamu ambil pusing. Yang penting, kamu harus ingat tujuan kita. Semua data customer, kontrak, dan kepercayaannya harus kamu pegang. Sampai tiba saatnya nanti momentum kita,
Email balasan klien yang berisi klarifikasi kesalahpahaman membaca surat perjanjian kerja baru saja masuk. Notifikasinya terlihat di layar laptop.Akhirnya Roy menemukan alasan kejanggalan email keluhan ini. Biasanya setiap email keluhan akan ditembuskan ke manager keuangan dan manager teknisi, tapi pada email keluhan kali ditujukan hanya untuknya dan Melissa.Damn!Roy mengerti semuanya dan merasa konyol karena berhasil dikerjai oleh Melissa. Diputuskannya untuk tidak membuat pembicaraan apapun dengan Melissa sampai jam kerja selesai. Membiarkan manajernya itu keluar ruangan lebih dahulu tanpa basa basi.'Jangan menyerah Roy, Melissa tak akan bisa hidup tanpamu!' batin Roy yakin.Masih duduk santai di kursi kerjanya setelah Melissa berlalu 10 menit dari hadapannya. Diambilnya ponsel dan melakukan panggilan ke kontak tukang parkir restoran The Traders.Dua kali mencoba memanggil, tapi tidak ada jawaban. Roy memberi jeda sebelum menghubungi k
"Mas Juna, kamu gak papa?"Karina sudah berdiri menghadang jalannya menuju ruangan kantor. Terlihat jelas kekhawatiran di wajahnya."Kenapa kesini, sayang?" Arjuna bertanya balik. Dirangkulnya pundak istrinya, membawanya kembali beriringan ke ruangan kantor."Kamu janji kembali dengan cepat, tapi gak balik-balik. Jadi, aku intercom kasir, katanya kamu hampir adu jotos dengan salah satu pengunjung" tutur Karina bergelayut manja di dada suaminya."Hanya obrolan biasa, sayang" sahut Arjuna menenangkan. Mengusap pelan lengan istrinya dan membukakan pintu."Ngobrolin apa, sih? Dia siapa, Mas? Aku sempat lihat dia cekal pundakmu, Mas. Kek nya dia emosi banget, deh" kata Karina menarik Arjuna duduk di sofa panjang berwarna abu-abu tua. Warna kesukaannya."Sayang, tenang, ya. Dia sudah pergi, sudah gak ada masalah lagi, kog" jawab Arjuna dengan low tone yang khas. Tangannya sibuk merapikan rambut panjang istrinya ke belakang telinga."Yakin?
Roy keluar restoran dengan rasa malu hingga ia ingin cepat-cepat berlalu dari tempat itu. Tatapan curiga dari petugas parkir membuatnya semakin muak. Cepat memutar kepala mobil, lalu meninggalkan parkiran tanpa memberi tip ke petugas parkir."Brengsek! Anj**g!"Dua kata yang bergantian diteriakkan Roy sambil memukul kemudi. Sekali mengacak rambutnya dan menekan pedal gas dengan dalam.Ia semakin penasaran siapa Melissa. Merasa tidak mengenal dengan baik kekasihnya itu selama setahun bersama. Dan semakin jengkel karena Arjuna tidak memberinya informasi yang berguna."Siaaaaaal!"Amukan amarah masih terus merasuki dada dan otaknya. Terlanjur nyaman dengan Melissa, berpikir bahwa perempuan itu belahan jiwanya, masa depannya. Namun kenyataan berbeda justru didapatinya saat pernikahannya dan Selena hampir karam.'Aku tidak ingin terikat apapun denganmu, Roy'Kalimat itu terngiang lagi di telinga Roy. Pikirannya mencoba mencerna makna di ba
Melissa membukakan pintu segera setelah ketukan pertama Roy."Pagi, Mel" sapa Roy dengan sedikit canggung."Masuk, Roy. Belum sarapan, kan?" sahut Melissa dengan senyum lebar. Seolah tidak terjadi apa-apa diantara mereka beberapa hari terakhir.Melissa menarik tangan Roy dan menuntunnya ke dalam hingga ke meja makan. Wangi tubuh kekasihnya menyerbu hidungnya, membuatnya ingin memeluk tubuhnya ramping itu.Namun ia masih menahan diri karena gengsi, setidaknya hingga sarapan usai. Begitu pertimbangan Roy."Ini kopi susunya, Roy. Cobain nasi goreng sosisnya, ya"Melissa mengisi piring Roy dengan beberapa sendok nasi goreng buatannya. Wanginya menggoda, kepulan asap masih tersisa setiap nasi goreng di sendok."Kamu baru selesai masak, Mel?" Roy menyeruput sedikit air putih sebelum memasukkan suapan pertama nasi gorengnya."Iya, dong. Begitu kamu kabarin mau sarapan di sini, langsung aku kerjain, biar tetap hangat. Tadinya aku mau s
Bunyi besi beradu menghentikan langkah Selena yang sedang menuruni tangga."Kak Ipah?" panggilnya dengan suara kuat.Roy baru saja pergi sepuluh menit lalu dan seingatnya gerbang ditutup kembali sebelum deru mesin menjauhi rumah.Pintu terbuka, kepala Kak Ipah muncul dari balik pintu."Pagi, Selena, Cheryl"Memasuki ruang tamu, Kak Ipah terlihat menenteng 3 lembar karton berukuran besar."Pagi, Kak. Sarapan, yuk. Cheryl baru saja bangun dan mandi" ajak Selena menuju dapur.Kak Ipah menyeduh tehnya sendiri dan memakan roti bakar yang sudah tersedia di meja makan. Selena menggigit roti dan mulai menyuapi Cheryl."Cheryl sudah bisa makan sendiri, loh, mama" ucap Kak Ipah menirukan suara anak kecil."Oh, ya?" sahut Selena antusias, tangannya mencubit pelan pipi Cheryl.Cheryl membalas dengan tawa kecil dan membuka mulutnya, menunggu suapan berikutnya. Selena bukan tak ingin membiarkan Cheryl makan sendiri, tapi ia tak
"Kita mampir ke mall dulu sebentar, boleh?"Harris menyalakan mesin mobil tanpa menunggu persetujuan Selena. Keluar dari halaman parkiran kantor dengan laju terbilang lambat. Selena melihat kacamata hitam masih di dashboard.Entah kenapa obrolan panjang dengan Rina terlintas di otaknya. Tentang Harris yang sangat panik saat ia pingsan, tentang rumor yang beredar bahwa Harris menyukainya, dan ibu direktur yang menyukai Harris sejak dulu.Namun Selena tak mau begitu saja. Tidak mungkin Harris melewati batasnya, menyukai bawahannya yang sudah bersuami pula. Bahkan selama ini Harris selalu bersikap dingin untuk urusan apapun itu, apalagi beberapa minggu terakhir. Harris berubah menjadi lebih pemarah dan tidak punya rasa empati sedikitpun padanya.'Dia kira masalah rumah tangga itu semudah membuat lembar penagihan ke customer'Pertemuan terakhir yang membahas tentang rencana cuti Harris selama seminggu tak kalah menyakitkan. Harris memberi ultimatum yan
"Saya juga nasi padang" aku Harris cepat.'Terus, gue harus bilang wow, gitu?'Bingung harus merespon apa, Selena membalas pengakuan Harris dengan senyum simpul.Memasuki restoran Jepang, seorang pelayan dengan sigap menyambut dan mengarahkan mereka ke meja yang masih kosong. Harris meminta duduk bersisian dengan Selena. Setelah dirasa nyaman, pelayan mulai memberikan buku menu. Sambil membolak-balik buku, Harris mengambil ponsel dan mengabari pak direktur."Tolong letakkan di sebelah kamu saja, ya" kata Harris menyodorkan paper bag berisi kotak berlian.Selena menerima dengan kedua tangan dan meletakkan ke samping kanannya. Ia sempat melihat dua kota besar dalam satu paper bag dan 3 kotak kecil dalam paper bag lainnya.'Kog, lima kotak?'Pak direktur tiba tak lama setelah mereka memesan menu."Saya sudah pesankan menu untuk bapak. Saya jamin bapak akan suka" ujar Harris dengan senyum tulus, berdiri menyalami pak direktur.
Selena berulang kali membaca hasil putusan pengadilan yang baru saja ia terima hari ini. Tangannya bergetar memegang kertas. Gemuruh di dada semakin mengguncang pundaknya. Air matanya tak ayal tumpah. Sakit.Tak pernah membayangkan akan menjalani usia pernikahan yang singkat. Kalah dengan usia pernikahan orang tuanya. Pun tidak pernah menyangka akan menjadi janda diusia menjelang 30. Dengan satu balita.Kalau ada yang harus disesalkan, tak lain adalah komunikasi yang buruk dengan suaminya. Ketidak mampuan mereka dalam hal menyamakan persepsi tentang persiapan memiliki bayi. Kebanyakan pasangan kurang pemahaman dan pengetahuan tentang kehamilan dan mengasuh anak. Peran istri dan suami sama pentingnya dalam setiap fase. Sama-sama merasakan lelah dan bahagia menanti sang buang hati. Ayah dan ibu ada pada setiap tumbuh kembang janin bahkan hingga lahir ke dunia.Namun waktu tak lagi diulang. Tak guna juga berlama-lama dalam penyesalan. Toh, ia pun sudah berusa
POV SelenaLangkahku sedikit kaku menuju ruang kerja direktur keuangan. Pagi tadi, intercom di mejaku berbunyi sesaat setelah meletakkan bokong di kursi."Bu Selena, ada pesan dari direktur keuangan. Ditunggu jam 10 di ruangannya. Terima kasih."Intercom ditutup begitu saja. Dari nomor yang tertera di layar pesawat telepon, panggilan dari resepsionis. Entah apa yang membuat mereka sesinis itu denganku. Mengucap salam pagi pun tidak saat memulai pembicaraan.Aku tak bisa menebak apa topik pembicaraan kali ini. Ku ingat-ingat lagi seluruh list KPI-ku sebagai asisten manajer. Rasanya tidak ada yang meleset dari target. Tunjangan jabatan dan insentif tidak akan cair jika pencapainku kurang dari 75%.Perihal ijin dan kasus persidanganku, juga tidak mungkin. Sidang terakhir pun tidak ku ikuti. Semua urusan administrasi ku percayakan ke Aldo. Roy tak pernah lagi mampir dan membuat keributan.Apa berurusan dengan internal birokrasi kantor yang tidak tertulis? S
"Del, mau makan ke mana? Jangan jauh-jauh. Jam 1 sudah harus di kantor lagi." Sungkan menolak ajakan Delia dan Aldo, tapi ia juga tak ingin membuat masalah baru. Jangankan si resepsionis, tembok gedung kantor pun bisa membuat laporan ke direktur."Cafe dekat sini aja, Len. Yuk!" sahut Delia dengan mata teduh seolah menenangkan sahabatnya.Tak membantah, Selena masuk ke kursi penumpang, tepat di belakang Aldo. Mobil melaju dengan perlahan dan berhenti pada sebuah cafe yang jaraknya tak lebih 500 meter dari kantor."Roy benar-benar sentimen ke Arjuna, Len. Untung aja si Juna lagi waras tadi, kalo gak, beuhh!" Delia membuka percakapan setelah memesan menu untuknya dan Aldo."Sampai Aldo kehabisan kata dengan kepercayaan diri si Roy. Ha-ha-ha. Iya, gak, Al?" sikut Delia ke Aldo yang masih sibuk dengan ponselnya sejak turun dari mobil."Hm ... mungkin, dia baru ngerasa salah langkah sudah mengusir Selena dari rumah." imbuh Aldo sambil memastikan
"Mas, aku sudah bikin janji dengan dokter, hari ini hari pertama haidku." Karina membuka mulut, memasukkan sepotong sandwich berisi irisan alpukat dan telur."Oh, ya? Jadwalnya jam 11, kan?" Arjuna terlihat kaget. Tangannya yang sedang memotong roti terhenti sejenak."Aku berangkat sendiri saja, mas. Kamu nyusul." Karina tak membalas tatapan rasa bersalah Arjuna. Ia tahu suaminya harus hadir sebagai saksi di sidang perceraian Selena. Keputusan Arjuna yang tidak bisa diterimanya hingga sekarang. Jangankan menjadi saksi, mencarikan pengacara saja sudah sangat membuat Karina cemburu."Sayang, maaf, aku tidak menyangka akan jadi sulit begini. Jadwal sidang jam 10.00." sesal Arjuna menarik jemari istrinya ke sisi mejanya."Gimana kalau nanti pas kamu konsul, video call denganku, di ruangan si dokternya." pinta Arjuna sambil membujuk Karina.'Sudahlah, mas! Kamu dengan sadar memberi perhatian untuk perempuan lain.'Anggukan ringan kepa
POV MelissaHari ini lelahnya maksimal. Sejak pagi, jam 08.00 hingga pukul 09.00 malam berkutat dengan banyak data dan memandangi laptop. Aku dan Mey bersemangat membenahi sistem dan fasilitas yang diperlukan untuk mengembangkan bisnis start up IT Om Arman.Iya, data klien dan seluruh informasi dari perusahaan Pak Fendy, ku olah bersama Mey. Tidak meniru bulat-bulat, kami melakukan modifikasi dan membuat program menarik. Baik secara hardware dan software. Berbekal pengetahuan selama dua tahun bekerja di perusahaan Pak Fendy dan kemampuan manajemen SDM yang dikuasai Mey, kami memperkuat pilar-pilar bisnis baru Om Arman.Hari ini finishing, tahap terakhir, setelah hampir 3 minggu menjalani puluhan rapat direksi, beberapa kali briefing dengan konsultan IT bersertifikat, dan banyak agenda lain di luar kantor. Dan, aku sangat lega. Meskipun tidak mendapat posisi dalam perusahaan rintisan Om Arman, tapi aku dan Mey punya jumlah saham yang sama. Atas pemberian Om
Hari-hari berlalu terasa cepat. Sidang pertama serasa baru kemarin ia jalani, malam ini Roy menjumpai amplop coklat di pagar. Amplop yang membuat ingatannya akan kehilangan Selena dan Cheryl.Sejak ditegur oleh orang tuanya, Roy tak lagi bernyali menemui istrinya. Meski ia sangat ingin berbicara dari hati ke hati, seperti yang dulu sering mereka lakukan. Saat Cheryl belum ada.'Ah, itu sudah lama sekali. Aku baru merasa rindu sekarang. Mungkin Selena merindukannya sejak lama dan aku tidak peka.'Masuk ke rumah dengan lesu, Roy berencana langsung tidur. Ia tak ingin tidur di kamar lagi. Mendadak ia merasa kamar itu sangat sepi dan kosong. Belakangan lebih nyaman berlama-lama di sofa hingga terlelap sembari membayangkan Selena masih sibuk membersihkan dapur dan Cheryl ketiduran di karpet rasfur ditemani mainannya.Tak ia hiraukan jeritan perut yang minta diisi. Sejak pagi memang hanya diisi semangkuk mie instan. Siang tadi ia menyibukkan dir
POV RoyKepalaku berdenyut seperti dipukuli palu kecil persis di kedua pelipis. Tengkukku terasa panas dan tegang. Entah karena otakku mulai panas atau karena lapar yang ku tahan sejak siang.Aku harus makan kalau tak ingin sakit. Ku seret kaki ke dapur hendak memeriksa isi lemari. Berharap ada sisa roti setidaknya untuk pengganjal perut. Tanganku sedikit gemetar saat mengambil air minum di dispenser. Ah ... kenapa jadi konyol begini? Tak pernah terlintas dalam bayangan akan tinggal sendiri dengan kondisi mengenaskan.Ku periksa dompet, hanya ada selembar pecahan 100 ribu. Bensin belum ku isi lagi. Seingatku jarum penunjuknya sudah di garis kedua dari bawah.Tak ada stok roti. Isi kulkas kosong, bersih.Ah, kenapa gak stok mie instan dan telur, sih? Si Lala bikin stok beras gak, sih? Perutku harus diisi nasi kalau sudah begini. Container beras diletak di mana lagi.Rasanya lelah sekali mengitari dapur padahal ukuran
POV RoyAku tidak bisa menahan golak amarah melihat Selena meninggalkanku begitu saja. Dia berubah jadi pembangkang sejak ku usir dari rumah. Belum lagi temannya si Delia yang sok tahu tentang cinta. Ta* kucing!Tidak ada yang salah dengan sikap dan omonganku. Aku jelas tidak akan mencari kenikmatan dari perempuan lain kalau Selena sanggup memenuhi kebutuhanku. Istri itu, kan, memang harus sedia setiap kali suami butuh. Selena malah tidak mengakui kekurangannya. Padahal kalau dia minta maaf dan mencabut gugatan, aku siap menerimanya kembali. Meskipun dia sudah bekasnya Arjuna.Belum selesai amarah karena sikap sombong Selena, foto Bram dan Melissa di restoran Arjuna menambah tegang otot leherku. Ku lampiaskan amarah dengan meninju kaca mobil dan setir bergantian.Ku pikir aku harus melakukan sesuatu. Melissa harus tahu aku marah. Dia gak bisa pergi begitu aja dan membuatku hancur. Karir dan pendapatanku di ujung tanduk. Mengenaskan.K
Roy berulang membaca pesan terakhir Bram. Rasanya tak percaya kalau Bram kenal dengan Arjuna dan pengacara Selena. 'Selena punya pengacara? Ia mampu membayar jasa pengacara? Pasti si Arjuna yang membantunya. Sialan!'Telapak tangannya membuka, Roy menepuk meja dengan kesal. Ia tak menyangka Selena seniat itu bercerai.'Dia silau oleh harta dan kenyamanan dari Arjuna. Cih! Perempuan itu memang tak layak ku pertahankan!'Mie instannya sampai mengembang karena masih asik menggerutu. Panggilan intercom menyadarkannya, waktu sepuluh menitnya sudah berakhir."Istrimu mengajukan gugatan cerai? Apa dia tahu tentang Melissa?" tanya pak direktur terkesan mengejek. Roy terpaksa harus jujur tentang keperluan cuti mendadaknya besok. Ia bertekad hadir dan membela diri. Ia akan mengungkapkan semua kebenaran. Persetan dengan Bram, Melissa dan Arjuna!"Iya, pak. Ini hanya salah paham, itu sebabnya saya ingin meluruskan semuanya. Berdamai dan ruk