Jemari Roy memijat dada Selena dengan kasar. Blouse kantornya sudah tersingkap hingga ke batas leher. Melawan dengan sisa tenaga yang ada, Selena berusaha mengangkat lututnya diantara jepitan paha suaminya.
Nafas Roy semakin memburu, leher dan dadanya berulang kali di sentuh dengan kasar. Meski bibir itu kenyal, tapi seolah bara yang membakar kulit Selena. Pinggangnya semakin sakit karena berdiri tidak seimbang. Kulit kepalanya seakan ingin terkelupas.
"Please, berhenti! Kumohon, Roy ...." bisik Selena dengan suara parau. Ia ingin mati saja.
"Apa? Kamu ingin lebih lagi? Kamu ingin disentuh disini?" tanya Roy tepat di telinga Selena. Tangannya berpindah dari dada ke kaki Selena. Meraba intinya dengan lima jari dan bergerak kasar.
"Ha-ha-ha, kamu sudah basah sejak tadi, Selena! Benar dugaanku, kamu haus cumbuanku" ejek Roy dengan jari terus bergerak di antara kedua kaki Selena.
Pasrah dan merasa terhina. Kedua rasa ini membuat gerakan Selena melemah.
Kelopak mata Selena terbuka, ia sudah sadar. Matanya mencoba mengenali tempatnya berada saat ini, menoleh ke kiri dan ke kanan. Ada 2 tempat tidur yang kosong yang dipisahkan oleh tirai putih.'Aku di klinik perusahaan' batin Selena.Gedung klinik perusahaan terpisah dengan gedung kantor. Letaknya bersebelahan. Fasilitas di klinik ini bersifat penanganan pertama pada keluhan karyawan. Jika dirasa perlu, maka akan dirujuk ke rumah sakit yang bekerja sama dengan perusahaan.Selena bertanya-tanya kenapa ia ada di tempat tidur klinik. Sendirian. Mengangkat tubuhnya ke posisi duduk dengan gerakan lambat, merasa kepalanya ringan seperti melayang."Bu Selena sudah sadar?" tanya suster sambil membuka tirai.Rupanya gerakannya menimbulkan bunyi pada tempat tidur, sehingga suster perawat dan Rina segera mendatangi tempatnya berbaring."Kenapa saya ada di sini?""Tadi, ibu pingsan dan Pak Harris membawa ibu ke sini. Pak Harris kelihatannya panik
"Juna, apa kabar? Karina sudah pulang?"Delia berbincang dengan Arjuna yang duduk di sebelahnya."Kabar baik, gue. Karina sudah pulang. Hari ini ada dia ke kantornya" balas Arjuna mengunyah kentang goreng."Duh, banyak banget urusannya, ya. Ada aja alasan supaya gak ikut arisan keluarga. Padahal cuma sekali sebulan, Juna. Itupun minggu terakhir. Ngejar apaan di kantor?" omel Delia serius memandang Arjuna.Sepupunya, Arjuna, menurutnya terlalu lembek menghadapi istrinya yang usianya terpaut jauh. Delia selalu menuduh Arjuna terlalu memanjakan Karina. Apa-apa dituruti kemauannya. Termasuk mengambil job di luar negeri dan menunda memiliki anak."Om dan Tante udah bosan juga kale ditanyain soal mantu yang gak pernah ikut berbaur dalam acara keluarga besar" lanjut Delia melihat Arjuna tidak fokus pada omelannya."Biarin ajalah, Del. Sudah jadi konsekuensi karena menikahi gadis muda. Track-nya dia memang beda dengan kita, kan" sahut Arjuna terliha
"Aku langsung ke kantor, ya, Om"Melissa mengendarai mobil dengan kecepatan rata-rata, melaju meninggalkan restoran."Oke, baby. Take care kamu, ya. Cari tahu maunya si Roy itu apa" ujar Arman, sugar daddy-nya Melissa."Iya, nih. Sok jual mahal itu cowok. Dari kemarin aku dicuekin. Pesan dan panggilanku pun gak di waro. Sombong banget!" keluh Melissa dengan bibir agak manyun."Tenang, aku yakin, baby-ku bisa mengatasi pria murahan seperti si Roy ini" kata Arman sambil meremas salah satu tangan Melissa di pangkuannya."Aku mulai gak nyaman, om. Dia sungguh-sungguh berpikir kalau aku menyukainya dan akan menikahinya. Dia dan istrinya sudah gak akur. Mungkin akan berpisah" sambung Melissa lagi."Bagus, baby. Bikin dia semakin yakin dengan kamu. Urusan rumah tangganya gak usah kamu ambil pusing. Yang penting, kamu harus ingat tujuan kita. Semua data customer, kontrak, dan kepercayaannya harus kamu pegang. Sampai tiba saatnya nanti momentum kita,
Email balasan klien yang berisi klarifikasi kesalahpahaman membaca surat perjanjian kerja baru saja masuk. Notifikasinya terlihat di layar laptop.Akhirnya Roy menemukan alasan kejanggalan email keluhan ini. Biasanya setiap email keluhan akan ditembuskan ke manager keuangan dan manager teknisi, tapi pada email keluhan kali ditujukan hanya untuknya dan Melissa.Damn!Roy mengerti semuanya dan merasa konyol karena berhasil dikerjai oleh Melissa. Diputuskannya untuk tidak membuat pembicaraan apapun dengan Melissa sampai jam kerja selesai. Membiarkan manajernya itu keluar ruangan lebih dahulu tanpa basa basi.'Jangan menyerah Roy, Melissa tak akan bisa hidup tanpamu!' batin Roy yakin.Masih duduk santai di kursi kerjanya setelah Melissa berlalu 10 menit dari hadapannya. Diambilnya ponsel dan melakukan panggilan ke kontak tukang parkir restoran The Traders.Dua kali mencoba memanggil, tapi tidak ada jawaban. Roy memberi jeda sebelum menghubungi k
"Mas Juna, kamu gak papa?"Karina sudah berdiri menghadang jalannya menuju ruangan kantor. Terlihat jelas kekhawatiran di wajahnya."Kenapa kesini, sayang?" Arjuna bertanya balik. Dirangkulnya pundak istrinya, membawanya kembali beriringan ke ruangan kantor."Kamu janji kembali dengan cepat, tapi gak balik-balik. Jadi, aku intercom kasir, katanya kamu hampir adu jotos dengan salah satu pengunjung" tutur Karina bergelayut manja di dada suaminya."Hanya obrolan biasa, sayang" sahut Arjuna menenangkan. Mengusap pelan lengan istrinya dan membukakan pintu."Ngobrolin apa, sih? Dia siapa, Mas? Aku sempat lihat dia cekal pundakmu, Mas. Kek nya dia emosi banget, deh" kata Karina menarik Arjuna duduk di sofa panjang berwarna abu-abu tua. Warna kesukaannya."Sayang, tenang, ya. Dia sudah pergi, sudah gak ada masalah lagi, kog" jawab Arjuna dengan low tone yang khas. Tangannya sibuk merapikan rambut panjang istrinya ke belakang telinga."Yakin?
Roy keluar restoran dengan rasa malu hingga ia ingin cepat-cepat berlalu dari tempat itu. Tatapan curiga dari petugas parkir membuatnya semakin muak. Cepat memutar kepala mobil, lalu meninggalkan parkiran tanpa memberi tip ke petugas parkir."Brengsek! Anj**g!"Dua kata yang bergantian diteriakkan Roy sambil memukul kemudi. Sekali mengacak rambutnya dan menekan pedal gas dengan dalam.Ia semakin penasaran siapa Melissa. Merasa tidak mengenal dengan baik kekasihnya itu selama setahun bersama. Dan semakin jengkel karena Arjuna tidak memberinya informasi yang berguna."Siaaaaaal!"Amukan amarah masih terus merasuki dada dan otaknya. Terlanjur nyaman dengan Melissa, berpikir bahwa perempuan itu belahan jiwanya, masa depannya. Namun kenyataan berbeda justru didapatinya saat pernikahannya dan Selena hampir karam.'Aku tidak ingin terikat apapun denganmu, Roy'Kalimat itu terngiang lagi di telinga Roy. Pikirannya mencoba mencerna makna di ba
Melissa membukakan pintu segera setelah ketukan pertama Roy."Pagi, Mel" sapa Roy dengan sedikit canggung."Masuk, Roy. Belum sarapan, kan?" sahut Melissa dengan senyum lebar. Seolah tidak terjadi apa-apa diantara mereka beberapa hari terakhir.Melissa menarik tangan Roy dan menuntunnya ke dalam hingga ke meja makan. Wangi tubuh kekasihnya menyerbu hidungnya, membuatnya ingin memeluk tubuhnya ramping itu.Namun ia masih menahan diri karena gengsi, setidaknya hingga sarapan usai. Begitu pertimbangan Roy."Ini kopi susunya, Roy. Cobain nasi goreng sosisnya, ya"Melissa mengisi piring Roy dengan beberapa sendok nasi goreng buatannya. Wanginya menggoda, kepulan asap masih tersisa setiap nasi goreng di sendok."Kamu baru selesai masak, Mel?" Roy menyeruput sedikit air putih sebelum memasukkan suapan pertama nasi gorengnya."Iya, dong. Begitu kamu kabarin mau sarapan di sini, langsung aku kerjain, biar tetap hangat. Tadinya aku mau s
Bunyi besi beradu menghentikan langkah Selena yang sedang menuruni tangga."Kak Ipah?" panggilnya dengan suara kuat.Roy baru saja pergi sepuluh menit lalu dan seingatnya gerbang ditutup kembali sebelum deru mesin menjauhi rumah.Pintu terbuka, kepala Kak Ipah muncul dari balik pintu."Pagi, Selena, Cheryl"Memasuki ruang tamu, Kak Ipah terlihat menenteng 3 lembar karton berukuran besar."Pagi, Kak. Sarapan, yuk. Cheryl baru saja bangun dan mandi" ajak Selena menuju dapur.Kak Ipah menyeduh tehnya sendiri dan memakan roti bakar yang sudah tersedia di meja makan. Selena menggigit roti dan mulai menyuapi Cheryl."Cheryl sudah bisa makan sendiri, loh, mama" ucap Kak Ipah menirukan suara anak kecil."Oh, ya?" sahut Selena antusias, tangannya mencubit pelan pipi Cheryl.Cheryl membalas dengan tawa kecil dan membuka mulutnya, menunggu suapan berikutnya. Selena bukan tak ingin membiarkan Cheryl makan sendiri, tapi ia tak