Malam larut, mereka hanya insan yang kesepian di sebuah kamar hotel, hanya membutuhkan satu sama lain. Ovan mulai melihat pesona Barbara yang begitu menggoda meskipun ia sadar, tak seharusnya ia tertarik. Seharusnya ia mencurahkan perasaan itu hanya untuk Vanessa. Sementara wanita di hadapannya itu menatap sendu seakan mendambakan sesuatu. Sama seperti dirinya yang menginginkan hal itu. Mereka terbuai dalam gejolak hasrat saling melampiaskan. Barbara merengkuh leher Ovan begitu erat, menyatukan bibir mereka dan bahkan lebih dan lebih dari itu mereka mulai terbakar gairah.Hingga sebuah dering telepon mengejutkan mereka."Ovan, siapa yang menelpon malam malam begini?" tanya Barbara dalam posisi masih terkungkung tubuh Ovan. Dengan segera Ovan meraih ponsel Barbara."Ini dari papa, angkatlah, sepertinya sangat penting."Barbara mengangkat panggilan itu."Papa, apa yang terjadi? Kenapa meneleponku?""Barbara, kau harus pulang ke rumah malam ini juga. Ada masalah penting di kantor. Kau h
Mata Barbara sedikit berbinar, setidaknya ia bisa berharap Ovan tidak sebrengsek itu. Ia akan memaafkan masa lalu Ovan, toh dirinya juga tidak sempurna. "Kalau begitu, kau melakukannya karena apa? Apakah karena uang?"Ovan memalingkan wajahnya, melihat jalanan padat di sekitarnya di luar mobilnya. Ia selalu melakukan segalanya untuk uang, bukan untuk mencari bahagia bagi dirinya sendiri, akan tetapi demi seseorang yang sangat ia cintai. Lalu bagaimana ini bisa dikatakan mencintai, kalau dia benar-benar terjatuh dalam pesona Barbara?'Tidak, itu berbeda. Aku tidak jatuh cinta pada wanita ini, ini hanya sedikit kesalahan, ini karena rasa kasihan untuk sementara waktu,' batinnya bermonolog."Ovan?""Oh, Barbara...aku jadi sedikit malu mengatakannya.""Kenapa malu? Aku ini istrimu, apakah dulu kau butuh uang untuk kuliah? Hmm, sekarang, kau bisa mengatakannya kepadaku berapapun yang kau butuhkan. Aku punya uang, kau bisa memakainya.""Barbie, kau tak perlu terlalu memikirkan hal semacam
Ovan merasa sakit, sejauh ini ia melangkah ia telah kehilangan kesempatan yang sangat berharga dalam hidupnya. Menyelamatkan Vanessa, itu adalah tujuan utamanya, tapi apa?Ia terlena dengan kemesraan bersama Barbara, ia lupa bahwa Nyonya Vein telah benar-benar melakukan keinginannya sendiri karena kehilangan kesabaran padanya."Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?" lirihnya dengan pandangan kosong di lantai yang dingin.Di Perusahaan, beberapa orang berkumpul dengan perangkat mereka. Terlihat sekali bagaimana sibuknya dan seriusnya mereka. Tuan Anton Bagaskara menunggu dengan cemas, apa yang sedang mereka kerjakan. "Papa, berapa uang kita yang hilang?" bisik Barbara.Anton menatap putrinya, ia sedih karena harus mengganggu acara bersenang senang pengantin baru putrinya."Hanya seratus ribu setiap beberapa menit, dan ini sudah berlangsung selama tiga puluh jam. Sepertinya mereka akan menguras seluruh aset milik kita.""Apa yang harus kita lakukan, Pa?""Sebagian, Papa sudah mem
"Kau sudah datang? Uhmm, maaf, aku tertidur jadi tak mendengar kalau kau sudah sampai di rumah.""Tak apa, ayolah ganti pakaianmu. Kau terlihat sangat letih, seharusnya tidurlah yang nyaman di tempat tidur."Ovan menurut saat Barbara memintanya untuk berganti pakaian. Wanita itu sedikit tertatih tatih karena apa yang dideritanya belum sembuh total."Jangan dipaksakan, aku bisa melakukannya sendiri," ujarnya saat Barbara mencoba menyiapkan pakaian untuk Ovan. "Dan kau pasti lebih letih dariku, kau juga harus membersihkan dirimu dan mengganti pakaian yang nyaman."Barbara tersenyum, Ovan yang begitu perhatian, ia sungguh menyukainya. Bagaimana mungkin ayahnya menuduh Ovan seorang pria yang berkhianat?"Aku akan membantumu ke kamar mandi, dan setelah selesai mari kita beristirahat bersama.""Hmm."Mereka berbaring di pembaringan dengan berpelukan erat. Meskipun Ovan merasa brengsek melakukannya, hatinya masih belum stabil dan membutuhkan seseorang untuk bisa menghiburnya. Entah mengapa,
Mendengar umpatan Barbara, jantung Ovan berdesir kencang. Ia menatap binar kemarahan yang teramat sangat di mata gadis itu, akan tetapi itu sangat wajar juga.Lalu bagaimana kalau seandainya Barbara tahu, dirinya adalah pelakunya?Kekecewaan Barbara kepadanya pasti akan berlipat-lipat dari hanya sekedar kecewa kepada Leo yang berkhianat kepada Barbara itu. Kekecewaan Barbara mungkin tidak akan habis sampai tujuh turunan karena ini tidak hanya penipuan uang, tapi penipuan cinta.Mereka tiba di Perusahaan. Anton Bagaskara masih sibuk dengan pekerjaannya mengawasi team yang sedang mengatasi keadaan perusahaan yang genting. Saat masuk ke ruangan itu Barbara dikejutkan dengan kehadiran Leo di dalam ruangan kerja mereka."Leo?" "Hai Barbara, kau bekerja di perusahaan ini? Ouh, bahkan Ovan suamimu ini juga di perusahaan yang sama." Pandangan Leo menusuk ke arah Ovan yang berdiri di samping Barbara."Bukan urusanmu, kami tidak merepotkan kamu, untuk apa kamu julid begitu?""Bukan julid, tapi
"Aku tahu, aku tahu dan ini membuatku harus membuktikan dengan caraku sendiri, jangan sampai Ovan menjadi orang yang bersalah atas sesuatu yang bukan perbuatannya."Leo merasa kesal, ia tak mengerti mengapa Barbara melindungi seorang penjahat seperti Ovan, membiarkan orang rendahan seperti Ovan berada di sisinya. Ya, Ovan tak lebih baik dari dirinya."Baik, terserah padamu. Aku hanya merasa heran, bagaimana mungkin perusahaan ini tidak memeriksa latar belakang seseorang dan bahkan memanfaatkan kamu? Orang seperti Ovan bisa bekerja di tempat ini pastilah karena kamu terlalu percaya kepadanya."Barbara tak perduli dengan ocehan Leo mengenai Ovan. Ia masih shock dan belum hilang rasa terkejutnya."Barbie, aku juga tahu bahwa Ovan itu hanyalah pria brengsek, aku tahu siapa jati dirinya dengan sebutan sang Pangeran."Barbara terkejut. "K-kau juga tahu itu?""Ya, aku tahu dan aku waktu itu hendak memberi tahu kepadamu di hari pernikahanmu..., tapi sayangnya kau malah marah kepadaku."Barbar
Leo mengepalkan tangannya, ucapan Barbara membuatnya merasa sangat bersalah dan marah pada dirinya sendiri. Bodohnya ia mengecewakan gadis yang mencintainya dengan tulus. Bodohnya ia telah membuat Barbara terluka dan tidak mencintai dirinya lagi. Sekarang ia bisa melihat bagaimana kalau Barbara sudah mencintai seseorang, ia bahkan rela menjadi istri seorang pria seperti Ovan."Baik, aku mengaku salah. Akan tetapi aku berharap kau memaafkan aku. Dan apabila ternyata terjadi sesuatu padamu, jangan segan segan untuk datang kepadaku. Aku menyesal telah membuatmu kecewa, tapi percayalah aku memang masih mencintaimu."Barbara hanya bisa menatap jengah pada Leo yang berbicara sangat serius. "Lupakan, aku akan mencari Ovan dan harus berbicara dengannya."Barbara segera pergi. Lalu ia menghubungi Ovan dan bertemu di suatu tempat."Kenapa kau buru buru pergi dan meninggalkan aku? Apa kau tak cemburu kalau aku berduaan saja dengan Leo? Kau tak marah aku bersama dengan mantan pacarku?"'Cemburu?
Apa yang dikatakan Barbara memang benar. Barbara memang putri tunggal seorang konglomerat. Akan tetapi kehidupan pribadinya tidak terlalu memanjakannya. Ia bekerja keras, melakukan banyak hal sendirian meskipun tubuhnya tidak sempurna. Ovan melihat banyak sisi kebaikan Barbara yang cukup mengagumkan."Apa kau sering ke tempat ini? Aku melihat kau seperti sudah terbiasa melaluinya.""Dulu, saat aku masih lima belasan tahun, aku cukup sering ke tempat ini. Setelah dewasa, waktuku banyak tersita di perusahaan, sehingga cukup jarang datang ke tempat ini."Tak lama kemudian mereka telah sampai di sebuah tempat yang lebih kumuh lagi. Di pinggir kanal yang lebar, beberapa perahu kayu tertambat di sekitarnya. Beberapa rumah kayu yang tidak tertata rapi dengan sampah yang berserakan, Ovan masih belum tahu untuk apa mereka ke tempat itu.Pria botak berhenti di sekumpulan orang yang sedang bermain catur. Sepertinya mereka menghabiskan waktu untuk minum kopi dan bermain catur di tengah malam. Sun
"Apakah kisah kita juga termasuk yang unik?" kali ini Risa berkata sambil senyum-senyum."Kita? Apa kau sungguh mencintaiku?""Jawab saja pertanyaanku!"Drett dreett dreett!Ponsel Dave berdering dan pria itu lalu mengambil ponsel di sakunya.["Halo, ada apa?"]["Kenapa galak begitu? Aku mengganggumu?"]["Tidak, tapi kau merusak aktifitasku."]["Oh sayangku, tapi hari ini kau harus segera datang karena ini sangat penting, Dave."]["Barbara, kau selalu saja menganggap penting masalahmu. Kau bisa bilang dari sekarang, ada apa dan kenapa kami harus datang?"]["Terserah, kau harus datang! Titik!"]Klep!"Siapa?" Risa bertanya."Siapa lagi kalau bukan saudara perempuanku yang bawel itu, heh?" kata Dave, tapi dia malah tersenyum. "Bersiaplah, kita harus datang ke rumah mereka."Tak ada jawaban, Risa hanya bergegas sesuai kata Dave. Di rumah Anton Bagaskara, mereka berkumpul dengan aneka macam hidangan. Mereka dengan sengaja mengundang Dave dan Risa dan juga Veina.Anton Bagaskara terlihat
Pagi mulai merayap memancarkan sinarnya. Dari setiap asa yang terbersit, selalu ada cara untuk menempuh harapan yang ingin ia wujudkan.Harapan terbesar yang hampir ingin dicapai manusia adalah mereka ingin menikmati bahagia di hari ini.Doa dilantunkan, dipanjatkan demi mengharapkan takdir yang baik untuk dirinya dan orang yang dicintainya.Siapa yang tak ingin bahagia?Mustahil bagi manusia untuk berharap tidak bahagia.Akan tetapi pada sebagian hidup yang ia jalani, ia harus menempuh ujian sampai ia akan tahu di akhir ujian itulah kebahagiaan yang sebenarnya.Bahagia itu relatif, demikian kata sebagian orang.Seorang yang membutuhkan uang, ia akan bahagia saat mendapatkan uang yang ia inginkan.Seorang yang membutuhkan kasih sayang, maka ia akan mengharapkan kasih sayang dan cinta dan ia akan bahagia karenanya.Sebagian orang memilih untuk tidak perduli dengan pencapaian orang lain, ia merasa cukup dengan apa yang ada pada dirinya, bersyukur dengan apa yang ia miliki.Ia menutup ma
"Maafkan Ceila, Bu. Dia sedikit takut," kata Risa dengan memeluknya."Takut? Apa ini? Kenapa dia harus takut denganku?" heran Veina."Mom, kau memang menakutkan, Ceila kan belum mengenalmu, jadi wajar kalau dia takut dengan wajah seram Mommy," kata Dave kemudian, dia berbicara dengan sedikit mengulas senyum."Apa apaan, kau omong kosong ya?"Risa ikut tersenyum karena kelakuan Dave yang menggoda ibunya."Masalah ini sedikit rumit menjelaskannya, Bu. Yang jelas Ceila tahu Ibu baru di penjara seperti ibunya."Veina merenungkannya, Risa mungkin sedang mengatakan kalau Ceila memiliki traumatis bahkan saat bertemu dirinya."Baiklah, aku bisa mengerti. Padahal aku sangat ingin memeluk cucu Perempuanku, eh, kenapa sampai takut begitu...ufh," keluhnya. "Tapi, cepatlah berkumpul bersama Barbara, kita harus punya foto kenangan yang bagus, oke?""Baik, Bu."Risa akhirnya membujuk Ceila untuk berkumpul bersama keluarga dan mengatakan bahwa Selen tidak mungkin ada di tempat pesta tersebut. Ia sung
"Anu...kamu sekarang...""Ya, tentu saja aku harus ada di sini, ini adalah pernikahan putriku. Bagaimana kabar kalian, apakah semua baik?""Iya... tentu saja kami baik. Dan kamu, apakah menetap di sini sekarang? Aku dengar kamu ada di Belanda.""Benar, aku memang di Belanda kemarin, tapi sekarang aku akan menetap di sini.""Di rumah ini?" kata salah seorang menyahut."Tidak. Sekarang aku masih dalam masa tahanan, tapi kalau sudah bebas nanti, aku mungkin akan membeli rumah di sekitar sini.""Apa maksudmu dalam masa tahanan? Apa kau.... melakukan kejahatan?" tanya salah satunya ragu, sementara yang lain saling melihat. Mereka makin memperhatikan penampilan Veina yang sangat mewah dan mencolok, memangnya kejahatan apa yang dia perbuat?Pandangan mata mereka mulai berubah canggung, sepertinya ada sedikit rasa takut pada Veina."Jangan kuatir, aku bukan pembunuh kecuali dengan terpaksa," kata Veina dengan tersenyum yang membuat para wanita itu semakin gugup.Saat itu Lena juga ikut mendek
Warna bahagia meliputi suasana sebuah aula pertemuan milik Anton Bagaskara. Gedung megah itu memiliki kesibukan yang tak biasa pada hari itu.Penjagaan ketat di berbagai tempat samasekali tidak menghilangkan suasana rileks dan bersahabat menyambut siapapun yang hadir dalam undangan pernikahan Ovan dan Barbara.Bahkan saat mereka melihat semakin ke dalam, maka mereka akan menyaksikan lebih banyak keindahan dan suasana bahagia yang semakin kentara."Aku merasa gaun ini menonjolkan bentuk perutku yang semakin besar, suamiku. Apa ini masih enak dilihat? Jangan salah faham, aku bukan malu karena hamil, tapi aku kasihan kalau sampai desainer pakaian ini kecewa saat melihatku dalam bentuk tubuh seperti ini," katanya.Ovan hanya tersenyum geli karena Barbara malah sangat gugup dengan bentuk tubuhnya."Kau memang sangat jelek sekarang ini. Tapi itu sih bukan salahku."Mendengar jawaban Ovan yang tak memiliki beban itu Barbara jadi sangat kesal."Kau bilang tak bersalah? Baiklah, aku akan memba
Persidangan berjalan sangat lancar. Sebab, tidak ada bantahan baik itu Selen atau Leo dalam menanggapi dakwaan hakim. Mereka hanya pasrah dan menunduk dalam atas semua yang mereka dengar.Percuma saja melawan, toh semuanya sudah ketahuan."Dengan ini, maka pengadilan hukum pidana memutuskan untuk Nyonya Selen mendapatkan hukuman pidana selama dua belas tahun karena percobaan pembunuhan terhadap sahabatnya sendiri, dan denda senilai lima ratus juta rupiah atas kerusakan yang telah ditimbulkan."Tok Tok Tok!Suara riuh menggema di dalam ruangan tersebut. Mereka senang dengan keputusan hakim atas Selen."Selain itu, kami juga memutuskan untuk menjatuhkan hukuman kepada Saudara Leo selama sepuluh tahun penjara karena telah menyembunyikan bukti dan percobaan pelecehan kepada saudara Barbara."Tok Tok Tok!Kembali suara riuh ruangan itu menggema atas apa yang mereka dengar dari keputusan hakim.Tidak ada lagi keberatan yang akan mereka, Leo dan Selen sampaikan kecuali pasrah dengan putusan
Dave sedikit terkesima, ia melupakan sosok kecil putrinya yang mungkin akan terluka saat melihat Selen mendapatkan hujatan di pengadilan nanti. Ia tak seharusnya membiarkan Ceila menyaksikan hal itu."Kau benar, kurasa kita tidak perlu datang dan mengikuti jalannya pengadilan. Lebih baik kita pergi bersama ke suatu tempat untuk rekreasi. Aku akan mengatakan hal ini pada Barbara dan meminta maaf.""Atau sebaiknya kau saja yang datang? Aku akan menjaga Ceila dan tidak menyinggung hal ini. Jangan sampai Ceila sedih karenanya."Dave berpikir sebentar, ia juga penasaran soal jalannya pengadilan, tapi juga ingin menghabiskan waktu bersama Risa dan Ceila alih-alih melihat mantan kekasihnya yang menyedihkan."Dave, kau melamun?""Eh, bukan begitu. Aku sedang berpikir kalau Ceila sampai melihat hal semacam itu, pastilah akan menjadi traumatis di hari akan datang."***Keesokan harinya, mereka memang sudah sangat ramai berkumpul di pengadilan. Antusias kerabat Barbara terlihat memenuhi teras pe
"Wow, kenapa kalian tidak memanggil kami? Kami bisa saja datang ke sana dan membalas perbuatan mereka.""Hentikan omong kosong kamu Dave! Ovan sudah menyerahkan semuanya pada polisi, nggak perlu repot-repot. Kau hanya perlu mengangkat semua tas itu, oke?"***"Baik, karena semua sudah berkumpul, mari kita melanjutkan pembicaraan kita soal pesta pernikahan Barbara dan Ovan.. Aku ingin pesta pernikahan ini dibuat sangat meriah dan berkesan.""Tunggu! kenapa pernikahan ini diselenggarakan tanpa keluarga Ovan? Ini sangat tak biasa," protes bibi Barbara. "Bukan tak percaya, tapi ..""Bibi, mereka punya tempat tinggal yang sangat jauh. Mereka sangat kesulitan. Toh orang tua Ovan telah tiada, untuk apa memaksakan diri?" jawab Barbara sedikit berbohong. "Barbara, apakah semua baik-baik saja? Sepertinya ada sesuatu yang terjadi di sana?"Barbara menarik tangan Lena dan membawanya ke kamar miliknya."Bu, aku tidak bisa menceritakan semuanya sekarang ini. Akan tetapi aku pasti akan menceritakan
Ovan yang sudah kembali dengan banyak makanan di kantong belanjanya melihat Barbara terlihat sangat pucat."Sayang, apa kau baik-baik saja? Kau terlihat sangat pucat. Ada apa?"Barbara tak menjawab, ia hanya memberikan isyarat untuk Ovan melihatnya dengan menunjuk ke arah Laptop."Apa yang terjadi?"Pria itupun masuk ke mobil dan melihat laptopnya.Ovan sangat terkejut karena melihat serombongan orang menyusup ke dalam rumahnya. Bukan satu atau dua orang, tapi ada sekitar tujuh orang pria. Mereka sungguh mengincar apa yang ia miliki. Terlihat beberapa orang berjaga dan yang lainnya memeriksa kotak perhiasan. Mereka sungguh perampok dengan persenjataan lengkap berupa senapan dan senjata tajam. Semua fenomena itu, persis seperti apa yang ia takutkan.Itulah sebabnya ia tidak mau mengambil resiko nyawa, tidak akan!"Kau sudah melihatnya bukan? Kau bisa melihat betapa kejamnya mereka ini. Bahkan dengan apa yang mereka lakukan itu tidak seorangpun yang bisa melarangnya. Aku sangat yakin me