Setelah Ovan pergi, Barbara menghubungi Michael, temannya yang berada di Bandung. Michael adalah seorang temannya di sebuah Klub motor gede yang juga memiliki beberapa usaha bar dan karaoke. Ia sedikit penasaran, dengan apa yang dikatakan Leo kepadanya."Halo nona Bar bar, sudah lama sekali kau tak menghubungi aku. Kau tenggelam dimana?""Sial, kenapa kau bilang aku Bar bar, hah. Kalau aku bar bar, akan kusita satu klub kamu buat nutup utang kamu yang udah berbunga jutaan dolar itu," seloroh Barbara menyinggung utang dua puluh ribu di warung es karena dompet Michael hilang dicopet orang. "Ya ampun, utangku cuma utang es teh, kenapa jadi jutaan dolar? Ha ha ha...bener bener kau pejuang bar bar," gelak tawa Michael menggelegar. "Jadi, gimana caraku melunasi hutangku?" "Bantu aku mencari informasi tentang seseorang yang akan aku kirimkan fotonya. Kalau perlu, sewa beberapa orang untuk menggali informasi ini. Akan tetapi rahasiakan dengan baik masalah ini.""Wah wah wah, kau berlagak j
Esok harinya, Anton Bagaskara mengadakan rapat darurat. Permasalah keamanan menjadi sorotan utama dalam rapat ini. Mau tidak mau, Barbara juga hadir dalam rapat tersebut dan juga Ovan yang berstatus sebagai suami Barbara dan juga staf Barbara."Seperti yang kalian ketahui, ada peristiwa penting yang harus saya sampaikan pagi ini. Pembobolan akun milik perusahaan adalah kejahatan yang tidak bisa kita abaikan. Semua data penting perusahaan harus dijaga dengan baik sehingga perusahaan tetap bisa beroperasi dengan sebagaimana mestinya."Lalu pria itu melihat ke arah Ovan."Begitu juga Anda, sebagai karyawan baru harus melaporkan jika ada sesuatu yang mencurigakan.""Baik, Pak," kata Ovan sembari berdiri dengan singkat."Untuk itu, tolong perketat kembali penjagaan, dan ubah setiap detil keamanan baik password dan juga perangkat pendukung lainnya."Setelah rapat tersebut, Ovan pergi ke toilet dan di sana sudah ada seorang pria yang merupakan pegawai perusahaan tersebut. Pria itu tersenyum
Di ruangan Anton Bagaskara, Ovan dipersilahkan duduk menghadap.Pria itu melihat Ovan dengan pandangan tegas dan penuh wibawa. Hati Ovan menciut, mengingat bagaimana dirinya telah melakukan kejahatan dalam perusahaan tersebut."Duduklah, kita akan mengobrol sedikit tentang pekerjaan."Ovan duduk seperti yang Anton maukan."Aku senang kau bekerja cukup baik. Barbara bahkan memuji kinerja yang kau miliki. Aku senang, jika Barbara merasa senang hidup bersamamu dan juga bekerja bersamamu. Barbara adalah putriku semata wayang, aku hanya selalu berharap dia hidup bahagia."Ovan tertunduk sambil sesekali menatap wajah Anton Bagaskara."Setelah ibunya pergi dariku dengan meninggalkan putrinya begitu saja, tanpa pesan, tanpa kesan apapun. Aku tak tahu harus bagaimana merawat gadisku dengan baik, untuk itulah, aku segera menikahi Lena yang sebenarnya Lena adalah sahabat Veina, istriku sendiri. Akan tetapi, hal itulah yang membuat Barbara berfikir aku berselingkuh, dan Lena telah merebutku dari
Di suatu tempat, Leo bertengkar hebat dengan Selen."Kau harus tanggung jawab, Leo! Aku hamil!" Selen berteriak histeris karena Leo baru akan beranjak pergi.Mendengar perkataan Selen, langkahnya terhenti. Telapak tangannya mengepalkan tinjunya."Hamil? Bagaimana mungkin, Selen? Kau an aku melakukannya padamu?""Kau...kau mana mungkin ingat. Malam itu kau mabuk berat, dan melecehkan aku," ujarnya sambil terisak-isak.Leo memicingkan matanya. Awalnya mereka berbicara soal pernikahan, Selen meminta untuk bisa segera menikah, sedangkan kondisi ayah Leo sedang koma di rumah sakit. Ia tak ingin menikahi Selen dengan cepat hingga setidaknya kondisi keluarganya sedikit tenang.Akan tetapi ternyata Selen mendesak Leo dan tak mau perduli dengan kondisi keluarga Leo yang sedang kesusahan. Hal itu membuat mereka bertengkar hebat."Selen...kamu nggak salah ngomong 'kan? Benarkah aku melakukan hal yang tak senonoh kepadamu?""Leo, mana mungkin aku melakukannya dengan pria lain? Aku kekasihmu, dan
Dokter Lusi mematung, mencoba mencerna kalimat yang baru saja ia dengar dari Leo. Melihat mata pria itu seperti orang bingung dan penuh keraguan."Apa maksudmu, Leo?""Begini... masalahnya aku tak pernah merasa melakukan sesuatu kepadanya. Dia bilang, aku melakukannya saat mabuk tempo hari, tapi aku tak merasa aku melakukannya, tidak mungkin!""Bisakah kau mengingat, kapan kau mabuk berat waktu itu? Ini sangat penting untuk menjadi bukti."Leo mengingat kejadian dimana malam itu adalah malam ketika ayahnya pertama kali tidak sadarkan diri koma di rumah sakit."Kurasa dua bulan lalu, Dokter."Dokter tersenyum, sepertinya tidak cocok dengan kehamilan Selen."Aku tidak yakin, tetapi sepertinya tidak cocok dengan usia kehamilan Selen, karena Selen sudah hamil dua belas pekan yang artinya selisih satu bulan dengan kehamilan dan kejadian malam itu."Leo mengepalkan tangannya, merasa kesal karena dibodohi gadis itu. "Jadi apa yang akan kau lakukan, Leo?""Entahlah, aku sudah berjanji untuk
Setelah kejadian itu Barbara sedikit canggung. Apakah benar, seorang lelaki bisa menahan dirinya sampai segitunya meskipun mereka telah menikah?Barbara mencoba menghubungi Lisa, teman sekolahnya yang menikah karena perjodohan orang tuanya. Ia sangat penasaran dengan hal itu."Lis, boleh tanya nggak?""Tanya apa?""Waktu menikah dengan Bobi, kalian langsung pa enggak?""Langsung gimana sih, Bar? Aku nggak ngerti maksudmu.""Ya, langsung begitu lah," ujarnya malu malu.Lisa malah tertawa terbahak-bahak. "Gila kamu ya, lelaki menikah itu emang buat apaan? Ya mereka merasa rugi kalau nggak langsung.""Ooh... begitu.""Emangnya kenapa? Kalian belum setelah satu bulan ini? Hebat, impoten enggak suami elu?" Lisa black blakan.Barbara merenung. Kejadian setelah mandi ketika ia menggoda Ovan kemarin tidak menunjukkan kalau Ovan pria impoten."Enggak, Lis. Dia enggak impoten. Aku melihatnya.""Hah? Cuma ngeliat doang? Kenapa nggak kamu pakai? Ha hah hah." Lagi lagi Lisaterbahak-bahak.Barbar
Ovan menerima pass card untuk suite room. Waktu masih belum terlalu sore sehingga keadaan hotel cukup banyak lalu lalang pelanggan. Dengan segera, Ovan meminta office boy membawa perlengkapan mereka untuk dibawa ke ruangan mereka.Setelah selesai, seperti biasa Ovan akan membantu Barbara dengan tongkat berjalannya."Ovan, apakah kau malu memiliki istri pincang sepertiku?" katanya sambil mengawasi beberapa orang yang melihat Barbara dengan pandangan kasihan."Aku? Tentu tidak, Barbie. Itu tidak terjadi padaku, apalagi aku mengetahui apa yang terjadi padamu adalah bukan keinginan mu."Di sisi lain, banyak anak kampus yang mengatakan bahwa Ovan menikahi Barbara adalah karena uangnya. Bukankah kalau dipikir-pikir, mereka mengatakan yang sebenarnya, bahwa tujuan Ovan menikah dengan Barbara adalah untuk uang?"Jadi, kau sungguh menerima keadaanku apa adanya bukan? Menerima keadaanku yang cacat ini, menerima aku yang mungkin memiliki sesuatu yang buruk di belakangku.""Barbie, kau selalu mer
"Ovan, kita hanya sedikit bersenang senang, kenapa kau begitu marah?"Ovan tak menjawab, ia diam seribu bahasa sampai mobil itu mengantarkan sampai tempat tujuan."Turunlah sayang, kita sudah sampai."Sedikit ragu, Ovan akhirnya turun dari mobil yang mereka tumpangi. Mereka masuk ke sebuah ruangan kafe dengan hiruk pikuk yang sudah biasa di telinganya."Jadi, siapa yang akan kau temui?""Sabarlah sayang, dia adalah suami istri, dan suaminya seorang seniman terkenal di Jakarta. Aku juga tak yakin apakah sudah pernah mengenalnya atau belum. Yang jelas, aku akan membeli sebuah lukisan dari mereka.""Benarkah? Aku tak pernah tahu kalau kau menyukai lukisan.""Ovan, kau baru mengenalku, tentu saja kau tak akan banyak tahu kesukaanku."Seratus persen, ucapan itu hanya karangan belaka. Ia tak pernah menyukai sesuatu yang bersifat melankolis seperti seni lukis atau musik apapun namanya. Ia lebih suka berkuda, memanah atau memainkan senapan. Terkadang, ia akan berlatih boxing, Thai chi atau je