Barbara terlihat murung, mendapatkan penjelasan bahwa Ovan pergi ke Belanda dan meninggalkan barang barangnya di flat milik Jack. Sangat aneh baginya bahkan hanya ponsel hadiah darinya, Ovan tak membawanya. Mungkinkah Ovan hendak memutuskan kontak darinya?Reno bisa merasakan kegalauan Barbara. Sepertinya Barbara juga cemburu dengan Ovan yang memiliki kekasih di Australia. Sejauh ini, pernikahan Barbara justru masih rahasia di hadapan Jack."Kalau begitu, malam ini aku akan ke Belanda untuk mengikutinya bukan?"Barbara menatapnya sejenak. "Tentu saja, kau harus cari tahu kemana suamiku pergi, mengerti?!" sentaknya karena kesal.Reno sungguh melihat rasa kecewa Barbara. Akan tetapi ia lebih baik diam daripada semakin dijadikan objek kemarahan, imbas kekesalan Barbara.#Ovan menemui Nyonya Vein.Sebuah mansion megah dengan puluhan pengawal di gerbang luarnya membuat Ovan menciut. Ia khawatir,. Nyonya Vein tak mau menemuinya.Wanita ini menurutnya
Nyonya Vein tertawa lebar. "Baik, lakukan sebisamu. Sekarang, pergilah dari tempat ini. Jangan pernah temui aku lagi. Oke?""Sialan! Kau ini..!" Ovan melangkah maju untuk mencekik leher Nyonya Vein. Akan tetapi dua orang bodyguard sudah menghadang dengan mencekal tangannya kuat. dan segera menyeretnya keluar.Tubuh kekar dua pria dengan kulit hitamnya tentu saja membuat Ovan tak berkutik sama sekali. Mereka melemparkan tubuhnya ke dalam pintu lift yang terbuka dengan lemparan yang cukup keras."Arghh"Ovan meringis kesakitan.Tinit tinit tinitSeketika pintu lift tertutup dan bergerak turun menuju lantai dasar.Dalam tiga puluh detik, pintu lift itu sudah terbuka kembali, dan saat terbuka dua orang bodyguard lain sudah menunggunya.Ovan menatap mereka berdua dan berdiri merapikan bajunya."Oke oke, aku akan pergi. Tidak perlu repot-repot menyuruhku keluar, oke. I have to go," katanya dengan memberikan isyarat tangan terbuka.Di pintu
Barbara telah sampai di Jakarta dengan hati yang hancur.Ia sangat mencintai Ovan dan bahkan banyak sekali rahasia dibalik diri seorang Ovan. Seakan akan sebuah sandiwara gelap yang belum terungkap apa akhir dari jalan cerita ini sebenarnya. Misteri peretasan, misteri pernikahan tanpa sentuhan, misteri kepergian Ovan dengan ponsel hadiah darinya yang dicampakkan. Apakah Ovan akan kembali kepadanya ataukah kepada kekasihnya bernama Vanessa itu?Barbara tak mengerti, bagaimana menyimpulkan kisah hidupnya ini.Saat termenung, Michael menelponnya."Hmm?""Hei, mana suaramu, kau lagi sakit?""Enggak, aku lagi kesal," keluhnya."Oh, kalau begitu nanti saja aku menelpon kamu.""Apa kamu mau mati? Ada apa? Kau tak akan menelponku kalau tak penting.""Kau paling tahu dengan prinsipku. Benar, ini sangatlah penting. Masalah Ovan, temanku sudah mendapatkan informasi.""Katakan sekarang juga, aku sangat penasaran.""Ovan seorang mafia.""Apa?
Wajah Ovan sudah pucat, karena hampir satu jam ia tak bisa mendapatkan informasi tentang Vanessa bahkan di loket informasi rumah sakit. Ini sangat aneh, merek seakan menyembunyikan sesuatu.Hingga akhirnya ia melihat seorang pria berjubah putih baru turun dari mobilnya, ia langsung tahu bahwa pria dengan pakaian dokter dan memakai mantel tebal itu adalah dokter Bernard.Tak mau kehilangan kesempatan, Ovan menyergap dokter Bernard itu."Dokter, kau ingat aku bukan? Katakan dimana Vanessa sekarang," ujarnya dengan mencengkram kerah leher dokter tersebut.Sang dokter menautkan alisnya. Hari itu akhirnya tiba juga, dimana kekasih Vanessa pasti akan menuntutnya setelah melihat Vanessa tidak lagi di ruangan tersebut."Lepaskan tanganmu, kalau kau ingin mendengar apa yang sedang terjadi sebenarnya."Ovan kemudian melepaskan tangannya sementara tatap matanya masih begitu tajam."Apa yang terjadi? Dimana Vanessa? Aku telah membawa uang yang mencukupi untukmu,
Seolah masih di alam mimpinya, ia mendengar suara pria yang dicintainya itu. Ya, ia bahkan tidak ingin membuka matanya sehingga ia kehilangan suara Ovan di telinganya. Ia masih ingin merasakan kehangatan suasana itu, bukan rasa dingin semua peralatan rumah sakit yang sering membuatnya pasrah dan kesakitan. Ia ingin terus mendengar dan menolak untuk bangun dari tidurnya."Vanessa, bangunlah sayang, ini aku, Ovan. Tidakkah kau merindukanku?" bisik Ovan lagi dengan lembut di telinga Vanessa.Vanessa merasa suara itu sangat nyata di telinganya."Mungkinkah aku tidak sedang bermimpi?" gumamnya sangat pelan, lalu ia perlahan membuka sedikit matanya.Bayangan sesosok pria semakin memberinya harapan bahwa ini bukanlah mimpi semata."Ovan ku... Ovan?" bibirnya bergetar saat melihat siapa yang datang. Tubuh lemahnya berusaha untuk bangkit, tapi rasa sakit tiba tiba menyerang."Tenanglah, ini aku. Berbaringlah dengan tenang, aku akan menjagamu sekarang ini" ujarnya
"Siapa kau ini sebenarnya, apakah kau ibuku?" akhirnya Vanessa memberanikan diri untuk bertanya.Wanita itu mengangguk pelan, seolah beban yang sangat berat mengatakan hal semacam itu."Benar, aku adalah ibumu, Vanessa."Vanessa menjauh dari wanita itu, bagaimana bisa setelah membuangnya begitu saja dan sekarang datang mengatakan dirinya adalah seorang ibu? Ibu mana yang tega membuang anaknya sehingga dia besar dalam asuhan pembantu?"Untuk apa kau datang? Bukankah kau tidak menginginkan aku selama ini?""Siapa yang mengatakan hal itu, Vanessa? Apakah ayahmu? Setelah dia membawa pergi kalian, apa yang telah ia lakukan padaku?" "Bagaimana aku tahu? Kau seharusnya datang jauh sebelum hari ini!" teriak Vanessa kesal. Ia hampir saja merasa frustasi tinggal bersama saudara tirinya Yang kembar itu. Mereka selalu saja membuat ulah dan merisaknya.Wanita itu malah menangis, merasa sangat terpukul karena datang terlambat, ia bisa merasakan kekecewaan Vanessa
"Betapa malangnya, sehingga ibu melahirkan tiga anak tapi ibu tak pernah memilikinya? Apa yang ibu harapkan?" lirih Vanessa hampa."Ibu menyesal tapi kau tidak pernah tahu bagaimana penderitaan ibu sebenarnya, dan ibu hanya berharap kau mau kembali si sisiku, Vanessa."Vanessa tersenyum mengejek. Meskipun sebenarnya ia merindukan sosok seorang ibu, akan tetapi dirinya dalam keadaan yang payah dan juga kecewa."Untuk apa? Sungguh lebih baik kita dalam kehidupan kita masing-masing seperti kemarin, saat kita tidak mengenal satu sama lain. Aku tidak pernah menyesal dan menuntut apapun darimu, pergilah, ayah juga sudah memintamu pergi dan tidak menemui aku lagi.""Tidak, aku tahu bagaimana kamu hidup bersama mereka, aku tak akan membiarkan hidupmu menderita lagi.""Tidak! Kau sungguh tidak tau apa-apa tentang hidup yang ku rasakan. Lihatlah dirimu, pakaian mewah yang kau kenakan,hah... bagaimana kau bisa tahu apa yang kurasakan?" Vanessa mengguncang tubuh Veina,
Vanessa masih menggelengkan kepalanya. Seolah-olah dia mempertaruhkan cinta mereka demi penyakitnya?"Jika itu terjadi, aku lebih baik mati, aku tak akan hidup dalam pengkhianatan."Veina tak menjawab. Ia sendiri tidak yakin apakah hati Ovan berkhianat atau tidak. Akan tetapi sebuah informasi mengatakan, Ovan akan meninggalkan Barbara demi Vanessa.Ia justru merasa Ovan hanya mencintai Vanessa."Akan tetapi Vanessa, Ovan rela mati untuk kamu bisa hidup lebih lama lagi, apakah menurutmu dia tidak mencintaimu?"Veina mengeluarkan beberapa lembar foto pernikahan Barbara di sebuah Vila yang berhasil ia dapatkan. Bagaimanapun ia harus membuktikan pada Vanessa bahwa itulah yang terjadi sebenarnya.Vanessa pun akhirnya melihatnya, ia ingin tahu fakta sebenarnya."Ini adalah Barbara, kakak perempuanmu. Dia adalah putriku bersama Anton Bagaskara. Hidupnya bagaikan seorang putri raja yang serba kecukupan, dan dia juga terlihat sangat mencintai Ovan," kisah Vei