Tatapan mata Barbara mengunci pandangan Ovan begitu jauh ke dalam manik matanya, menembus hingga relung hatinya yang terdalam.
Bukankah Barbara menuntut kejujuran darinya?Pria brengsek yang terlalu naif, pernah mengatakan bahwa tidak mungkin ia jatuh hati dengan wanita se angkuh gadis ini. Tapi lihatlah, gadis angkuh ini seperti permen yang sangat manis dan lengket. Ia selalu ingin mengunyah dan merasakan manisnya, bahkan kalau saja dia lupa... seperti orang yang terjangkit diabetes, ia tak bisa lepas dari penyakit ini jika selalu dekat dengan Barbara."Ovan, kau mencintaiku, bukan?"Ovan kalap atas pertanyaan itu, hatinya mendidih tak menentu."Apa maksudmu aku mencintaimu, setelah kau tahu apa yang kulakukan padamu?""Tidak, tidak perduli dengan bagaimana kau melakukan kejahatan padaku, aku sungguh ingin tahu pernahkah kau menyukai aku barang sebentar?"Tatap mata Barbara sayu, memohon kejujuran Ovan saat itu juga.Ovan tak bergBarbara hanya menyimak celotehan Sinta yang mengomel karena kisah masa lalu. Seolah Sinta adalah orang yang paling sakit hati dengan kelakuan Leo. Dua hari yang lalu, Leo masih baik baik saja, setelah dengan sangat bersemangat akan menguak tabir Ovan, pria itu terlihat biasa dan mengatakan padanya kalau akan menikahi Selen dalam waktu dekat."Apakah terjadi sesuatu pada mereka?" gusar Barbara."Ah, apa perduliku? Hubungan Leo dengan Selen bukanlah urusanku," lirihnya lagi."Barbara? Wooiii, kamu dengar enggak?""Iya, iya aku dengar. Kalau begitu aku akan segera menjenguknya.""Astaga! Ngapain pake dijenguk segala? Udahlah... ucapkan goodbye aja, beres urusan!"Barbara tersenyum geli. Sinta sungguh emosi karena masa lalu itu, padahal dirinya sungguh sudah move on berkat Ovan.#Barbara kembali ke kantornya. Ia bergegas untuk segera melihat kondisi kantor dan juga Ovan.Di ruang kerjanya, Anton Bagaskara sedan
Barbara bagai disambar petir, perkataan itu sangat melukai harga dirinya."Kenapa? Apa aku salah kalau mencintaimu? Konsekuensi apa yang harus aku terima? Aku adalah istri sah, apa perceraian itu adil untukku?"Ovan meremas rambut kepalanya. Terlungkup di atas meja dengan keadaan yang terlihat kacau. Mendengarkan celotehan Barbara kepalanya menjadi sakit."Barbara...aku tidak mencintaimu. Bagaimana bisa kita akan bersama?" kata Ovan dengan suara yang rendah."Baik, katakan itu sekali lagi. Tatap mataku, Ovan! Katakan sekali lagi agar aku percaya padamu!"Barbara mengguncang tubuh Ovan. Akan tetapi Ovan menepis tangan Barbara yang membuat tubuhnya terguling di lantai. Kakinya yang masih lemah tak bisa menyeimbangkan diri.Sementara itu, Ovan masuk ke kamarnya dengan hati tak menentu. Kebimbangan menghantui kepalanya, dan kini hatinya dalam kegalauan.Kalau ia tak segera keluar dari tempat itu, mungkin saja ia akan goyah dan berakibat ia melalaikan cin
"Benar, wajahmu dan rambutmu menyamarkan segalanya," lega Reno.Barbara menegang, ia mencium aroma maskulin pria itu tadi, saat Ovan menangkap tubuhnya, entah mengapa hatinya menciut, kecewa karena mereka tak bisa saling menyapa.'Ah, ini sungguh membuatku gila,' batinnya kemudian.Di dalam pesawat, Ovan yang lebih dulu masuk ke kursi penumpang sedikit merenung. Menolong wanita tadi, seakan ia mengenali tekstur tubuh yang ditangkapnya. Kelembutan tubuhnya, aromanya dan juga berjalan dengan sedikit pincang."Mengapa aku seperti orang yang berhalusinasi?" gumamnya yang membuat orang di sebelahnya bertanya."Apa? Uhmm, apakah tadi anda berbicara denganku?""Oh maaf, tidak tidak, aku tidak mengatakan apapun," ujarnya sedikit malu malu.Rasa hatinya masih ingin bersama Barbara, tapi keadaannya memaksa untuk menjauh dari gadis itu.Hatinya gelisah memikirkan bagaimana kalau suatu saat nanti ia merindukan Barbara? Tiba-tiba sebuah pesan masuk ke po
"Aku? Kenapa harus aku? ini nggak akan seru kalau memergoki perselingkuhan tanpa keributan, kalau kau yang memergokinya maka akan semakin rame," cicit Reno dengan senyum liciknya."Dasar bodoh. Siapa yang menyimpulkan Ovan selingkuh?""Jadi?""Sebenarnya ini masalah yang lebih besar dari itu. Aku sedang menyelidiki kasus kebocoran data perusahaan, kau tahu bahwa banyak pembobolan akhir akhir ini."Reno membulatkan matanya. Ia mengira ini hanya masalah perselingkuhan, nyatanya Barbara mencurigai Ovan sebagai pelaku pembobolan."Tapi, untuk apa Ovan melakukan pembobolan sementara perusahaan itu adalah milikmu. Kau adalah istrinya, dia juga menikmati semua fasilitas hidup darimu, untuk apa dia melakukannya?" Reno sungguh tak habis fikir. Keluarga Anton Bagaskara adalah keluarga kaya raya. Sementara Barbara adalah putri tunggal yang mewarisi seluruh kekayaan. Menjadi suami Barbara mungkin tidak sulit untuk berfoya foya. Tapi Ovan bahkan tidak menikmati hidu
Barbara terlihat murung, mendapatkan penjelasan bahwa Ovan pergi ke Belanda dan meninggalkan barang barangnya di flat milik Jack. Sangat aneh baginya bahkan hanya ponsel hadiah darinya, Ovan tak membawanya. Mungkinkah Ovan hendak memutuskan kontak darinya?Reno bisa merasakan kegalauan Barbara. Sepertinya Barbara juga cemburu dengan Ovan yang memiliki kekasih di Australia. Sejauh ini, pernikahan Barbara justru masih rahasia di hadapan Jack."Kalau begitu, malam ini aku akan ke Belanda untuk mengikutinya bukan?"Barbara menatapnya sejenak. "Tentu saja, kau harus cari tahu kemana suamiku pergi, mengerti?!" sentaknya karena kesal.Reno sungguh melihat rasa kecewa Barbara. Akan tetapi ia lebih baik diam daripada semakin dijadikan objek kemarahan, imbas kekesalan Barbara.#Ovan menemui Nyonya Vein.Sebuah mansion megah dengan puluhan pengawal di gerbang luarnya membuat Ovan menciut. Ia khawatir,. Nyonya Vein tak mau menemuinya.Wanita ini menurutnya
Nyonya Vein tertawa lebar. "Baik, lakukan sebisamu. Sekarang, pergilah dari tempat ini. Jangan pernah temui aku lagi. Oke?""Sialan! Kau ini..!" Ovan melangkah maju untuk mencekik leher Nyonya Vein. Akan tetapi dua orang bodyguard sudah menghadang dengan mencekal tangannya kuat. dan segera menyeretnya keluar.Tubuh kekar dua pria dengan kulit hitamnya tentu saja membuat Ovan tak berkutik sama sekali. Mereka melemparkan tubuhnya ke dalam pintu lift yang terbuka dengan lemparan yang cukup keras."Arghh"Ovan meringis kesakitan.Tinit tinit tinitSeketika pintu lift tertutup dan bergerak turun menuju lantai dasar.Dalam tiga puluh detik, pintu lift itu sudah terbuka kembali, dan saat terbuka dua orang bodyguard lain sudah menunggunya.Ovan menatap mereka berdua dan berdiri merapikan bajunya."Oke oke, aku akan pergi. Tidak perlu repot-repot menyuruhku keluar, oke. I have to go," katanya dengan memberikan isyarat tangan terbuka.Di pintu
Barbara telah sampai di Jakarta dengan hati yang hancur.Ia sangat mencintai Ovan dan bahkan banyak sekali rahasia dibalik diri seorang Ovan. Seakan akan sebuah sandiwara gelap yang belum terungkap apa akhir dari jalan cerita ini sebenarnya. Misteri peretasan, misteri pernikahan tanpa sentuhan, misteri kepergian Ovan dengan ponsel hadiah darinya yang dicampakkan. Apakah Ovan akan kembali kepadanya ataukah kepada kekasihnya bernama Vanessa itu?Barbara tak mengerti, bagaimana menyimpulkan kisah hidupnya ini.Saat termenung, Michael menelponnya."Hmm?""Hei, mana suaramu, kau lagi sakit?""Enggak, aku lagi kesal," keluhnya."Oh, kalau begitu nanti saja aku menelpon kamu.""Apa kamu mau mati? Ada apa? Kau tak akan menelponku kalau tak penting.""Kau paling tahu dengan prinsipku. Benar, ini sangatlah penting. Masalah Ovan, temanku sudah mendapatkan informasi.""Katakan sekarang juga, aku sangat penasaran.""Ovan seorang mafia.""Apa?
Wajah Ovan sudah pucat, karena hampir satu jam ia tak bisa mendapatkan informasi tentang Vanessa bahkan di loket informasi rumah sakit. Ini sangat aneh, merek seakan menyembunyikan sesuatu.Hingga akhirnya ia melihat seorang pria berjubah putih baru turun dari mobilnya, ia langsung tahu bahwa pria dengan pakaian dokter dan memakai mantel tebal itu adalah dokter Bernard.Tak mau kehilangan kesempatan, Ovan menyergap dokter Bernard itu."Dokter, kau ingat aku bukan? Katakan dimana Vanessa sekarang," ujarnya dengan mencengkram kerah leher dokter tersebut.Sang dokter menautkan alisnya. Hari itu akhirnya tiba juga, dimana kekasih Vanessa pasti akan menuntutnya setelah melihat Vanessa tidak lagi di ruangan tersebut."Lepaskan tanganmu, kalau kau ingin mendengar apa yang sedang terjadi sebenarnya."Ovan kemudian melepaskan tangannya sementara tatap matanya masih begitu tajam."Apa yang terjadi? Dimana Vanessa? Aku telah membawa uang yang mencukupi untukmu,
"Apakah kisah kita juga termasuk yang unik?" kali ini Risa berkata sambil senyum-senyum."Kita? Apa kau sungguh mencintaiku?""Jawab saja pertanyaanku!"Drett dreett dreett!Ponsel Dave berdering dan pria itu lalu mengambil ponsel di sakunya.["Halo, ada apa?"]["Kenapa galak begitu? Aku mengganggumu?"]["Tidak, tapi kau merusak aktifitasku."]["Oh sayangku, tapi hari ini kau harus segera datang karena ini sangat penting, Dave."]["Barbara, kau selalu saja menganggap penting masalahmu. Kau bisa bilang dari sekarang, ada apa dan kenapa kami harus datang?"]["Terserah, kau harus datang! Titik!"]Klep!"Siapa?" Risa bertanya."Siapa lagi kalau bukan saudara perempuanku yang bawel itu, heh?" kata Dave, tapi dia malah tersenyum. "Bersiaplah, kita harus datang ke rumah mereka."Tak ada jawaban, Risa hanya bergegas sesuai kata Dave. Di rumah Anton Bagaskara, mereka berkumpul dengan aneka macam hidangan. Mereka dengan sengaja mengundang Dave dan Risa dan juga Veina.Anton Bagaskara terlihat
Pagi mulai merayap memancarkan sinarnya. Dari setiap asa yang terbersit, selalu ada cara untuk menempuh harapan yang ingin ia wujudkan.Harapan terbesar yang hampir ingin dicapai manusia adalah mereka ingin menikmati bahagia di hari ini.Doa dilantunkan, dipanjatkan demi mengharapkan takdir yang baik untuk dirinya dan orang yang dicintainya.Siapa yang tak ingin bahagia?Mustahil bagi manusia untuk berharap tidak bahagia.Akan tetapi pada sebagian hidup yang ia jalani, ia harus menempuh ujian sampai ia akan tahu di akhir ujian itulah kebahagiaan yang sebenarnya.Bahagia itu relatif, demikian kata sebagian orang.Seorang yang membutuhkan uang, ia akan bahagia saat mendapatkan uang yang ia inginkan.Seorang yang membutuhkan kasih sayang, maka ia akan mengharapkan kasih sayang dan cinta dan ia akan bahagia karenanya.Sebagian orang memilih untuk tidak perduli dengan pencapaian orang lain, ia merasa cukup dengan apa yang ada pada dirinya, bersyukur dengan apa yang ia miliki.Ia menutup ma
"Maafkan Ceila, Bu. Dia sedikit takut," kata Risa dengan memeluknya."Takut? Apa ini? Kenapa dia harus takut denganku?" heran Veina."Mom, kau memang menakutkan, Ceila kan belum mengenalmu, jadi wajar kalau dia takut dengan wajah seram Mommy," kata Dave kemudian, dia berbicara dengan sedikit mengulas senyum."Apa apaan, kau omong kosong ya?"Risa ikut tersenyum karena kelakuan Dave yang menggoda ibunya."Masalah ini sedikit rumit menjelaskannya, Bu. Yang jelas Ceila tahu Ibu baru di penjara seperti ibunya."Veina merenungkannya, Risa mungkin sedang mengatakan kalau Ceila memiliki traumatis bahkan saat bertemu dirinya."Baiklah, aku bisa mengerti. Padahal aku sangat ingin memeluk cucu Perempuanku, eh, kenapa sampai takut begitu...ufh," keluhnya. "Tapi, cepatlah berkumpul bersama Barbara, kita harus punya foto kenangan yang bagus, oke?""Baik, Bu."Risa akhirnya membujuk Ceila untuk berkumpul bersama keluarga dan mengatakan bahwa Selen tidak mungkin ada di tempat pesta tersebut. Ia sung
"Anu...kamu sekarang...""Ya, tentu saja aku harus ada di sini, ini adalah pernikahan putriku. Bagaimana kabar kalian, apakah semua baik?""Iya... tentu saja kami baik. Dan kamu, apakah menetap di sini sekarang? Aku dengar kamu ada di Belanda.""Benar, aku memang di Belanda kemarin, tapi sekarang aku akan menetap di sini.""Di rumah ini?" kata salah seorang menyahut."Tidak. Sekarang aku masih dalam masa tahanan, tapi kalau sudah bebas nanti, aku mungkin akan membeli rumah di sekitar sini.""Apa maksudmu dalam masa tahanan? Apa kau.... melakukan kejahatan?" tanya salah satunya ragu, sementara yang lain saling melihat. Mereka makin memperhatikan penampilan Veina yang sangat mewah dan mencolok, memangnya kejahatan apa yang dia perbuat?Pandangan mata mereka mulai berubah canggung, sepertinya ada sedikit rasa takut pada Veina."Jangan kuatir, aku bukan pembunuh kecuali dengan terpaksa," kata Veina dengan tersenyum yang membuat para wanita itu semakin gugup.Saat itu Lena juga ikut mendek
Warna bahagia meliputi suasana sebuah aula pertemuan milik Anton Bagaskara. Gedung megah itu memiliki kesibukan yang tak biasa pada hari itu.Penjagaan ketat di berbagai tempat samasekali tidak menghilangkan suasana rileks dan bersahabat menyambut siapapun yang hadir dalam undangan pernikahan Ovan dan Barbara.Bahkan saat mereka melihat semakin ke dalam, maka mereka akan menyaksikan lebih banyak keindahan dan suasana bahagia yang semakin kentara."Aku merasa gaun ini menonjolkan bentuk perutku yang semakin besar, suamiku. Apa ini masih enak dilihat? Jangan salah faham, aku bukan malu karena hamil, tapi aku kasihan kalau sampai desainer pakaian ini kecewa saat melihatku dalam bentuk tubuh seperti ini," katanya.Ovan hanya tersenyum geli karena Barbara malah sangat gugup dengan bentuk tubuhnya."Kau memang sangat jelek sekarang ini. Tapi itu sih bukan salahku."Mendengar jawaban Ovan yang tak memiliki beban itu Barbara jadi sangat kesal."Kau bilang tak bersalah? Baiklah, aku akan memba
Persidangan berjalan sangat lancar. Sebab, tidak ada bantahan baik itu Selen atau Leo dalam menanggapi dakwaan hakim. Mereka hanya pasrah dan menunduk dalam atas semua yang mereka dengar.Percuma saja melawan, toh semuanya sudah ketahuan."Dengan ini, maka pengadilan hukum pidana memutuskan untuk Nyonya Selen mendapatkan hukuman pidana selama dua belas tahun karena percobaan pembunuhan terhadap sahabatnya sendiri, dan denda senilai lima ratus juta rupiah atas kerusakan yang telah ditimbulkan."Tok Tok Tok!Suara riuh menggema di dalam ruangan tersebut. Mereka senang dengan keputusan hakim atas Selen."Selain itu, kami juga memutuskan untuk menjatuhkan hukuman kepada Saudara Leo selama sepuluh tahun penjara karena telah menyembunyikan bukti dan percobaan pelecehan kepada saudara Barbara."Tok Tok Tok!Kembali suara riuh ruangan itu menggema atas apa yang mereka dengar dari keputusan hakim.Tidak ada lagi keberatan yang akan mereka, Leo dan Selen sampaikan kecuali pasrah dengan putusan
Dave sedikit terkesima, ia melupakan sosok kecil putrinya yang mungkin akan terluka saat melihat Selen mendapatkan hujatan di pengadilan nanti. Ia tak seharusnya membiarkan Ceila menyaksikan hal itu."Kau benar, kurasa kita tidak perlu datang dan mengikuti jalannya pengadilan. Lebih baik kita pergi bersama ke suatu tempat untuk rekreasi. Aku akan mengatakan hal ini pada Barbara dan meminta maaf.""Atau sebaiknya kau saja yang datang? Aku akan menjaga Ceila dan tidak menyinggung hal ini. Jangan sampai Ceila sedih karenanya."Dave berpikir sebentar, ia juga penasaran soal jalannya pengadilan, tapi juga ingin menghabiskan waktu bersama Risa dan Ceila alih-alih melihat mantan kekasihnya yang menyedihkan."Dave, kau melamun?""Eh, bukan begitu. Aku sedang berpikir kalau Ceila sampai melihat hal semacam itu, pastilah akan menjadi traumatis di hari akan datang."***Keesokan harinya, mereka memang sudah sangat ramai berkumpul di pengadilan. Antusias kerabat Barbara terlihat memenuhi teras pe
"Wow, kenapa kalian tidak memanggil kami? Kami bisa saja datang ke sana dan membalas perbuatan mereka.""Hentikan omong kosong kamu Dave! Ovan sudah menyerahkan semuanya pada polisi, nggak perlu repot-repot. Kau hanya perlu mengangkat semua tas itu, oke?"***"Baik, karena semua sudah berkumpul, mari kita melanjutkan pembicaraan kita soal pesta pernikahan Barbara dan Ovan.. Aku ingin pesta pernikahan ini dibuat sangat meriah dan berkesan.""Tunggu! kenapa pernikahan ini diselenggarakan tanpa keluarga Ovan? Ini sangat tak biasa," protes bibi Barbara. "Bukan tak percaya, tapi ..""Bibi, mereka punya tempat tinggal yang sangat jauh. Mereka sangat kesulitan. Toh orang tua Ovan telah tiada, untuk apa memaksakan diri?" jawab Barbara sedikit berbohong. "Barbara, apakah semua baik-baik saja? Sepertinya ada sesuatu yang terjadi di sana?"Barbara menarik tangan Lena dan membawanya ke kamar miliknya."Bu, aku tidak bisa menceritakan semuanya sekarang ini. Akan tetapi aku pasti akan menceritakan
Ovan yang sudah kembali dengan banyak makanan di kantong belanjanya melihat Barbara terlihat sangat pucat."Sayang, apa kau baik-baik saja? Kau terlihat sangat pucat. Ada apa?"Barbara tak menjawab, ia hanya memberikan isyarat untuk Ovan melihatnya dengan menunjuk ke arah Laptop."Apa yang terjadi?"Pria itupun masuk ke mobil dan melihat laptopnya.Ovan sangat terkejut karena melihat serombongan orang menyusup ke dalam rumahnya. Bukan satu atau dua orang, tapi ada sekitar tujuh orang pria. Mereka sungguh mengincar apa yang ia miliki. Terlihat beberapa orang berjaga dan yang lainnya memeriksa kotak perhiasan. Mereka sungguh perampok dengan persenjataan lengkap berupa senapan dan senjata tajam. Semua fenomena itu, persis seperti apa yang ia takutkan.Itulah sebabnya ia tidak mau mengambil resiko nyawa, tidak akan!"Kau sudah melihatnya bukan? Kau bisa melihat betapa kejamnya mereka ini. Bahkan dengan apa yang mereka lakukan itu tidak seorangpun yang bisa melarangnya. Aku sangat yakin me