Apa yang dikatakan Barbara memang benar. Barbara memang putri tunggal seorang konglomerat. Akan tetapi kehidupan pribadinya tidak terlalu memanjakannya. Ia bekerja keras, melakukan banyak hal sendirian meskipun tubuhnya tidak sempurna. Ovan melihat banyak sisi kebaikan Barbara yang cukup mengagumkan."Apa kau sering ke tempat ini? Aku melihat kau seperti sudah terbiasa melaluinya.""Dulu, saat aku masih lima belasan tahun, aku cukup sering ke tempat ini. Setelah dewasa, waktuku banyak tersita di perusahaan, sehingga cukup jarang datang ke tempat ini."Tak lama kemudian mereka telah sampai di sebuah tempat yang lebih kumuh lagi. Di pinggir kanal yang lebar, beberapa perahu kayu tertambat di sekitarnya. Beberapa rumah kayu yang tidak tertata rapi dengan sampah yang berserakan, Ovan masih belum tahu untuk apa mereka ke tempat itu.Pria botak berhenti di sekumpulan orang yang sedang bermain catur. Sepertinya mereka menghabiskan waktu untuk minum kopi dan bermain catur di tengah malam. Sun
Hati Ovan bergetar, mendesir darah mengguncang kalbunya. Bagaimana mungkin Barbara mengatakan hal menyedihkan itu di hadapannya? Ia benar benar terjebak di dalam cinta seorang Barbara. Dua pilihan itu adalah melepaskan Barbara atau bertahan disisinya yang berarti ia harus merelakan Vanessa.'Tidak Ovan, Vanessa sekarat karena menunggumu, dia hampir mati karena menunggumu, bagaimana bisa kamu melupakan janjimu?'"Ovan, kau sungguh akan pergi ke Singapura, kau pasti akan kembali bukan? Aku tidak mau kau terlalu lama pergi sehingga membuat aku terlalu lama menunggu.""Apa yang kau pikirkan? Aku ini suamimu, bagaimana aku meninggalkan istriku terlalu lama, hmm?"'Sial, kenapa mulut ini selalu mengucapkan janji?' sesalnya dalam hati."Baiklah, aku selalu percaya kepadamu."Mereka menikmati malam di hulu sungai beberapa saat lamanya. Kembali ke rumah dengan rasa letih yang mendera. Barbara bukan gadis bodoh, bukan tak sengaja ia selalu membuat Ovan letih sepanjang hari. Barbara memang berus
"Leo, apa yang kau katakan? Pertanyaanmu ini...aku tak bisa mengerti.""Apa yang tak bisa kau mengerti? Aku sudah susah payah menghadiri pernikahan ini, kau malah mengomel. Baiklah, kalau kau memang ingin aku memakai pakaian itu, aku akan pulang dulu mengambilnya dan kita bisa menundanya beberapa jam kedepan, apa kau bersedia?""Kau...kau samasekali tak mengindahkan acara ini? Kau menganggap ini sungguh mainan? Tapi tidak bagiku Leo, bagiku ini adalah hari terindah yang akan menjadi kenangan tak terlupakan. Kenapa kau jadi seperti ini?""Ya ampun, kau mau menikah sekarang atau nanti? Hah?"Tiba-tiba seseorang menerobos masuk ke dalam. Itu adalah Sisca dengan membawa jas pria, ia baru saja menyewa dari salon terdekat."Sudah, jangan ribut. Ini aku sudah menyewa dari salon sebelah. Pakai saja jas ini dan segeralah keluar. Tamu sudah terlalu lama menunggu."Wajah Selen terlihat begitu kesal, tapi ia tak berdaya karena situasi memang sudah mendesak.Leo menerima jas itu, mengganti pakaian
Firasatnya begitu kuat. Akan tetapi apakah itu menjelaskan segalanya tentang sikap Leo?"Perusahaan itu memang besar, tapi bukankah itu milik ayahnya yang sangat otoriter.""Jangan asal bicara. Tuan Anton Bagaskara sangat kompeten dalam menjalankan usaha. Berjiwa besar dan tenang, aku bahkan tak pernah menyadari Barbara memiliki sifat yang mirip dengan ayahnya. Dia bukan gadis manja yang mengandalkan harta orang tuanya untuk bersantai dan bersenang-senang.""Leo, kau memuji Barbara di saat hari bahagia ini, seolah itu bukan apa-apa? Kau terlambat di hari pernikahan kita juga bukan apa-apa? Kenapa? Kau menyesal menikahi aku dan meninggalkan Barbara?"Leo tersenyum miring. Ucapan provokasinya memang mengena."Siapa bilang aku menyesal, aku cuma berbicara fakta bahwa gadis seperti Barbara seharusnya tidak disakiti.""Huh, baru bertemu sekali saja kau sudah melupakan kebaikanku. Meskipun dia kaya, toh dia tak menolongmu mendapatkan pekerjaan. Kau juga sudah menyakiti perasaannya dengan be
Dada Selen seketika sesak. Mengingat bagaimana Leo datang dalam keadaan tak karuan, tidak siap dengan pakaian pernikahan dan bahkan wajahnya terlihat emosional. Sekarang, ia dikejutkan dengan kenyataan bahwa keluarga Leo samasekali tak tahu kalau putranya menikahinya? Ada apa ini? Apa maksud Leo atas semua ini?"Apakah kalian sungguh sudah menikah? Kapan kalian menikah?" Ayah Leo kemudian bertanya pada gadis yang terlihat kuyu itu."Maafkan...tapi Leo sungguh menikahiku. Pernikahan kami dilangsungkan...tadi pagi," ujarnya lirih penuh dengan beban."Tadi pagi? Tapi...tapi bagaimana mungkin Leo tidak mengatakannya kepada kami barang sepatah kata bahwa dia hari ini menikah? Dan sekarang...," Ayah Leo terlihat bingung dan meremas dagunya berkali kali."Tenanglah ayah, kita tunggu saja Kak Leo sadar dan membaik. Nanti kak Leo pasti akan mengatakan alasan apa yang mungkin menjadi penyebab kak Leo tidak mengatakannya kepada kita semua."Nyonya Rania melihat dari ujung kepala hingga ujung kak
Mendengar itu Nyonya Rania benar benar shock. Kejadian hari itu semua diluar ekspektasinya. Kalau Leo sampai benar-benar koma, maka ekonomi keluarganya bakalan tak menentu lagi, karena selama ini Leo lah yang menanggung hidup mereka. Belum lagi perawatan Leo yang pasti membutuhkan biaya besar. Dan sekarang ada pengakuan seorang wanita yang bernama Selen bahwa wanita ini adalah istri Leo dan mereka baru saja menikah.Bukankah menyedihkan bahwa kejadian ini terjadi sebelum mereka melalui malam pertama?Meskipun wanita itu terlihat cantik, akan tetapi Rania tidak menyukai gerak-gerik Selen."Wanita itu memegang lengan suaminya dan tertunduk, "Pa, apa yang harus kita lakukan? Putraku terbaring di tempat tidur dan kesakitan, aku tak bisa menolongnya Pa," ucap Nyonya Rania dengan air mata yang bercucuran.#Barbara terbangun di tengah malam. Rasa dingin membuatnya lebih sering ke kamar mandi. Saat bangun ia tak melihat keberadaan Ovan di sampingnya.Lalu
Perlahan Barbara mengikuti Ovan dengan kaki yang terasa ngilu. Cuaca dingin membuat ia sedikit menahan nyeri di persendian yang belum sepenuhnya pulih. Bukan tak mempercayai ucapan Leo, akan tetapi Barbara punya cara tersendiri untuk membuktikan kenyataan yang sebenarnya. Besok Ovan akan pergi ke Singapura, akan lebih mungkin pria itu melakukan sesuatu yang mencurigakan.Ovan sungguh menuju kantor Barbara. Pria itu bisa melewati penjagaan dengan mudah karena penjaga sudah mengenalnya dengan baik sebagai anggota keluarganya.Akan tetapi, Ovan melakukan sesuatu yang membuatnya terkejut. Ia bisa meretas kamera dengan sangat mudah hanya dengan menekan sebuah alat seperti remote lalu kamera tersebut sepertinya mati dengan mudah. Suasana lengang membuat Barbara harus ekstra hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Terlebih Ovan adalah sosok misterius baginya.Mereka telah sampai di ruangan miliknya. Seperti dugaan Barbara, Ovan menuju tempat laptop mili
Barbara menangis, tubuhnya luruh dilantai dingin kantornya. Apa yang membuatnya terpukul adalah saat Ovan pasrah dengan kematian yang ia tawarkan."Kau sungguh mau mati? Kenapa? Apakah hidup ini tak berharga bagimu?! Apa kau tak melihatku yang bertahan hidup di dunia ini dengan kaki pincang ini? Kenapa Ovan?" Barbara masih dalam isak tangisnya sementara Ovan sungguh termangu tak tahu harus berkata apa. Kedua tangannya mengepal menahan kesedihan yang dalam, mengecewakan gadis baik seperti Barbara ini."Barbara, hentikan air matamu. Kau tak pantas menangis karena pria brengsek sepertiku. Hentikan kesedihan ini, semua ini sudah berakhir. Tentang perusahaan ini, serahkan padaku, aku akan mengembalikan keadaan seperti semula, percayalah...semua ini memang salahku. Anggap saja, aku melakukannya karena berutang nyawa kepadamu.""Kau memang brengsek, Ovan!""Tanyakan pada seseorang yang mungkin kau mengenalnya, kenapa dia begitu serakah? Jika aku mau, aku akan