Dalam perjalanan menuju Groove House, Aditama tampak sedang berbicara dengan Evan di telefon di jok belakang.Sementara dua tukang pukul senior duduk di jok depan, salah satunya menyetir. "Kenapa kau menghubungiku? Apa kau mau memohon-mohon kepadaku ... untuk melepaskan istrimu?" Evan menyapa Aditama dengan nada terdengar menjengkelkan begitu panggilan terhubung. Dia kemudian menambahkan. "Jangan mimpi aku mau melakukan hal itu, Tam! Kan aku sudah bilang padamu tadi ... kalau Vania sudah kami jual kepada Tuan Theo. Jika kau ingin mendapatkan istrimu kembali ... maka ... temui saja Tuan Theo."Mendengar hal itu, pegangan pada ponsel Aditama semakin mengetat. Akan tetapi, ia buru-buru menguasai diri. Istri dan anaknya Evan telah bersamanya. Jadi, ia bisa menggunakan hal tersebut untuk mengancam Evan! "Memang itu yang akan aku lakukan!" Jawab Aditama dengan nada dingin setelah terdiam sebentar. "Oh iya ... aku mau memberitahumu ... kalau anak dan istrimu sudah bersamaku saat in
Chris mengedar pandangan ke sekeliling lebih dulu sebelum kemudian membusungkan dada, menatap Evan tajam, lalu melanjutkan kalimatnya. "Tuan Theo tidak akan mau melepaskan istrinya kuli bangunan gembel itu ... lagi pula ... kau lihat sendiri 'kan tadi ... betapa senangnya Tuan Theo ketika mendapatkan Vania?!" Mendengar hal itu, Evan memasang wajah tak berdaya. Selagi Evan terdiam, Chris kembali bicara. "Sudah lah, Van. Kau tenang saja." ucap Chris, mencoba menenangkan mantan bawahannya tersebut. Kemudian, ia menghempaskan punggung ke sandaran kursi kembali sambil menghembuskan napas pelan. "Yang benar saja kau! Rencana kita telah berhasil ... kita juga telah mendapatkan uang yang begitu banyak karena hal itu ... tapi ... apa yang akan kau lakukan?!" "Lagi pula, Tuan Theo pasti akan membantu kita kalau kuli gembel itu nekat melakukan sesuatu kepada istri dan anakmu, Van!" kata Chris lagi. Evan terdiam, mencerna perkataan Chris dalam sepersekian detik sebelum kemudian mengangguk
Seketika muka Theo memerah karena marah, kedua tangannya terkepal kuat, ekspresi wajahnya langsung memancarkan aura kemarahan hebat. Siapa yang berani melakukan hal demikian pada ketiga anak buahnya? "Kurang ajar! tidak tahu kah dia sedang mencari masalah dengan siapa?!" seru Theo dengan penuh emosi menggebu. Suaranya meninggi dan wajahnya mengeras.Tiba-tiba ia mengerjap kala teringat dengan wanita itu yang berada di dalam mobil selagi ia tengah berada di ruang VIP. Ia lalu menatap bodyguardnya dengan tajam. "Segera cek wanita itu ... masih ada di dalam mobil atau tidak!" titahnya tegas. Sang bodyguard mengangguk cepat dan bergegas melakukan perintah dari sang Tuan.Selagi bodyguardnya tengah mengecek mobil, Theo berkacak pinggang dengan rahang mengeras. Ia harus segera mengecek CCTV untuk mengetahui siapa yang telah menghabisi anak buahnya. Begitu ia telah mengetahui siapa yang telah melakukan hal demikian, maka, akan ia cari sampai ketemu setelahnya dan tentu saja ia akan m
Mendengar hal itu, Aditama tergelak, kemudian pandangannya memicing. "Apa yang barusan kau katakan? Vania ... sudah jadi milikmu?" tanya Aditama, hendak memastikan perkataan Theo barusan yang sungguh terdengar menggelitik. Dia kemudian menambahkan. "Apa aku tidak salah dengar? Coba ... ulangi sekali lagi." Mendengar nada meremehkan Aditama, Theo seketika mengerjap, terdiam untuk beberapa saat sebelum kemudian tangannya langsung terkepal. Aditama lanjut berkata. "Kuperjelas hal ini kepadamu ... jika ... Vania itu adalah istri sahku! Jadi, tak kan kubiarkan orang lain dapat menyentuhnya ... apalagi ... sampai dapat memilikinya! Tak kan pernah kubiarkan hal itu sampai terjadi!" "Dan ... aku tak akan kasih ampun kepada orang yang berani menyentuh istriku barang sehelai rambut sedikit pun! Mengerti?!" ancam Aditama dengan gigi gemeretak. Sontak, mata Theo melebar.Detik berikutnya, ekspresi wajahnya menjadi buruk, kepalan tangannya semakin bertambah kuat. Berani sekali kuli bang
Mendengar hal itu, Aditama menyeringai. "Memang aku yang melakukannya!" jawab Aditama tegas pada akhirnya dengan alis terangkat tinggi setelah terdiam sebentar. Kemudian, ia melirik Elias sekilas sebelum kemudian menatap Theo lagi dan melanjutkan kalimatnya. "Dengan bantuan Tuan Elias dan orang-orang suruhannya pastinya." Mendengar hal itu, Theo melebarkan matanya.Seketika Theo melotot ke arah Elias dengan muka merah padam.Akan tetapi, Elias tetap mengangkat muka tinggi-tinggi. Tak terlihat gentar sekali pun mendapat pelototan mata dan aura kemarahan yang tengah terpancar jelas di wajah Theo. Jadi ... Elias adalah dalang dibalik kejadian yang menimpa anak buahnya tadi dan mengambil Vania dari dalam mobilnya?Theo pun mendengus. Berani sekali Elias melakukan hal itu padanya? Apa dia tidak takut dengannya?Mendadak, kepala Theo langsung dipenuhi oleh banyak pertanyaan.Theo buru-buru melepaskan cengkraman pada kerah baju Aditama, kemudian dia beralih menghadap Elias dan beru
"Jika kau bisa mengalahkanku, aku akan membiarkanmu pergi dan kau akan mendapatkan istrimu kembali." ujar Theo dengan senyum licik dan meremehkan di bibirnya. Aditama berdecih. "Kau masih tidak percaya kalau aku telah mendapatkan istriku kembali?" kata Aditama dengan sebelah alis terangkat.Tiba-tiba ekspresi wajah Theo menjadi buruk mendengar hal itu. "Kau pikir aku akan percaya dengan perkataanmu begitu saja?!" sergah Theo dengan gigi gemeretak. Kemudian, dia menggeleng dan melanjutkan kalimatnya. "Aku tidak bisa kau bodohi. Bisa saja kau berbohong soal kau telah mendapatkan istrimu kembali. Eh, asal kau tau saja bocah kemarin sore. Aku bisa mendapatkan wanita itu kembali dengan cepat setelah ini!" Mendengar hal itu, Aditama mendengus dan tangannya kembali terkepal kuat.Bagimana ia tidak jengkel saat mendengar pria lain mengatakan hal demikian tentang istrinya?Akan tetapi, Aditama buru-buru mengontrol emosinya. Pasalnya, ia tengah merasa di atas angin. Toh, Vania sudah bersam
Mata semua orang melebar!Seketika berseru panik. Kecuali bodyguardnya Theo, Evan dan Chris yang kompak mengepalkan tangan, berseru senang melihat Aditama terdesak. Aditama terbanting dua langkah, kuda-kudanya goyah. Ia hampir terjatuh. Akan tetapi, ia segera menghentakan kaki kanan, tegak memasang posisi baru. Melihat hal itu, dua tukang pukul senior bergegas menghampiri Aditama. "Biar kami yang urus sisanya, Tuan." kata tukang pukul itu dengan wajah mengeras. "Mundur lah, Tuan." sambung satunya lagi.Keduanya kompak mendengus dingin, tinjunya telah terkepal, siap menghadapi Theo. Akan tetapi, Aditama tiba-tiba mengangkat tangan, sebagai pertanda jika tidak memberi ijin kepada dua tukang pukulnya untuk menggantikan dirinya menyerang Theo.Apa kata Theo nanti ... jika dia membiarkan tukang pukulnya menggantikan dirinya?Itu ... sama saja dengan ia menyerah.Lagi pula, yang barusan terjadi padanya itu tak kan berarti dan tidak ada apa-apanya baginya.Mendapati hal itu, k
Melihat sang Tuan terkapar mengenaskan dengan kondisi buruk di lantai, bodyguardnya bergegas menghampiri dan membantu untuk duduk. Lalu, sang bodyguard beralih menatap Aditama geram. Giginya gemeretak.Ia tidak terima ... seorang pria yang tidak mempunyai nama dan belum jelas latar belakangnya itu. Akan tetapi, bisa mengalahkan majikannya yang notabene adalah salah satu seseorang yang berpengaruh di kota Ferandia. Ia tidak mau tahu ... pokoknya ia harus bisa menghabisi pria itu untuk membalas apa yang telah ia lakukan kepada Tuan Theonya barusan. Lalu, ia langsung berdiri dengan muka memerah karena marah, napasnya menderu, kemudian langsung merangsek maju sambil berteriak —hendak menyerang Aditama. Melihat hal itu, dua tukang pukul senior Aditama melotot, mencerna apa yang terjadi dalam sepersekian detik sebelum kemudian bergegas melangkah maju. "Kali ini biar kami yang urus dia, Tuan!" kata tukang pukul itu yang langsung diangguki tukang pukul satunya. Tanpa menunggu respon d