Firasatnya begitu kuat. Akan tetapi apakah itu menjelaskan segalanya tentang sikap Leo?"Perusahaan itu memang besar, tapi bukankah itu milik ayahnya yang sangat otoriter.""Jangan asal bicara. Tuan Anton Bagaskara sangat kompeten dalam menjalankan usaha. Berjiwa besar dan tenang, aku bahkan tak pernah menyadari Barbara memiliki sifat yang mirip dengan ayahnya. Dia bukan gadis manja yang mengandalkan harta orang tuanya untuk bersantai dan bersenang-senang.""Leo, kau memuji Barbara di saat hari bahagia ini, seolah itu bukan apa-apa? Kau terlambat di hari pernikahan kita juga bukan apa-apa? Kenapa? Kau menyesal menikahi aku dan meninggalkan Barbara?"Leo tersenyum miring. Ucapan provokasinya memang mengena."Siapa bilang aku menyesal, aku cuma berbicara fakta bahwa gadis seperti Barbara seharusnya tidak disakiti.""Huh, baru bertemu sekali saja kau sudah melupakan kebaikanku. Meskipun dia kaya, toh dia tak menolongmu mendapatkan pekerjaan. Kau juga sudah menyakiti perasaannya dengan be
Dada Selen seketika sesak. Mengingat bagaimana Leo datang dalam keadaan tak karuan, tidak siap dengan pakaian pernikahan dan bahkan wajahnya terlihat emosional. Sekarang, ia dikejutkan dengan kenyataan bahwa keluarga Leo samasekali tak tahu kalau putranya menikahinya? Ada apa ini? Apa maksud Leo atas semua ini?"Apakah kalian sungguh sudah menikah? Kapan kalian menikah?" Ayah Leo kemudian bertanya pada gadis yang terlihat kuyu itu."Maafkan...tapi Leo sungguh menikahiku. Pernikahan kami dilangsungkan...tadi pagi," ujarnya lirih penuh dengan beban."Tadi pagi? Tapi...tapi bagaimana mungkin Leo tidak mengatakannya kepada kami barang sepatah kata bahwa dia hari ini menikah? Dan sekarang...," Ayah Leo terlihat bingung dan meremas dagunya berkali kali."Tenanglah ayah, kita tunggu saja Kak Leo sadar dan membaik. Nanti kak Leo pasti akan mengatakan alasan apa yang mungkin menjadi penyebab kak Leo tidak mengatakannya kepada kita semua."Nyonya Rania melihat dari ujung kepala hingga ujung kak
Mendengar itu Nyonya Rania benar benar shock. Kejadian hari itu semua diluar ekspektasinya. Kalau Leo sampai benar-benar koma, maka ekonomi keluarganya bakalan tak menentu lagi, karena selama ini Leo lah yang menanggung hidup mereka. Belum lagi perawatan Leo yang pasti membutuhkan biaya besar. Dan sekarang ada pengakuan seorang wanita yang bernama Selen bahwa wanita ini adalah istri Leo dan mereka baru saja menikah.Bukankah menyedihkan bahwa kejadian ini terjadi sebelum mereka melalui malam pertama?Meskipun wanita itu terlihat cantik, akan tetapi Rania tidak menyukai gerak-gerik Selen."Wanita itu memegang lengan suaminya dan tertunduk, "Pa, apa yang harus kita lakukan? Putraku terbaring di tempat tidur dan kesakitan, aku tak bisa menolongnya Pa," ucap Nyonya Rania dengan air mata yang bercucuran.#Barbara terbangun di tengah malam. Rasa dingin membuatnya lebih sering ke kamar mandi. Saat bangun ia tak melihat keberadaan Ovan di sampingnya.Lalu
Perlahan Barbara mengikuti Ovan dengan kaki yang terasa ngilu. Cuaca dingin membuat ia sedikit menahan nyeri di persendian yang belum sepenuhnya pulih. Bukan tak mempercayai ucapan Leo, akan tetapi Barbara punya cara tersendiri untuk membuktikan kenyataan yang sebenarnya. Besok Ovan akan pergi ke Singapura, akan lebih mungkin pria itu melakukan sesuatu yang mencurigakan.Ovan sungguh menuju kantor Barbara. Pria itu bisa melewati penjagaan dengan mudah karena penjaga sudah mengenalnya dengan baik sebagai anggota keluarganya.Akan tetapi, Ovan melakukan sesuatu yang membuatnya terkejut. Ia bisa meretas kamera dengan sangat mudah hanya dengan menekan sebuah alat seperti remote lalu kamera tersebut sepertinya mati dengan mudah. Suasana lengang membuat Barbara harus ekstra hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Terlebih Ovan adalah sosok misterius baginya.Mereka telah sampai di ruangan miliknya. Seperti dugaan Barbara, Ovan menuju tempat laptop mili
Barbara menangis, tubuhnya luruh dilantai dingin kantornya. Apa yang membuatnya terpukul adalah saat Ovan pasrah dengan kematian yang ia tawarkan."Kau sungguh mau mati? Kenapa? Apakah hidup ini tak berharga bagimu?! Apa kau tak melihatku yang bertahan hidup di dunia ini dengan kaki pincang ini? Kenapa Ovan?" Barbara masih dalam isak tangisnya sementara Ovan sungguh termangu tak tahu harus berkata apa. Kedua tangannya mengepal menahan kesedihan yang dalam, mengecewakan gadis baik seperti Barbara ini."Barbara, hentikan air matamu. Kau tak pantas menangis karena pria brengsek sepertiku. Hentikan kesedihan ini, semua ini sudah berakhir. Tentang perusahaan ini, serahkan padaku, aku akan mengembalikan keadaan seperti semula, percayalah...semua ini memang salahku. Anggap saja, aku melakukannya karena berutang nyawa kepadamu.""Kau memang brengsek, Ovan!""Tanyakan pada seseorang yang mungkin kau mengenalnya, kenapa dia begitu serakah? Jika aku mau, aku akan
Tatapan mata Barbara mengunci pandangan Ovan begitu jauh ke dalam manik matanya, menembus hingga relung hatinya yang terdalam.Bukankah Barbara menuntut kejujuran darinya?Pria brengsek yang terlalu naif, pernah mengatakan bahwa tidak mungkin ia jatuh hati dengan wanita se angkuh gadis ini. Tapi lihatlah, gadis angkuh ini seperti permen yang sangat manis dan lengket. Ia selalu ingin mengunyah dan merasakan manisnya, bahkan kalau saja dia lupa... seperti orang yang terjangkit diabetes, ia tak bisa lepas dari penyakit ini jika selalu dekat dengan Barbara."Ovan, kau mencintaiku, bukan?"Ovan kalap atas pertanyaan itu, hatinya mendidih tak menentu."Apa maksudmu aku mencintaimu, setelah kau tahu apa yang kulakukan padamu?""Tidak, tidak perduli dengan bagaimana kau melakukan kejahatan padaku, aku sungguh ingin tahu pernahkah kau menyukai aku barang sebentar?"Tatap mata Barbara sayu, memohon kejujuran Ovan saat itu juga.Ovan tak berg
Barbara hanya menyimak celotehan Sinta yang mengomel karena kisah masa lalu. Seolah Sinta adalah orang yang paling sakit hati dengan kelakuan Leo. Dua hari yang lalu, Leo masih baik baik saja, setelah dengan sangat bersemangat akan menguak tabir Ovan, pria itu terlihat biasa dan mengatakan padanya kalau akan menikahi Selen dalam waktu dekat."Apakah terjadi sesuatu pada mereka?" gusar Barbara."Ah, apa perduliku? Hubungan Leo dengan Selen bukanlah urusanku," lirihnya lagi."Barbara? Wooiii, kamu dengar enggak?""Iya, iya aku dengar. Kalau begitu aku akan segera menjenguknya.""Astaga! Ngapain pake dijenguk segala? Udahlah... ucapkan goodbye aja, beres urusan!"Barbara tersenyum geli. Sinta sungguh emosi karena masa lalu itu, padahal dirinya sungguh sudah move on berkat Ovan.#Barbara kembali ke kantornya. Ia bergegas untuk segera melihat kondisi kantor dan juga Ovan.Di ruang kerjanya, Anton Bagaskara sedan
Barbara bagai disambar petir, perkataan itu sangat melukai harga dirinya."Kenapa? Apa aku salah kalau mencintaimu? Konsekuensi apa yang harus aku terima? Aku adalah istri sah, apa perceraian itu adil untukku?"Ovan meremas rambut kepalanya. Terlungkup di atas meja dengan keadaan yang terlihat kacau. Mendengarkan celotehan Barbara kepalanya menjadi sakit."Barbara...aku tidak mencintaimu. Bagaimana bisa kita akan bersama?" kata Ovan dengan suara yang rendah."Baik, katakan itu sekali lagi. Tatap mataku, Ovan! Katakan sekali lagi agar aku percaya padamu!"Barbara mengguncang tubuh Ovan. Akan tetapi Ovan menepis tangan Barbara yang membuat tubuhnya terguling di lantai. Kakinya yang masih lemah tak bisa menyeimbangkan diri.Sementara itu, Ovan masuk ke kamarnya dengan hati tak menentu. Kebimbangan menghantui kepalanya, dan kini hatinya dalam kegalauan.Kalau ia tak segera keluar dari tempat itu, mungkin saja ia akan goyah dan berakibat ia melalaikan cin